PENGGUNAAN ASAS DISKRESI DALAM MELAKSANA

(1)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

1.

BAB I PENDAHULUAN

2.

A. Latar Belakang Masalah

2.

B. Identifikasi Masalah

4.

BAB II PEMBAHASAN

5.

A.Asas Legalitas

5.

B.Freies Ermessen

7.

C.Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Asas Diskresi dalam Melaksanakan Fungsi

Pemerintahan

12.

BAB III PENUTUP

15.

A. Kesimpulan

.15.

B. Saran

17.


(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagasan tentang penyelenggaraan kekuasaan yang baik, dari aspek historis memiliki dua pendekatan; personal dan sistem. Secara personal telah dimulai pada masa Plato. Menurutnya, penyelenggaraan kekuasaan yang ideal dilakukan secara paternalistik, yakni para penguasa yang bijaksana haruslah

menempatkan diri selaku ayah yang baik lagi arif yang dalam tindakannya

terhadap anaknya terpadulah kasih dan ketegasan demi kebahagiaan anak-anak itu sendiri. Pada bagian lain, Plato mengusulkan agar negara menjadi baik, harus dipimpin oleh seorang filosof, karena filosof adalah manusia yang arif bijaksana, menghargai kesusilaan, dan berpengetahuan tinggi. Murid Plato, Aristoteles, berpendapat bahwa pemegang kekuasaan haruslah orang yang takluk pada hukum, dan harus senantiasa diwarnai oleh penghargaan dan penghormatan terhadap kebebasan, kedewasaan dan kesamaan derajat. Hanya saja tidak mudah mencari pemimpin dengan kualitas pribadi yang sempurna. Oleh karena itu, pendekatan sistem merupakan alternatif yang paling

memungkinkan. Plato sendiri, di usia tuanya terpaksa merubah gagasannya yang semula mengidealkan pemerintah itu dijalankan oleh raja-filosof menjadi pemerintahan yang dikendalikan oleh hukum. Penyelenggaraan negara yang baik, menurut Plato, ialah yang didasarkan pada pengaturan hukum yang baik.

Berdasarkan pendapat Plato ini, maka penyelenggaraan pemerintahan yang didasarkan pada hukum merupakan salah satu alternatif yang baik dalam


(3)

penyelenggaraan negara. HAN dapat dijadikan instrumen untuk

terselenggaranya pemerintahan yang baik. Penyelenggaraan pemerintahan lebih nyata dalam HAN, karena di sini akan terlihat konkrit hubungan antara

pemerintah dengan masyarakat, kualitas dari hubungan pemerintah dengan masyarakat inilah setidaknya dapat dijadikan ukuran apakah penyelenggaraan pemerintahan sudah baik atau belum. Di satu sisi HAN dapat dijadikan instrumen yuridis oleh pemerintah dalam rangka melakukan pengaturan, pelayanan, dan perlindungan bagi masyarakat, di sisi lain HAN memuat aturan normatif tentang bagaimana pemerintahan dijalankan, atau sebagaimana dikatakan Sjachran Basah, bahwa salah satu inti hakikat HAN adalah untuk memungkinkan

administrasi negara untuk menjalankan fungsinya, dan melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah menurut hukum.

Akan tetapi, konsekuensi dari negara Indonesia yang mengadopsi sistem hukum Eropa Kontinental adalah pengadopsian terhadap asas legalitas yang merupakan karakteristik dari sistem hukum Eropa Kontinental. Sehingga fungsi HAN yang pada hakikatnya mengikat hak dan kewajiban dalam persoalan administrasi negara harus terikat pada asas legalitas yaitu asas yang mengatur bahwa segala kewenangan perjabat publik harus berdasarkan hukum yang tertulis. Dalam perjalanannya, asas legalitas kemudian menghadapi beberapa tantangan yaitu pada saat dimana seorang pejabat publik harus mengeluarkan suatu

kewenangan yang ideal bagi masyarakat dan kewenangan tersebut belum termuat dalam hukum tertulis. Kewengan ini kita kenal dengan nama freis ermeson.


(4)

Dengan adanya freies ermeson ini akhirnya hukum administrasi negara bersifat paradoks. Bagaimana bisa membuat kewenangan tanpa adanya aturan yang tertulis terlebih dahulu dalam undang-undang sedangkan Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental. Permasalahan inipun diatasi dengan

menimbang bahwa freies emerson tidak bisa bertolak belakang dengan sumber hukum materil Indonesia dan tujuan hukum yang terdiri dari terciptanya

keadilan, kepastian dan kemanfaatan untuk terlaksanakan model penyelenggaraan yang baik.

B. Identifikasi Masalah

1. Apa yang disebut dengan asas legalitas?

2. Bagaimana kedudukan freies ermessen dalam Indonesia yang menganut sistem Eropa Kontinental yang berkarakter asas legalitas?

3. Keuntungan dan kerugian Penggunaan asas diskresi dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan?


(5)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Asas Legalitas

Hukum administrasi negara dalam arti hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dan masyarakat berarti pula mengatur bagaimana penguasa bertindak terhadap masyarakat. Dengan adanya asas legalitas sebagai unsur yang utama dalam suatu negara hukum, maka hal itu berarti setiap tindakan administrasi negara atau penguasa harus berdasarkan hukum yang berlaku.

Bila seorang penguasa bertindak atas nama pemerintah untuk mengatur masyarakat, tentunya harus mempunyai dasar hukum agar tindakannya tidak sewenamg-wenang. Selain itu, agar wewenangnya juga dibatasi sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Itulah yang dimaksud dengan asas legalitas yang

merupakan unsur yang utama dalam suatu negara hukum dan yang merupakan pula suatu ciri bagi hukum administrasi negara yang mulai berkembang ketika negara mulai menata masyarakatnya.

Bagi hukum administrasi negara, penerapan asasa legalitas itu berarti setiap tindakan atau perbuatan penguasa haruslah berdasarkan hukum yang berlaku1. Ketika aliran legisme berkuasa, dimana hukum diartikan hanya sebagai UU atau peraturan tertulis, maka penguasa atau administrasi negara hanya dapat bertindak mengatur masyarakat bila ada dasar hukumnya yang tertulis.

1 Dalam ilmu hukum pidana asas ini tercantum dalam pasal 1 yang berbunyi nullum delictum sinne praevia lege poenali


(6)

Berarti bila sudah adad UU yang mengatur masalah tersebut yang dapat

dipergunakan oleh penguasa sebagai dasar hukum bagi tindakannya. Hal ini sah saja selama administrasi negara tugasnya tidak banyak sesuai dengan tujuan negara, hanya untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Namun seiring dengan perubahan tujuan negara yang disebut Lemaire sebagai bestuurszorg atau menyelenggarakan kesejahteraan umum bagi masyarakat menyebabkan administrasi negara atau penguasa tidak dapat lagi diikat hanya dengan UU atau peraturan tertulis.

Dalam meyelenggarakan kesejahteraan rakyat sesuai pergeseran liberal rechstaat menjadi siciale rechstaat2menyebabkan pemerintah atau penguasa harus proaktif mencampuri bidang kehidupan rakyatnya. Dengan timbulnya perubahan pola kehidupan masyarakat dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industrialis, banyak timbul masalah yang tidak mungkin ditanggulangi oleh masyarakat sendiri. Masalah-masalah kehidupan yang berkaitan dengan memperoleh nafkah yang layak menimbulakan masalah-masalah di bidang ketenagakerjaan, pendidikan, keselamatan kerja, kesehatan, lingkungan, dan seterusnya berakibat campur tangan pemerintah di bidang kependudukan, pengelolaan kesejahteraan. Semuanya menyebabkan

pemerintah harus proaktif mengatur dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan serta penerapan policy-policy pemerintah demi kesejahteraan rakyat umumnya.


(7)

Semua hal itu menyebabkan semakin banyaknya hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah dan masyarakat yang dapat dipergunakan sebagai dasar hukum bagi tindakan penguasa.

Namun demikian, tidak semua masalah yang ada dalam masyarakat sudah terakomodir dakam bentuk hukum tertulsi atau UU sebab peraturan tertulis bersifat kaku atau rigid serta ciri khas realitas sosial yang senantiasa bersifat aktif dan dinamis mengikuti perubahan zaman. Bila administrasi negara atau penguasa harus terikat pada hukum tertulis saja, akan sangat sulit bagi penguasa untuk dapat segera menanggulangi masalah yang timbul sesuai dengan sifat UU yang tidak dapat dibuat terlalu rinci. Untuk itu, administrasi negara atau penguasa harus diberi kebebasan bertindak di luar hukum tertulis. Namun yang perlu diperhatikan sebagai suatu negara hukum, administrasi negara atau penguasa tetap harus tunduk pada asas legalitas.

Dengan demikian, dalam konsep negara hukum modern semua tindakan administrasi negara atau penguasa harus berdasarkan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis (living law). Maksudnya sejauh ada hukum tertulis yang

mengaturnya, administrasi negara atau penguasa harus tunduk pada hukum tertulis. Namun, bila hukum tertulis tidak ditemukan, maka administrasi negara atau penguasa harus mencari hukum tidak tertulis yang dapat dipakai sebagai pedoman bagi tindakannya.


(8)

Menurut S.F. Marbun, Freies Ermessen atau diskresi adalah kebebasan atau keleluasan bertindak atas inisiatip sendiri (kebijaksanaan) yang dimungkinkan oleh hukum untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang mendesak yang muncul secara tiba-tiba, yang engaturannya belum ada atau

kewenangannya tidak jelas atau samar-samar, yang harus dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun moral.

Menurut Prof. Prayudi Atmosudirdjo, Freies Ermesson atau diskresi adalah pejabat penguasa tidak boleh mengambil atau menolak keputusan dengan alasan tidak ada pengaturannya. Istilah “freies ermesson” menurut beliau disebut “diskresi”.

Dengan dua pandangan tersebut dapat diartikan bahwa freies ermessen adalah kebebasan untuk bertindak dalam persoalan-persoalan penting ketika tidak ada aturan tertulis yang mengatur demikian. Sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa diskresi adalah pelengkap dari asas legalitas, sebab tidak bisa dipungkiri bahwa asas legalitas yang bersifat kaku tidak bisa mengakomodasi kepentingan masyarakat umum. Contoh yang khas adalah wewenang subsidi, yang nyatanya ada meskipun tidak ada peraturan subsidi.

Menurut Syahran Basach, untuk menjalankan tugas-tugas servis publik, maka bagi administrasi negara timbul konsekuensi khusus yang diperlukan Freies Ermessen yang dimungkinkan oleh hukum agar bertindak atas inisiatip sendiri terutama dalam penyelesaian persoalan-persoalan yang penting yang timbul secara tiba-tiba. Dalam hal demikian, Administrasi Negara terpaksa bertindakj


(9)

cepat membuat penyelesaiuan, namun keputusan yang diambil untuk menyelesaikan masalah itu harus dapat dipertanggungjawabkan.

Sebagaimana yang dikemukakan di dalam alinea ke-4 UUD 1945, bahwa Negara berkewajiban memajukan kesejahteraan umumm dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan demikian tugas pemerintah atau administrasi negara sebagai organ eksekutif sangat luas sebab eksekutif diikut sertakan secara aktif dalam menyelenggarakan kesejahteraan dan kepentingan umum.

Sebagai konsekuensi untuk melaksanakan kesejahteraan umum tersebut maka administrasi negara diberikan kebebasan bertinda atas inisiatif sendiri, untuk membuat peraturan-peraturan yang dianggap perlu terutama bdalam hal-hal yang sangat mendesak, yang membutuhkan penyelesaian secara cepat dan segera.

Menurut Bachsan Mustafa di dalam bukunya “Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara” mengemukakan fungsi Freies Ermessen yaitu mengisi kekosongan dalam undang-undang, mencegah kemacetan di dalam bidang pemerintahan dan administrasi negara dapat mencari kaedah-kaedah baru dalam lingkungan undang-undang atau sesuai dengan undang-undang.

Di lihat dari beberapa pengertian dan latar belakang pemberian wewenangfreies Ermessen di atas, dapat disimpulkan secara khusus,

bahwa freies Ermessen atau diskresi (discretion), adalah suatu wewenang untuk bertindak atau tidak bertindak atas dasar penilaiannya sendiri dalam


(10)

menjalankan kewajiban hukum. Oleh karena tindakan yang dilakukan atas dasar penilaian dan pertimbangannya sendiri, maka tepat dan tidaknya penilaian sangat dipengaruhi oleh moralitas pengambil tindakan.

Philipus M. Hadjon, lebih lanjut menyimpulkan, bahwa kekuasaan bebas atau kekuasaan diskresi meliputi dua kewenangan, yakni :

a. Kewenangan untuk memutuskan secara mandiri

b. Kewenangan interpretasi terhadap norma-norma tersamar (vage norm)3

Secara praktis, kewenangan freies Ermessen pemerintahan yang

kemudian melahirkan bentuk-bentuk kebijaksanaan memiliki dua aspek penting dan sebagai aspek pokok, yakni :

a. Kebebasan untuk menafsirkan yang berkaitan dengan ruang lingkup dan batas-batas wewenang yang dirumuskan dalam peraturan dasar pemberian wewenang, dimana kebebasan tersebut disebut dengan kebebasan untuk menilai berdasarkan sifat yang obyektif, jujur, benar dan adil

b. Kebebasan untuk menentukan sikap tindak, artinya bertindak atau tidak berdasarkan penilaian sendiri dengan cara bagaimana dan kapan wewenang yang dimiliki tersebut dilaksanakan, penilaian ini memiliki sifat subyektif, yakni berdasarkan nuraninya sendiri dalam mengambil keputusan.


(11)

Timbulnya penilaian yang diyakini untuk bertindak bagi setiap pejabat pemerintahan sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang konkrit yang mengharuskan untuk bertindak. Namun demikian penilaian yang diyakini setiap individu sangatlah berbeda-beda tergantung dari pengalaman,

pengetahuan, kecerdasan dan moralitas masing-masing. Berkait dengan hal tersebut setiap pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang freies Ermessen tidak boleh digunakan secara sembarangan tanpa alasan yang rasional dan logis, akan tetapi selektif dan proporsional dan dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum.

Tolak ukur dari Freies Ermessen itu sendiri adalah keputusan yang

dikeluarkan harus dipertanggungjawabkan baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai

kebenaran dan keadilan, mengutamakan ersatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

Dalam kaitannya dengan teori trias politica milik Montesqieau4, dengan adanya diskresi ini, berarti sebagian kekuasaan yang dipegang oleh badan legislatif dipindahkan ke tangan badan eksekutif karena administrasi negara melakukan penyelesaian tanpa menunggu perubahan UU dari bidang legislatif.

4 Teori pemisahan kekuasaan organisasi pemerintah dalam struktur negara yang terdiri dari lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif


(12)

Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa administrasi negara dapat begitu saja melanggar UU. Kemerdekaan administrasi negara berarti bahwa administrasi negara dapat mencari kaidah-kaidah baru dalam lingkungan UU atau sesuai dengan jiwa UU.

Apakah hal itu bertentangan dengan asas legalitas dari suatu negara hukum? Untuk negara RI, kekuasaan membuat peraturan atas inisiatif sendiri oleh administrasi negara didasarkan pada pasal 22 ayat 1 UUD 1945. Dan inisiatif administrasi negara ini tidak keluar dari pengawasan bidang legislatif5.

Peraturan yang dibuat atas inisiatif sendiri itu disebut peraturan

pemerintah penganti Undang-Undang / Perpu yang didasarkan pada pasal 22 ayat 1 UUD 1945. Agar tidak keluar dari pengawasan bidang legislatif, maka pada sidang DPR berikutnya dibicarakan apakah tindakan administrasi negara itu diterima atau ditolak oleh DPR Bila diterima, maka perpu itu dapat dijadikan UU, sedangkan bila ditolak, maka perpu haris dicabut6.

C. Keuntungan Dan Kerugian Penggunaan Asas Diskresi Dalam Pelaksanaan Fungsi Pemerintahan

Kewenangan freies Ermessen sebagai penyelenggara pemerintahan bukanlah sebagai kekuasaan tidak terbatas, akan tetapi tetap tunduk pada peraturan perundang-undangan, hukum tertulis berupa asas-asas umum

5 Lihat pasal 22 ayat 2 dan 3 UUD 1945

6 Contoh beberapa Perpu: Perpu Penundaan UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Jalan Raya, Perpu Kepailitan untuk menangani masalah bank-bank dan perusahaan yang pailit akibat krisis moneter pada tahun 1997


(13)

pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur). Oleh karena itu penggunaan wewenang tindakan bebas dilakukan dengan syarat7:

a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum

b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan

c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkup jabatannya d. Pertimbangan yang layak berdasar keadaan yang memaksa, dan e. Menghormati hak asasi manusia.

Ada beberapa manfaat atau aspek kelebihan dalam penggunaan

prinsipFreies Ermessen atau kebebasan bertindak oleh pejabat pemerintah yaitu diantaranya;

a. kebijakan pemerintah yang bersifat emergency terkait hajat hidup orang banyak dapat segera diputuskan atau diberlakukan oleh pemerintah meskipun masih debatable secara yuridis atau bahkan terjadi kekosongan hukum sama sekali;

b. badan atau pejabat pemerintah tidak terjebak pada formalisme hukum dengan asumsi bahwa tidak ada kekosongan hukum bagi setiap kebijakan publik (policy) sepanjang berkaitan dengan kepentingan umum atau masyarakat luas;

c. sifat dan roda pemerintahan menjadi makin fleksibel, sehingga sektor pelayanan publik makin hidup dan pembangunan bagi peningkatan


(14)

kesejahtraan rakyat menjadi tidak statis alias tetap dinamais seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangan zaman.

Namun begitu, disisi lain kebebasan bertindak okleh apatur pemerintahan yang berwenang sudah tentu juga menimbulkan kompleksitas masalah karena sifatnya yang menyimpangi asas legalitas dalam arti yuridis (unsur exception). Memang harus diakui apabila tidak digunakan secara cermat dan hati-hati maka penerapa asas freies Ermessen ini rawan menjadi konflik struktural yang

berkepanjangan antara penguasa versus masayarakat.

Ada beberapa kerugian yang bisa saja terjadi jika tidak diantisipasi secara baik yakni diantaranya;

a. aparatur atau pejabat pemerintah bertindak sewenang-wenang karena terjadi ambivalensi kebijakan yang tidak dapat

dipertanggujawabkan kepada masyarakat;

b. sektor pelayanan publik menjadi terganggu atau malah makin buruk akibat kebijakan yang tidak popoluer dan non-responsif diambil oleh pejabat atau aparatur pemerintah yang berwenang;

c. sektor pembangunan justru menjadi terhambat akibat sejumlah kebijakan (policy) pejabat atau aparatur pemerintah yang kontraproduktif dengan keinginan rakyat atau para pelaku pembangunan lainnya.

d. aktifitas perekonomian masyarakat justru menjadi pasif dan tidak berkembang akibat sejumlah kebijakan (policy) yang tidak pro-masyarakat dan terakhir adalah terjadi krisis kepecayaan publik terhadap penguasa


(15)

dan menurunya wibawa pemernitah dimata masyarakat sebagai akibat kebijakan-kebijakannya yang dinilai tidak simpatik dan merugikan masyarakat8.

8 King Faisal Sulaiman, Freies Ermessen dalam www.google.com update tanggal 29 Oktober 2010 pukul 11.00 WIB


(16)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kebebasan bertindak atau freies Ermessen boleh dilakukan oleh aparat pemerintah atau administrasi Negara dalam hal-hal, sebagai berikut :

a. apabila terjadi kekosongan hukum b. apabila ada kebebasan penafsiran

c. apabila ada delegasi wewenang dari perundang-undangan d. tindakan dilakukan dalam hal-hal tertentu yang mengharuskan untuk bertindak

2. Penggunaan asas diskresi dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan

mempunyai keuntungan dan kerugian. Adapun keuntungan dalam penggunaan asas diskresi dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan adalah sebagai berikut :

a. kebijakan pemerintah yang bersifat emergency terkait hajat hidup orang banyak dapat segera diputuskan atau diberlakukan oleh

pemerintah meskipun masih debatable secara yuridis atau bahkan terjadi kekosongan hukum sama sekali;

b. badan atau pejabat pemerintah tidak terjebak pada formalisme hukum dengan asumsi bahwa tidak ada kekosongan hukum bagi setiap kebijakan publik (policy) sepanjang berkaitan dengan kepentingan umum atau masyarakat luas;


(17)

c. sifat dan roda pemerintahan menjadi makin fleksibel, sehingga sektor pelayanan publik makin hidup dan pembangunan bagi

peningkatan kesejahtraan rakyat menjadi tidak statis alias tetap dinamais seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangan zaman.

Sedangkan kerugian dalam penggunaan asas diskresi dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan adalah :

a. aparatur atau pejabat pemerintah bertindak sewenang-wenang karena terjadi ambivalensi kebijakan yang tidak dapat

dipertanggujawabkan kepada masyarakat;

b. sektor pelayanan publik menjadi terganggu atau malah makin buruk akibat kebijakan yang tidak popoluer dan non-responsif diambil oleh pejabat atau aparatur pemerintah yang berwenang;

c. sektor pembangunan justru menjadi terhambat akibat sejumlah kebijakan (policy) pejabat atau aparatur pemerintah yang kontraproduktif dengan keinginan rakyat atau para pelaku pembangunan lainnya.

d. aktifitas perekonomian masyarakat justru menjadi pasif dan tidak berkembang akibat sejumlah kebijakan (policy) yang tidak

pro-masyarakat dan terakhir adalah terjadi krisis kepecayaan publik terhadap penguasa dan menurunya wibawa pemernitah dimata masyarakat

sebagai akibat kebijakan-kebijakannya yang dinilai tidak simpatik dan merugikan masyarakat


(18)

B. Saran

1. Diskresi yang dikeluarkan oleh pejabat pemerintah dalam rangka

pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan berpotensi menimbulkan permasalahan hukum dan administratif, sehingga perlu diawasi oleh masyarakat beserta

organisasi-organisasi yang concern terhadap good governance agar tidak terjadi perbuatan pemerintahan yang sewenang-wenang

2. Penggunaan asas diskresi dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan,

hendaknya digunakan secara proporsional oleh aparat pemerintahan dan tidak merugikan rakyat dengan dalih untuk kepentingan umum.


(1)

pemerintahan yang baik (algemene beginselen van behoorlijk bestuur). Oleh karena itu penggunaan wewenang tindakan bebas dilakukan dengan syarat7:

a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum

b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan

c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkup jabatannya

d. Pertimbangan yang layak berdasar keadaan yang memaksa, dan

e. Menghormati hak asasi manusia.

Ada beberapa manfaat atau aspek kelebihan dalam penggunaan

prinsipFreies Ermessen atau kebebasan bertindak oleh pejabat pemerintah yaitu diantaranya;

a. kebijakan pemerintah yang bersifat emergency terkait hajat hidup orang banyak dapat segera diputuskan atau diberlakukan oleh pemerintah meskipun masih debatable secara yuridis atau bahkan terjadi kekosongan hukum sama sekali;

b. badan atau pejabat pemerintah tidak terjebak pada formalisme hukum dengan asumsi bahwa tidak ada kekosongan hukum bagi setiap kebijakan publik (policy) sepanjang berkaitan dengan kepentingan umum atau masyarakat luas;

c. sifat dan roda pemerintahan menjadi makin fleksibel, sehingga sektor pelayanan publik makin hidup dan pembangunan bagi peningkatan


(2)

kesejahtraan rakyat menjadi tidak statis alias tetap dinamais seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangan zaman.

Namun begitu, disisi lain kebebasan bertindak okleh apatur pemerintahan yang berwenang sudah tentu juga menimbulkan kompleksitas masalah karena sifatnya yang menyimpangi asas legalitas dalam arti yuridis (unsur exception). Memang harus diakui apabila tidak digunakan secara cermat dan hati-hati maka penerapa asas freies Ermessen ini rawan menjadi konflik struktural yang

berkepanjangan antara penguasa versus masayarakat.

Ada beberapa kerugian yang bisa saja terjadi jika tidak diantisipasi secara baik yakni diantaranya;

a. aparatur atau pejabat pemerintah bertindak sewenang-wenang karena terjadi ambivalensi kebijakan yang tidak dapat

dipertanggujawabkan kepada masyarakat;

b. sektor pelayanan publik menjadi terganggu atau malah makin buruk akibat kebijakan yang tidak popoluer dan non-responsif diambil oleh pejabat atau aparatur pemerintah yang berwenang;

c. sektor pembangunan justru menjadi terhambat akibat sejumlah kebijakan (policy) pejabat atau aparatur pemerintah yang kontraproduktif dengan keinginan rakyat atau para pelaku pembangunan lainnya.

d. aktifitas perekonomian masyarakat justru menjadi pasif dan tidak berkembang akibat sejumlah kebijakan (policy) yang tidak pro-masyarakat dan terakhir adalah terjadi krisis kepecayaan publik terhadap penguasa


(3)

dan menurunya wibawa pemernitah dimata masyarakat sebagai akibat kebijakan-kebijakannya yang dinilai tidak simpatik dan merugikan masyarakat8.

8 King Faisal Sulaiman, Freies Ermessen dalam www.google.com update tanggal 29 Oktober 2010 pukul 11.00 WIB


(4)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kebebasan bertindak atau freies Ermessen boleh dilakukan oleh aparat pemerintah atau administrasi Negara dalam hal-hal, sebagai berikut :

a. apabila terjadi kekosongan hukum

b. apabila ada kebebasan penafsiran

c. apabila ada delegasi wewenang dari perundang-undangan

d. tindakan dilakukan dalam hal-hal tertentu yang mengharuskan untuk bertindak

2. Penggunaan asas diskresi dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan

mempunyai keuntungan dan kerugian. Adapun keuntungan dalam penggunaan asas diskresi dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan adalah sebagai berikut :

a. kebijakan pemerintah yang bersifat emergency terkait hajat hidup orang banyak dapat segera diputuskan atau diberlakukan oleh

pemerintah meskipun masih debatable secara yuridis atau bahkan terjadi kekosongan hukum sama sekali;

b. badan atau pejabat pemerintah tidak terjebak pada formalisme hukum dengan asumsi bahwa tidak ada kekosongan hukum bagi setiap kebijakan publik (policy) sepanjang berkaitan dengan kepentingan umum atau masyarakat luas;


(5)

c. sifat dan roda pemerintahan menjadi makin fleksibel, sehingga sektor pelayanan publik makin hidup dan pembangunan bagi

peningkatan kesejahtraan rakyat menjadi tidak statis alias tetap dinamais seiring dengan dinamika masyarakat dan perkembangan zaman.

Sedangkan kerugian dalam penggunaan asas diskresi dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan adalah :

a. aparatur atau pejabat pemerintah bertindak sewenang-wenang karena terjadi ambivalensi kebijakan yang tidak dapat

dipertanggujawabkan kepada masyarakat;

b. sektor pelayanan publik menjadi terganggu atau malah makin buruk akibat kebijakan yang tidak popoluer dan non-responsif diambil oleh pejabat atau aparatur pemerintah yang berwenang;

c. sektor pembangunan justru menjadi terhambat akibat sejumlah kebijakan (policy) pejabat atau aparatur pemerintah yang kontraproduktif dengan keinginan rakyat atau para pelaku pembangunan lainnya.

d. aktifitas perekonomian masyarakat justru menjadi pasif dan tidak berkembang akibat sejumlah kebijakan (policy) yang tidak

pro-masyarakat dan terakhir adalah terjadi krisis kepecayaan publik terhadap penguasa dan menurunya wibawa pemernitah dimata masyarakat

sebagai akibat kebijakan-kebijakannya yang dinilai tidak simpatik dan merugikan masyarakat


(6)

B. Saran

1. Diskresi yang dikeluarkan oleh pejabat pemerintah dalam rangka

pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan berpotensi menimbulkan permasalahan hukum dan administratif, sehingga perlu diawasi oleh masyarakat beserta

organisasi-organisasi yang concern terhadap good governance agar tidak terjadi perbuatan pemerintahan yang sewenang-wenang

2. Penggunaan asas diskresi dalam pelaksanaan fungsi pemerintahan,

hendaknya digunakan secara proporsional oleh aparat pemerintahan dan tidak merugikan rakyat dengan dalih untuk kepentingan umum.