Pengaruh Pengembangan Wisata Alam Taman Wisata Alam Gunung Pancar terhadap Perspektif Sosial Ekonomi

PENGARUH PENGEMBANGAN WISATA ALAM
TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR
TERHADAP PERSPEKTIF
SOSIAL EKONOMI

IKA KRISTINAWANTI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: “Pengaruh
Pengembangan Wisata Alam Taman Wisata Alam Gunung Pancar terhadap
Perspektif Sosial Ekonomi”, adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,

Agustus 2014

Ika Kristinawanti
NIM E352100011

RINGKASAN
IKA KRISTINAWANTI. Pengaruh Pengembangan Wisata Alam Taman
Wisata Alam Gunung Pancar terhadap Perspektif Sosial Ekonomi.
Dibimbing oleh HARDJANTO dan ARZYANA SUNKAR
Ekowisata merupakan bagian integral dari pembangunan wisata
berkelanjutan yang mampu memberikan manfaat jangka panjang baik dalam
aspek sosial, lingkungan maupun ekonomi.
Tujuan dari wisata
berkelanjutan adalah untuk memastikan pembangunan memberikan dampak
positif bagi masyarakat sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan

gambaran mengenai pengaruh pengembangan wisata alam Taman Wisata
Alam Gunung Pancar (TWAGP) terhadap dampak sosial dan ekonomi
masyarakat.
Penelitian ini dilakukan di Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan
Madang Kabupaten Bogor. Desa ini dipilih karena letaknya yang
berbatasan dengan kawasan dan objek wisata pemandian air panas. Unit
sampel dalam penelitian ini adalah rumah tangga. Pengumpulan data
dilakukan melalui studi pustaka, observasi lapang dan wawancara dengan
masyarakat yang terlibat dan tidak terlibat langsung dalam kegiatan wisata
alam di TWAGP dan pengelola pemandian air panas.
Analisis sosial dilakukan secara deskriptif dengan mengetahui dampak
sosial yang dirasakan masyarakat terhadap pengembangan sektor pariwisata,
sesuai dengan temuan yang terjadi di lapangan. Skala Likert (Metode
Likert’s Summated Rating) digunakan untuk mengukur persepsi masyarakat
terhadap dampak sosial yang mereka rasakan. Setiap pernyataan atau
pertanyaan tersebut dihubungkan dengan jawaban yang berupa dukungan
atau pernyataan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata, dengan
pembobotan 1-5. Analisi ekonomi dilakukan untuk mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terhadap persentase pendapatan masyarakat yang
terlibat di wisata. Data kuantitatifnya diolah menggunakan Statical
Program for Social Science (SPSS 19).

Usaha penyediaan jasa wisata alam (jasa makanan dan minuman, jasa
pemandu, jasa transportasi) yang berada di Desa Karang Tengah lebih
didominasi oleh usaha penyediaan jasa makanan dan minuman sebesar
63,3%. Keterlibatan masyarakat diusaha wisata yang berusaha sendiri
adalah 50%; sebanyak 26,7% dilibatkan oleh pengelola wisata berdasarkan
unsur kepercayaan; sebanyak 13,3% dilibatkan keluarga dan 10% sisanya
dengan cara lainnya.
Perubahan status kawasan memberikan perubahan pada sosial dan
ekonomi masyarakat, adanya kegiatan wisata di TWAGP tidak memberikan
dampak negatif di masyarakat seperti konflik sosial dan pelanggaran norma
kesopanan. Sedangkan secara ekonomi adanya kegiatan wisata dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat yang terlibat di wisata, diketahui
kegiatan wisata telah berkontribusi pada rata-rata 63% total pendapatan
keluarga.
Kata Kunci: Wisata alam, TWA Gunung Pancar, perspektif sosial ekonomi

SUMMARY
IKA KRISTINAWANTI. The Impacts of Sustainable Nature Tourism
Development of Gunung Pancar Nature Recreational Park on the Social
Economic Perspectives. Supervised by HARDJANTO and ARZYANA

SUNKAR
Ecotourism is an integral part of sustainable tourism development that
contributed to the long term social, environmental and economic benefits.
The aim of sustainable tourism is to ensure that development provides
positive impacts on community surrounding the tourism sites. This research
aimed to obtained an overview of the impacts of nature recreation
development in Gunung Pancar Nature Recreational Park (GPNRP) on
community's social and economic conditions.
The research was conducted in Karang Tengah Village, Sub District
of Babakan Madang, District of Bogor. This village was chosen because it
is located adjacent to the park and is the major tourism object with its hot
pool. The unit of sample in this research were households. Data were
collected through literature studies, questionnaire analysis, field observation
and interviews with several stakeholders who were involved directly and
indirectly with the recreational activities in GPNRP.
Descriptive analysis was used to describe the social impacts of
tourism that were percepted by the community on the tourism development
in their area. This analysis was used to find out the communities
involvements in the activities. The Likert Scale (Metode Likert’s Summated
Rating) using the Excel program to measure respondents' attitudes with

weighting scale of 1-5. The economic analysis was done to identify the
factors affecting the percentage of income originated from recreation
activities. The quantitative data was processed using Statistic Program for
Social Science (SPSS 19).
The involvement of the people in Karang Tengah Village in tourism
comprised of several means: (1) self-financed (63%), (2) trust from the
management unit (26.7%); family link (13.3%); and other means (10%).
The change in forest function has given impacts in the social
economic condition of communities. The study result showed that the
cahnge of the area status brought some changes to the society, such as that
the local people became more open to visitors. There was no negative
impact from the tourism activities, no social conflict and no violation of
moral ethics. Meanwhile, from the economic point of views, there was an
increase in the income of the people who were involved in the tourism
activities. The tourism activities contributed to the average of 63% of the
total households’ income.
Keywords: Nature tourism, Gunung Pancar Nature Recreation Park, social
economic perspectives

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH PENGEMBANGAN WISATA ALAM
TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR
TERHADAP PERSPEKTIF
SOSIAL EKONOMI

IKA KRISTINAWANTI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi

Judul Tesis : Pengaruh Pengembangan Wisata Alam Taman Wisata Alam
Gunung Pancar terhadap Perspektif Sosial Ekonomi
Nama
: Ika Kristinawanti
NIM
: E352100011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Hardjanto, MS

Ketua

Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Manajemen Ekowisata
dan Jasa Lingkungan

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF

Tanggal Ujian : 23 Juli 2014

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Lulus :


PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan kasih karunia-Nya sehingga pelaksanaan penelitian
dan penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan pada bulan November sampai bulan Desember
2013 ialah sosial ekonomi wisata alam dengan judul Pengaruh
Pengembangan Wisata Alam Taman Wisata Alam Gunung Pancar terhadap
Perspektif Sosial Ekonomi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Hardjanto, MS
dan Ibu Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran dan arahan. Disamping itu, penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Maman staf Balai Konservasi Sumber Daya
Hutan wilayah Cibinong yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh
keluarga atas doa dan kasih sayangnya, dan semua pihak yang telah banyak
membantu penulis selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014


Ika Kristinawanti

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

x

DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran Penelitian

1
1
2
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Wisata
Wisata Alam
Partisipasi
Sosial Ekonomi Wisata Alam

4
4
5
5
6

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat dan Instrumen Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Pemilihan Desa Contoh
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional

7
7
7
7
7
7
9
11

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

12

5 PARTISIPASI MASYARAKAT

15

6 MODAL SOSIAL

19

7 EKONOMI

23

8 SIMPULAN DAN SARAN

35

DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN

39

DAFTAR TABEL
1. Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian
2. Jumlah masyarakat yang terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan
wisata alam
3. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Karang Tengah
4. Jenis pekerjaan berdasarkan jenis kelamin
5. Karakteristik rumah tangga Desa Karang Tengah yang terlibat
dan tidak terlibat dalam kegiatan wisata di TWAGP
6. Karakteristik keterlibatan masyarakat Desa Karang Tengah di
Wisata
7. Alasan ketidakterlibatan masyarakat dalam kegiatan wisata
8. Dampak wisata terhadap kondisi sosial masyarakat Desa Karang
Tengah
9. Sikap masyarakat mengenai perubahan kondisi sosial terhadap
norma yang dijalankan
10. Kepercayaan masyarakat kepada pengelola
11. Sikap masyarakat terhadap pola hubungan sosial
12. Mata pencaharian masyarakat yang terlibat di wisata
13. Mata pencaharian masyarakat yang tidak terlibat di wisata
14. Karakteristik pendapatan keluarga masyarakat yang terlibat dan
yang tidak terlibat di wisata
15. Karakteristik umum pengunjung TWAGP
16. Hasil analisis data dari peubah-peubah yang mempengaruhi
kunjungan setahun terakhir (kali) untuk pengunjung pada hari
biasa (weekday)
17. Hasil analisis data dari peubah-peubah yang mempengaruhi
kunjungan setahun terakhir (kali) untuk pengunjung pada hari
libur (weekend)
18. Hasil analisis data dari peubah-peubah yang mempengaruhi
pendapatan rumahtangga yang terlibat di wisata
19. Hasil analisis data dari peubah-peubah yang mempengaruhi
pendapatan rumah tangga yang tidak terlibat di wisata

7
8
14
15
16
17
18
20
21
22
23
23
24
25
26

31

32
33
33

DAFTAR GAMBAR

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kerangka pikir penelitian
Data pengunjung TWA Gunung Pancar tahun 2005-2013
Motivasi pendorong kunjungan ke TWAGP
Motivasi penarik kunjungan ke TWAGP
Kepuasan terhadap kegiatan di TWAGP
Kepuasan terhadap lingkungan dan fasilitas
Pengeluaran pengunjung berdasarkan jenis/kategori pengeluaran
Proporsi pengeluaran pengunjung sebelum dan setelah berwisata

4
26
28
28
29
29
30
31

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil analisis regresi linier bagi masyarakat yang terlibat di wisata
2. Hasil analisis regresi linier bagi masyarakat yang tidak terlibat di
wisata
3. Hasil analisis regresi linier pengunjung pada hari biasa (weekday)
4. Hasil analisis regresi linier pengunjung pada hari libur (weekend)
5. Sikap responden terhadap kondisi sosial (wisata)

39
40
41
42
43

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kekayaan sumberdaya alam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata,
sehingga dalam pengembangannya, wisata alam perlu menerapkan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan (Pangestu 2013). Meningkatnya minat terhadap
wisata berkelanjutan dan ekowisata merefleksikan meningkatnya perhatian
masyarakat terhadap kualitas lingkungan/sumberdaya dan dampak kegiatan wisata
terhadap kehidupan masyarakat sekitar atau dalam pilar wisata berkelanjutan
disebut sebagai dimensi lingkungan/ekologi, ekonomi, dan sosial. Wisata
berkelanjutan berarti tidak menghancurkan sumberdaya yang dikomersialkan dan
bersifat jangka panjang (Choi dan Sirakaya 2006) (dimensi ekonomi); memelihara
dan melindungi lingkungan alami sebagai sumberdaya yang merupakan aset
jangka panjang (dimensi ekologi); dan menjaga keseimbangan masyarakat melalui
inisiatif koperasi dan usaha jaringan sosial antar kelompok-kelompok lokal,
dengan penekanan pada partisipasi masyarakat lokal (dimensi sosial).
Pengembangan wisata alam membutuhkan penerimaan sosial sebagaimana
ditegaskan oleh Rahardjo (2004) bahwa keberhasilan pengembangan wisata alam
membutuhkan partisipasi masyarakat. Masyarakat yang berada di sekitar kawasan
konservasi memiliki fungsi sebagai penyangga kawasan. Tanpa partisipasi
masyarakat, dampak negatif yang ditimbulkan berupa pemanfaatan sumberdaya
alam yang berlebih yang dapat merusak sumberdaya yang ada, menurunkan
kualitas ekologi suatu kawasan, menyebabkan tidak seimbangnya pertumbuhan
ekonomi, dan erosi budaya. Kegiatan wisata harus mampu meningkatkan peran
masyarakat untuk menghindari ancaman terhadap kawasan dan obyek wisata
melalui dampak positif yang diberikannya yaitu peningkatan pendapatan,
perbaikan sarana dan prasarana publik dan keberdayaan budaya lokal. Wei et al.
(2012) menyatakan bahwa motif ekonomi berupa tambahan pendapatan dan
kesempatan kerja merupakan alasan masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan
wisata yang tentunya akan mempengaruhi tingkat partisipasi mereka.
Partisipasi masyarakat di wisata selain oleh faktor ekonomi, Tosun (2000)
berpendapat bahwa partisipasi masyarakat lokal juga ditentukan oleh faktor
paternalisme, rasialisme, konflik kepentingan, kesalahpahaman diantara anggota,
kurang kepercayaan, dan kurang keahlian. Pernyataan tersebut sejalan dengan
hasil penelitian Oktadiyani (2010) dan Rachmawati (2010) yang menemukan
bahwa dari semua modal sosial yang berperan dalam pengembangan wisata alam,
yang paling berpengaruh adalah norma, kepedulian terhadap sesama dan
lingkungan, serta kepercayaan (trust) terhadap pengelola.
Modal sosial dan motif ekonomi oleh sebab itu menjadi sangat penting
untuk diperhatikan dalam pengembangan wisata. Hal ini menjadi semakin
penting terutama di kawasan dengan sumberdaya alam yang harus dilindungi
seperti di dalam kawasan-kawasan yang berstatus sebagai kawasan konservasi
terutama di dalam Taman Wisata Alam (TWA). Taman Wisata Alam adalah
kategori kawasan konservasi dengan fungsi utama untuk rekreasi dan pariwisata
alam.

2

Perumusan Masalah
Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP) adalah kawasan konservasi
di Kabupaten Bogor Utara yang mengalami perubahan fungsi dari hutan produksi.
Saat ini hak pengusahaan pariwisata alamnya diberikan kepada PT. Wana Wisata
Indah (WWI) oleh Menteri Kehutanan dengan Surat Keputusan No. 54/KptsII/1993 tanggal 8 Februari 1993. Perubahan fungsi kawasan hutan produksi
Gunung Pancar menjadi Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP)
(berdasarkan surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomot: 156/Kpts-II/1988)
diperkirakan memberikan perubahan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dalam
kawasan konservasi karena memiliki keterbatasan akses, sehingga jumlah
sumberdaya yang bisa dimanfaatkan terbatas.
Kajian mengenai dampak
pengembangan wisata terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar
kawasan konservasi menjadi penting, pada saat Gunung Pancar masih berstatus
hutan produksi, masyarakat diberikan ijin untuk memanfaatkan sumberdaya
dalam kawasan. Pembatasan akses dalam pemanfaatan sumberdaya di dalam
TWA tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam
kegiatan wisata.
Choi dan Sirakaya (2006) menyatakan bahwa masyarakat lokal menjadi
kunci dalam pengembangan wisata alam. Adanya kegiatan wisata alam tidak
hanya mencari keuntungan tetapi mengarahkan pada pengembangan
masyarakatnya, sehingga menurut Diedrich dan Buades (2009), pengembangan
wisata dapat diketahui melalui persepsi masyarakat mengenai dampak yang
dirasakan dengan adanya kegiatan wisata terutama terhadap kualitas hidup mereka
dan peninkatan ekonomi mereka.
Dari perspektif sosial, berbagai fasilitas wisata yang berkembang akan
mempengaruhi pola hubungan dan interaksi sosial, karena pada dasarnya manusia
hidup berinteraksi dengan sesama. Menurut Oktadiyani (2010); Rachmawati
(2010); dan Baksh et al. (2013), modal sosial memegang peranan penting dalam
pengembangan wisata terutama norma, kepercayaan dan pola hubungan kepada
pengelola. Norma penting karena kaitannya untuk mengeratkan hubungan di
antara masyarakat, dan kepercayaan merupakan sikap untuk saling mempercayai
di masyarakat yang memungkinkan masyarakat saling bersatu dengan yang lain
dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial.
Menurut perspektif ekonomi, pengembangan wisata memiliki dampak
signifikan pada peningkatan taraf hidup masyarakat di daerah perdesaan, karena
wisata memberdayakan masyarakat lokal khususnya untuk kewirausahaan dan
keterampilan manajerial di bidang wisata (Mbaiwa 2005; Zeng dan Ryan 2012).
Selain itu, menurut Rahardjo (2004), keberlanjutan pendapatan juga bisa datang
dari penyediaan bahan-bahan untuk membuat souvenir yang merupakan bagian
dari ekonomi kreatif.
Kelayakan secara sosial dan ekonomi dari suatu kegiatan wisata merupakan
modal dasar bagi pengembangan wisata berkelanjutan.
Berdasarkan
permasalahan di atas beberapa pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan
adalah:
1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan wisata alam di
TWAGP?
2. Bagaimana tingkat pengaruh pengembangan wisata alam TWAGP terhadap
kondisi sosial dan ekonomi masyarakat?

3

Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk:
1. Menentukan tingkat partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan wisata alam
di TWAGP.
2. Menentukan dampak pengembangan wisata alam TWAGP terhadap kondisi
sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan.
Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada
pengelola dalam pengembangan wisata alam berkelanjutan di TWAGP yang
mampu memberikan manfaat optimal bagi keberlanjutan sosial dan ekonomi
masyarakat.
Kerangka Pemikiran Penelitian
Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP) merupakan kawasan
pelestarian alam. Taman Wisata Alam (TWA) adalah KPA (Kawasan pelestarian
Alam) yang dimanfaatkan terutama untuk kepentingan pariwisata alam dan
rekreasi (PP No 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam), dimana pengembangan wisata merupakan salah satu
upaya pengelolaan yang harus dilakukan.
Menurut Sunarminto (1996),
pengembangan kegiatan rekreasi alam di kawasan hutan merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan nilai guna sumberdaya alam hutan. Kecenderungan
pada dekade terakhir ini menunjukkan suatu tanda positif dalam pengembangan
kegiatan wisata alam. Beberapa studi menunjukkan bahwa kegiatan wisata alam
semakin meningkat, baik dari jumlah pengunjung, penerimaan pengelola, nilai
ekonomi, maupun jenis atraksi wisata alam. Dengan demikian pengembangan
wisata alam memiliki suatu prospek yang cerah. Selanjutnya karena kegiatan
wisata berada di kawasan konservasi maka perlu mempertimbangkan
keanekaragaman hayati yang ada didalamnya, ditegaskan oleh Avenzora (2008)
yang menyatakan bahwa upaya pelestarian keanekaragaman hayati dan
ekosistemnya di kawasan hutan konservasi menjadi sedemikian penting karena
fungsi dan manfaatnya sebagai penyangga kehidupan tidak hanya berdampak
terhadap lingkungan lokal, melainkan bagi lingkungan regional dan global. Oleh
karena itu, pemanfaatan kawasan hutan konservasi perlu dilakukan secara hatihati melalui pertimbangan kelestarian ekologis, kelestarian sosial budaya dan
kelestarian produksi.
Baksh et al. (2013) menyatakan bahwa di Indonesia, budaya dan
pemanfaatan sumberdaya utama untuk pengembangan kegiatan wisata,
memerlukan keterlibatan masyarakat sebagai salah satu pilar untuk mencapai
pembangunan yang berkelanjutan. Banyak pustaka yang menyimpulkan bahwa
masyarakat lokal akan berpartisipasi dalam kegiatan pariwisata, jika mereka dapat
merasakan manfaat sosial dan ekonomi. Pengembangan wisata alam diharapkan
dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar obyek
wisata. Kondisi sosial masyarakat seperti modal sosial yaitu norma, kepercayaan
dan pola hubungan sosial dapat memudahkan masyarakat menemukan solusi
dalam memecahkan masalah dalam upaya pengembangan wisata. Keterlibatan
masyarakat dapat membangun hubungan kerjasama antar anggotanya dan pihak

4

lainnya, yang dapat membuka peluang bagi masyarakat untuk memperbaiki
kondisi ekonomi masyarakat. Saifullah (2000); Prawiranegara (2002); dan Barika
(2009) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam kegiatan wisata dapat
meningkatkan pendapatan keluarga dan mendukung upaya pengembangan wisata
di suatu kawasan.
Pengembangan wisata alam di TWAGP

Masyarakat

Sosial

Ekonomi

Norma (sesuai-tidak
sesuai), kepercayaan dan
pola hubungan sosial
(individual-kekerabatan),

Pendapatan
Matapencaharian

Perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat di TWAGP

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengembangan Wisata
Pengembangan wisata memerlukan partisipasi dari masyarakat karena
wisata memberikan kesempatan kepada masyarakat terutama yang tinggal di
daerah perdesaan untuk menambah mata pencahariannya (Gurung dan Seeland
2008). Menurut Ayoo (2008), pengembangan wisata alam juga dapat memberikan
dampak berkelanjutan terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat lokal
dengan tetap menjaga keanekaragaman hayati yang dibutuhkan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena sumber daya alam merupakan modal
dasar dalam suatu pembangunan yang harus dikelola secara arif dan bijaksana
agar dapat memberikan manfaat bagi kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lainnya.
Pengembangan industri pariwisata dalam suatu komunitas harus
memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif. Dampak
positif sosial mencakup meningkatnya toleransi dalam kehidupan bermasyarakat,
nilai dan kebiasaan yang lebih baik dan mempererat hubungan antar masyarakat

5

untuk mengurangi konflik, sedangkan dampak positif ekonomi meliputi kontribusi
terhadap peningkatan pendapatan keluarga dan lapangan pekerjaan (Kreag 2001).
Wisata Alam
Pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata
alam, termasuk pengusahaan objek daya tarik serta usaha yang terkait dengan
wisata alam. Wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan
tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati
gejala keunikan dan keindahan alam di kawasan taman wisata alam (PHKA,
2011). Kesadaran akan pentingnya keanekaragaman hayati sebagai sumber daya
alam, fungsinya dalam proses-proses ekologis dan perannya dalam hal sosial dan
budaya mendorong terciptanya strategi konservasi terutama untuk menjamin
persediaan sumber daya hayati dalam konsep pembangunan berkelanjutan.
Berkelanjutan adalah kemampuan masyarakat atau kelompok orang yang dapat
memenuhi kebutuhannya tanpa merusak sumber daya alam dan lingkungan
sekitarnya (Hakim 2004).
The World Tourism Organization (WTO) mendefinisikan kegiatan wisata
sebagai kegiatan manusia yang melakukan perjalanan keluar dari lingkungan
asalnya untuk berlibur. Awalnya, perjalanan atau wisata sering berkaitan dengan
perjalanan ibadah, eksplorasi geografi, ekspedisi ilmu pengetahuan, studi
antropologi dan budaya, serta keinginan-keinginan untuk melihat bentang alam
yang indah. Dalam perkembangannya wisata yang berbasis alam atau wisata alam
(natural tourism) mengalami kemajuan yang pesat sebagaimanan ditunjukkan
oleh data dari Hakim (2004) yaitu pertumbuhan per tahun untuk wisata umum
hanya 5% sedangkan wisata alam 30%. Wisata yang memanfaatkan sumber daya
alam membutuhkan upaya pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.
Partisipasi
Mametja (2006) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam
manajemen sumber daya alam mendorong masyarakat lokal agar berpartisipasi di
kegiatan wisata untuk tujuan pembangunan berkelanjutan yang dapat memberikan
perubahan manajemen kawasan secara baik, karena mereka dapat memanfaatkan
sumber daya alam dalam jangka panjang.
Menurut Wei et al. (2012)
mengikutsertakan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan untuk
pembangunan wisata berkelanjutan dengan mengidentifikasi faktor kunci yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat seperti manfaatnya dengan adanya
penambahan pendapatan.
Menurut Wulandari (2005), partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam
pengelolaan sumber daya hutan, baik partisipasi dari masyarakat, pemerintah,
swasta dan seluruh stakeholder, selain itu partisipasi dapat diartikan sebagai
kemampuan sistem pengelolaan sumber daya hutan untuk membuka kesempatan
seluas-luasnya kepada masyarakat dan semua pihak yang terlibat dalam
pengelolaan untuk mengambil bagian secara aktif, mulai dari identifikasi masalah,
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemantauan dan evaluasi. Dengan
demikian keberadaan masyarakat telah dianggap sebagai komponen yang tidak
bisa diabaikan dalam kerangka perlindungan dan pemanfaatan hutan.

6

Sosial Ekonomi Wisata Alam
Menurut Hasbullah (2006), modal manusia (human capital) yaitu segala
keahlian yang dimiliki oleh seorang individu, sedangkan modal sosial lebih
menekankan pada potensi kelompok dan pola-pola hubungan antar hubungan
dalam suatu kelompok dan antar kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan
sosial, norma, nilai, dan kepercayaan atar sesama yang lahir dari anggota
kelompok dan menjadi norma kelompok. Kreag (2001) menyatakan bahwa
dampak wisata terhadap sosial antara lain adanya perubahan kualitas hidup,
memfasilitasi pertemuan wisatawan (pengalaman edukasi), perubahan
pengetahuan dari perbedaan komunitas, toleransi lebih besar terhadap perbedaan
sosial, kepuasan terhadap kebutuhan psikologi.
Li (2006) menyatakan bahwa masyarakat lokal mendapat manfaat dari
wisata dengan cara meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya dan
mengintegrasikan antara kepentingan masyarakat lokal dalam proses pengambilan
keputusan untuk pengelolaan kawasan agar tercipta manajemen kawasan yang
berkelanjutan. Menurut Duim dan Caalders (2002); dan Mametja (2006),
kegiatan wisata dapat diperbolehkan di kawasan konservasi selama tetap fokus
pada perlindungan dan pelestarian biodiversitas.
Pemanfaatan sumber daya sebagai objek wisata alam juga membuka
peluang usaha bagi masyarakat untuk bekerja dan menambah pandapatannya
untuk menunjang kebutuhan hidup rumahtangganya. Pendapatan rumahtangga
dapat diketahui dengan menjumlahkan pendapatan keluarga dari semua sumber
pendapatan yang didapat. Menurut Vanhove (2005), dampak ekonomi wisata
berfokus pada pengukuran pendapatan dan penciptaan lapangan kerja.
Meningkatnya pendapatan masyarakat setempat, berarti kesejahteraan masyarakat
meningkat pula dan terdapat banyak alternatif jenis usaha, sehingga dapat
meningkatkan motivasi masyarakat untuk bekerja yang diwujudkan dalam
keterlibatan mereka pada pemanfaatan potensi wisata yang ada. Kreag (2001)
menyatakan bahwa dampak dari wisata terhadap ekonomi antara lain
berkontribusi terhadap pendapatan dan standar hidup, perubahan ekonomi lokal,
meningkatkan peluang lapangan kerja, perubahan investasi, pembangunan, dan
pembelanjaan infrastruktur, peningkatan penerimaan pajak, perubahan
infrastruktur keperluan publik, perubahan infrastruktur transportasi, peningkatan
peluang untuk pemasaran, dampak ekonomi (langsung, tak langsung, termasuk
pembelanjaan) tersebar luas dalam komunitas, menciptakan peluang bisnis baru.
Stronza dan Gordillo (2008) menjelaskan bahwa 73% kepala keluarga mendapat
pendapatan langsung dari wisata di kawasan konservasi Amazon-Peru,
kesempatan untuk lapangan kerja tersebut dapat membantu kehidupan
rumahtangga. Menurut Wade et al. (2001); Gurung dan Seeland (2008);
Scheyvens (2000) menyatakan bahwa dengan adanya kunjungan wisatawan akan
memberikan kesempatan pada masyarakat perdesaan untuk menambah
penghasilan, karena wisata dianggap sebagai salah satu cara untuk meningkatkan
pengembangan kemampuan berusaha.

7

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP),
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada bulan
November - Desember 2013.
Alat dan Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, alat
perekam, alat tulis menulis, papan lapang dan sebagai instrumen digunakan
kuesioner.
Ruang Lingkup Penelitian
Batasan dalam penelitian adalah terpusatnya kegiatan wisata alam oleh
pengunjung di pemandian air panas Gunung Pancar yang dikelola oleh Bapak
Suratman.
Pemilihan Desa Contoh
Pemilihan desa contoh berdasarkan kriterian jarak terdekat dengan kawasan
TWA atau berbatasan langsung dengan kawasan dimana masyarakat secara
langsung dipengaruhi oleh dampak kegiatan wisata, sehingga Desa Karang
Tengah Kecamatan Babakan Madang dipilih sebagai desa contoh. Taman Wisata
Alam Gunung Pancar berbatasan dengan Kampung Leuwigoong, Kampung
Cimandala yang berada di Desa Karang Tengah, dan Kampung Cibingbin berada
di Desa Bojong Koneng.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data melalui studi literatur, wawancara dengan masyarakat
yang terlibat dan tidak terlibat langsung di kegiatan wisata alam TWAGP dan
pengelola pemandian air panas. Data dan informasi yang akan diambil dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian
No
1

2

3

Parameter
Karakteristik

Partisipasi
masyarakat dalam
kegiatan
wisata
alam
Modal sosial

Variabel
Latar belakang masyarakat
(umur, pendidikan, jumlah
anggota keluarga pendapatan,
mata pencaharian,)
Mekanisme
keterlibatan
masyarakat,
persentase
penduduk yang berpartisipasi
dan yang tidak berpartisipasi
Norma, kepercayaan dan pola
hubungan sosial

Metode
- Wawancara
- Observasi
lapang

Analisis data
Deskriptif

- Wawancara
- Observasi
lapang

Deskriptif

- Wawancara
- Observasi
lapang

Deskriptif

8

Tabel 1 Data dan informasi yang dikumpulkan dalam penelitian (lanjutan)
No
4

5

Parameter
Ekonomi

Variabel
Pendapatan
dari
wisata,
pendapatan lain di luar wisata,
pengeluaran rumahtangga

Pengelola wisata - Sejarah dan status
alam

Metode
- Wawancara
- Observasi
lapang

- Wawancara
- Penelusuran
dokumen
- Studi
literatur

Analisis data
Kuantitatif:
Analisis
sumberdaya
dan
rumahtangga
(Rudito
dan
Famiola 2008)
Deskriptif

Penentuan Responden
Unit contoh dalam penelitian ini adalah rumahtangga. Rumahtangga yang
dimaksud terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan
tinggal di suatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan
dan anggota rumahtangga biasanya memiliki hubungan pertalian darah adaptasi
atau perkawinan (Depkes 1998).
Populasi dalam penelitian ini adalah rumahtangga yang terlibat dalam
kegiatan wisata alam di TWAGP yang berjumlah 30 orang. Penentuan responden
yang terlibat dalam kegiatan wisata menggunakan seluruh anggota populasi yang
disebut sampel total/sensus, sedangkan untuk responden yang tidak terlibat dalam
kegiatan wisata menggunakan teknik pengambilan sampel acak sederhana
sebanyak 30 orang. Jumlah masyarakat yang terlibat dan yang tidak terlibat di
wisata dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah masyarakat yang terlibat dan tidak terlibat dalam kegiatan wisata
alam
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
2
3
4
5
6
7
8

Pekerjaan utama
Warung
Pencucian sepeda
Pemandu
Karyawan pemandian air panas
Pedagang pulsa
Pedagang buah
Pedagang oleh-oleh
Pemilik pemandian air panas pribadi
Lainnya
Warung
Petani
Buruh tani
Buruh batu
Tukang bangunan
Satpan sentul
Pedagang pulsa
Lainnya

Wisata
19
1
1
2
1
2
1
2
1
Non wisata
9
3
2
2
3
4
1
6

9

Wawancara
Wawancara dengan masyarakat dilakukan secara terstruktur dengan
kuesioner yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai pengembangan
wisata alam di TWAGP, sedangkan untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap
pengembangan wisata alam di TWAGP wawancara dilakukan dengan
menggunakan pernyataan Skala Likert (lihat Lampiran 5).
Studi Literatur
Studi literatur bertujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang
gambaran umum kawasan penelitian TWAGP (kondisi fisik, biologi, potensi
wisata, sejarah pengelolaan kawasan, karakteristik pengunjung, data kunjungan
wisatawan ke kawasan TWAGP, dan demografi penduduk). Data dan informasi
tersebut dikumpulkan dari pihak-pihak seperti pengelola pemandian air panas,
kantor kepala Desa Karang Tengah dan PT WWI sebagai pemegang IPPA di
TWAGP.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang sudah dikumpulkan kemudian ditabulasikan dan dikelompok
untuk dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif melalui penyajian dalam bentuk
tabel dan gambar. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi:
Analisis Kondisi Sosial
Analisis dilakukan secara deskriptif dengan mengetahui dampak sosial yang
dirasakan masyarakat terhadap pengembangan sektor pariwisata, sesuai dengan
temuan yang terjadi di lapangan. Analisis dampak ini berguna untuk mengetahui
tingkat dampak kegiatan wisata alam di TWAGP terhadap kehidupan sosial
masyarakat yaitu perubahan atas norma-norma yang dirasakan oleh masyarakat
dan pola hubungan sosial (Hadi 2005). Skala Likert (Metode Likert’s Summated
Rating) digunakan untuk mengukur persepsi masyarakat terhadap dampak sosial
yang mereka rasakan. Setiap pernyataan dihubungkan dengan jawaban yang
berupa dukungan atau pernyataan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata,
dengan pembobotan 1-5. Adapun nilai skala Likert dan skor dari setiap
pernyataan (n=jumlah masyarakat yang menjawab) sebagai berikut :
(5) sangat setuju = 5 x n
(4) setuju = 4 x n
(3) netral (tidak pasti) = 3 x n
(2) tidak setuju = 2 x n
(1) sangat tidak setuju = 1 x n...................misalnya total (1-5) mendapat nilai Y
Selang nilainya yang digunakan adalah dari 30-150 karena ada 30 responden dan
skor dari pernyataan 1 – 5. Untuk mengetahui sikap masyarakat tentang
pernyataan ditunjukkan dengan persentase favorable (Kriyantono 2009)

tingkat favorable

Y
x100%
150

10

Tingkat favorable dinterpretasikan sebagai berikut:
0% - 20% = sangat lemah
21% - 40% = lemah
41% - 60% = cukup
60% - 80% = kuat
81% - 100% = sangat kuat
Analisis Ekonomi Masyarakat
Analisis ekonomi masyarakat dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif
untuk mengetahui dampak ekonomi dari kegiatan wisata. Analisis deskriptif
dilakukan untuk mengkaji keterlibatan masyarakat terhadap parameter mekanisme
keterlibatan masyarakat dan persentase penduduk yang berpartisipasi dan yang
tidak berpartisipasi. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis aspek
ekonomi dengan analisis sumber daya dan rumahtangga (Rudito dan Famiola
2008).
Pendapatan rumahtangga dari wisata = pendapatan keluarga dan anggota keluarga
dari usaha dan jasa kegiatan wisata
Pendapatan rumahtangga di luar wisata= pendapatan keluarga dan anggota
keluarga di luar kegiatan wisata
Total

pendapatan

rumahtangga= pendapatan
rumahtangga
dari
wisata + pendapatan rumahtangga di
luar wisata

Persentase pendapatan dari wisata 

pendapatan dari wisata
 100%
pendapatan total

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap persentase
pendapatan masyarakat yang terlibat di wisata dan yang tidak terlibat di wisata
TWAGP, dihitung dengan regresi berganda dengan menggunakan software SPSS
(Priyatno 2011). Regresi berganda menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006)
adalah persamaan regresi dengan satu peubah tak bebas (Y) dengan lebih dari satu
peubah bebas (dalam hal ini adalah X1, X2,...X5). Hubungan antara peubahpeubah tersebut dirumuskan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
Yi = β0+β1X1i+β2X2i+β3X3i +β4X4i +β5X5i+ εi
Keterangan:
Yi
: pendapatan rumahtangga (Rp/kapita/bulan) masyarakat ke-i
X1i
: umur masyarakat (tahun) masyarakat ke-i
X2i
: tingkat pendidikan (tahun) masyarakat ke-i
X3i
: jumlah tanggungan Kepala keluarga (orang) masyarakat ke-i
X4i
: lamanya berusaha/terlibat dalam kegiatan wisata alam (tahun)

11

responden ke-i
X5i
: jumlah matapencaharian masyarakat ke-i
β0
: konstanta
β1- β5 : koefisien regresi
ε
: error term
i = 1, 2, 3,…n (jumlah masyarakat)
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan pendapatan
masyarakat yaitu umur, tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan kepala
keluarga (Sulaksmi 2007 dan Yudiarti 2012) untuk tingkat kepercayaan (level of
significant) α, maka kriteria yang digunakan untuk menguji faktor-faktor yang
mempengaruhi pendapatan dari variabel independent adalah: jika Fhitung ≥ Ftabel
pada level= 0.05 maka variabel dependen tersebut mempengaruhi secara nyata
bagi pendapatan keluarga.
Definisi Operasional
Penelitian ini menggunakan beberapa batasan-batasan definisi operasional,
sebagai berikut:
1. Kegiatan wisata alam adalah kegiatan rekreasi dan pariwisata, pendidikan,
penelitian, kebudayaan dan cinta alam yang dilakukan didalam objek wisata.
2. Objek wisata alam adalah sumber daya alam yang berpotensi dan berdaya
tarik bagi wisatawan.
3. Taman Wisata Alam merupakan kawasan pelestarian alam yang terutama
dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.
4. Masyarakat lokal/masyarakat setempat adalah masyarakat yang menetap di
sekitar kawasan TWAGP yang terdiri dari rumahtangga.
5. Masyarakat yang terlibat dalam kegiatan wisata alam adalah kelompok
rumahtangga yang keluarganya aktif dalam kegiatan wisata alam atau ikut
terlibat langsung dalam mendukung semua aktivitas wisatawan. Sedangkan
masyarakat yang tidak terlibat adalah masyarakat yang berada pada kawasan
TWAGP yang keluarganya tidak terlibat dalam kegiatan wisata alam.
6. Rumahtangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau
seluruh bangunan yang biasanya tinggal bersama dan makan bersama dari
satu dapur atau seorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta
mengurus keperluannya sendiri.
7. Pendapatan rumahtangga adalah semua pendapatan yang diperoleh/diterima
dari seluruh anggota keluarga yang bekerja dari berbagai sumber baik dari
mata pencaharian utama/pokok maupun luar mata pencaharian utama/pokok
yang dinyatakan dalam rupiah/kapita dalam sebulan.
8. Pendidikan formal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenjang
pendidikan resmi yang pernah diikuti masyarakat sampai saat penelitian
dilakukan. Jenjang pendidikan resmi meliputi Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA),
Akademik dan Perguruan Tinggi (PT).
9. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah seluruh anggota keluarga yang
meliputi bapak, ibu, dan anak termasuk orang lain yang menjadi anggota
keluarga yang dinyatakan dalam orang/jiwa.

12

10. Konsumsi/pengeluaran
rumahtangga
adalah
konsumsi/pengeluaran
rumahtangga baik berupa makanan/pangan maupun bukan makanan/pangan
yang diukur dengan rupiah/kapita dalam sebulan.
11. Partisipasi adalah perihal turut berperan serta di suatu kegiatan; keikutsertaan;
peran serta
12. Pengusahaan pariwisata alam adalah suatu kegiatan untuk menyelenggarakan
usaha pariwisata alam di suaka marga satwa, taman nasional, taman hutan
raya dan taman wisata alam berdasarkan rencana pengelolaan

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak
Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP) mempunyai luas 447,50 ha.
Secara administrasi pemerintahan, TWA ini terletak di wilayah Desa Karang
Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Secara astronomis
berada pada koordinat 106056′-106054′ BT dan 6304′- 63036′LS.
Batas
administratif Taman Wisata Alam Gunung Pancar TWAGP sebelah Utara
berbatasan dengan Kampung Leuwigoong dan Desa Karang Tengah; sebelah
Timur berbatasan dengan Kampung Cimandala dan Desa Karang Tengah; sebelah
Selatan berbatasan dengan Kampung Cibingbin dan Desa Bojong Koneng; dan
sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Karang Tengah dan Desa Karang
Tengah. Ketinggian TWAGP berkisar antara 300-800 meter di atas permukaan
laut, keadaan topografinya memiliki keadaan lapangan dari landai sampai
bergelombang dengan kemiringan sekitar 15-80%, dan terletak pada ketinggian
300-800 meter diatas permukaan laut. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan
Ferguson, kawasan TWAGP termasuk tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata
pertahun 3.000-4.500 mm. Jumlah hari hujan per tahun berkisar antara 150-250
hari. Suhu rata-rata 240C pada malam hari dan 330C pada siang hari dengan
kelembaban udara berkisar 58%. Cara untuk mencapai TWAGP dapat ditempuh
melalui dua jalur, yaitu:
1. Lewat Pintu Tol Sentul menuju Desa Babakan Madang dan Desa Karang
Tengah dengan kondisi jalan beraspal yang cukup baik sejauh 13 km dengan
waktu tempuh 20 menit.
2. Melalui kota Bogor dengan melewati daerah Bogor Baru terus menuju Desa
Karang Tengah sejauh 25 km dengan waktu tempuh 1 jam. Berbagai sarana
dan prasarana yang disediakan di TWAGP antara lain adalah sebagai berikut :
1) Kantor pusat informasi dan pelayanan
2) Sarana olah raga: arena air shotgun, hiking tracking dan downhill sepeda
3) Bumi perkemahan atau camping ground yang merupakan rerumputan asri
dengan dikelilingi pohon pinus dengan kapasitas 500 orang
4) Aula atau hall semi terbuka dengan lantai kayu yang dapat digunakan
sebagai ruang pertemuan atau ruang kelas bagi pengunjung yang ingin
belajar sambil ditemani suara kicau burung
5) Pemandian air panas yang bebas belerang dengan suhu 700C

13

6) Shelter yang dapat digunakan sebagai tempat bersantai sambil menikmati
pemandangan alam
7) Fasilitas lainnya yaitu berupa mushola dan MCK (toilet)
Sejarah Status Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP)
Gunung Pancar pada awalnya merupakan bagian kelompok Hutan Gunung
Hambalang seluas 6.695,32 ha yang berfungsi sebagai hutan produksi. Karena
kawasan ini memiliki beberapa jenis tipe vegetasi antara lain hutan alam dan
tanaman pinus yang merupakan habitat berbagai jenis burung seperti burung
enggang (Buceros rhinoceros) dan burung elang (Heliaster indusintermedia), juga
memiliki sumber air panas dan panorama yang indah sehingga kawasan hutan
tersebut dapat dikembangkan untuk kepentingan pariwisata dan dapat
dimanfaatkan sebagai sarana bina cinta alam maka kawasan ini berubah fungsi
menjadi taman wisata alam dan disahkan oleh Menteri Pertanian tanggal 23 Maret
1976 dan pengelolaannya diserahkan kepada Perhutani. Taman Wisata Alam
Gunung Pancar sebagai salah satu Kawasan Pelestarian Alam ditetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 156/Kpts-II/1988
tanggal 21 Maret 1988 seluas 447.5 ha. Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA)
telah diberikan kepada PT.Wana Wisata Indah (WWI).
Kawasan Pemandian Air Panas Gunung Pancar
Pemandian air panas ini sudah ada sejak tahun 1950, lalu pada tahun 1983
dimiliki secara pribadi oleh Bapak Suratman, pengelola pemadian air panas
bekerjasama dengan masyarakat sekitar membuat kolam pemandian dan tahun
1990 dibukalah pemandian air panas tersebut untuk umum. Berkembangnya
pemandian air panas di kawasan TWAGP menyebabkan banyaknya wisatawan
yang berminat untuk pengunjungi kawasan ini, sehingga pada tahun 1994-1997
harga tiket menjadi Rp 8.000/orang. Setelah itu pada tahun 1998-sekarang terjadi
kenaikan harga tiket yaitu sebesar Rp 10.000/orang. Pemandian air panas ini terus
dikembangkan dan sekarang telah didirikan pemandian air panas yang lebih
eksklusif dengan fasilitas yang lebih modern, harga tiket pemandian air panas
eksklusif ini sebesar Rp 100.000/kelompok, maksimal kelompok/keluarga 4-5
orang yang bisa menggunakan kolam pemandian pribadi tersebut selam 1 (satu)
jam.
Potensi Kawasan
Taman Wisata Alam Gunung Pancar mempunyai berbagai macam potensi
diantaranya adalah potensi flora dan fauna. Berikut penjelasan mengenai potensi
yang terdapat di kawasan TWAGP:
Flora
Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP) memiliki potensi flora
diantaranya Pinus (Pinus merkusii), Rasamala (Altingia exelsa), Pasang (Quercus
sp), Puspa (Schima walichii), Bambu (Bambuceae sp), Rotan Serang (Calamus
manan), Liana (Tettritistigma sp), Keladi (Cyrtandra sp), Jahe (Zingebraceae sp),
Putri Malu (Mismosa pigra), Kirinyuh (Chromalalna odorata), Rumput-rumputan
(Themeda sp, Carex sp, Penicitum purpurea dan Paspallum sp), Paku (Aslemium

14

nidus), Gelapah (Saccharum spontancum), Lantana (Lantana camara, Eupatorium
inulifolium).
Fauna
Fauna yang terdapat di kawasan TWAGP antara lain Babi hutan (Sus
scrofa), Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Lutung, Surili (Presbytis
cornata), Macan Tutul (Panthera pardus), Ayam Hutan (Galus bankiva),
Kulibang (Pycnonotus aurigaster), Srigunting (Dicrurus macrocercus), Enggang
(Buceros rhinoceros), Paok cacing, Elang (Haliastus indusinntenedia ), Jalak
(Stunopastor jalla), Ular hijau (Dryophis prasinus), Ular Sanca dan Kadal
(Mabuaya multifasciata)
Pengukuhan Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar (TWAGP)
Pengukuhan kawasan TWAGP telah melalui beberapa tahapan seperti:
TWAGP seluas 447.5 ha semula berstatus hutan produksi seluas 6.695.32 ha
yang ditetapkan dengan Gunung Hambalang (GB) tanggal 12 Februari 1934
Sesuai Berita Acara Tata Batas tanggal 1 Maret 1976, kelompok hutan
Gunung Hambalang seluas 6.695.32 ha disahkan menjadi kawasan hutan
tetap oleh Menteri Pertanian tanggal 25 Maret 1976
Sebagian kawasan hutan Gunung Hambalang yaitu seluas 447.5 ha pada
tahun 1988 dirubah menjadi kawasan hutan wisata dengan fungsi Taman
Wisata dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 156/Kpts-II/88 tanggal 21
Maret 1988
Pemancangan batas TWAGP dilakukan pada tahun 1992 oleh kantor Wilayah
Kehutanan Provinsi Jawa Barat sesuai Berita Acara Pengukuran Batas Fungsi
No.1181/BA/Kwl-6/92 tanggal 8 Oktober 1992
TWAGP yang semula pengelolaannya oleh Perum Perhutani pada tanggal 11
Januari 1993 diserahterimakan kepada BKSDA III, sesuai perkembangan
organisasi Kemeterian Kehutanan saat ini TWAGP berada pada wilayah kerja
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat, Bidang KSDA
Wilayah I, Seksi konservasi wilayah II
Hak Pengusahaan Pariwisata Alam di areal TWAGP seluas 447.5 ha telah
diberikan kepada PT.Wana Wisata Indah (WWI) oleh Menteri Kehutanan
dengan keputusan No.54/Kpts-II/93 tanggal 8 Februari 1993
Rekonstruksi batas TWAGP telah dilakukan pada tahun 1995 dengan Berita
Acara tertanggal 11 Januari 1995

1.
2.

3.

4.

5.

6.

7.

Kondisi Masyarakat di Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang
Jumlah penduduk di Desa Karang Tengah Kecamatan Babakan Madang
berdasarkan jenis kelamin (Tabel 3) dan terdapat 3580 kepala keluarga
Tabel 3 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Karang Tengah
No
Jenis kelamin
Jumlah
Persentase (%)
1

Laki-laki

7855

52.03

2

Perempuan

7243

47.97

Sumber: Profil Desa Karang Tengah (2012)

15

Pekerjaan dan Mata Pencaharian
Komposisi distribusi penduduk menurut jenis pekerjaan pada tahun 2012
berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Jenis pekerjaan berdasarkan jenis kelamin
Jenis Pekerjaan
Laki-laki
Petani
980
Buruh tani
760
PNS
18
Pedagang keliling
50
Peternak
240
Montir
9
Bidan swasta
0
Perawat swasta
2
Pembantu rumahtangga
40
Pensiun PNS
5
Pengusaha kecil dan menengah
300
Pengacara
1
Dukun kampung terlatih
0
Guru swasta
40
Karyawan perusahaan swasta
150
Wiraswasta lain
200
Jumlah
2795
Sumber: Profil Desa Karang Tengah (2012)

Persen (%)
35.06
27.19
0.64
1.79
8.59
0.32
0.00
0.07
1.43
0.18
10.73
0.04
0.00
1.43
5.37
7.16
100

Perempuan
400
236
9
30
60
0
1
2
150
1
50
0
2
26
200
110
1277

Persen (%)
31.32
18.48
0.70
2.35
4.70
0.00
0.08
0.16
11.75
0.08
3.92
0.00
0.16
2.04
15.66
8.16
100

5 PARTISIPASI MASYARAKAT

Lama keterlibatan masyarakat dalam kegiatan wisata di TWAGP adalah
rata-rata 5 tahun (53.3%), hal ini dikarenakan masyarakat baru menyadari bahwa
kegiatan wisata yang ada dapat menambah pandapatan keluarga. Karakteristik
masyarakat yang terlibat dan yang tidak terlibat di wisata terdiri dari: umur,
tingkat pendidikan, pengeluaran rumahtangga, jumlah tanggungan kepala
keluarga, lamanya berusaha/terlibat, dan jumlah matapencaharian merupakan
karakteristik masyarakat yang dapat mempengaruhi pendapatan rumahtangga
(Tabel 5).
Karakteristik tersebut akan berpengaruh terhadap kegiatan,
keterampilan, dan kemampuan seseorang dalam menelaah dan mengambil suatu
keputusan yang menyangkut dirinya, keluarga, dan lingkungan sekitarnya yang
kesemuanya ini bertujuan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan
layak.

16

Tabel 5 Karakteristik rumahtangga Desa Karang Tengah yang terlibat dan tidak
terlibat dalam kegiatan wisata di TWAGP
Karakteristik rumahtangga

Deskripsi

Jenis kelamin (%)

Laki-laki
Perempuan
1-2 orang
3-4 orang
> 5 orang
20-29 tahun
30-39 tahun
40-49 tahun
50-59 tahun
60+
SD (1-6)
SMP (7-9)
SMA (10-12)
Diploma (13-16)
PT (> 17)

Jumlah tanggungan kepala keluarga (%)

Kategori umur (%)

Pendidikan formal (%)

Lama kerterlibatan (%)
partisipasi rendah
partisipasi sedang
partisipasi tinggi

< 5 tahun
5 - 6 tahun
> 7 tahun

Wisata
(n=30)
20.0
80.0
46.7
36.7
16.7
13.3
30.0
36.7
13.3
6.7
43.3
36.7
20.0
0
0

Non wisata
(n=30)
60.0
40.0
60.0
33.3
6.7
10.0
33.3
40.0
6.7
10.0
63.3
36.7
0
0
0

53.33
20.0
26.67

-

Tabel 5 memperlihatkan bahwa perempuan mendominasi pekerjaan dalam
keterlibatannya di wisata (80%), dikarenakan perempuan memiliki banyak waktu
untuk menjalankan usaha di wisata. Jumlah tanggungan keluarga berusia
produktif membantu keluarga yang berkaitan dengan wisata seperti belanja
keperluan warung, melayani pengunjung, pencucian sepeda gunung, dan
mengantar catering. Selain itu perempuan lebih sabar dalam hal pelayanan dan
memiliki pengetahuan mengenai harga-harga barang. Menurut Scheyvens (2000),
meningkatnya pemberdayaan perempuan melalui pengembangan wisata, karena
perempuan memiliki banyak waktu.
Komposisi umur pada masyarakat
menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan, baik masyarakat yang
terlibat dan tidak terlibat di wisata paling besar didominasi oleh u