Estimasi Nilai Ekonomi Wisata dengan Menggunakan Travel Cost Method (Studi Kasus: Taman Wisata Alam Gunung Pancar, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
ESTIMASI NILAI EKONOMI WISATA DENGAN MENGGUNAKAN
TRAVEL COST METHOD
(Studi Kasus: Taman Wisata Alam Gunung Pancar, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
ILHAM MAULANA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai Wisata Ekonomi dengan menggunakan Travel Cost Method (Studi Kasus: Taman Wisata Alam Gunung Pancar, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Ilham Maulana
(4)
ABSTRAK
ILHAM MAULANA. Estimasi Nilai Ekonomi Wisata dengan Menggunakan
Travel Cost Method (Studi Kasus: Taman Wisata Alam Gunung Pancar, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh NINDYANTORO
Taman Wisata Alam Gunung Pancar berada di salah satu kawasan di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Taman Wisata Alam ini merupakan daerah konservasi yang dibawahi langsung oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Kawasan ini memiliki potensi alam, wisata, hidrologis, konservasi hutan, pendidikan, dan potensi ekonomis. Tujuan dari penelitian kali ini adalah menganalisis secara deskriptif strategi pengelolaan kebijakan dari nilai persepsi responden terhadap kawasan wisata, mengestimasi nilai ekonomi total dari TWA Gunung Pancar dengan menggunakan metode biaya perjalanan (TCM), dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kunjungan wisatawan TWA Gunung Pancar. Penelitian ini juga meneliti persepsi pengunjung terhadap aspek-aspek di kawasan wisata. Nilai ekonomi kawasan wisata ini dapat diestimasi dengan menggunakan suatu metode yaitu dengan metode TCM (Travel Cost Method) atau metode biaya perjalanan. Metode ini dihitung berdasarkan estimasi total surplus konsumen, koefisien biaya perjalanan, dan total kunjungan responden yang didapat dari data primer serta data sekunder. Rata-rata nilai yang dikeluarkan dari total 40 responden selama berwisata adalah sebesar Rp 257 575. Surplus konsumen dari tiap individu per kunjungan adalah sebesar Rp 183 150 dan total nilai ekonomi yang didapat dari kawasan ini dengan metode biaya perjalanan pertahun adalah sebesar Rp 10 145 604 395. Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kunjungan di kawasan ini adalah asal responden dan sarana dan prasarana di kawasan wisata
Kata Kunci: analisis deskriptif, metode biaya perjalanan, Taman Wisata Alam Gunung Pancar.
(5)
ABSTRACT
ILHAM MAULANA. Estimates of the Economic Value Tourism by Using Travel Cost Method (Case Study in Gunung Pancar Nature Park, Bogor Regency, West
Java). Guided by NINDYANTORO.
Gunung Pancar Nature Park is located in Bogor Regency, West Java Province. Natural Park is a conservation area which is supervised directly by the Ministry of Forestry of the Republic of Indonesia. This region has a natural potential such as tourism, hydrology, forest conservation, education, and economic potential. The aim of the present study was to describe policy management strategy descriptively, estimating the total economic value of Gunung Pancar Natue Park by using travel cost method (TCM), and identifying the factors that affect the frequency of tourists visit Gunung Pancar Nature Park. This research also examined the visitor's perception of the aspects in the tourist area, so that the new policy can be obtained from the perception value. The economic value of this tourist area can be estimated by usingTravel Cost Method. This method is calculated based on total consumer surplus, the coefficient of travel expenses, and total visits respondents obtained from the primary data and secondary data. The average of expenses from 40 respondents during the tour is Rp 257 575. The consumer surplus of individuals per visit is Rp 183 150 and the total economic value obtained from this region with annual travel cost method is Rp 10 145 604 395. The factors that influence the frequency of visits in this region is domicile and infrastructure in tourist areas.
Keyword: forest conservation, Gunung Pancar Nature Park, travel cost method.
(6)
(7)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
ESTIMASI NILAI EKONOMI WISATA DENGAN MENGGUNAKAN
TRAVEL COST METHOD
(Studi Kasus: Taman Wisata Alam Gunung Pancar, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
ILHAM MAULANA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(8)
(9)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt atas berkah rezeki, kesempatan, rahmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulisan dalam bentuk skripsi ini dan berjalan dengan baik tanpa ada hambatan yang berarti dalam proses penyusunan. Skripsi ini ditujukan sebagai salah satu syarat akhir kelulusan setelah menyelesaikan perkuliahan yang telah ditetapkan pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Orang tua dan seluruh keluarga besar tercinta: Papa (Syahrial Zen), Ibu (Justi). Abang, dan kakak: Aris Priadi, Ezy Mardiyah, Etika Pujiwati, Ulia Nelma, Edwir Sulaiman, Alfi Fitriadi, Iswadi, dan seluruh keponakan tercinta.
2. Seluruh pihak Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam dan pihak Pusat Informasi TWA Gunung Pancar yang telah memberikan kemudahan dalam melakukan proses penelitian dan pemerolehan data primer maupun sekunder.
3. Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, kesempatan, saran, dan masukan dalam perbaikan penulisan skripsi dalam tahap awal hingga akhir penulisan.
4. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat bermanfaat dalam penulisan skripsi kali ini. Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku perwakilan departemen yang telah memberikan saran untuk penulisan skripsi.
5. Keluarga besar Pondok AA, Kribonding 46, UKM Taekwondo IPB, Nithron, DC, Bimbel Siak 2009 IPB, Hizhwati Shabrina, Mao, Lana, Dani, Adhe, Leo, Naufal, dan Henry.
6. Seluruh teman-teman di ESL 46 terutama untuk Ayu, Galuh, Gugat, Isti, Mufqi, Nando, Nissa, Qiqy, Rara, Romil, Tari, Uty, dan Willy. Teman-teman satu bimbingan: As Ad, Dear, Frima, Gilang, Luthfi, Mahmudin, Miya, dan Yuki.
Bogor, April 2015
(10)
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
1PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian 5
2 TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Pengertian Pariwisata, Hutan, Konservasi, dan Lestari 6
2.2 Travel Cost Method 6
2.3 Penerapan Valuasi Lingkungan 8
2.4 Wawancara Responden 9
2.5 Tanggung Jawab dan Peran Pemerintah pada Sektor Wisata 9 2.6 Kawasan Ekowisata dan Konservasi sebagai Ruang Terbuka Hijau 11
2.7 Ekowisata 12
2.10 Taman Wisata Alam 13
2.9 Penelitian Terdahulu 13
3 KERANGKA PEMIKIRAN 17
4 METODE PENELITIAN 19
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 19
4.2 Metode Analisis 19
4.3 Analisis Persepsi Responden 20
4.4 Analisis Nilai Ekonomi TWA Gunung Pancar 20
4.5 Kriteria Uji Kelayakan Model 20
5 GAMBARAN UMUM 23
5.1 Pengelolaan Kebijakan 23
5.2 Keadaan Umum Kawasan 23
5.2.1 Letak dan Luas 23
5.2.2 Kondisi Biofisik 24
5.2.3 Potensi Kawasan Wisata 25
5.2.4 Akses 25
(11)
6 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 6.1 Analisis Persepsi Responden dari Pengunjung 30 6.1.1 Akses dan Jalan Menuju Kawasan Wisata 30
6.1.2 Tingkat Kebersihan Daerah Wisata 31
6.1.3 Sarana dan Prasarana 32
6.1.4 Keindahan Kondisi Alam 32
6.1.5 Polusi Udara 33
6.1.6 Polusi Suara 34
6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruh Frekuensi Kunjungan Wisata 34
6.2.1 Uji Multikolinearitas 36
6.2.2 Uji Autokorelasi 37
6.2.1 Uji Heterokedastisitas 37
6.2.2 Uji Normalitas (Jarques Bera) 37
6. 3 Penilaian Ekonomi Wisata TWA Gunung Pancar 37
7 SIMPULAN DAN SARAN 40
7.1 Simpulan 40
7.2 Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 42
LAMPIRAN 44
RIWAYAT HIDUP 53
DAFTAR TABEL
1 Laporan PNBP TWA Gunung Pancar tahun 2013 1
2 Laporan Pengunjung dan Pendapatan PNBP pada Tahun 2009 – 2013 2 3 Sebaran jenis kelamin responden TWA Gunung Pancar tahun 2014 26 4 Sebaran umur responden TWA Gunung Pancar tahun 2014 26 5 Sebaran lokasi asal responden TWA Gunung Pancar tahun 2014 27 6 Sebaran status sosial responden TWA Gunung Pancar tahun 2014 27 7 Sebaran pendidikan terakhir responden TWA Gunung Pancar tahun
2014 27
8 Sebaran pekerjaan responden TWA Gunung Pancar tahun 2014 28 9 Sebaran tujuan dan motivasi berwisata responden TWA Gunung Pancar
tahun 2014 28
10 Sebaran frekuensi kunjungan responden TWA Gunung Pancar tahun
2014 28
11 Sebaran alat transportasi yang digunakan responden TWA Gunung
Pancar tahun 2014 29
12 Sebaran jumlah tanggungan anak responden TWA Gunung Pancar
(12)
13 Penilaian terhadap akses dan jalan menuju kawasan wisata 31 14 Penilaian terhadap tingkat kebersihan daerah wisata 31
15 Penilaian terhadap sarana dan prasarana 32
16 Penilaian terhadap keindahan kondisi alam 33
17 Penilaian terhadap polusi udara 33
18 Penilaian terhadap polusi suara 34
19 Estimasi TCM TWA Gunung Pancar pada tahun 2014 38
DAFTAR GAMBAR
20 Kerangka pemikiran 18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuesioner Penelitian 44
2 Hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan EViews 8 46
3 Uji Multikolinearitas 46
4 Uji Autokorelasi 47
5 Uji Heterokedastisitas 47
6 Uji Normalitas dan grafik 48
7 Peta kerja TWA Gunung Pancar skala 1: 10 000 48
8 Laporan hasil sampel dan kuesioner 49
(13)
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
UU No 26 tahun 2007 yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika masih menjabat sebagai kepala negara adalah hal yang melatarbelakangi penelitian kali ini. Jumlah minimal suatu daerah adalah sebesar 30% dengan wilayah ruang terbuka hijau (RTH). Pengelolaan pelestarian lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas DAS (daerah aliran sungai). Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antar wilayah, antar fungsi kawasan, dan tata ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah. Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Pancar merupakan daerah kawasan yang dibawahi langsung oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia merupakan daerah konservasi yang terganggu stabilitasnya. Tingginya pembebasan lahan milik warga menjadi lahan komersialisasi menjadi salah satu ancaman terganggunya fungsi hidrologis di kawasan tersebut. Walaupun kawasan wisata ini masih bersifat under value,
tempat wisata ini masih dikunjungi oleh wisatawan dan kunjungan tiap tahunnya terjadi tren peningkatan.
Tabel 1 Laporan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di TWA Gunung Pancar, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada tahun 2013
No Bulan
Pengunjung Wisatawan
Lokal
Wisatawan Mancanegara
Jumlah
Pengunjung PNBP
1 Januari 4 779 17 4 796 9 813 000
2 Februari 2 580 48 2 628 5 880 000
3 April 5 993 57 6 050 12 841 000
4 April 3 700 42 3 742 8 030 000
5 Mei 4 403 41 4 444 9 421 000
6 Juni 4 063 46 4 109 8 816 000
7 Juli 1 756 11 1 767 3 677 000
8 Agustus 7 337 65 7 402 15 649 000
9 September 4 565 60 4 625 10 030 000
10 Oktober 4 103 55 4 158 9 031 000
11 November 5 140 91 5 231 11 645 000
12 Desember 6 366 77 6 443 13 887 000
Total 54 785 610 55 395 118 720 000
Sumber: Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam tahun 2014.
(14)
2
Tabel 1 merupakan laporan penerimaan PNBP dan total jumlah wisatawan yang berkunjung ke kawasan TWA Gunung pada tahun 2009 – 2013 secara terperinci. Total pendapatan dari PNBP meningkat secara signifikan dari tahun 2009 sebesar Rp 20 854 000 hingga pada tahun 2013 terjadi peningkatan yang linear positif sebesar Rp 141 032 000 seperti yang dipaparkan pada tabel 2. Jika diestimasi, maka terjadi peningkatan sebesar 6.76 kali lipat selama 4 tahun terakhir. Hal ini membuktikan bahwa tingkat kebutuhan dalam berwisata akan terus bertambah tiap tahunnya dan secara tidak langsung juga akan memberikan pemasukan terhadap PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) bagi PAD suatu daerah. Melihat dari data dari wisatawan, TWA Gunung Pancar tidak hanya menarik bagi wisatawan lokal namun juga wisatawan mancanegara. Perbandingan antara wisatawan lokal dengan wisatawan mancanegara sebesar 1 : 90.
Tabel 2 Laporan Pengunjung dan Pendapatan PNBP pada Tahun 2009 – 2013
Tahun Total Pengunjung Total PNBP
2009 10 427 20 854 000
2010 17 300 51 637 500
2011 39 841 103 539 000
2012 44 452 117 512 500
2013 55 395 141 032 000
Sumber: Kementerian Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa yang sangat kompleks. Ia terkait erat dengan organisasi, hubungan-hubungan kelembagaan dan individu, kebutuhan pelayanan, penyediaan kebutuhan layanan, dan sebagainya. Ketika orang berwisata, ia membutuhkan layanan dan akomodasi yang seringkali harus diberikan oleh pihak lain. Demikian pula apabila pihak biro perjalanan ingin menjual produk kepada wisatawan, maka mereka harus membangun hubungan kerja, minimal dengan pihak hotel. Semua ini merupakan rangkaian elemen yang saling mempengaruhi atau menjalankan fungsi-fungsi tertentu sehingga pariwisata tersebut dapat sejalan dengan semestinya. Kaitan antar elemen kuat tadi kemudian membentuk suatu sistem yang disebut dengan sistem pariwisata (Damanik, J. et al, 2006).
(15)
3
1.2 Perumusan Masalah
Menurut Yakin (1997), kota besar identik dengan kepadatan penduduk, tingkat polusi, dan kemacetan yang tinggi serta kehidupan masyarakat yang serba sibuk menimbulkan tingkat stress yang cukup tinggi. Upaya untuk menanggulangi salah satu masalah masyarakat yang hidup di kota besar adalah mengisi waktu luang dengan berbagai aktivitas. Aktivitas yang dapat memberikan nuansa baru yang menghibur salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan wisata.
Yakin (1997) menambahkan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang cepat bisa membawa implikasi yang serius terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perangkat kebijaksanaan serta pengambil keputusan di pemerintahan yang mampu menekan efek negatif lingkungan di Indonesia. Dari kegiatan wisata di suatu daerah, secara keseluruhan terdapat dampak yang mampu mempengaruhi kehidupan ekonomi wisata dari penduduk dan pelaku usaha di kawasan wisata tersebut. Namun, dibalik eksternalitas positif yang didapat dari sektor pariwisata, terdapat beberapa masalah ekonomi secara negatif dari implikasi yang dihasilkan atau yang biasa disebut eksternalitas negatif.
Keberadaan barang publik di kawasan wisata mampu mengakibatkan free rider kaarena banyaknya barang publik dalam wisata yang dapat dimanfaatkan dan berpotensi menjadi kerusakan lingkungan seperti tindak perusakaan fasilitas umum (vandalism), pembuangan sampah ke aliran air, dan perusakan kawasan wisata oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Permasalahan lainnya adalah maraknya deforestasi dan degradasi lahan oleh pelaku wisata dan perbaikan atau
maintenance kawasan wisata. Tingginya demand wisata juga berpengaruh terhadap kebutuhan-kebutuhan wisatawan yang memiliki perputaran uang yang besar. Pembangunan hotel, perluasan tempat parkir, pelebaran jalan, penebangan hutan untuk estetika sangat berpengaruh besar terhadap ekologi di kawasan wisata dan menjadi suatu yang tak terelakkan. Degradasi lahan (land degradation) berupa erosi merupakan masalah lingkungan serius di Indonesia. Masalah terjadi bukan hanya karena proses deforestasi tetapi juga dampak dari wisata secara meluas. Proses deforestasi yang berlangsung dengan tingkat tinggi akan mengancam berkurangnya pelayanan lingkungan seperti proteksi sumber mata air dan preservasi (penjagaan dan pemeliharaan) habitat alam yang penting.
(16)
4
Degradasi hutan yang diakibatkan oleh proses deforestasi di Indonesia tergolong tinggi (Yakin 1997).
Kawasan Gunung Pancar ini terletak di sekitar daerah Sentul yang memiliki luas lahan sebesar 3 000 ha ini berpotensi besar menjadi kawasan konversi lahan karena letaknya yang strategis dan dekat dari pusat kota Jakarta. Hal ini menyebabkan terjadinya sub-urbanisasi. Akibatnya, orang-orang lebih cenderung untuk tinggal di kawasan luar kota Jakarta untuk mendapatkan tempat hidup yang lebih nyaman agar terhindar dari banjir, polusi udara, sumber air untuk sanitasi, walaupun jauh dari pusat kota Jakarta. Kawasan Gunung Pancar masih memiliki lahan yang luas dan memiliki banyak titik yang bisa menjadi hunian bisa dikatakan akan menjadi daerah rawan sub-urbanisasi karena relatif dekat dengan kota Jakarta. Hal ini mendesaknya kebutuhan lahan untuk aktivitas ekonomi dan kawasan hunian yang asri. Akibatnya akan terjadi eksternalitas negatif seperti deforestasi hutan dan lahan.
Permasalahan lainnya adalah mengidentifikasi kawasan wisata ini apakah sudah lestari dan sudah menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan. Aspek konservasi secara umum juga perlu dilihat dan kerusakan-kerusakan yang terjadi dari aktivitas wisata tidak merusak alam tanpa mengurangi sensibilitas atau kepekaan dari wisata yang dilakukan diharapkan dapat memberikan jasa lingkungan untuk meningkatkan kepuasan wisatawan dalam berkunjung. Terbatasnya akses sumberdaya seperti di kawasan pedesaan membuat harga barang dan jasa menjadi lebih tinggi. Akibat dari tingginya barang dan dampak sosial dari wisatawan yang datang membuat harga barang dan jasa ataupun lahan sebagai tempat berbisnis di kawasan wisata juga ikut naik. Para penjual barang dan jasa juga terpengaruh efek monopoli di kawasan wisata. Akibatnya kenaikan harga dan perubahan harga oleh produsen tak dapat dihindari.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian kali ini adalah:
1. Menganalisis secara deskriptif strategi pengelolaan kebijakan dari nilai persepsi responden terhadap kawasan wisata.
(17)
5 2. Mengestimasi nilai ekonomi total dari TWA Gunung Pancar dengan
menggunakan metode biaya perjalanan (TCM).
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kunjungan wisatawan TWA Gunung Pancar.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Gunung Pancar yang berada di Jalan Wisata Gunung Pancar, Kelurahan Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Peneliti menggunakan data primer yang didapatkan dari tanya jawab kepada 40 wisatawan yang menjadi sampel responden. Peneliti juga mewawancarai dan menggali informasi secara mendalam terhadap petugas wisata dan juga pedagang guna mendapatkan informasi yang akurat tentang seluk-beluk wisata serta permasalahannya.
(18)
6
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pariwisata
Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990, wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek, dan daya tarik wisata, serta usahausaha yang terkait di bidang tersebut. Kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. Usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan objek dan daya tarik wisata, usaha sarana pariwisata, dan usaha lain yang terkait di bidang tersebut. Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
2.2 Travel Cost Method
Menurut Yakin (1997), Metode biaya perjalanan digunakan untuk memperkirakan nilai penggunaan ekosistem atau lokasi yang digunakan untuk rekreasi. Perkiraan biaya atau nilai ekonomi tersebut berkaitan dengan perubahan biaya-biaya akses untuk suatu lokasi rekreasi, dihilangkannya keberadaan suat lokasi rekreasi, penambahan suatu lokasi rekreasi baru, dan perubahan mutu lingkungan pada suatu lokasi rekreasi. Asumsi dasar dari metode biaya perjalanan adalah bahwa waktu dan biaya perjalanan yang dihabiskan orang untuk mengunjungi suatu lokasi menghadirkan harga untuk mengakses suatu lokasi. Dengan begitu, kesediaan orang untuk membayar (willingness to pay) pada saat mengunjungi lokasi itu dapat diperkirakan berdasarkan banyaknya perjalanan dengan biaya perjalanan yang berbeda. Hal ini dapat disamakan dengan menaksir kesediaan orang untuk membayar suatu barang berdasarkan pada banyaknya permintaan dari harga yang berbeda.
Yakin (1997) menambahkan biaya perjalanan adalah waktu perjalanan ditambah dengan biaya-biaya transportasi. Dalam penggunaan metode biaya
(19)
7 perjalanan, diperlukan data tentang biaya perjalanan ke lokasi, biaya perjalanan, dan pendapatan konsumen. Hal tersebut merupakan faktor penentu yang penting dari permintaan. Metode Biaya Perjalanan ini dilakukan dengan menggunakan informasi tentang jumlah uang yang dikeluarkan dan waktu yang digunakan orang untuk mencapai tempat rekreasi untuk mengestimasi besarnya nilai benefit dari upaya perubahan kualitas lingkungan dari tempat rekreasi yang dikunjungi. Data tersebut lalu dipakai untuk mengestimasi kurva permintaan hipotesis untuk lokasi tersebut.
Tahap pertama, jumlah kunjungan ke lokasi rekreasi dengan biaya perjalanannya, biaya perjalanan pada lokasi alternatif, pendapatan rumah tangga, satu set preferensi, dan variabel tingkah laku. Tahap kedua, nilai lokasi rekreasi diperoleh dengan menghitung daearh dibawah kurva perjalanan atau kunjungan, diatas biaya perjalanan rata-rata. Lebih lanjut dengan mencocokkan variabel-variabel selain biaya perjalanan masing-masing pada nilai rata-ratanya. Surplus konsumen rata-rata ditentukan pada tingkat kunjungan rata-rata. Jika kualitas lingkungan dari lokasi rekreasi meningkat, ini akan mengakibatkan dalam suatu perubahan fungsi permintaan lokasi rekreasi itu pada sebelah kanan (ceteris paribus). Pertama, fungsi permintaan dari beberapa lokasi rekreasi diestimasi termasuk di dalamnya biaya perjalanan dan pendapatan rumah tangga. Kedua, koefisien harga dari biaya perjalanan dari lokasi yang berbeda diregresikan terhadap variabel kualitatif yang beragam dari lokasi-lokasi tersebut (Yakin 1997).
Kelebihan dari TCM ini adalah hasil perhitungan benefit berdasarkan tingkah laku pasar yang akan diteliti. Kelemahan metode TCM adalah sebagai berikut. Pertama, biaya perjalanan yang dipakai haruslah valid. Sedangkan dalam kenyataannya sulit untuk mengestimasi dengan tepat karena kekurangan informasi tentang lokasi, dan berapa tingkat kesenangan yang diperoleh. Kedua, biaya perjalanan (opportunity cost) harus dimasukkan dalam perhitungan. Ketiga, teori ekonomi gagal untuk menjelaskan hubungan antara jumlah kunjungan dan biaya perjalanan. Hal ini bisa menjadi persoalan yang serius, karena TCM hanya berdasarkan pada kegiatan (fitting) garis regresi pada satu set data yang dikumpulkan. Karena TCM ini dibatasi pada nilai yang memanfaatkan lokasi tersebut, sehingga jika pelestarian lingkungan pada lokasi tersebut penting bagi
(20)
8
pengguna (non-user), maka benefit yang diestimasi jauh lebih kecil dari yang sebenanrnya. Disamping kelemahan-kelemahan di atas, metode ini memiliki potensi masalah yang menyangkut sisi metodologis dan praktisnya, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk tampil dengan benar, metode ini mensyaratkan jumlah data yang besar sehingga menjadi sangat mahal.
2. Jika perjalanan ke tempat rekreasi itu dimasukkan bukan hanya untuk tujuan berkunjung ke tempat itu, tetapi juga tujuan-tujuan lain, maka biaya waktu dan uang yang dikeluarkan itu harus dibagi dengan tujuan lainnya tersebut. Masalah ini belum ditangani secara memuaskan dan masih menjadi kelemahan metode ini.
3. Kurva permintaan yang diestimasi melalui KUMS hanya dari orang yang betul-betul berkunjung ke tempat itu (users). Dengan tidak memperhitungkan nilai bukan pengguna langung (non users) bisa mengakibatkan kesalahan serius dalam estimasi yang dikenal sebagai kesalahan pangkas (transaction biases).
4. Sangat sulit untuk menentukan suatu indikator kualitas yang cocok. Ini diperkuat oleh hasil kajian oleh Freeman (1979) dalam Yakin (1997) yang menyimpulkan bahwa persepsi individu terhadap kualitas air yang diinginkan atau persepsi ahli terhadap kualitas air. Hal ini mengakibatkan perkiraan atau prediksi tentang keberadaan rekreasi dalam kaitannya dengan kualitas air menjadi sulit.
5. Metode ini terbatas baik dalam aspek kelengkapan (completeness) maupun aspek keseluruhan cakupan (comprehensiveness) karena tidak menghitung nilai bukan pengguna langsung tempat rekreasi itu (Yakin 1997).
2.3 Penerapan Valuasi Lingkungan
Menurut Djajadiningrat, et.al. (2011), valuasi adalah bagian dari kebijakan untuk menentukan pendekatan isu lingkungan global seperti pemeliharaan biodiversitas, pembatasan peningkatan efek rumah kaca, pemeliharaan kekayaan alam, dan keberlanjutan. Valuasi juga memainkan peran yang signifikan pada tingkat regional dan nasional dalam membenarkan kebijakan serta aneka pilihan
(21)
9 proyek seperti skema jalan baru, bandara, dan pembangkit listrik. Valuasi lingkungan cenderung mencoba untuk membuat agen ekonomi menyadari biaya produk dari kerusakan lingkungan yang mereka ciptakan, misalnya internalisasi eksternalitas.
2.4 Wawancara Responden
Menurut Djajadiningrat, et al. (2011) metode penilaian ketidaktentuan didasarkan pada pertanyaan terhadap responden. Jawaban seorang akan sangat dipengaruhi oleh persepsinya mengenai barang atau jasa yang ditanyakan atau diminta penilainnya. Persepsi (pemaknaan individu terhadap suatu objek) merupakan salah satu tahap proses justifikasi dalam penentuan nilai suatu barang proses justifikasi dalam penentuan nilai suatu barang atau jasa. Persepsi antara seseorang merupakan salah satu tahap lain tidak selalu sama. perbedaan ini diantaranya disebabkan oleh perhatian (manusia tidak menangkap sekaligus semua rangsang yang ada di sekitarnya, tetapi difokuskan pada satu atau dua objek saja), harapan seseorang akan sesuatu, kebutuhan yang sesaat atau menetap, sistem nilai (adat istiadat, kepercayaan, dan budaya), dan kepribadian (watak, karakter, dan kebiasaan).
2.5 Tanggung Jawab dan Peran Pemerintah pada Sektor Wisata
Menurut Damanik dan Weber (2006), peran pemerintah merupakan peran dan pelaku yang tidak kalah penting. Pemerintah mempunyai otoritas dalam pengaturan, penyediaan, dan peruntukan berbagai infrastruktur yang tekait dengan kebutuhan pariwisata. Tidak hanya itu, pemerintah bertanggungjawab dalam menentukan arah yang dituju perjalanan pariwisata. Kebijakan makro yang ditempuh pemerintah merupakan panduan bagi stakeholder yang lain dalam memainkan peran masing-masing. Namun demikian, seringkali peran pemerintah kurang dipahami atau kurang diperlihatkan oleh pemerintah sendiri maupun oleh pelaku lainnya dalam perencanaan dan implementasi program pariwisata. Jalinan kerjasama lintas sektoral di instasi pemerintah yang bertujuan untuk memacu kemajuan pariwisata masih lemah. Akibatnya, kinerja industri pariwisata secara
(22)
10
keseluruhan menjadi rendah. Beberapa peran yang mutlak menjadi tanggungjawab pemerintah adalah sebagai berikut:
1. Penegasan dan konsistensi tentang tata-guna lahan untuk pengembangan kawasan wisata, termasuk kepastian hak kepemilikan, sistem persewaan, dan sebagainya.
2. Perlindungan lingkungan alam dan cagar budaya untuk mepertahankan daya tarik objek wisata, termasuk aturan pemanfaatan sumberdaya lingkungan tersebut.
3. Penyediaan infrastruktur pariwisata.
4. Fasilitas fiskal, pajak, kredit, dan izin usaha yang tidak rumit agar masyarakat lebih terdorong untuk melakukan wisata dan usaha-usaha pariwisata semakin cepat berkembang.
5. Keamanan dan kenyamanan berwisata melalui penugasan polisi khsusunya pariwisata di kawasan-kawasan wisata dan uji kelayakan fasilitas wisata seperti akses jalan dan jembatan.
6. Jaminan kesehatan di daerah tujuan wisata melalui sertifikasi kualitas lingkungan dan mutu barang yang digunankan wisatawan.
7. Penguatan kelembagaan pariwisata.
8. Pendampingan dalm promosi wisata, yakni perluasan dan intensifikasi jejaring kegiatan promosi di dalam dan luar negeri.
9. Regualsi persaingan usaha yang memungkinkan kesempatan yang sama bagi semua orang untuk berusaha di sektor pariwisata melindungi UKM wisata. 10.Pengembangan sumberdaya manusia dengan menerapakan sistem sertifiakasi
kompetensi tenaga kerja pariwisata dan akreditasi lembaga pendidikan pariwisata.
Untuk menjalankan peran yang sangat strategis ini pemerintah perlu menyusun rencana yang jelas. Misalnya, tata guna lahan untuk wisata harus dituangkan dalam bentuk rencana yang sangat jelas: bagaimana daya dukung lingkungan, berapa rerata kapasitas atau daya tampung lokasi untuk wisatawan. Tidak kalah penting adalah konsistensi antara rencana dan implementasi. Karena itu monitoring dan evaluasi harus terus dilakukan.
(23)
11
2.6 Kawasan Ekowisata dan Konservasi sebagai Ruang Terbuka Hijau
Ismaun dan Joga (2011) menyatakan bahwa ruang Terbuka Hijau (RTH) dikategorikan menjadi 3 bagian: RTHK Pertamanan, RTHK Pertanian, dan RTHK Konservasi. Dalam konteks pemanafaatan, pengertian RTH mempunyai lingkup lebih luas dari sekedar pengisian hijau tumbuh-tumbuhan, sehingga mencakup pula pengertian dalam bentuk pemanfaatan ruang terbuka bagi kegiatan masyarakat. RTH dapat diklasifikasi, baik dalam tata letak dan fungsinya. Berdasarkan tata letaknya, RTH bisa terwujud seperti ruang terbuka kawasan pantai (coastal open space), dataran banjir sungai (river flood plain), RTH pengaman jalan bebas hambatan (greenways), dan ruang terbuka pengaman kawasan bahaya kecelakaan di ujung landasan bandar udara.
UU RI nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi adalah upaya terpadu untuk melestarikan lingkungan fungsi hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup. Secara umum, pengelolaan merupakan terjemahan dan manajemen yang mencakup beberapa pokok kegiatan, yakni perencanaan dan pengendalian, kelembagaan, perorganisasian, sumber daya manusia, koordinasi, dan pendanaan.
Pelaku-pelaku yang terlibat dalam pengelolaan RTH kota terdiri atas sebagai berikut:
a. Pemerintah
Kewajiban pemerintah kota adalah mengadakan dan menyelenggarakan pembangunan secara adil untuk peningkatan kehidupan masyarakat. Termasuk di dalamnya bidang keamanan, kenyamanan, dan keserasian. Apabila hal ini dikaitkan dengan jenis RTH yang ada maka RTH koridor yang meliputi: jalur hijau kota dan jalur hijau jalan; ruang terbuka hijau produktif yang meliputi kawasan pertanian kota; perairan/tambak; RTH konservasi lingkungan yang meliputi kawasan taman lingkungan dan bangunan, serta taman kota; RTH khusus yang meliputi kawasan pemakaman, perkantoran, dan kebun binatang.
(24)
12
Peranan swasta sebagai pelaku ekonomi kota, yang bergerak di sektor formal maupun informal, tidak secara mutlak berkewajiban, untuk melaksanakan, pengadaan RTH kota. Melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu serta pengkajian dari sudut pandang swasta, dapat disediakan RTH yang memungkinkan untuk dikelola swasta, yaitu RTH untuk keindahan atau swasta; RTH untuk rekreasi; RTH hijau lainnya yang dapat dikomersialkan.
c. Masyarakat
Peran serta masyarakat, baik secara individual maupun kelembagaan terhadap RTH lebih teratas pada pemanfaatan dan pemliharaan. Dari segi perencanaan maupun pengadaannya, peran serta masyarakat sangat kecil sekali. Hal ini disebabkan keberadaan RTH biasanya terbentuk oleh adanya tanah kosong yang belum atau tidak dimanfaatkan. Kelangsungan keberadaannya tidak dapat dijamin, sehubungan dengan sifat penguasaan tanhnya yang lebih banyak bersifat individu (bukan tanah negara).
d. Media Massa
Media massa, baik media elektronik maupun media cetak, ikut berperan sebagai pelaku dalm pengelolaan RTH, khususnya dalam menciptakan opini publik terhadap pentingnya keberadaan RTH di perkotaan. Di samping hal tersebut, fungsi media massa juga bermanfaat untuk ikut mengawasi perkembangan RTH. Penataan RTH secara tepat mampu berperan dalam meningkatakan kualitas atmosfer, penyegaran udara, menurunkan suhu, menyapu debu permukaan wilayah yang terkena imbas RTH, menurunkan kadar polisi udara, dan meredam kebisingan.
2.7 Ekowisata
Menurut Nugroho (2011), ekowisata adalah sebagian dari sustainable tourism. Sustainable tourism adalah sektor ekonomi yang lebih luas dari ekosiwata yang mencakup sektor-sektor pendukung kegiatan pariwisata secara umum, meliputi wisata bahari (beach and sun tourism), wisata pedesaan (rural and agro tourism), wisata alam (natural tourism), wisata budaya (cultural tourism), atau perjalanan bisnis (business travel).
(25)
13
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang dampak wisata alam terhadap analisis ekonomi dan Metode Biaya Perjalanan pernah dilakukan oleh Firandari (2009) yang menganalisis permintaan dan nilai ekonomi wisata PS-3 (Pulau Situ Gintung-3) dengan menggunakan metode TCM (Travel Cost Method). Berdasarkan metode tersebut akan diketahui surplus konsumen dari pengunjung yang wisata merefleksikan bahwa sebenarnya pengunjung masih menerima surplus (kelebihan) manfaat dari tingkat harga tiket wisata yang ditetapkan, sehingga sebenarnya harga tiket wisata masih dapat ditingkatkan untuk pemeliharaan dan pengembangan lebih lanjut tempat. Pengunjung sebagai pihak yang akan menanggung beban biaya tiket masuk wisata merupakan pihak yang akan merasakan dampak langsung jika terjadinya perubahan (kenaikan) biaya tiket diperlukan analisis persepsi pengunjung mengenai seberapa besar kesediaan mereka membayar (Willingness to Pay) untuk biaya tiket masuk tempat wisata terjadi kenaikan harga. Analisis Willingness to Pay pengunjung terhadap harga tiket PSG-3 dilakukan dengan pendekatan CVM (Contingent Valuation Method). Surplus konsumen pengnunjung PSG-3 sebesar Rp 28 985 per kunjungna dan nilai manfaat atau nilai ekonomi PSG-3 sebagai tempat wisata adalah sebesar Rp 3 373 130 755.
Penelitian lain yang menggunakan metode biaya perjalanan atau TCM adalah Pertiwi (2014). Penelitian ini menganalisis dampak ekonomi dan strategi pengelolaan wisata Goa Pawon di Kawasan Karst Cipata, Kabupaten Bandung Barat. Tujuan dari penelitian tersebut adalah mengestimasi nilai ekonomi dan keberadaan kawasan wisata, menghitung dampak ekonomi kegiatan wisata, dan menganalisis strategi pengelolaan objek wisata Goa Pawon. Nilai ekonomi wisata Goa Pawon tersebut adalah sebesar Rp 102 604 000. Strategi pengelolaan yang dapat diterapkan pada objek wisata Goa Pawon dengan melakukan analisis SWOT antara lain melanjutkan master plan serta memberikan dukungan terhadap pembangunan dengan potensi alam sekitar, meningkatkan sumber daya manusia, mengembangkan sarana dan prasarana penunjang yang sesuai, meningkatkan kekhasan wisata dengan daya tarik wisatanya, dan melakukan promosi wisata melalui berbagai media. Kawasan wisata Goa Pawon memberikan dampak
(26)
14
ekonomi secara langsung bagi perekonomian lokal, ditunjukan dengan nilai
Keynesian Income Multiplier yang didapatkan melalui multiplier effect sebesar 1.18. Dampak ekonomi yang cukup baik, walaupun berskala kecil secara tidak langsung (indirect) dan lanjutan (induced) ditandai dengan nilai Ratio Income Multiplier Tipe I sebesar 1.30, dan nilai Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1.51.
Khoirunnisaa (2014) melakukan penelitian yang berjudul Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi serta Prospek Pengembangan Wisata Gunung Bunder Pasca Perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi wisata dan nilai ekonomi di estimasi dengan menggunakan Individual Travel Cost Method (ITCM). Berdasarkan hasil analisis regresi didapatkan 3 faktor yang mempengaruhi minat wisata, antara lain lama mengetahui objek wisata, umur, dan jarak. Nilai ekonomi Gunung Bunder yang diperoleh dari hasil perhitungan yaitu sebesar Rp 3 163 231 383. Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan wisata tersebut berupa dampak langsung, dampak tidak langsung, dan dampak lanjutan yang diukur dengan metode nilai efek pengganda. Hasil perhitungan nilai efek pengganda menunjukkan nilai
keynesian income multiplier sebesar 1.77, ratio income multiplier tipe 1 sebesar 1.91, dan ratio income multiplier tipe 2 sebesar 2.43. Namun dari total pengeluaran wisatawan terjadi kebocoran ekonomi (economic leakages) sebesar 53.23%. Prospek pengembangan keberlanjutan wisata diidentifikasi berdasarkan aspek fisik, sosial-ekonomi dan spasial yang menunjukkan bahwa kawasan wisata Gunung Bunder memiliki potensi untuk dijadikan kawasan wisata alam yang harus dijaga keberlanjutannya karena dapat memberikan manfaat yang positif bagi masyarakat sekitar.
Mahesi (2008) mengestimasi nilai biaya perjalan wisata Kebun Raya Cibodas. Nilai Ekonomi wisata dari sisi permintaan wisata yang didekati dari biaya perjalanan atau dengan menggunakan metode TCM adalah sebesar Rp. 109 326 386 400/tahun per tahun. Surplus konsumen wisata dengan metode biaya perjalanan sebesar Rp 22 727 per individu, sedangkan berdasarkan kesediaan membayar sebesar Rp 12 218 per individu. Adanya surplus konsumen, baik
(27)
15 surplus wisata maupun diluar wisata dapat dijadikan acuan dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan konservasi.
Penelitian Septianti (2013) berjudul Estimasi dampak ekonomi kawasan Taman Wisata Matahari Cilember, Kabupaten Bogor terhadap masyarakat sekitar. Terdapat tiga faktor yang berpengaruh negatif terhadap permintaan di kawasan Taman Wisata Matahari (TWM), yakni biaya perjalanan, jarak dan jumlah tanggungan. Faktor yang berpengaruh positif hanya lama mengetahui. Dampak ekonomi dari kegiatan wisata berupa dampak ekonomi langsung (Rp 488 850 471), dampak ekonomi tidak langsung (Rp 673 111 010) dan dampak lanjutan (Rp 207.337.424,00). Nilai keynesian income multiplier sebesar 1,00 artinya adanya kegiatan wisata di TWM memberikan dampak ekonomi yang besar bagi masyarakat sekitar, ratio income multiplier tipe I adalah 1,73, dan ratio income multiplier tipe II sebesar 2,80. Selain dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar, juga ada kebocoran yang berasal dari pengeluaran pengunjung berupa biaya transportasi dan konsumsi yang dibawa dari rumah. Kebocoran pertahun yang terjadi di TWM adalah sebesar Rp 27 927 067 995. Adanya TWM juga memberikan dampak berupa penyerapan tenaga kerja yang berasal dari masyarakat sekitar dan memiliki proporsi kurang lebih 90% dengan jumlah 386 orang. Aktivitas wisata di kawasan TWM menurut stakeholder terkait menyatakan bahwa hampir 80% responden menyatakan tidak merasakan dampak negatif lingkungan dengan adanya TWM.
Penelitian Sadida (2014) berjudul Estimasi Nilai Dan Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Situ Babakan, Jakarta Selatan. penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi karakteristik pengunjung, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat sekitar obyek wisata, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata, serta mengestimasi nilai dan dampak ekonomi dari keberadaan Situ Babakan ini. Penelitian ini menggunakan metode survei. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis regresi linear berganda, Individual Travel Cost Method, dan multiplier effect. Hasil penelitian ini adalah estimasi nilai ekonomi wisata sebesar Rp 2 727 869 591,87 per tahun, dampak langsung sebesar Rp 512 134 333,89 per bulan, dampak ekonomi tidak langsung sebesar Rp 75 640 476,19 per bulan, dan dampak
(28)
16
lanjutan sebesar Rp 54 725 884,52 per bulan. Nilai Keynesian income multiplier
adalah 0,87, dengan nilai ratio income multiplier tipe I sebesar 1,15 dan nilai ratio income multiplier tipe II sebesar 1,25. Hasil analisis menunjukkan bahwa kegiatan wisata Situ Babakan memiliki dampak tidak langsung dan lanjutan yang besar, namun dampak ekonomi langsung yang dirasakan oleh masyarakat sekitar belum signifikan.
Aprilian (2009) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Permintaan dan Surplus Konsumen Taman Wisata Alam Situ Gunung dengan Metode Biaya Perjalanan. Penelitian ini memiliki tiga tujuan yaitu mengidentifikasi karakteristik pengunjung TWA Situ Gunung, mengkaji fungsi permintaan wisata dengan metode biaya perjalanan, dan menduga nilai manfaat ekonomi dari tempat wisata tersebut. Adapun variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kunjungan wisata yaitu biaya perjalanan, tingkat pendapatan, lama mengetahui TWA Situ Gunung, umur, jenis kelamin pengunjung, waktu tempuh, dan daya tarik wisata. Nilai koefisien variabel menentukan kecenderungan dalam meningkatkan atau menurunkan jumlah kunjungan wisata. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai surplus konsumen per kunjungan per individu sebesar Rp 46 847,00. Surplus konsumen merupakan proxy dari Willingness to Pay dari tempat rekreasi yang dikunjungi. Nilai manfaat ekonomi merupakan agregat atau penjumlahan
Willingness to Pay sehingga dapat diperoleh dengan mengalikan nilai surplus konsumen yang telah didapat sebelumnya dengan total kunjungan periode Mei 2008-April 2009, saat penelitian berlangsung. Berdasarkan perhitungan tersebut maka diperoleh nilai manfaat ekonomi lokasi sebesar Rp 1 340 709 910.
(29)
17
III KERANGKA PEMIKIRAN
Menurut UU Nomor 26 tahun 2007, jumlah minimal suatu daerah adalah sebesar 30% dengan wilayah ruang terbuka hijau (RTH). Pengelolaan pelestarian lingkungan dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas DAS (daerah aliran sungai). Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah, antar fungsi kawasan, dan tata ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah. TWA Gunung Pancar yang merupakan daerah kawasan konservasi menjadi wilayah yang under value dan kawasan di luar wisata memiliki tingkat doforestasi yang cukup tinggi.
Permasalahan yang mendasari penelitian kali ini adalah sub-urbanisasi dari kota Jakarta yang dikatakan relatif tinggi ke daerah Kabupaten Bogor karena kawasan di luar kawasan konservasi sudah banyak yang dikonversi sebagai kawasan komersil. Tingginya pembukaan lahan baru menjadi ancaman utama terganggunya fungsi hidrologis dan potensi di kawasan tersebut sehingga menyebabkan eksternalitas negatif. Keberadaan barang publik di kawasan wisata mampu mengakibatkan free rider kaarena banyaknya barang publik dalam wisata yang dapat dimanfaatkan. Hal ini berpotensi menjadi kerusakan lingkungan seperti tindak perusakaan fasilitas umum (vandalism), pembuangan sampah ke aliran air, tidak adanya pengolahan sampah, dan kurangnya maintenance kawasan wisata karena pengrusakan tersebut.
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah menganalisis secara deskriptif strategi pengelolaan kebijakan dari nilai persepsi responden terhadap kawasan wisata, mengestimasi nilai ekonomi total dari TWA Gunung Pancar dengan menggunakan metode biaya perjalanan (TCM), dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi kunjungan wisatawan TWA Gunung Pancar.
(30)
18
Keterangan:
--- : Feedback atau hubungan timbal balik.
(31)
19
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Pancar, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu Penelitian dilakukan dimulai pada bulan April 2014 hingga bulan Juni 2014. Proses pengambilan data diambil cenderung pada waktu peak season atau pada masa musim liburan dan akhir pekan. Hal ini dilakukan relatif untuk tidak memilih responden yang berasal dari daerah setempat karena akan dikhawatirkan akan memiliki potensi total TCM yang rendah jika dibandingkan dengan waktu libur. Syarat layak atau tidaknya responden adalah responden tidak melakukan multitrip atau responden hanya melakukan perjalanan tunggal di kawasan TWA Gunung Pancar.
4.2 Metode Analisis
Metode TCM yang digunakan pada penelitian kali ini adalah dengan menghitung biaya keseluruhan perjalanan mulai dari transportasi, tiket masuk, parkir, konsumsi, dan keperluan lainnya yang menunjang keperluan wisatawan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perhitungan biaya perjalanan atau travel cost method. Beberapa data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1. Metode wawancara dengan pengisian kuesioner yang dijadikan sebagai data primer.
2. Jumlah pengunjung wisata TWA Gunung Pancar pada tahun 2009 – 2013 dari data sekunder.
Jumlah sampel pada penelitian kali ini adalah sebesar 40 responden. Sampel merupakan perwakilan populasi yang hasilnya mewakili keseluruhan gejala yang diamati. Teknik yang digunakan merupakan sampel yang digunakan secara acak. Namun, untuk meminimalisir pecilan (outlier) yang tidak diharapkan dan diperlukan syarat-syarat tertentu. Responden merupakan wisatawan berumur 15 tahun keatas dan mampu berkomunikasi dengan baik dan diharapkan mampu menjawab pertanyaan secara jujur dan tepat.
(32)
20
4.4 Analisis Persepsi Responden
Responden diwawancarai persepsi terhadap kawasan wisata. Aspek-aspek yang ditanyakan adalah akses menuju kawasan wisata, tingkat kebersihan daerah wisata, sarana dan prasarana, keindahan kondisi alam, polusi udara, serta polusi udara. Responden diwawancarai pendapatnya dari penilaian tersebut dari skala 1 sampai 5. 1 untuk sangat tidak baik, 2 untuk tidak baik, 3 untuk cukup, 4 untuk baik, dan 5 untuk sangat baik. Nilai persepsi yang didapat diharapakan dapat disimpulkan suatu kebijakan baru untuk perbaikan kawasan wisata yang lebih baik ke depannya.
4.3 Analisis Nilai Ekonomi TWA Gunung Pancar
Biaya perjalanan adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung dalam satu kali perjalanan antara lain biaya konsumsi selama rekreasi, biaya transportasi, biaya dokumentasi, karcis masuk, biaya souvenir, dan biaya lainnya. Secara keseluruhan dihitung dengan rumus:
BPT = BT + BK + BP + BM + BS + BL
Keterangan:
BPT = Biaya perjalanan total BT = Biaya transportasi BK = Biaya konsumsi BP = Biaya parkir BM = Biaya tiket masuk BS = Biaya souvenir
BL = Biaya lainnya
4.4 Kriteria Uji Kelayakan Model
Untuk melakukan pendugaan parameter koefisien regresi kita harus menguji dulu asumsi asumsi dari model regresi tersebut sebelum melakukan pengujian model secara keseeluruhan (Uji-F) dan pengujian mengenai masing-masing koefisien regresi (uji-t). Jika asumsi tersebut dilanggar maka kita tidak dapat melakukan uji-F maupun Uji-t.
(33)
21
Y = b0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + e Y = Frekuensi kunjungan
b0 = Intersep
b1-b5 = Koefisien regresi
x1 = Asal atau domisili
x2 = Sarana dan prasarana
x3 = Pendapatan
x4 = Travel cost (biaya perjalanan)
x5 = Autoregresif
e = Error
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa R2 dapat mengukur proporsi keragaman Y yang dijelaskan oleh model regresi berganda. R2 sering secara informal digunakan sebagai statistik untuk kebaikan dari kesesuaian model (goodness of fit), dan untuk membandingkan validitas hasil analisis dengan menggunakan R2, yaitu:
1. Semua hasil analisis statistik berdasarkan asumsi awal bahwa model tersebut benar, kita tidak memiliki prosedur untuk membandingkan spesifikasi alternatif.
2. Interpretasi dan penggunaan R2 menjadi sulit jika suatu model diformulasikan mempunyai intersep = 0. Dalam kasus ini R2 dapat dibuat dari selang 0 sampai dengan 1.
R2 = 1-(1-R2) (n-1/n-k)
Dari persamaan tersebut terlihat bahwa: 1) Jika k=1 maka R2 sama dengan R2 terkoreksi. 2) Jika k>1 maka R2 > = R2 terkoreksi.
3) R2 terkoreksi dapat bernilai negatif.
Uji regresi linear berganda ini menggunakan taraf signifikasi sebesar 5% (0.05). Jika nilai probabilitas < 0.05 maka dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Namun, jika nilai signifikasi > 0.05 maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan seara bersama-sama antar variabel bebas terhadap variabel terikat.
(34)
22
Uji ekonometrika dilakukan untuk melihat adanya pelanggaran asumsi pada model menurut Juanda (2009), antara lain adalah:
a. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah hubungan linear yang sama kuat antar variabel
independent dalam persamaan regresi berganda. Multikolinearitas menyebabkan pendugaan koefisien menjadi tidak stabil. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat nial Variance Inflation Factor (VIF) pada masing-masing variabel
independent. Model dikatakan multikolinearitas apabila nilai VIF relatif besar atau lebih dari 10.
b. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah pelanggaran asumsi dari homoskedastisitas. Homoskedastisitas adalah ragam sisaan (error) konstan dalam tiap pengamatan. Heterokedastisitas mengakibatkan Ordinary Least Square (OLS) tidak efisien. Model mengalami heteroskedastisitas apabila P-value lebih kecil dari taraf nyata (α);
c. Uji Autokolerasi
Uji Autokolerasi dilakukan untuk mengetahui keadaan error pada suatu persamaan yang bersifat independent atau dependent. Autokolerasi diuji dengan melakukan uji Durbin Watson (DW), dengan prosedur:
H0 : tidak ada serial autokolerasi baik positif maupun negatif
H1 : terdapat serial autokolerasi.
Nilai hitung statistik Durbin Watson (DW) yang diperoleh dari hasil perhitungan komputer kemudian dibandingkan dengan nilai pada dtabel. Nilai yang
dilihat adalah nilai batas bawa (dL) dan batas atas (dU). Penentuan nilai dL dan dU didasarkan pada jumlah variabel bebas dan jumlah pengamatan yang terdapat pada model. Kesimpulan yang dapat diambil dari perbandingan adalah:
1. Jika DW < dL, berarti ada autkolerasi positif 2. Jika DW > dL, berarti ada autokelarsi negatif
3. Jika dL < DW < 4-dU, berarti tidak terjadi autokolerasi.
(35)
23
V GAMBARAN UMUM
5.1 Pengelolaan Kawasan Wisata Menurut Undang-Undang
Menurut Kementerian Kehutanan Kabupaten Bogor (2014), hutan merupakan salah satu bentuk sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan dengan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyaarakat. Manfaat optimal hutan dapat terwujud apabila kegiatan pengelolaan hutan tersebut dilaksanakan dengan baik sehingga dapat menghasilkan hutan yang berkualitas melalui pemnfaatan yang lestari. Dalam rangka pemanfaatan yang lestari, hutan dengan beragam potensi baik flora fauna serta ekosistem yang bernilai tinggi dapat dimanfaatkan dan dikembangkan menjadi kawasan dengan daya tarik wisata alam. Sejalan dengan kebutuhan dan pemanfaatan objek wisata alam yang cenderung meningkat dan untuk mengoptimalkan pengelolaan dan pendayagunaan kawasan Taman Wisata Alam, Taman Nasional maupun Hutan Raya. Pemerintah telah menetapkan kebijakan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1994 yang dipertegas dengan UU no. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Berdasarkan UU no. 5 tahun 1990 tentang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistem, dijelaskan bahwa Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwista dan rekreasi alam. Sejalan dengan hal tersebut diatas kebijakan pengelolaan TWA Gunung Pancar bertujuaan untuk memanfaatkan TWA sesuai dengan prinsip-prinsip konservasi guna meningkatkan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya, perluasan dan peningkatan kesempatan kerja serta mendorong pengembangan industri penunjang sektor pariwisata yang berasaskan kepada asas ekologis, ekonomis, edukatif, dan sosial. Peta kerja TWA Gunung Pancar dengan skala 1 : 10 000 dapat dilihat pada lampiran 7.
5.2 Keadaan Umum Kawasan 5.2.1 Letak dan Luas
TWA Gunung Pancar ditetapkan berdasarkan Keputusan Kementerian Kehutanan no. 156/KPTS-II/1998 tanggal 21 April 1988 dengan luas 447,5 ha.
(36)
24
Secara geografis, TWA Gunung Pancar terletak antara 106º56´-106º54´ BT dan 63º4´-63º36´ LS. Sedangkan secara administratif, terletak di desa Karang Tengah dan desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. TWA Gunung Pancar berbatasan dengan sebelah utara dengan desa Leuwi Goong, sebelah timur dengan desa Cimandala, sebelah selatan dengan desa Cibingin, dan sebelah barat dengan desa Karang Tengah. Peta kerja kawasan TWA Gunung Pancar dengan skala 1:10 000 dapat dilihat pada lampiran (Kementerian Kehutanan Kabupaten Bogor, 2014). Dokumentasi penelitian kali ini dapat dilihat pada lampiran 9.
5.2.2 Kondisi Biofisik
Kawasan TWA Gunung Pancar termasuk tipe iklim dengan curah hujan rata-rata pertahun 3000 - 4500 mm. Jumlah hari hujan pertahun berkisa antara 150 - 250 hari, suhu rata-rata 24°c dengan kelembaban berkisar antara 58%. TWA Gunung Pancar memiliki keadaan lapangan dari landai sampai bergelombang dengan kemiringan 15 - 80% dan terletak pada ketinggian 300-800 mdpl. TWA Gunung Pancar memiliki potensi flora dan fauna, fenomena alam, dan fungsi hidrologis yang dapat dikemas menjadi atraksi alam serta dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Beragam potensi serta fungsi tersebut antara lain:
a. Flora, diantaranya: Pinus (Pinus merkusii), Rasamala (Altingia exelsa), Pasang (Quercus sp), Jahe (Zingerbraceae s), Kirinyuh (Chromalaena odorata), Putri Malu (Misoma pigra), Rumput-rumputan (Themeda sp, Carex sp, Penicitum purpurea, dan Paspallum sp.), Kirinyuh (Chloromalalna odorata), Lantana (Lantanan camara, Eupotarium inufolium).
b. Fauna, diantaranya: Babi Hutan (Sus scrofa), Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Lutung, Surili, Macan tutul (Panthera pardus), Ayam Hutan (Galus bankiva), Kulibang (Pynconotus aurigaster), Sri Gunting (Dicrurus macrocercus), Enggang (Bucerus rhinoceros), Paok Cacing (Pitta guajana), Elang (Haliatus indusintenedia), Jalak (Stunopastor jalla), Ular Hijau (Dryophis prasinus), Ular Sanca, dan Kadal (Mabuaya multifasciata) (Kementerian Kehutanan Kabupaten Bogor, 2014).
(37)
25
5.2.3 Potensi Kawasan Wisata
Sumber air sungai-sungai yang ada di daerah ini berasal dari mata air di TWA Gunung Pancar dan Pegunungan Hambalang. Sungai-sungai Cibingbin dan sungai Ciherang yang merupakan sungai dengan debit terbesar, mengalir ke arah utara dan bermuara di Laut Jawa. Di samping itu terdapat sumber air panas dengan suhu yang bisa mencapat 70°C yang berasal dari proses geotermal di Gunung Pancar. Sumber air tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan wisata dan juga pengobatan. Potensi yang terdapat di Gunung Pancar ini adalah potensi, potensi wisata alam, potensi hidrologis, potensi konservasi hutan, potensi pendidikan, dan potensi ekonomis.
Potensi wisata alam berarti kawasan ini menjadi sarana dan tempat rekreasi bagi wisatawan yang ingin berkunjung. Potensi hidrologis yakni kawasan ini merupakan daerah konservasi yang berguna untuk keberlangsungan flora dan fauna. Tempat ini juga bisa menjadi paru-paru kota dan Kabupaten Bogor juga daerah sekitarnya. Potensi pendidikan juga bisa dikaitkan dengan konservasi, yang mana tempat ini bisa dijadikan pembelajaran bagi warga sekitar dan wisatawan untuk tidak membuang sampah sembarangan, tidak menebang pohon, dan eksploitasi yang bersifat merusak daerah konservasi tersebut. Potensi ekonomis erat hubungannya dengan taraf kehidupan manusia ke arah yang lebih baik. Pedagang di kawasan ini juga mendapatkan penghasilan dari wisatawan dan retribusi tiket masuk juga merupakan program untuk perbaikan-perbaikan lingkungan di kawasan TWA Gunung Pancar. (Kementerian Kehutanan Kabupaten Bogor, 2014)
5.2.4 Akses
Akses masuk menuju kawasan ini harus melewati Sentul City sebagai jalan utamanya. Walaupun pengunjung dominan dari Jakarta dan Bogor, namun, bagi pengguna mobil alangkah lebih baiknya menggunakan arah tol Sentul dan pengguna sepeda motor menggunakan jalur jalan umum. Jalan di sekitar kawasan ini secara keseluruhan sudah diaspal walaupun di beberapa tempat terdapat jalan yang rusak dan butuh perbaikan. Secara umum, akses masuk kawasan wisata
(38)
26
TWA Gunung Pancar bisa dilewati dengan jalan kaki, sepeda, sepeda motor, dan mobil. TWA Gunung Pancar biasanya dimanfaatkan wisatawan sebagai tempat untuk berkemah, fotografi, panjat tebing, outbond, pemandian air panas, dan trek arena untuk olahraga sepeda gunung (Kementerian Kehutanan Kabupaten Bogor, 2014).
5.3 Sebaran Responden A. Jenis Kelamin
Responden dari total sampel didominasi oleh laki-laki dan sampel tersebut menggunakan purposive sampling yakni lebih banyak menggunakan responden dari laki-laki sebagai kepala keluarga dengan tujuan untuk mendapatkan TCM yang tinggi. Responden laki-laki sebesar 85% dan responden perempuan sebesar 15%. Hasil kuesioner gambaran umum responden yang menjadi sampel dapat dilihat pada lampiran 8.
Tabel 3 Sebaran jenis kelamin responden TWA Gunung Pancar tahun 2014
Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)
Laki-laki 34 85.0
Perempuan 6 15.0
Total 40 100.0
Sumber: Hasil Analis Data Primer (2014)
B. Umur
Responden tertinggi didominasi oleh wisatawan yang berusia kisaran antara 31-40 tahun. Kedua, responden berusia 26 - 30 tahun. Ketiga, responden berusia 21-25 tahun, dan yang terakhir responden berumur 41-60 tahun.
Tabel 4 sebaran umur responden TWA Gunung Pancar tahun 2014
Umur Jumlah (orang) Persentase
21-25 tahun 7 17.5
26-30 tahun 10 25.0
31-40 tahun 18 45.0
41-60 tahun 5 12.5
Total 40 100.0
Sumber: Hasil Ananalis Data Primer (2014)
C. Asal
Disebabkan tempat wisata yang cukup jauh dari kota Bogor dan akses yang masih kurang begitu baik, pengunjung masih ramai didatangi oleh 50% responden yang berasal dan Bogor. Jakarta dengan 25%, dan kota lainnya yaitu Depok, Bekasi, serta Bandung.
(39)
27 Tabel 5 Sebaran lokasi asal responden TWA Gunung Pancar tahun 2014
Asal Jumlah (orang) Persentase (%)
Bogor 20 50.0
Jakarta 14 25.0
Depok 3 7.0
Bekasi 1 2.5
Bandung 1 2.5
Total 40 100.0
Sumber: Hasil Ananalis Data Primer (2014)
D. Status Sosial
TWA Gunung Pancar masih merupakan pilihan bagi rekreasi keluarga. Hal ini terbukti dari jumlah responden yang banyak didatangi dari oleh yang sudah menikah sebesar 72.5% responden dan yang belum menikah sebesar 27.5%. Tabel 6 Sebaran status sosial responden TWA Gunung Pancar tahun 2014
Status Sosial Jumlah (orang) Persentase (%)
Menikah 29 72.5
Belum Menikah 11 27.5
Total 40 100.0
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2014)
E. Pendidikan Terakhir
Tingkat pendidikan responden dari sampel yang telah diwawancarai terlihat bervariatif. Minimal memiliki jenjang pendidikan terakhir SMA dan maksimal pada jenjang S2. Persentase tertinggi wisatawan pada sampel adalah lulusan S1 sebesar 22 orang (55%) yang melebihi setengah dari sampel. Kedua, lulusan Diploma sebesar 9 orang (22.5%). Ketiga, SMA sebesar 8 orang (20.0%), dan terkahir lulusan S2/S3 yaitu sebanyak 1 orang dengan total persentasi sebesar 2.5%.
Tabel 7 Sebaran pendidikan terakhir responden TWA Gunung Pancar tahun 2014
Pendidikan Terakhir Jumlah (orang) Persentase
SMA 8 20.0
Diploma 9 22.5
S1 22 55.0
S2/S3 1 2.5
Total 40 100.0
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2014)
F. Pekerjaan
Sebanyak total 40 responden, dominasi mata pencaharian atau pekerjaan terfokus sebesar 52.5% adalah pegawai swasta, wirausahawan sebesar 25%, mahasiswa sebesar 7.5%, PNS sebesar 5%, tidak bekerja sebesar 2.5%, dan lainnya sebesar 7.5%.
(40)
28
Tabel 8 Sebaran pekerjaan responden TWA Gunung Pancar tahun 2014
Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase
Pegawai Swasta 21 52.5
Wirausahawan 10 25.0
Mahasiswa 3 7.5
PNS 2 5.0
Tidak Bekerja 1 2.5
Lainnya 3 7.5
Total 40 100.0
Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2014)
G. Tujuan dan Motivasi Berwisata
Fokus motivasi responden untuk berwisata ke TWA Gunung Pancar lebih bertujuan untuk refreshing karena total 29 responden atau sebesar 57.5% sudah menikah. Tujuan mereka untuk berekreasi adalah sebagai tempat piknik dan juga kumpul keluarga. Sisa lainnya sebesar 7.5% adalah lebih bertujuan untuk fotografi dan juga hiking.
Tabel 9 Sebaran tujuan dan motivasi bersiwata responden TWA Gunung Pancar tahun 2014
Tujuan dan Motivasi Jumlah Persentase
Refreshing 23 57.5
Piknik dan Kumpul Keluarga 14 35
Lainnya 3 7.5
Total 40 100.0
Sumber: Hasil dan Analisis Data Primer (2014)
H. Frekuensi Kunjungan
Frekuensi kunjungan responden cukup merata walaupun 2 kali kunjungan lebih mendominasi. Disusul oleh 1 kali kunjungan (20%), 2 kali kunjungan (27.5%), 3 kali kunjungan (17.5%), Frekuensi >5 kali kunjungan (15%), dan 4 beserta 5 kali kunjungan (10%).
Tabel 10 Sebaran Frekuensi kunjungan responden TWA Gunung Pancar tahun 2014
Frekuensi Kunjungan Jumlah Persentase
1 kali 8 20.0
2 kali 11 27.5
3 kali 7 17.5
4 kali 4 10.0
5 kali 4 10.0
>5 kali 6 15.0
Total 40 100.0
(41)
29
I. Alat Transportasi
Responden yang datang mengunjungi didominasi oleh pengendara mobil, baik mobil pribadi maupun mobil sewa atau rental. Sebesar 77.5% responden menggunakan mobil sebagai alat transportasi utama dan sisanya menggunakan sepeda motor sebesar 22.5%. Pengguna sepeda motor rata-rata berasal dari kota Bogor walaupun juga ada pengguna mobil yang berasal dari Bogor. Hampir seluruh pengguna mobil berasal dari luar kota Bogor dan ada satu responden dari Jakarta yang menggunakan sepeda motor yang berwisata di TWA Gunung Pancar. Tabel 11 Sebaran Alat Tranportasi yang responden yang digunakan responden
TWA Gunung Pancar tahun 2014
Alat Transportasi Jumlah(orang) Persentase
Mobil 31 77.5
Sepeda Motor 9 22.5
Total 40 100.0
Sumber: Hasil dan Analisis Data Primer (2014)
J. Jumlah Tanggungan Anak
Proporsi jumlah tanggungan anak sebanyak 2 orang dan tidak mempunyai anak yang termasuk belum menikah memiliki persentasi yang sama yaitu sebesar masing-masing 13 responden (32.5%). TWA Gunung Pancar sangat difavoritkan sebagai wisata keluarga karena dari sebaran di atas yang mempunyai tanggungan anak sangat mendominasi jumlah sampel.
Tabel 12 Sebaran jumlah tanggunan anak responden TWA Gunung Pancar tahun 2014
Jumlah Tanggungan Anak Jumlah (orang) Persentase
0 13 32.5
1 8 20.0
2 13 32.5
3 3 7.5
4 3 7.5
Total 40 100.0
(42)
30
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran ekonomi sektor ekowisata dalam aspek ekonomi mikro, makro, maupun manfaat yang tidak terukur (intangible). Ketiganya tidak hanya menyajikan nilai atau manfaat yang berbeda, tetapi juga berimplikasi dalam perencanaan serta pengambilan keputusan dalam pengembangan dan manajemen ekowisata. Ekonomi mikro dan makro memberikan ukuran atau alternatif langsung dalam ukuran pasar sehubungan aktivitas ekowisata dan penunjangnya. Sementara yang tidak terukur memberikan penjelasan perihal manfaat tidak langsung, nilai ekistensi, pewarisan, atau nilai lingkungan (environmental valuation) bagi kepentingan saat ini maupun akan datang. Masing-masing ukuran tersebut memeberikan implikasi yang penting di dalam kebijakan pengembangan dengan data-data empirik dan pengalaman pengelolaan ekowisata (Nugroho, 2011).
6.1 Analisis Persepsi Responden dari Pengunjung
Penelitian kali ini menggunakan wawancara kepada pengunjung yang menjadi responden dengan menggunakan teknik bertanya langsung kepada responden mengenai persepsi wisatawan terhadap keadaan secara umum maupun detail lokasi wisata yang akan diteliti. Hal-hal yang ditanyakan ada 6 aspek antara lain yang pertama, akses dan jalan menuju kawasan wisata. Kedua, tingkat kebersihan kawasan wisata. Ketiga, sarana dan prasarana. Keempat, keindahan kondisi alam sekitar. Kelima, polusi udara. Keenam, polusi suara. Kuesioner pertanyaan yang ditanyakan kepada responden sebagai sampel dapat dilihat pada lampiran 1 dan hasil estimasi persepsi sampel responden dapat dilihat pada lampiran 8.
6.1.1 Akses dan Jalan Menuju Kawasan Wisata
Kawasan TWA Gunung Pancar merupakan daerah konservasi di daerah Jawa Barat yang dibawahi oleh Kementerian Kehutanan RI. Namun, salah satu permasalahan terbesar yang berdampak pada kawasan ini adalah tempat ini dikelilingi oleh bangunan-bangunan komersil dan kawasan real estate.
(43)
31 Pembangunan yang pesat dari pihak kontraktor tidak mengelakkan jalan menjadi rusak karena keluar masuknya kendaraan berat yang melintasi sebelum kawasan wisata. Hasil penilaian responden yang berskala 1 sampai 5 menunjukkan rata-rata dari sampel sebesar 2,325 dari skala 1-5. Wisatawan mengeluhkan jalan atau akses yang rusak dan hampir tidak layak untuk dilewati oleh sepeda motor dan mobil. Jalan menuju kawasan dan sekitar kawasan pembangunan Sentul City perlu mendapatkan perhatian dari pihak Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bogor untuk perbaikan struktur jalan sehingga memberikan kenyamanan wisatawan dalam berwisata di TWA Gunung Pancar.
Tabel 13 Penilaian terhadap Akses dan Jalan Menuju Kawasan Wisata
Nomor Persepsi Responden Total Persentase
1 Sangat tidak baik 9 22.5
2 Tidak baik 14 35.0
3 Cukup 14 35.0
4 Baik 3 7.5
5 Sangat baik 0 0
Total 40 100.0
Sumber: Data Primer (2014)
6.1.2 Tingkat kebersihan daerah wisata
Nilai rata-rata dari sampel responden tentang persepsi tingkat kebersihan di kawasan ini adalah 3.35 dari skala 1-5. Kawasan ini terdapat tempat sampah, namun belum mencakup secara keseluruhan titik-titik wisata. Akibatnya di kawasan konservasi masih terlihat beberapa sampah berserakan. Di sisi lain, pedagang di kawasan wisata umumnya masih membakar sampah hasil dari sisa makanan berupa sampah kertas dan plastik. Sejauh ini, sampah untuk para pedagang masih belum dikoordinasikan oleh pihak wisata secara resmi.
Tabel 14 Penilaian terhadap tingkat kebersihan daerah wisata
Nomor Persepsi Responden Jumlah (Orang) Persentase
1 Sangat Tidak Baik 1 2.5
2 Tidak Baik 4 10.0
3 Sedang 18 45.0
4 Baik 14 35.0
5 Sangat Baik 3 7.5
Total 40 100.0
(44)
32
6.1.3 Sarana dan Prasarana
Nilai rata-rata dari sampel responden tentang sarana dan prasarana adalah 3.55 dari skala 1-5. Sarana dan Prasarana yang disediakan oleh tempat wisata ini adalah mushola, area jajanan atau warung, kamar mandi, toilet, jalan setapak, dan tempat parkir. Walaupun tidak semua titik tersedia toilet, namun masih bisa dijangkau dengan berjalan kaki. Kelengkapan sarana dan prasarana mampu memberikan kenyamanan dan kepuasan wisatawan dalam melakukan aktivitas wisata. Peningkatan sumberdaya manusia juga dapat dilakukan dengan cara merekrut anggota tim dari pihak TWA Gunung Pancar yang memliki kualifikasi dan standar pendidikan yang diinginkan.
Tabel 15 Penilaian terhadap saran dan prasarana
Nomor Persepsi Responden Jumlah (Orang) Persentase
1 Sangat Tidak Baik 0 0
2 Tidak Baik 4 10.0
3 Sedang 15 27.5
4 Baik 16 40.0
5 Sangat Baik 5 12.5
Total 40 100.0
Sumber: Data Primer (2014)
6.1.4 Keindahan Kondisi Alam
Nilai rata-rata dari sampel responden tentang keindahan kondisi alam adalah mendekati sangat baik. Kawasan TWA Gunung Pancar adalah daerah konservasi yang tidak boleh diekspolitasi sesuai dengan UU no. 5 tahun 1990 baik tanah, batu, pohon, dan segala jenis sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Kelestarian yang dijaga hingga sekarang membuat keindahan kondisi alam di kawasan wisata tetap terjaga. Total rata-rata sampel responden yang didapat adalah sebesar 4.15 dari skala 1-5. Mendekati milai sangat baik pada level atau tingkat tertinggi yaitu sebesar level 5. Larangan penebangan pohon di kawasan konservasi berpengaruh positif terhadap fungsi hidrologis kawasan tersebut sehingga kondisi udara dan air dapat terjaga. Walaupun di luar kawasan TWA Gunung Pancar, daerah Sentul City sedang giat-giatnya dalam membangun
(45)
33 kawasan real estate, pencakar langit (skyscraper), perkantoran, perumahan, dan kawasan komersil lainnya.
Tabel 16 Peniliaian terhadap keindahan kondisi alam
Nomor Persepsi Responden Jumlah (Orang) Persentase
1 Sangat Tidak Baik 0 0
2 Tidak Baik 1 2.5
3 Sedang 4 10.0
4 Baik 23 57.5
5 Sangat Baik 12 30.0
Total 40 100.0
Sumber: Data Primer (2014)
6.1.5 Polusi Udara
Tingkat polusi udara di kawasan ini dari hasil penilaian sampel yaitu sebesar 4.25 dari skala 1-5. Rating tertinggi diantara ketujuh aspek yang dinilai melalui persepsi responden wisatawan. Karena daerah ini merupakan kawasan konservasi, pedagang, pengunjung, petugas, dan warga sekitar dilarang untuk mengekspolitasi apapun yang terkandung di dalamnya. Penanaman pohon secara berkelanjutan juga dilakukan tahap demi tahap. Oleh karena itu, tingkat polusi udara dari persepsi responden wisatawan tergolong mendekati sangat baik yakni pada nilai 4.25. Strategi yang dilakukan untuk keberlanjutan kebersihan udara adalah memberikan penyewaan sepeda agar pengunjung dapat memarkirkan kendaraannya dan mengelilingi kawasan wisata ini dengan bersepeda untuk mereduksi kondisi udara. Warga sekitar juga perlu ditertibkan apabila melewati kawasan ini menggunakan kendaraan sepeda motor ini menghasilkan asap karbon dari knalpot yang dapat menganggu wisatawan.
Tabel 17 Penilaian terhadap polusi udara
Nomor Persepsi Responden Jumlah (Orang) Persentase
1 Sangat Tidak Baik 0 0
2 Tidak Baik 0 0
3 Sedang 5 12.5
4 Baik 20 50.0
5 Sangat Baik 15 37.5
Total 40 100.0
(46)
34
6.1.6 Polusi Suara
TWA Gunung Pancar memiliki luas lahan sebesar 447 ha. Sehingga kendaraan berat dan mesin alat berat di sekitar kawasan Sentul yang sedang dibangun tidak berpengaruh terhadap responden. Namun, hanya terganggu karena suara knalpot warga sekitar yang melintas di kawasan wisata. Regulasi mengenai kecepatan maksimum kawasan harus ditetapkan untuk keselamatan wisatawan dan untuk mereduksi suara kebisingan dari knalpot yang dihasilkan. Kondisi ketenangan dan kenyamanan wisatawan melalui sampel yang didapat yakni memliki rating sebesar 4.025 dari skala 1-5 atau melebihi standar baik untuk kawasan wisatawan. Tingkat polusi suara tidak diukur melalui satuan desibel namun hanya persepsi dari sampel responden wisatawan mengenai kondisi tingkat kebisingan di kawasan wisata.
Tabel 18 Penilaian terhadap polusi suara
Nomor Persepsi Responden Jumlah (Orang) Persentase
1 Sangat Tidak Baik 1 2.5
2 Tidak Baik 3 7.5
3 Sedang 4 10.0
4 Baik 18 45.0
5 Sangat Baik 14 35.0
Total 40 100.0
Sumber: Data Primer (2014)
6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Frekuensi Kunjungan Wisata
Menurut Setiawan dan Kusrini (2010), analisis regresi adalah suatu analisis yang bertujuan untuk menunjukkan hubungan matematis variabel respons dengan variabel penjelas. Terdapat beberapa faktor x yang mempengaruhi dan tidak mempengaruhi total kunjungan wisata, antara lain:
Y = b0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + e Y = Frekuensi kunjungan
b0 = Intersep
b1-b5 = Koefisien regresi
x1 = Asal atau domisili
x2 = Sarana dan prasarana
x3 = Pendapatan
x4 = Travel cost (biaya perjalanan)
(1)
47
Berdasarkan pada taraf nyata 5%, diketahui bahwa
error
sudah menyebar normal.
(2)
48
Lampiran 8 Hasil Sampel Responden
No Nama JK Asal Asl. Umur Umr. Status Stts. Kendaraan Pnddkn Pend.
1 Riza L Bogor 1 32 40 Menikah 1 Mobil S1 5
2 Deddy L Depok 0 26 30 Belum 0 Mobil Diploma 4
3 Taufiq L Jakarta 0 37 40 Menikah 1 Mobil S1 5
4 Klara P Jakarta 0 38 40 Menikah 1 Mobil S1 5
5 Andi L Bogor 1 32 40 Menikah 1 Sepeda Motor S1 5
6 Randhy L Bogor 1 24 30 Belum 0 Mobil SMA 3
7 Ridwan L Jakarta 0 51 60 Menikah 1 Mobil S1 5
8 Agus L Bogor 1 24 30 Belum 0 Mobil S1 5
9 Wahyu L Jakarta 0 27 30 Menikah 1 Mobil S2 6
10 Indra L Jakarta 0 26 30 Menikah 1 Mobil SMA 3
11 Asep L Bogor 1 28 30 Menikah 1 Sepeda Motor Diploma 4
12 Aisyah P Bogor 1 21 30 Menikah 1 Mobil Diploma 4
13 Lidya P Bogor 1 31 40 Menikah 1 Mobil S1 5
14 Rian L Bogor 1 39 40 Menikah 1 Mobil S1 5
15 Wisnu L Bogor 1 40 40 Menikah 1 Mobil S1 5
16 Budi L Jakarta 0 36 40 Menikah 1 Mobil Diploma 4
17 Afdol L Jakarta 0 45 50 Menikah 1 Mobil S1 5
18 Toto L Bogor 1 36 36 Menikah 1 Sepeda Motor Diploma 4
19 Imran L Bogor 1 23 30 Belum 0 Mobil S1 5
20 Wahyu L Jakarta 0 45 50 Menikah 1 Mobil S1 5
21 Dewi P Jakarta 0 37 40 Menikah 1 Sepeda Motor Diploma 4
22 Ardian L Depok 0 26 30 Menikah 1 Mobil SMA 3
23 Wahyudi L Bogor 1 33 40 Menikah 1 Mobil S1 5
24 Rizki L Bogor 1 22 30 Belum 0 Sepeda Motor S1 5
25 Rasyid L Jakarta 0 32 40 Menikah 1 Mobil Diploma 4
26 Eko L Bekasi 0 45 50 Menikah 1 Mobil S1 5
27 Diana P Jakarta 0 39 40 Menikah 1 Mobil S1 5
28 Reza L Bogor 1 27 30 Menikah 1 Sepeda Motor Diploma 4 29 Harry L Jakarta 0 27 30 Menikah 1 Sepeda Motor SMA 3
30 Joni L Bogor 1 31 40 Belum 0 Mobil S1 5
31 Tri L Bogor 1 27 30 Belum 0 Mobil Diploma 4
32 Yenny P Jakarta 0 29 30 Menikah 1 Sepeda Motor SMA 3
33 Asep L Bogor 1 32 40 Menikah 1 Mobil SMA 3
34 Fadli L Jakarta 0 37 40 Menikah 1 Mobil S1 5
35 Ari L Bogor 1 36 40 Menikah 1 Sepeda Motor SMA 3
36 Alfan L Depok 0 27 30 Belum 0 Mobil S1 5
37 Wal L Bogor 1 22 30 Belum 0 Mobil S1 5
38 FaKhri L Bogor 1 21 30 Belum 0 Mobil S1 5
39 Amrinal L Bandung 0 27 30 Belum 0 Mobil S1 5
40 Pratama L Jakarta 0 42 50 Menikah 1 Mobil S1 5
(3)
49
Lanjutan Lampiran 8
No Nama Pekerjaan Pendapatan Pndptn. Frekuensi Harga TCM TCM. 1 Riza Wirausahawan 5000000 5000000 5 Murah 220000 250000 2 Deddy Peg. Swasta 2500000 5000000 9 Cukup 120000 150000 3 Taufiq Peg. Swasta 8000000 10000000 7 Cukup 360000 400000 4 Klara Peg. Swasta 15000000 20000000 6 Murah 199000 199000 5 Andi Wirausahawan 4000000 5000000 2 Mahal 107000 150000 6 Randhy Wirausahawan 3500000 5000000 4 Murah 203000 250000 7 Ridwan Peg. Swasta 6000000 10000000 6 Cukup 245000 250000 8 Agus Peg. Swasta 1800000 50000000 1 Cukup 145000 150000 9 Wahyu Lainnya 4500000 50000000 3 Cukup 270000 300000 10 Indra Wirausahawan 20000000 20000000 4 Murah 519000 550000 11 Asep Wirausahawan 5500000 10000000 7 Cukup 291000 300000
12 Aisyah PNS 2500000 5000000 5 Cukup 241000 250000
13 Lidya Wirausahawan 5000000 50000000 4 Cukup 571000 600000 14 Rian Peg. Swasta 3000000 5000000 3 Cukup 548000 550000 15 Wisnu Peg. Swasta 4000000 5000000 7 Mahal 229000 250000 16 Budi Peg. Swasta 6000000 100000000 8 Cukup 360000 400000 17 Afdol Lainnya 7500000 10000000 4 Murah 340000 350000 18 Toto Peg. Swasta 5000000 5000000 7 Mahal 134000 150000 19 Imran Mahasiswa 1000000 5000000 3 Mahal 80000 100000 20 Wahyu Peg. Swasta 6000000 10000000 6 Cukup 501000 550000 21 Dewi Peg. Swasta 3000000 5000000 3 Murah 245000 250000 22 Ardian Wirausahwan 2500000 5000000 2 Mahal 235000 250000 23 Wahyudi Lainnya 8000000 10000000 2 Cukup 140000 150000 24 Rizki Tdk bekerja 1000000 5000000 4 Cukup 110000 150000
25 Rasyid PNS 3500000 5000000 6 Cukup 165000 200000
26 Eko Peg. Swasta 7000000 1000000 7 Cukup 280000 300000 27 Diana Peg. Swasta 5000000 5000000 5 Mahal 180000 200000 28 Reza Peg. Swasta 2500000 5000000 1 Mahal 110000 150000 29 Harry Peg. Swasta 3000000 5000000 1 Cukup 196000 200000 30 Joni Peg. Swasta 4800000 5000000 2 Cukup 165000 200000 31 Tri Peg. Swasta 2200000 5000000 5 Cukup 135000 150000 32 Yenny Peg. Swasta 2800000 5000000 6 Cukup 172000 200000 33 Asep Wirausahawan 4500000 5000000 4 Mahal 421000 450000 34 Fadli Peg. Swasta 1200000 5000000 7 Murah 215000 250000 35 Ari Wirausahawan 5000000 5000000 2 Mahal 195000 200000 36 Alfan Peg. Swasta 7000000 10000000 1 Cukup 440000 450000 37 Wal Mahasiswa 2000000 5000000 4 Mahal 195000 200000 38 FaKhri Mahasiswa 1500000 5000000 8 Cukup 155000 200000 39 Amrinal Peg. Swasta 6000000 10000000 6 Cukup 538000 550000 40 Pratama Wirausahawan 9000000 10000000 5 Cukup 281000 300000
(4)
50
Lanjutan Lampiran 8
No Nama B.Transport B.Konsumsi B.Parkir B.Karcis B.Souvenir B.Lainnya A B C D E F G 1 Riza 100000 100000 5000 15000 0 0 3 3 3 4 5 4 2 2 Deddy 50000 20000 5000 45000 0 0 2 3 3 4 4 5 1 3 Taufiq 200000 100000 20000 40000 0 0 2 3 4 5 4 4 2 4 Klara 150000 0 2000 25000 0 22000 2 4 5 5 5 4 3 5 Andi 20000 50000 3000 34000 0 0 3 3 4 5 5 5 1 6 Randhy 50000 100000 3000 30000 20000 0 3 4 4 4 5 5 5 7 Ridwan 150000 60000 5000 15000 0 30000 1 4 4 5 4 4 2 8 Agus 50000 50000 5000 40000 0 15000 2 2 5 4 5 3 3 9 Wahyu 80000 170000 5000 15000 0 0 1 3 4 4 4 4 2 10 Indra 150000 300000 10000 59000 0 0 3 3 4 4 4 4 1 11 Asep 20000 210000 5000 20000 0 36000 2 5 5 4 5 5 2 12 Aisyah 106000 120000 5000 10000 0 0 3 4 4 3 4 1 4 13 Lidya 180000 300000 5000 30000 0 56000 3 3 4 5 5 5 2 14 Rian 106000 400000 5000 35000 0 2000 4 4 2 4 3 2 2 15 Wisnu 100000 50000 0 25000 0 54000 3 4 5 3 4 3 2 16 Budi 190000 150000 5000 15000 0 0 1 4 4 4 4 5 1 17 Afdol 120000 200000 0 20000 0 0 1 3 4 5 5 5 2 18 Toto 10000 100000 2000 22000 0 22000 1 4 5 4 5 5 1 19 Imran 20000 30000 0 5000 10000 15000 1 3 2 4 4 5 1 20 Wahyu 150000 250000 5000 86000 10000 0 3 4 4 4 4 4 2 21 Dewi 50000 120000 2000 43000 30000 0 3 5 3 3 4 4 3 22 Ardian 100000 50000 5000 60000 20000 0 2 3 4 2 3 4 4 23 Wahyudi 50000 50000 10000 30000 0 0 3 4 3 4 4 4 1 24 Rizki 50000 20000 5000 15000 0 20000 3 4 4 4 4 4 2 25 Rasyid 80000 40000 5000 25000 0 15000 1 3 3 4 5 4 1 26 Eko 100000 100000 5000 60000 0 15000 3 3 2 5 5 5 3 27 Diana 100000 60000 5000 15000 0 0 2 2 3 4 4 4 2 28 Reza 20000 50000 0 30000 10000 0 1 3 2 4 4 4 3 29 Harry 20000 100000 0 56000 0 20000 2 3 3 5 4 4 3 30 Joni 70000 50000 5000 40000 0 0 2 4 3 4 4 2 3 31 Tri 50000 30000 5000 30000 20000 0 3 3 3 4 4 2 3 32 Yenny 50000 100000 2000 20000 0 0 4 2 3 4 3 3 3 33 Asep 100000 200000 5000 116000 0 0 2 1 3 4 5 5 3 34 Fadli 150000 20000 0 40000 0 5000 2 5 4 5 5 5 3 35 Ari 50000 100000 0 20000 0 25000 2 4 3 5 4 4 2 36 Alfan 350000 65000 5000 20000 0 0 3 2 3 5 5 5 4 37 Wal 70000 75000 5000 45000 0 0 1 4 3 5 5 5 2 38 Fakhri 70000 40000 5000 20000 0 20000 2 3 4 3 3 4 1 39 Amrinal 350000 100000 2000 56000 30000 0 4 3 3 4 4 4 3 40 Pratama 120000 100000 5000 20000 0 36000 2 3 4 4 3 3 3 n - 100050 105750 4400 33675 3750 10200 2.275 3.35 3.55 4.15 4.25 4.025 2.325
Keterangan:
A
: Akses menuju kawasan wisata
B
: Kebersihan tempat wisata
C
: Sarana dan prasarana
D
: Keindahan kondisi alam wisata
E
: Polusi udara
F
: Polusi suara
(5)
51
Lampiran 9 Dokumentasi penelitian
Gedung Pusat Informasi
Pintu Masuk Pemandian Air Panas
Bukit Batu Hijau
Pintu Masuk
(6)