Analisis Dampak Pengembangan Taman Wisata Alam Gunung Pancar terhadap Masyarakat Sekitar Kawasan

(1)

 

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan industrialisasi, semakin banyak orang yang membutuhkan kompensasi untuk menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktivitas wisata. Berbagai organisasi Internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World Tourism Organization (WTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Berawal dari kegiatan yang semula hanya dinikmati oleh segelintir orang-orang yang relatif kaya, kini wisata telah menjadi bagian dari hak azazi manusia sebagaimana dinyatakan oleh John Naisbitt dalam bukunya Global Paradox yakni bahwa “where once travel was considered a privilege of the moneyed elite, now it is considered a basic human right. Hal ini terjadi tidak hanya di negara maju tetapi mulai dirasakan oleh negara berkembang termasuk Indonesia1.

Pembangunan pariwisata sebagai bagian dari pembangunan nasional yang mempunyai tujuan, antara lain memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja. Seiring dengan tahap-tahap pembangunan nasional, pelaksanaan pembangunan pariwisata nasional dilaksanakan secara menyeluruh, berimbang, bertahap, dan berkesinambungan. Hal ini nampak jelas bahwa pembangunan di bidang pariwisata mempunyai tujuan akhir untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Harry et al, 1993).

      

1 

http://www.pariwisata.jogja.go.id/index/extra.detail/1689/pengembangan-pariwisata-indonesia.html. [30 Maret 2011 pukul 7.30]


(2)

 

Mengingat pentingnya pembangunan di bidang pariwisata tersebut, maka dalam penyelenggaraannya harus berdasarkan asas-asas manfaat, usaha bersama, kekeluargaan, adil, merata, perikehidupan dalam keseimbangan dan kepercayaan (Suswantoro, 1997). Pariwisata termasuk dalam program pembangunan nasional di Indonesia dan sebagai salah satu sektor pembangunan ekonomi (Soemardjan, 1974). Oleh karena itu, pembangunan pariwisata di Indonesia perlu ditingkatkan.

Sejak tahun 1978, pemerintah terus berusaha untuk mengembangkan pariwisata. Hal ini dituangkan dalam TAP MPR No. IV/MPR/1978, yaitu pariwisata perlu ditingkatkan dan diperluas untuk meningkatkan penerimaan devisa, memperluas lapangan kerja, dan memperkenalkan kebudayaan. Pembinaan serta pengembangan pariwisata dilakukan dengan tetap memperhatikan terpeliharanya kebudayaan dan kepribadian nasional. Oleh karena itu, perlu diambil langkah-langkah dan pengaturan yang lebih terarah berdasarkan kebijaksanaan yang terpadu, antara lain bidang promosi, penyediaan fasilitas serta mutu, dan kelancaran pelayanan. 

Keberhasilan Indonesia dalam meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, memberikan semangat bagi pemerintah untuk meningkatkan persebaran wisatawan nusantara. Hal ini terbukti melalui program pariwisata Tanah Air dengan tag line “Kenali Negerimu Cintai Negerimu” yang memperoleh jumlah kunjungan sebanyak 229,95 juta orang dengan total pengeluaran lebih dari Rp 128,7 triliun pada tahun 2009. Program tersebut dilanjutkan kembali sehingga mampu menyebar wisatawan nusantara ke berbagai daerah tujuan wisata di Indonesia. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) menyatakan kunjungan wisatawan nusantara pada tahun 2010 menghasilkan pendapatan


(3)

 

sebesar Rp 137 triliun dengan jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 240 juta orang. Hal tersebut merupakan hasil yang baik diluar target yang diharapkan oleh pemerintah yaitu sebanyak 225 juta orang2.

Indonesia memiliki beberapa provinsi yang kaya akan potensi wisata. Salah satu provinsi yang berpotensi adalah Jawa Barat. Jawa Barat memiliki potensi wisata berupa sumberdaya alam, adat istiadat, dan budaya serta keramahtamahan yang merupakan ciri khas kepariwisataan di Jawa Barat. Selain itu, Jawa Barat memiliki daya dukung wisata berupa sumberdaya alam seperti pegunungan, pantai, cagar alam, hutan lindung, hutan buru, taman nasional dan lain sebagainya. Daya dukung wisata tersebut tentu dapat menarik wisatawan untuk berkunjung ke Jawa Barat.

Menyadari hal tersebut, Pemerintah Jawa Barat menjadikan Jawa Barat sebagai salah satu daerah unggulan di Indonesia yang mampu bersaing dengan daerah tujuan wisata lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2008-2009 jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke Jawa Barat meningkat sebesar 22,7% atau wisnus sebanyak 32 juta orang dan wisman sebanyak 700 ribu orang.3

Menurut Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata (Kadisbudpar), pada tahun 2009 jumlah wisman mencapai 700 ribu orang sehingga pemerintah daerah optimis untuk menargetkan jumlah wisatawan nusantara pada tahun berikutnya

       2

http://www.jurnas.com/_content&view=article&id=768:menbudpar-jumlah-wisatawan naik&catid=100:indonesia&Itemid=475 [12 Oktober 2011 pukul 23.00].

3

http://www.jabarprov.com_content&view=article&id=768:kadisbudpar-jumlah-wisatawan-jawa barat [12 Oktober 2011 pukul 23.00].


(4)

 

sebanyak 800 ribu orang. Akan tetapi, realisasinya melampaui target yaitu sebanyak 1,2 juta orang pada tahun 2010 4.

Peningkatan pertumbuhan tingkat kunjungan wisatawan ke Jawa Barat tidak terlepas dari dukungan potensi pariwisata yang tersebar di Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Daerah yang berpotensi meningkatkan pariwisata Jawa Barat salah satunya adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor merupakan daerah tujuan wisata kedua setelah Kabupaten Bandung yang banyak dikunjungi oleh wisatawan nusantara. Potensi wisata yang terdapat di Kabupaten Bogor yaitu wisata alam, wisata kuliner, wisata belanja, wisata seni dan budaya serta minat khusus yaitu wisata pendidikan. Wisata alam merupakan salah satu daya tarik wisata utama yang ditawarkan kepada wisatawan yang datang ke Kabupaten Bogor.

Sebagian besar wisatawan yang datang ke Kabupaten Bogor melakukan perjalanan wisata mereka ke atraksi wisata alam yang tersebar di Kabupaten Bogor seperti taman wisata alam, taman nasional, cagar alam, pemandangan Puncak, pegunungan, hutan lindung, perkebunan, dan agrowisata. Atraksi wisata tersebut merupakan keunggulan pariwisata di Kabupaten Bogor sehingga mampu menarik wisatawan untuk berkunjung ke Kabupaten Bogor terutama wisatawan yang berasal dari Jakarta, Bekasi, Bandung, Tangerang, Depok, dan kota lainnya. Berikut merupakan data pertumbuhan kunjungan wisatawan nusantara ke Kabupaten Bogor tahun 2006-2009.

       4

http://www.jabarprov.com_content&view=article&id=768:kadisbudpar-jumlah-wisatawan-jawa

barat [12 Oktober 2011 pukul 23.00].

       


(5)

 

Gambar 1. Pertumbuhan Kunjungan Wisatawan Nusantara ke Kabupaten Bogor Tahun 2006-2009

Sumber : Disbudpar Provinsi Jawa Barat 2009

Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bogor pada tahun 2009 sebanyak 2.393.598. Pada tahun 2008 terjadi penurunan sebesar 0,27% dibandingkan tahun 2007. Menurut Kepala Bidang Promosi Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Bogor, menurunnya jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 2008 disebabkan oleh pengelolaan atraksi wisata yang belum maksimal, kurangnya dana, dan kurangnya fasilitas tempat wisata. Selain itu, kurangnya upaya pomosi dan informasi kepada masyarakat sehingga atraksi wisata alam di Kabupaten Bogor kurang mendapatkan perhatian dari wisatawan5. Oleh karena itu, saat ini Pemerintah Kabupaten Bogor berupaya untuk mengembangkan wisata alam yang tersebar di wilayah Kabupaten Bogor.

Wisata alam yang tersebar di beberapa wilayah Kabupaten Bogor yaitu kawasan pariwisata Puncak, Kabupaten Bogor bagian Barat, bagian Selatan dan bagian Utara. Adapun obyek wisata alam yang tersebar di wilayah tersebut antara lain Telaga Warna, Panorama Alam Riung Gunung, Curug Cilember, Curug Nangka, Curug Luhur, Air Panas DSE, Curug Cigamea, Curug Seribu, Curug       

5

http://www.sundaurang.com_content&view=article&id=768:kadisbudpar-jumlah-wisatawan-jawa barat [12 Oktober 2011 pukul 23.00].


(6)

 

Ngumpet, Bumi Perkemahan Gunung Bunder, Goa Gondawang, Air Panas Ciseeng, TWA Gunung Pancar, Bumi Perkemahan Sukamantri, Curug Cikaracak, Kawah Ratu, Kawah Hitam Giri Tirta (Dinas Kehutanan Jawa Barat, 2011).

Berdasarkan data Dinas Kehutanan Jawa Barat (2011) tersebut, salah satu wisata alam yang saat ini berpotensi untuk dikembangkan adalah Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Kawasan ini menyajikan suasana pegunungan yang cukup kental dengan hamparan hutan pinus yang cukup luas.

Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar merupakan salah satu kawasan lindung yang saat ini keberadaannya cukup penting bagi kehidupan masyarakat sekitar kawasan. Selain menjadi penompang kegiatan ekonomi, kawasan ini juga menjadi penompang ekologi di wilayah sekitar. Sebelumnya, kawasan ini merupakan kawasan hutan gunung Hambalang yang berfungsi sebagai hutan produksi, namun berubah fungsi menjadi taman wisata alam. Kawasan ini mulai dikembangkan mulai tahun 2006 dimana di tahun tersebut banyak kegiatan wisata alam yang dikembangkan serta tersedianya sarana dan prasarana pendukung kegiatan wisata.

Selain itu, Taman Wisata Alam Gunung Pancar juga merupakan salah satu kawasan wisata alternatif di Kabupaten Bogor selain Puncak. Suasana nyaman dan hawa sejuk pada Taman Wisata Alam Gunung Pancar dapat dijadikan sebagai sarana rekreasi sekaligus relaksasi bagi mereka yang datang berkunjung. Jika mengunjungi taman wisata alam ini, bukan hanya pemandangan indah saja yang ditawarkan tetapi sekaligus sarana olahraga bagi mereka yang ingin berolahraga atau menyalurkan hobinya dan pemandian air panas bagi mereka yang ingin berobat atau menjalankan terapi. Hal inilah yang menjadikan Taman Wisata Alam


(7)

 

Gunung Pancar cukup banyak diminati oleh wisatawan. Tabel 1 yang menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan ke TWA Gunung Pancar selama tahun 2006-2010.

Tabel 1. Data Kunjungan Wisatawan ke Taman Wisata Alam Gunung Pancar Tahun 2006-2010

Tahun Jumlah Kunjungan (Orang) Persentase Peningkatan

2006 4.245

-2007 6.825 37,80%

2008 10.662 35,98%

2009 10.427 -2,25%

2010 17.270 39,62%

Sumber: Balai Pengelolaan TWA Gunung Pancar (2011)

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kunjungan wisatawan ke Taman Wisata Alam Gunung Pancar pada tahun 2010 yaitu sebanyak 17.270 orang dengan persentase peningkatan 39,62%. Jumlah kunjungan ini meningkat setiap tahun, walaupun pada tahun 2009 mengalami penurunan sebanyak 2,25%, namun mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2010. Peningkatan ini disebabkan karena pada tahun 2010 pengelola wisata melakukan promosi di Jakarta Conference Centre.

Promosi yang dilakukan pengelola tersebut menyebabkan pengembangan wisata di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar terus berkembang dan mempengaruhi masyarakat yang berada disekitar kawasan terutama penduduk asli kawasan. Adanya kegiatan wisata tersebut, berdampak pada kondisi sosial, ekonomi, maupun lingkungan masyarakat setempat.

Berdasarkan beberapa uraian diatas, penelitian ini penting dilakukan untuk melihat dampak pengembangan wisata di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar terhadap kehidupan masyarakat disekitar kawasan baik secara sosial, ekonomi, maupun lingkungan karena kawasan ini merupakan salah satu wisata


(8)

 

alam yang berada di kawasan lindung yang memadukan wisata alam dan sumber air panas yang dimanfaatkan untuk pengobatan. Hingga saat ini penelitian yang terkait dengan wisata hanya membahas nilai ekonomi dari wisata tersebut. Oleh karena itu, diperlukan juga penelitian wisata yang juga berdampak terhadap masyarakat serta perubahan secara fisik akibat kegiatan wisata yang dilakukan di kawasan yang juga merupakan kawasan lindung.

1.2 Perumusan Masalah

Pariwisata dengan segala aspek kehidupan yang terkait di dalamnya akan menuntut konsekuensi dari terjadinya pertemuan dua budaya atau lebih yang berbeda, yaitu budaya para wisatawan dengan budaya masyarakat sekitar obyek wisata. Budaya-budaya yang berbeda dan saling bersentuhan itu akan membawa pengaruh yang menimbulkan dampak terhadap segala aspek kehidupan dalam masyarakat sekitar obyek wisata. Pada hakekatnya ada empat bidang pokok yang dipengaruhi oleh usaha pengembangan pariwisata, yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan hidup. Dampak positif yang menguntungkan dalam bidang ekonomi yaitu kegiatan pariwisata mendatangkan pendapatan devisa negara dan terciptanya kesempatan kerja, serta adanya kemungkinan bagi masyarakat di daerah tujuan wisata untuk meningkatkan pendapatan dan standar hidup mereka. Dampak positif yang lain adalah perkembangan atau kemajuan kebudayaan, terutama pada unsur budaya, teknologi dan sistem pengetahuan yang maju. Dampak negatif dari pengembangan pariwisata tampak menonjol pada bidang sosial, yaitu pada gaya hidup masyarakat di daerah tujuan wisata. Gaya hidup ini meliputi perubahan sikap, tingkah laku, dan perilaku karena kontak langsung dengan para wisatawan yang berasal dari budaya berbeda (Pendit, 1990).


(9)

 

Sebagaimana yang diungkapkan Pendit (1990) tersebut, pengembangan wisata menimbulkan berbagai dampak pada seluruh aspek kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan secara hati-hati dari berbagai pihak sehingga pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya dapat menjamin pengembangan pembangunan wisata yang berkelanjutan.

Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar dengan statusnya sebagai kawasan wisata telah meningkatkan dan memberikan kontribusi kepada Pemerintah Kota Bogor dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pengelolaan kawasan ini dilakukan secara kolaborasi antara Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat dan PT Wana Wisata Indah (WWI).

Sebelum kawasan ini berubah fungsi menjadi taman wisata alam, kehidupan masyarakat di kawasan ini sebagian besar adalah petani. Seiring dengan perkembangan wisata, kehidupan masyarakat di sekitar kawasan ini mengalami pergeseran baik dari aspek sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Pergeseran dari aspek ekonomi terlihat dari kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat seperti mendirikan usaha-usaha yang menunjang wisata maupun menjadi pekerja wisata yang dianggap lebih menjanjikan dari segi pendapatan. Sementara dari aspek sosial dan lingkungan terlihat dari perubahan pola kehidupan masyarakat seperti sikap dan perilaku masyarakat yang timbul akibat adanya kegiatan wisata. Selain itu, pengembangan wisata di Taman Wisata Alam Gunung Pancar menyebabkan perubahan secara fisik kawasan baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif. Perubahan fisik tersebut dapat dilihat dari dampak visual yaitu terdapat sejumlah sampah akibat kegiatan wisata yang ditimbulkan


(10)

 

dari kedatangan wisatawan, adanya longsor akibat pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan munculnya polusi serta terjadinya perubahan udara terhadap lingkungan sekitar kawasan.

Pengembangan wisata ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam menyediakan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan, standar hidup serta merangsang penggunaan sumberdaya dalam jumlah yang lebih besar. Penginapan dan warung merupakan salah satu contoh kegiatan ekonomi yang timbul dari adanya kegiatan wisata di kawasan ini.

Munculnya kegiatan ekonomi juga dapat menimbulkan ancaman terhadap kelangsungan ekosistem. Apabila pengelolaan tidak dilakukan secara bijaksana akan menimbulkan bencana dan pencemaran yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat maupun pengelola di kawasan tersebut.

Sebagian besar masyarakat di sekitar kawasan Taman Wisata Gunung Pancar masih berpendidikan rendah. Ketidakmampuan masyarakat dalam mengidentifikasi manfaat pariwisata, disebabkan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, masih lemahnya akses ke pasar, serta permodalan merubah pola kehidupan masyarakat sehingga menimbulkan kesenjangan antar kelompok masyarakat terhadap pengembangan wisata dikawasan ini. Oleh karena itu, pengelolaan kawasan ini harus didukung oleh semua pihak baik pemerintah, dan masyarakat yang berada disekitar kawasan serta pihak swasta sebagai pihak penanam modal agar pengelolaan di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar tetap berkelanjutan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan berbagai permasalahan dari dampak yang terjadi akibat adanya pengembangan wisata di


(11)

 

kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar terhadap masyarakat sekitar sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik masyarakat sekitar kawasan Taman Wisata Alam Gunung pancar?

2. Bagaimana pendapatan dan perubahan pendapatan masyarakat akibat adanya pengembangan wisata di Taman Wisata Alam Gunung Pancar ?

3. Faktor-faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi pendapatan masyarakat sebagai akibat adanya pengembangan Taman Wisata Alam Gunung Pancar?

4. Bagaimana dampak sosial dan lingkungan pengembangan wisata di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik masyarakat sekitar kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar.

2. Mengestimasi pendapatan dan perubahan pendapatan masyarakat sebagai akibat pengembangan wisata.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pendapatan masyarakat di Taman Wisata Alam Gunung Pancar.

4. Menilai dampak sosial dan lingkungan pengembangan wisata di Taman Wisata Alam Gunung Pancar.


(12)

 

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama menjalani studi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.

2. Menjadi pelengkap khasanah keilmuan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.

3. Dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan oleh pengelola dalam perencanaan pengembangan Taman Wisata Alam Gunung Pancar yang berkelanjutan.

4. Institusi lingkungan dan sumberdaya terkait dengan pemahaman pentingnya pengembangan wisata guna melibatkan masyarakat sekitar kawasan wisata. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar, yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini membahas mengenai dampak sosial, ekonomi dan lingkungan akibat adanya pengembangan wisata di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar terhadap masyarakat sekitar kawasan.

1.6 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat dihindari. Hal ini memungkinkan terjadinya perbedaan hasil dengan penelitian sebelumnya yang serupa. Keterbatasan-keterbatasan tersebut antara lain :

1. Sampel penelitian yang digunakan terbatas pada masyarakat Desa Karang Tengah di sekitar Taman Wisata Alam Gunung Pancar sehingga hasilnya belum tentu dapat digeneralisasikan di tempat lain.


(13)

 

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan masyarakat sebagai akibat adanya pengembangan wisata berdasarkan karakteristik dan kondisi sosial ekonomi hanya untuk masyarakat sekitar kawasan.

3. Estimasi perubahan pendapatan pada masyarakat dianalisis hanya dengan melihat perubahan pendapatan yang diperoleh masyarakat tanpa dan dari adanya Taman Wisata Alam Gunung Pancar yang dikembangkan mulai tahun 2006-2011. Perubahan pendapatan ini diasumsikan sebagai dampak pengembangan wisata yang dirasakan masyarakat dari aspek ekonomi.

4. Penilaian dampak sosial berdasarkan perubahan yang dirasakan masyarakat. Perubahan sosial tersebut adalah perubahan pola kehidupan seperti sikap dan perilaku masyarakat. Perubahan sikap atas dasar orientasi ekonomi menyebabkan munculnya penyerapan tenaga kerja di sekitar kawasan. Sementara perubahan lainnya menimbulkan tingkat kerawanan sosial sehingga mengancam kerusakan kawasan seperti pembuatan jalan, perluasan enclave, perambahan kawasan, pendudukan kawasan dan pembangunan yang dilakukan secara illegal.

5. Penilaian dampak lingkungan hanya dilihat dari perubahan secara fisik kawasan baik di dalam kawasan wisata maupun lingkungan sekitar. Penilaian tersebut dilihat dari dampak visual yaitu terdapat sejumlah sampah akibat kegiatan wisata yang ditimbulkan dari kedatangan wisatawan, adanya longsor akibat pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan munculnya polusi serta terjadinya perubahan udara terhadap lingkungan sekitar kawasan.


(14)

 

1.7 Daftar Istilah

Daftar istilah dalam penelitian ini adalah pendapatan, present value, interest rate, masyarakat sekitar kawasan serta pengertian tanpa dan dari adanya TWA Gunung Pancar. Berikut penjelasan dari masing-masing istilah :

1. Pendapatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan yang diperoleh masyarakat yang berasal dari kegiatan wisata dan non wisata. Pendapatan yang berasal dari wisata digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor sosial ekonomi masyarakat akibat adanya pengembangan wisata.

2. Present value yang dimaksud dalam penelitian ini adalah present value (2011) dengan melihat pendapatan masyarakat tanpa adanya TWA (sebelum 2006).

3. Interest rate yang dimaksud dalam menghitung discount rate adalah rata-rata Interest rate Bank Indonesia tahun 2006-2011 sehingga diperoleh social discount rate sebesar 7,75%.

4. Masyarakat sekitar kawasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal dengan jarak kurang lebih 500 meter.

5. Tanpa dan dari adanya kawasan TWA Gunung Pancar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tanpa, yaitu sebelum dilakukan pengembangan dan dari adanya wisata, yaitu setelah terjadi pengembangan wisata yang dilakukan pengelola. Pengembangan tersebut dimulai tahun 2006-2011. Hal tersebut ditunjukkan pada tahun tersebut mulai dibangun sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan wisata (sejarah status kawasan).


(15)

 

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata

Menurut Soekadijo (1997) pengertian pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan. Menurut Damanik et al., (2006), pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa yang sangat kompleks.

Leiper (1981) dalam Yoeti (2006) menyatakan pariwisata adalah suatu sistem terbuka dari unsur-unsur yang saling berinteraksi dalam suatu lingkungan luas, mulai dari unsur manusia seperti wisatawan, tiga unsur geografis: negara asal wisatawan, negara yang dijadikan tempat transit, dan daerah tujuan wisata serta unsur ekonomi, yaitu perusahaan-perusahaan kelompok industri pariwisata.

Dalam batasan ini, Leiper (1981) menekankan pada empat unsur, yaitu: pertama : wisatawan (tourist), yaitu orang yang melakukan perjalanan

pariwisata, yang tidak lain adalah manusia.

kedua : negara asal wisatawan (generating region), yaitu negara dimana wisatawan berasal.

ketiga : daerah tujuan (destination region), yaitu daerah tujuan wisata (DTW) yang merupakan negara atau kota tujuan yang semula direncanakan.

keempat : industri pariwisata (tourist industry), yaitu perusahaan yang menyediakan kebutuhan (needs), keinginan (wants) dan pelayanan (service) kepada wisatawan yang datang berkunjung.


(16)

 

Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990, yang dimaksud pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Pariwisata meliputi: semua kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata, pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, seperti kawasan wisata, taman rekreasi, peninggalan-peninggalan sejarah, museum, waduk, tata kehidupan masyarakat dan yang bersifat alamiah (keindahan alam, gunung berapi, danau, dan pantai), serta pengusahaan jasa dan sarana pariwisata.

2.2 Wisata Alam

Wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati gejala keunikan dan keindahan alam, di taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam (PHKA, 2010). Selain itu, wisata alam adalah bentuk kegiatan rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam, baik dalam keadaan alami maupun setelah ada usaha budidaya, sehingga memungkinkan wisatawan memperoleh kesegaran jasmaniah dan rohaniah, mendapatkan pengetahuan dan pengalaman serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Anonymous, 1987)6.

Menurut Suswantoro (1997), wisata alam merupakan bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungan. Sementara itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 Pasal 1 menyatakan bahwa wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk       

6

http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&biw=1144&bih=642&q=definisi+wisata+alam&aq= f&aqi=&aql=&oq=&fp=b982c502b59c367d http [ 18 Maret 2011 pukul 21.30].


(17)

 

menikmati pada keunikan dan keindahan alam, di taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam. Sumberdaya alam yang dimaksudkan adalah sumberdaya alam yang berpotensi serta mempunyai daya tarik bagi wisatawan. 2.3 Taman Wisata Alam (TWA)

Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam (PHKA, 2003a). Menurut PHPA (1996), fungsi TWA adalah sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan dan sebagai pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa, dan keunikan alam.

PHPA (1995) menyatakan, TWA dalam penyelenggaraannya harus didasarkan atas kelestarian dan merupakan usaha konservasi terhadap flora, fauna serta ekosistemnya. Kehadiran pengunjung yang diharapkan sebagai sumber pendapatan devisa dalam usaha pengembangan obyek wisata alam, perlu perhatian dan pengelolaan yang baik dan benar. Hal ini demi terselenggaranya obyek-obyek alamiah secara lestari dan tidak mengalami gangguan dan kerusakan.

2.4 Wisatawan

Menurut Yoeti (2001) wisatawan adalah pengunjung sementara yang paling sedikit tinggal selama 24 jam di tempat yang dikunjunginya dan yang tujuan perjalanannya untuk mengisi waktu luang (rekreasi, liburan, kesehatan, studi, keagamaan, dan olahraga) termasuk keperluan keluarga, bisnis dan konferensi. Menurut Inpres No. 9 (1969) wisatawan (tourist) adalah setiap orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungannya itu.


(18)

 

World Tourism Organization (WTO), menyatakan wisatawan sebagai seseorang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan ke sebuah atau beberapa negara di luar tempat tinggal biasanya atau keluar dari lingkungan tempat tinggalnya untuk periode kurang dari 12 (dua belas) bulan dan memiliki tujuan untuk melakukan berbagai aktivitas wisata. Terminologi ini mencakup penumpang kapal pesiar (cruise ship passenger) yang datang dari negara lain dan kembali dengan catatan bermalam.

Wisatawan adalah individu atau kelompok individu yang mempertimbangkan dan merencanakan tenaga beli yang dimilikinya untuk perjalanan rekreasi dan berlibur dengan motivasi perjalanan yang pernah ia lakukan, menambah pengetahuan, tertarik oleh pelayanan yang diberikan oleh suatu daerah tujuan wisata yang dapat menarik pengunjung di masa yang akan datang (Yoeti, 1993). Sedangkan menurut Pendit (1990) wisatawan adalah semua orang yang memenuhi syarat, yaitu mereka meninggalkan rumah untuk jangka waktu kurang dari satu tahun dan mereka mengeluarkan uang di tempat yang mereka kunjungi tanpa dengan maksud mencari nafkah di tempat tersebut.

2.5 Pengertian Wisata yang Berkelanjutan

Wisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) adalah perluasan dari paradigma baru akan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) sehingga dapat diaplikasikan pada peningkatan taraf ekonomi dan sosial masyarakat (Fennel, 1999). Beberapa peneliti telah mengidentifikasi pasaran untuk wisata alam berkelanjutan yang mengedepankan penggunaan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang memiliki keuntungan jangka panjang, melindungi kelestarian lingkungan hidup dan menstimulasikan pembangunan komunitas lokal.


(19)

 

Menurut Epler (1996) ekowisata sebagai adanya tanggung jawab dalam kunjungan ke tempat-tempat yang masih alami dimana dapat menjaga, melindungi, dan melestarikan lingkungan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Hall (2000) menyatakan bahwa wisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) adalah salah satu kegiatan wisata yang mengusahakan agar kegiatannya itu seminimal mungkin tidak memberikan dampak yang negatif bagi lingkungan dan budaya lokal. Selain itu, dapat membantu meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat sekitar dan juga dapat menjaga kelestarian ekosistem. Wisatawan juga dituntut untuk bisa menjaga lingkungan dan kebudayaan lokal. Wisata yang berkelanjutan juga mengarah kepada periode jangka panjang dengan adanya potensi wisata alam yang lestari namun belum terciptanya potensi jangka panjang bagi aktivitas manusia. Sementara itu, perkembangan infrastruktur pada industri wisata juga belum bisa dikembangkan kedalam perencanaan jangka panjang. Rasa tanggung jawab dan bersikap adaptif adalah salah satu kunci yang dapat mengembangkan sektor wisata yang berkelanjutan.

Adapun prinsip-prinsip wisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) adalah (Hall, 2000) :

1. Menyediakan informasi dan pendidikan lingkungan tentang kehidupan satwa liar, habitat alami dan keadaan alam kepada wisatawan.

2. Melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan interpretasi lingkungan dan kegiatan teknis di lapangan, serta mengenalkan kebudayaan lokal dan nilai-nilai tradisional.


(20)

 

4. Mengadakan penelitian dalam kegiatan ekowisata agar dapat mengurangi dampak wisatawan yang ditimbulkan terhadap kelestarian lingkungan.

5. Memfasilitasi dalam kegiatan spiritual dan penyembuhan emosional. 6. Memfasilitasi kegiatan rekreasi dan relaksasi.

7. Memberikan pengetahuan kepada wisatawan tentang kearifan lokal dan nilai-nilai lingkungan yang baik untuk menjaga dan melestarikan lingkungan.

8. Kegiatan wisata diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pekerjaan berhubungan dengan masyarakat lokal.

9. Program pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk mengelola warisan budaya dan menjaga kelestarian lingkungan serta sumberdaya alam agar tetap terjaga.

Wisata berkelanjutan (Sustainable Tourism) meliputi segala segmen dalam industri pariwisata dengan adanya panduan dan kriteria dalam mengurangi dampak kerusakan lingkungan. Dalam hal ini adalah mengurai pemakaian sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, meningkatkan peran serta wisatawan dalam menjaga dan melestarikan alam serta lingkungan.

Pariwisata berkelanjutan berdasarkan pengertian dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata adalah pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan wisatawan dan masyarakat di daerah tujuan wisata dengan tetap menjaga dan meningkatkan kesempatan pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang. Pembangunan pariwisata berkelanjutan dicitrakan menjadi patokan dalam pengaturan sumberdaya sehingga kebutuhan ekonomi, sosial, dan estetika tercapai dengan tetap menjaga integritas budaya, proses-proses dan keanekaragaman hayati.


(21)

 

2.6 Pengembangan Pariwisata Alam

Pengembangan pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut dengan memperhatikan prinsip-prinsip pariwisata alam, unsur-unsur pengembangan dan tahapan pengembangan (Direkotrat Wisata Alam dan Jasa Lingkungan, 2001). Pengembangan ODTWA merupakan sub-sistem dari pengembangan pariwisata daerah dan pengembangan wilayah pada umumnya yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.

Direktorat Wisata Alam dan Jasa Lingkungan (2001) menjelaskan bahwa kegiatan pengembangan suatu kawasan hutan sebagai suatu kawasan wisata alam seyogyanya mencakup paling tidak lima prinsip pengembangan wisata alam : 1. Konservasi, keberhasilan suatu kawasan yang ditetapkan sebagai tujuan

kegiatan wisata alam akan bergantung pada sejauh mana upaya-upaya konservasi kawasan tersebut dapat secara praktis dilaksanakan.

2. Ekonomi, aspek ini akan berdampak langsung maupun tidak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan khususnya, dan pada pembangunan ekonomi regional secara umum. Kontribusi ekonomi sektor wisata alam yang cukup signifikan dirasakan langsung terutama oleh masyarakat setempat akan mampu mendorong dan menumbuhkan timbulnya rasa memiliki masyarakat tersebut untuk secara bersama-sama menjaga pelestarian kawasan yang selama ini sebagian dari sumber penghasilannya sehari-hari.


(22)

 

3. Pendidikan dan Penelitian

Aspek ini mengarah pada upaya-upaya apa yang seharusnya dilakukan dalam rangka mendidik masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian kawasan dan mampu menunjukkan sikap menerima terhadap setiap wisatawan yang datang.

4. Partisipasi, setiap tahapan kegiatan perencanaan pengembangan harus dilakukan melalui proses dialog yang kreatif antara pengelola dan masyarakat setempat. Pengembangan pariwisata alam di hutan produksi agar memperhatikan hal-hal seperti berikut : masyarakat dilibatkan sejak tahap perencanaan sampai tahap monitoring dan evaluasi, meningkatkan keterampilan masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam di hutan. 5. Produksi melalui pelatihan dan pendidikan, memperhatikan budaya setempat,

hak-hak masyarakat terasing, agama dan kepercayaan.

6. Rekreasi, adanya pengembangan dan perubahan trend pariwisata pada dewasa ini lebih mengarah kepada resource-based recreation, keberadaan tour operator, agen dan para peduli pelestarian alam diharapkan mampu mempertemukan diri ke dalam satu wadah atau kepentingan, yaitu rekreasi dan konservasi dimana kedua aspek tersebut harus berjalan secara sinergik dan memberikan kontribusi yang positif antara yang satu dengan yang lainnya.

2.7 Pengembangan Pariwisata dan Dampaknya terhadap Sosial Ekonomi Menurut Spillane (1994) ada beberapa dampak positif yang ditimbulkan dengan adanya jasa pariwisata:

1. Perubahan pada jangka panjang dalam struktur penerimaan yang dapat mendorong perluasan dari sektor jasa dalam perekonomian, khususnya


(23)

jasa- 

jasa pariwisata. Semakin meningkat tingkat pendapatan nyata dan semakin banyak waktu yang disediakan untuk liburan, maka semakin besar permintaan akan rekreasi dan hiburan serta manfaat lain dari pariwisata.

2. Pariwisata merupakan industri yang padat karya, karena tenaga kerja sulit digantikan dengan modal atau peralatan. Oleh karena itu, pariwisata merupakan sumber pokok dari pekerjaan pada tingkat regional. Terciptanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sebagai tenaga keamanan, kebersihan, tenaga dapur (koki), tenaga cuci dan sebagainya.

3. Pariwisata sebagai sumber dalam neraca pembayaran.

4. Pariwisata mendistribusikan pembangunan dari pusat industri kearah wilayah desa yang belum berkembang. Jadi, pariwisata dapat menjadi dasar pembangunan regional.

Dalam pengembangan usaha jasa dan akomodasi juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pembangunan ekonomi antara lain (Spillane, 1994): 1. Pariwisata sering dianggap tergantung pada pasar dan impor.

2. Terjadinya kebocoran pendapatan industri pariwisata.

3. Perkembangan fasilitas pariwisata cenderung berpolarisasi secara spasial yaitu berkaitan dengan tempat.

4. Sifat dari pekerjaan dalam sektor pariwisata cenderung menerima gaji yang rendah, menjadi pekerja musiman, tidak ada serikat buruh, hanya bekerja pada sebagian waktu (part time) dan khusus untuk anggota keluarga.

5. Permintaan akan pariwisata dapat menaikkan harga tanah sehingga menyebabkan kesulitan bagi penghuni tersebut yang tidak bekerja dalam sektor pariwisata dan ingin membangun rumah atau mendirikan bisnis disana.


(24)

 

6. Perkembangan pariwisata dapat menimbulkan masalah besar terhadap lingkungan misalnya : polusi udara dan air, keramaian lalu lintas dan kerusakan dari pemandangan alam yang tradisional.

2.8 Pengembangan Pariwisata dan Dampak Lingkungan

Pengusahaan obyek wisata alam diijinkan untuk dilaksanakan dalam zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. Pengusahaan obyek wisata alam ini mempunyai sasaran antara lain sebagai berikut (Irwanto, 2006) :

• Terbukanya bidang usaha dalam bentuk industri wisata alam;

• Masuknya modal (BUMN, Swasta, Koperasi) di bidang wisata alam;

• Membuka kesempatan masyarakat di sekitar obyek wisata alam dalam usaha jasa pariwisata.

Kegiatan pengelolaan obyek wisata alam dilaksanakan dengan prinsip-prinsip antara lain sebagai berikut :

• Pemanfaatan kawasan sesuai dengan fungsinya;

• Dipertahankannya lingkungan obyek wisata sealami mungkin;

• Pengaturan dan pengendalian dampak negatif akibat aktivitas pengunjung.

Dengan demikian, pada umumnya dampak lingkungan kegiatan pengusahaan obyek wisata alam bersifat positif, yaitu terhadap komponen sosial ekonomi dan budaya. Dampak positif yang timbul antara lain : (a) penyerapan tenaga kerja, (b) peningkatan pendapatan, (c) diversifikasi kesempatan berusaha, (d) perkembangan ekonomi wilayah, (e) peningkatan pendidikan dan kesehatan


(25)

 

masyarakat, (f) perhubungan dan komunikasi, (g) perubahan orientasi nilai budaya, dan (h) persepsi masyarakat terhadap kawasan konservasi.

Pengembangan pariwisata menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, mempertahankan dan meningkatakan lingkungan, serta meningkatakan pertumbuhan ekonomi wilayah. Akan tetapi pengembangan pariwisata juga dapat menjadi hal yang sangat merugikan, terutama jika berhubungan degan penurunan nilai kelestarian lingkungan. Berikut dipaparkan dampak negatif yang dihasilkan pariwisata terhadap lingkungan fisik alami (Hartanto, dalam Seminar Planning Sustainable Tourism, 1996).

1. Flora dan fauna

• Adanya ganguan terhadap perkembangbiakan spesies tertentu yang diakibatkan oleh aktivitas dan kegiatan para wisatawan.

• Lenyapnya populasi spesies tertentu.

• Perusakan vegetasi yang disebabkan oleh pembangunan. 2. Masyarakat setempat

Masyarakat lokal adalah pihak yang paling akan menerima dampak dari kegiatan wisata yang dikembangkan di daerahnya. Oleh karena itu aspirasi masyarakat sangat dibutuhkan dan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pengembangan pariwisata.

3. Polusi

• Timbulnya polusi air karena kegiatan-kegiatan para wisatawan. • Polusi udara yang disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor.

• Polusi suara yang disebabkan oleh sesaknya kegiatan manusia dan kemacetan lalu lintas serta tidak terkontrolnya kehidupan malam.


(26)

 

4. Erosi

• Timbulnya landslide yang diakibatkan oleh terkontrolnya daerah terbangun dan penggundulan hutan.

• Kerusakan tepi sungai diakibatkan oleh tak terawasinya aktivitas pelayaran sungai.

5. Sumber daya alam

• Surutnya sumber daya air tanah dan penipisan tanah dikarenakan terlalu padatnya daerah terbangun dan rusaknya sumber daya mata air.

• Bahaya kebakaran disebabkan oleh wisatawan yang tidak bertanggung jawab.

6. Dampak visual

• Daerah terbangun yang tidak asri disebabkan oleh kurangnya perencanan dan pengawasan.

• Pemandangan kumuh yang disebabkan oleh sampah dan kurangnya kesadaran akan kebersihan.

2.9 Regresi Linier Berganda

Lind et al. (2008) menyatakan regresi digunakan untuk menunjukkan hubungan antara 2 variabel yang menunjukkan pola keseluruhan dari variabel terikat (Y) terhadap suatu variabel bebas/variabel penjelas (X). Gurajati (1998) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained variable) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory).

Pada regresi terdapat hubungan sebab akibat antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen merupakan variabel penjelas sedangkan variabel dependen merupakan variabel yang terikat


(27)

 

yang nilainya dipengaruhi oleh variabel independen. Jika variabel bebas hanya satu, maka analisis regresi tersebut disebut regresi sederhana. Jika variabel bebas lebih dari satu, maka analisis tersebut disebut regresi linier berganda.

Persamaan model regresi linier berganda secara umum dituliskan sebagai berikut (Lind et al, 2008) :

Y β X β X β X … β X ε

dimana :

Y = fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, …, Xk, dan komponen sisaan ε (error)

i = nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi, atau sampai n untuk data contoh (sample).

Xki = pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk.

Βk = intersep model regresi.

Menurut Juanda (2009), model regresi linier berganda didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut :

a. Spesifikasi model ditetapkan seperti dalam persamaan umum regresi linier berganda.

b. Peubah Xk merupakan peubah non-statistik (fixed), artinya sudah ditentukan, bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linier sempurna antar peubah bebas Xk.

c. Komponen sisaan εi mempunyai nilai harapan sama dengan nol, dan ragam konstanta untuk semua pengamatan i. E(εi) = 0 dan Var(εi) = σ2.

d. Tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antar sisaan sehingga Cov(εi,εj) = 0, untuk i ≠ j.


(28)

 

2.10 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai dampak ekonomi wisata terhadap masyarakat telah dilakukan oleh beberapa peneliti, namun penelitian mengenai dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan pengembangan taman wisata masih sedikit dilakukan karena hasilnya akan berbeda untuk tempat dan waktu yang berbeda.

Penelitian Wijaya (2007) mengenai kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dari adanya perkembangan pariwisata. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat pesisir Desa Gili Indah, Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian ini kesempatan kerja yang mampu diserap dari adanya kegiatan pariwisata di Gili Indah sebanyak 4.320 orang di tahun 2005 dan proyeksi pada tahun 2006 dan 2007 masing-masing sebanyak 4.427 dan 4.533 orang. Nilai multiplier tenaga kerja tahun 2005 adalah sebesar 75,28 sehingga pertumbuhan tenaga kerja pada tahun 2005, yaitu sebesar 104 orang telah memberikan kesempatan kerja pada sektor lainnya sebesar 7.800 orang. Analisis aspek mikroekonomi masyarakat memperoleh hasil yaitu pariwisata mempengaruhi pendapatan masyarakat pesisir Desa Gili Indah (Z=-6,401), akan tetapi tidak mempengaruhi pendapatan riil masyarakat (Z=-0,361). Secara sosial budaya, masyarakat pesisir Desa Gili Indah berada pada tingkat sikap apathy, yaitu sikap masyarakat yang menerima wisatawan sebagai suatu yang lumrah dan hubungan antara masyarakat dengan wisatawan didominasi oleh hubungan komersil.

Penelitian Rischa (2010). Penelitian tersebut mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata dan dampak ekonomi kawasan wisata galunggung Tasikmalaya. Hasil penelitian mengenai dampak ekonomi kawasan wisata terhadap masyarakat menunjukkan perubahan pendapatan terbesar sebagai dampak ekonomi langsung kawasan wisata galunggung dirasakan oleh


(29)

 

tukang ojek dengan peningkatan pendapatan Rp 1.076.000,00 per bulan. Penyerapan tenaga kerja tertinggi terdapat pada kelompok pekerjaan pemilik warung di kawasan gunung galunggung yaitu sebesar 39,91% dari total tenaga kerja.

Penelitian-penelitian terdahulu pada intinya membahas hal yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Adapun penelitian yang dimaksud adalah mengenai dampak pengembangan wisata terhadap masyarakat. Hal yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian pada kawasan ini merupakan penelitian yang mengkaji wisata alam yang dikembangkan di kawasan lindung dengan konsep perpaduan keindahan alam dan sumber air panas alami yang dimanfaatkan untuk pengobatan dimana kawasan ini merupakan salah satu kawasan yang selain berfungsi sebagai tempat wisata juga berfungsi sebagai kawasan lindung.


(30)

 

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis yang dikaji dalam penelitian ini ditekankan pada kawasan yang dilindungi, pengembangan pariwisata pada kawasan yang dilindungi dan peran serta masyarakat terhadap pengembangan wisata.

3.1.1 Kawasan yang Dilindungi

Kawasan lindung adalah kawasan yang memiliki fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan (BKTRN, 1996). Kawasan ini antara lain kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya seperti hutan lindung, kawasan bergambut dan kawasan resapan air. Kawasan lindung termasuk pula antara lain adalah kawasan suaka alam, kawasan pelestarian dalam dan cagar budaya.

Secara umum, pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup, dengan sasaran mempertahankan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa, nilai sejarah dan budaya serta untuk mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem dan keunikan alam (BKTRN, 1996). Adapun penetapan sebuah kawasan yang dilindungi memiliki tujuan sebagaimana dituangkan dalam Undang-undang Nomor 5 pasal 3 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, yakni untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Sementara itu, tujuan perlindungan hutan dan konservasi alam adalah untuk menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya agar fungsi


(31)

 

lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari (UU No.41 tahun 1999). Bagi pembangunan, pengelolaan kawasan lindung memberikan kontribusi sebagai dasar dan petunjuk cara pembangunan yang baik agar manfaat pembangunan dapat dirasakan secara terus-menerus (Soemarwoto, 2001).

Mac Kinnon et al., (1993), mengkategorikan kawasan yang dilindungi menjadi enam macam, yaitu : taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman buru dan hutan lindung. Agar dapat dikelola secara efektif, kawasan tersebut harus memiliki dasar hukum yang pasti (Mac Kinnon et al, 1993). Mengacu pada Undang-undang Nomor 5 pasal 14 tahun 1990, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya diwujudkan dalam pengelolaan pada Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa, sementara kawasan pelestarian alam terdiri dari taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. Tiap-tiap jenis kawasan memiliki batasan kriteria dan tujuan pengelolaan yang berbeda.

3.1.2 Pengembangan Pariwisata pada Kawasan yang Dilindungi

Sebagai suatu sistem, pariwisata kadang menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitar, baik terhadap keberadaan sumber daya, keberlangsungan habitat flora dan fauna serta kadang dapat menimbulkan potensi konflik dengan masyarakat sekitar (Hammit et al, 1987). Selain itu, Hammit et al., (1987) juga mengemukakan bahwa kegiatan wisata alam dapat menimbulkan dampak penurunan kualitas tanah, tumbuhan, kehidupan liar dan sumber air di kawasan tersebut. Di samping dampak terhadap lingkungan, pariwisata yang menghasilkan wisata massal dapat pula berdampak negatif terhadap sosial budaya (Fandeli,


(32)

 

2002). Selain itu, untuk mengurangi/menekan terjadinya dampak terhadap kawasan yang dilindungi tersebut, Dirjen Pariwisata dalam (Yoeti, 2000) telah menetapkan dasar-dasar pengembangan wisata alam, yang secara umum sebagai berikut: (1) bersifat ramah lingkungan, termasuk lingkungan sosial-budaya, (2) tetap terjaganya fungsi dan daya dukung lingkungan, (3) ada tindakan untuk mengantisipasi dampak, (4) merupakan tanggung jawab semua pihak terkait, (5) ada pendidikan dan pelatihan bagi pekerja kepariwisataan dan (6) adanya akses informasi ke masyarakat tentang konservasi alam.

3.1.3 Peran serta Masyarakat terhadap Pengembangan Wisata

Secara normatif konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya menjadi tanggung jawab dan kewajiban pemerintah serta masyarakat (UU No. 5 tahun 1990 pasal 4), namun dalam implementasinya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan taman wisata alam belum cukup jauh dijalankan. Berkaitan dengan keberadaan masyarakat di kawasan pelestarian alam, Mac Kinnon et al., (1993) menyatakan beberapa hal penting dalam pengelolaan kawasan tersebut, yakni sebagai berikut: (1) dalam penetapan kawasan, pemukiman kembali penduduk asli sedapat mungkin dihindari, karena budaya asli akan tetap utuh hanya di wilayahnya sendiri, di mana kapasitas produksi lingkungan telah benar-benar dipahami, (2) kawasan harus cukup luas untuk berfungsi sebagai cagar alam dan cagar bagi penduduk setempat, (3) perencanaan kawasan harus dapat mengantisipasi pertambahan penduduk dan perubahan budaya, (4) pegawai penjaga kawasan harus diambil dari penduduk setempat.

Berkaitan dengan itu perlu dilakukan upaya menghubungkan kembali masyarakat dengan lingkungannya sebagai langkah strategis untuk membangun dukungan terhadap pelestarian kawasan (Indriyastuti et al, 2001), di samping itu


(33)

 

tingkat peran serta masyarakat yang tinggi dapat menjamin dukungan sosial dan politik yang sebesar-besarnya (Mac Kinnon et al, 1993). Berdasarkan kondisi ini maka paradigma pengelolaan saat ini perlu diubah dari mengeluarkan manusia dari alam menjadi mengintegrasikan kembali manusia ke dalam alam, dan peran masyarakat harus dikembangkan tidak hanya sekedar pemberi informasi, namun terlibat langsung dalam proses perencanaan.

Peran serta masyarakat dalam kegiatan kepariwisataan dan rekreasi dalam kawasan yang dilindungi juga telah tercantum dalam UU No. 5 tahun 1990 pasal 32 yang menyatakan bahwa untuk kegiatan kepariwisataan dan rekreasi, pemerintah dapat memberikan hak pengusahaan atas zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam dengan mengikutsertakan rakyat.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Taman Wisata Alam Gunung Pancar merupakan salah satu kawasan pelestarian alam atau konservasi yang berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Selain menjadi kawasan pelestarian alam atau konservasi, kawasan ini juga merupakan kawasan wisata yang saat ini diminati oleh berbagai wisatawan khususnya wisatawan yang berasal dari Jakarta.

Potensi sumberdaya alam di Taman Wisata Alam Gunung Pancar, baik ekosistem alam maupun buatan, yang kaya akan keanekaragaman hayati, air dan mineral, menunjukkan potensi sumberdaya alam yang sangat tinggi. Oleh karena itu, sumberdaya alam yang terdapat di taman wisata alam ini harus dapat dimanfaatkan dengan baik dan berkelanjutan.

Taman Wisata Alam Gunung Pancar memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perkembangan kondisi masyarakat sekitar kawasan. Perubahan


(34)

 

status hutan produksi menjadi taman wisata menimbulkan perubahan pola kehidupan masyarakat yang menuntut kebutuhan hidup yang semakin beragam.

Pemerintah, pengelola dan masyarakat mempunyai peranan yang penting dalam pelestarian sumberdaya alam sebagai kawasan wisata. Hal ini mengacu pada Undang- Undang No.5 Tahun 1990 pasal 4, yaitu konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya menjadi tanggung jawab dan kewajiban pemerintah serta masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan wisata ini diperlukan kerjasama antara pemerintah maupun masyarakat.

Pengembangan yang terjadi di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar merangsang pertumbuhan ekonomi masyarakat dengan banyaknya bermunculan warung-warung baik warung makanan maupun warung minuman sehingga hal ini berdampak positif terhadap perputaran uang dari daerah lain ke masyarakat yang ada disekitar kawasan wisata. Selain itu, juga memberikan peluang usaha bagi masyarakat untuk bekerja. Hal ini terlihat dari bergesernya pola hidup masyarakat yang dahulu petani menjadi pekerja wisata. Masyarakat menjadikan kawasan ini sebagai sumber mencari nafkah.

Perubahan pendapatan masyarakat sekitar yang berhubungan langsung dan tidak langsung dengan Taman Wisata Alam dilihat dengan mengestimasi pendapatan masyarakat tanpa adanya kawasan dan dari adanya kawasan. Setelah perubahan pendapatan masyarakat diperoleh, dapat diduga faktor-faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi pendapatan masyarakat. Faktor-faktor sosial ekonomi yang diduga mempengaruhi pendapatan masyarakat yaitu jumlah tanggungan, umur, lama bekerja di TWA, pendidikan akhir, jarak rumah ke TWA dan jenis kelamin.


(35)

 

Pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut berguna untuk melihat pengaruh perubahan pendapatan masyarakat akibat adanya pengembangan wisata. Dengan demikian, kawasan wisata ini dapat dijadikan alternatif sumber mata pencaharian oleh masyarakat.

Dampak sosial dan lingkungan dianalisis secara deskriptif untuk menilai dampak sosial dan lingkungan pengembangan wisata yang terjadi di kawasan TWA Gunung Pancar. Dampak sosial tersebut meliputi perubahan perilaku masyarakat yang juga menyebabkan pergeseran profesi sehingga menimbulkan penyerapan tenaga kerja dan kerawanan sosial yang terjadi di sekitar kawasan sehingga menimbulkan kerusakan. Dampak lingkungan dilihat dari perubahan secara fisik kawasan. Perubahan fisik tersebut dilihat dari dampak visual yaitu terdapat sejumlah sampah akibat kegiatan wisata yang ditimbulkan dari kedatangan wisatawan, adanya longsor akibat pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan munculnya polusi serta terjadinya perubahan udara terhadap lingkungan sekitar kawasan. Diagram alir kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.


(36)

 

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional = Objek penelitian

Identifikasi karakteristik masyarakat TWA Gunung Pancar Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif Menilai dampak sosial dan lingkungan pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar Pengembangan kawasan TWA

Gunung Pancar Aktivitas Wisata Kawasan TWA Gunung Pancar Dampak lingkungan Dampak sosial Dampak Ekonomi Perubahan pendapatan masyarakat Estimasi pendapatan dan perubahan pendapatan Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi fungsi pendapatan masyarakat akibat adanya pengembangan

TWA Gunung Pancar

Analisis regresi linier berganda

Alternatif kebijakan pengembangan TWA Gunung Pancar Perubahan pola perilaku

dan kerawanan sosial

Perubahan fisik kawasan


(37)

 

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa Taman Wisata Alam Gunung Pancar merupakan salah satu obyek wisata alam yang potensial untuk dikelola dan dikembangkan serta keberadaannya sebagai hutan lindung. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2011. Data diperoleh melalui survei lapang dan wawancara yang dilakukan terhadap masyarakat dan pengelola di Taman Wisata Alam Gunung Pancar.

4.2 Jenis dan Sumber Data yang Digunakan

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui survei dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada masyarakat sekitar kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain, baik dari hasil penelitian lain maupun instansi-instansi yang terkait dalam penelitian. Data tersebut diolah baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan diinterpretasikan secara deskriptif.

4.3 Metode Pengambilan sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling dengan pertimbangan tertentu dan secara sengaja (Singarimbun et al, 1987). Pertimbangan yang dimaksud adalah masyarakat Desa Karang Tengah yang berada di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Masyarakat


(38)

 

tersebut adalah masyarakat yang terlibat dalam aktivitas wisata di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar baik secara langsung maupun tidak langsung.

Banyaknya sampel masyarakat yang diambil dalam penelitian ini sejumlah 60 orang. Penentuan jumlah sampel ini berdasarkan analisa teknik korelasi yaitu jumlah sampel yang diambil minimal 30 orang (Singarimbun et al, 1995).

4.4 Analisis Data

Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami dan diinterpretasikan. Metode analisis data yang akan dilakukan untuk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Matrix Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data

1 Identifikasi karakteristik masyarakat sekitar kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Wawancara dengan menggunakan kuesioner. Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan

Microsoft Office Excel.

2 Mengestimasi pendapatan dan perubahan pendapatan masyarakat di sekitar Taman Wisata Alam Gunung Pancar

Wawancara dengan menggunakan kuesioner.

Analisis perubahan pendapatan: ΔIGPC = IGPC2-IGPC1

%ΔIGPC= %

Analisis present value:

FV = PV (1+z)^n 3 Mengidentifikasi

faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi fungsi pendapatan masyarakat akibat adanya pengembangan Taman Wisata Alam Gunung Pancar.

Wawancara dengan menggunakan kuesioner.

Analisis regresi linier berganda dengan

Microsoft Office Excel

dan Minitab 14.

4 Penilaian dampak sosial dan lingkungan pengembangan wisata di Taman Wisata Alam Gunung Pancar

Wawancara mendalam dengan masyarakat dan pihak pengelola.

Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.


(39)

 

4.4.1 Identifikasi Karakteristik Masyarakat Sekitar Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar

Identifikasi karakteristik masyarakat diperoleh melalui wawancara dengan masyarakat. Hasil identifikasi ini dijelaskan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis ini diolah dengan menggunakan Microsoft Office Excell 2007. Menurut Agung (2005), rangkuman statistik deskriptif dinyatakan sebagai salah satu bagian terpenting dari laporan setiap hasil penelitian. Hasil analisis deskriptif akan menyajikan rangkuman statistik dalam bentuk tabulasi dan/atau grafik, berdasarkan kelompok-kelompok variabel terpilih.

4.4.2 Estimasi Pendapatan dan Perubahan Pendapatan Masyarakat Akibat Adanya Pengembangan Wisata

Estimasi pendapatan dan perubahan pendapatan akibat adanya pengembangan wisata di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar dianalisis dengan mengkaji perubahan pendapatan masyarakat dari dan tanpa adanya Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Perubahan pendapatan masyarakat sekitar dilihat dengan perhitungan pendapatan rata-rata berdasarkan kelompok pekerjaan. Pendapatan rata-rata ini dihitung dengan mengurangi pendapatan masyarakat dari adanya Taman Wisata Alam Gunung Pancar dan pendapatan masyarakat tanpa adanya Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Rumus yang digunakan adalah:

ΔIGPC = IGPC2-IGPC1 dimana:

ΔIGPC = Perubahan pendapatan rata-rata masyarakat dari adanya TWA Gunung Pancar

IGPC2 = Pendapatan rata-rata masyarakat dari adanya TWA Gunung Pancar IGPC1 = Pendapatan rata-rata masyarakat tanpa adanya TWA Gunung Pancar


(40)

 

IGPC2 = Pendapatan total (pendapatan dari TWA + Non TWA) IGPC1 = Total Pendapatan – pendapatan dari TWA

Selain itu, dilakukan juga perhitungan kedalam present value. Perhitungan ini di asumsikan pada tahun pengembangan kawasan yaitu 2006-2011 dimana di tahun tersebut dilakukan pengembangan wisata tidak hanya pemandian air panas tetapi juga kegiatan wisata alam lain seperti camping ground, flying fox, mountbikel downhill traking dan sebagainya. Penelitian ini merupakan penelitian sosial sehingga dalam perhitungan present value menggunakan rata-rata suku bunga Bank Indonesia sebesar 7,75 %. Perhitungan present value ini menggunakan rumus compounding yaitu : FV = PV (1+z)^n, dimana z merupakan return (dalam desimal), dan n adalah banyaknya waktu (tahun)

Selanjutnya analisis ini dilanjutkan dengan mencari besarnya proporsi pendapatan yang diperoleh dari usaha maupun sebagai pekerja di TWA Gunung Pancar. Hasil analisis dapat menunjukkan apakah pendapatan yang diperoleh dari adanya kawasan merupakan pendapatan utama bagi masyarakat.

Soehadji (1995) dalam Soetanto (2002)7 menjelaskan persentase tipologi usaha terhadap pendapatan total seseorang, yaitu:

1. Usaha yang mendatangkan proporsi pendapatan kurang dari 30 persen (<30%) disebut sebagai usaha sambilan.

2. Usaha yang mendatangkan proporsi pendapatan antara 30-70 persen (30-70%) disebut sebagai cabang usaha.

3. Usaha yang mendatangkan proporsi pendapatan antara 70-100 persen (70,01-100%) disebut sebagai usaha pokok.

       7

http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=78: makalah-utama&catid=50:prosiding&itemid=33. [03 Maret 2011 pukul 23.00]


(41)

 

Persentase proporsi pendapatan yang diperoleh dari adanya TWA Gunung Pancar dapat dihitung dengan rumus: %ΔIGPC = %

dimana:

%ΔIGPC = Persentase proporsi pendapatan rata-rata masyarakat dari adanya TWA Gunung Pancar terhadap total pendapatan

IGPC2 = Pendapatan rata-rata masyarakat dengan adanya TWA Gunung Pancar IGPC = Total pendapatan rata-rata masyarakat

4.4.3 Mengidentifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Masyarakat akibat Adanya Pengembangan Wisata

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan masyarakat sekitar kawasan TWA Gunung Pancar per individu per tahun berdasarkan karakteristik masyarakat yang berada di sekitar kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Adapun fungsi pendapatan diestimasi dengan model regresi linier berganda dan estimasi metode ordinary least squares (OLS) yaitu :

Y = β0 + β1X1 + β 2X2 + β 3X3 + β 4X4 + β 5X5 + β 6X6 + ε dimana :

Y = Pendapatan (juta/tahun).

X1 = Jumlah tanggungan (juta/orang/tahun). X2 = Umur (tahun)

X3 = Lama bekerja di kawasan TWA dengan asumsi mulai dari perkembangan TWA Gunung Pancar 5 tahun terakhir (tahun)

X4 = Tingkat pendidikan responden, dihitung berdasarkan jumlah tahun mengikuti pendidikan formal (tahun).

X5 = Jarak tempat tinggal responden ke TWA Gunung Pancar (km). X6 = Jenis kelamin (1 = laki-laki, 0 = perempuan).

β 0 = Konstanta

β 1- β 6 = Koefisiensi regresi


(42)

 

Hipotesis dari model regresi linear berganda pendapatan masyarakat sebagai berikut :

1. Tanda koefisien untuk jumlah tanggungan (X1) adalah positif. Artinya peningkatan jumlah tanggungan akan meningkatkan pendapatan dimana seseorang yang sudah memiliki jumlah tanggungan cenderung meningkatkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan yang ditanggung dan dirinya sendiri. 2. Tanda koefisien untuk umur (X2) adalah positif. Artinya peningkatan umur

seseorang akan meningkatkan pendapatan dimana seseorang yang umurnya lebih dewasa cenderung pendapatannya lebih besar karena loyalitas atas pekerjaan yang telah mereka lakukan selama ini.

3. Tanda koefisien untuk lama bekerja di kawasan TWA (X3) adalah positif. Artinya lama bekerja masyarakat akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal tersebut karena masyarakat yang sudah lama bekerja di kawasan ini cenderung lebih mengetahui kondisi kawasan wisata.

4. Tanda koefisien untuk tingkat pendidikan (X4) adalah positif. Artinya semakin tinggi pendidikan seseorang akan meningkatkan pendapatan. Hal tersebut karena semakin tinggi pendidikan, maka seseorang cenderung memiliki pola pikir untuk memperoleh pekerjaan dengan pendapatan tinggi.

5. Tanda koefisien untuk jenis kelamin (X6) adalah positif. Artinya diantara jenis kelamin laki-laki dan perempuan, laki-laki berpeluang memiliki pendapatan lebih tinggi. Hal tersebut karena jenis pekerjaan di kawasan ini cenderung lebih banyak untuk pekerjaan laki-laki.

6. Tanda koefisien untuk jarak tempat tinggal responden ke TWA Gunung Pancar (X5) adalah negatif. Artinya bertambahnya jarak tempat tinggal


(43)

 

masyarakat ke TWA akan menurunkan rata-rata pendapatan yang diperoleh. Hal tersebut karena jika seseorang bertempat tinggal jauh dari kawasan, maka ia akan mengeluarkan biaya untuk menuju kawasan sehingga mengurangi pendapatan.

4.4.4 Uji Statistik

Setelah melakukan pendugaan parameter koefisien regresi, hasil estimasi kemudian diuji menggunakan asumsi-asumsi dari model regresi tersebut. Pengujian tersebut dilakukan agar dapat dilakukan pengujian mengenai masing-masing koefisien regresi (uji-t) untuk mengetahui bagaimana hubungan antar variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut (Juanda 2009):

1. Uji Keandalan

Uji keandalan digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabel tak bebas. Uji ini juga digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model dapat menerangkan model. Uji keandalan ini dapat dilihat dari nilai R2 terkoreksi. Rumus menghitung R2 terkoreksi adalah:

R Vâ ε

Vâ Y R

2. Uji F

Pengujian parameter secara keseluruhan, bertujuan untuk melihat pengaruh bersama-sama antara variabel independen dengan variabel dependen secara keseluruhan (Gujarati, 2002). Taraf nyata yang digunakan dalam pengujian ini adalah 5 % (α = 0,05).

Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini : H0 : β1 = β 2 = β 3 = β 4 = i = 0


(44)

 

H1 : minimal ada satu β 1 ≠ 0 Uji statistik yang digunakan :

F JKR kJKG n K⁄ dimana :

JKR = Jumlah kuadrat regresi JKG = Jumlah kuadrat galat

k = Jumlah variabel terhadap intersep n = Jumlah pengamatan / sampel Kaidah pengujian :

Jika P-value dari uji F < α maka tolak H0 Jika P-value dari uji F > α maka terima H0

Jika hasil pengujian menolak H0, maka paling tidak ada satu atau seluruh variabel independen di dalam model yang secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependennya atau signifikan secara statistik. Artinya model tepat untuk meramalkan pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen. Sebaliknya, jika hasil pengujian menerima H0, maka tidak ada variabel independen yang mempengaruhi pendapatan masyarakat dan model tidak tepat untuk meramalkan pengaruh antara independen dengan variabel dependennya (Gujarati, 2002).

4.4.5 Uji Ekonometrik

Pengujian Ekonometrik yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis pengujian. Pengujian ini meliputi uji normalitas, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas. Uji autokorelasi tidak dilakukan karena data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section.


(45)

 

1. Uji Kenormalan

Uji normalitas atau uji kenormalan sisaan Kolmogorov- Smirnov dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal. Uji ini bertujuan untuk membandingkan distribusi data yang akan diuji normalitasnya dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-score dan diasumsikan normal.

Hipotesis pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut: H0 : Error term terdistribusi normal

H1 : Error term tidak terdistribusi normal. Dengan kriteria uji:

Jika P-value < α maka tolak H0 Jika P-value > α maka terima H0

Jika keputusan yang diperoleh menolak H0, artinya error term atau sisaan yang diperoleh tidak menyebar normal. Sebaliknya, jika keputusan yang diperoleh menerima H0 artinya sisaan yang diperoleh telah menyebar normal (Daniel, 1990).

2. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas didefinisikan sebagai adanya korelasi yang kuat antar variabel independen pada model. Adanya multikolinearitas dalam persamaan regresi akan berdampak pada varian koefisien regresi menjadi besar yang akan menyebabkan standar error terlalu tinggi sehingga kemungkinan penduga koefisien regresi menjadi tidak signifikan secara statistik. Pengujian multikolinearitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung nilai


(46)

 

VIF. Jika nilai VIF ≤ 10 maka diasumsikan pada model tersebut tidak terdapat multikolinearitas (Juanda, 2009).

3. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah ragam sisaan (εt) sama (homogen) atau Var(εi)=E(εi2)=σ2 untuk pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas dalam regresi. Mendeteksi heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan grafik. Heteroskedastisitas tidak terjadi jika grafik dari ragam sisaan tidak membentuk pola atau menyebar normal. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : σ12= σ22=…= σN2= σε2= σ2 (ragam sisaan homogen)

Spesifikasi hipotesis alternatif yang diuji tergantung dari prosedur pendugaan yang dipertimbangkan untuk koreksi heteroskedastisitas yang diinginkan. 4.4.6 Penilaian Dampak Sosial dan Lingkungan Pengembangan Wisata di

TWA Gunung Pancar

Penilaian dampak sosial dan lingkungan pengembangan wisata di Taman Wisata Alam Gunung Pancar diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Dampak sosial dikaji dengan melihat perubahan sikap atas dasar orientasi ekonomi menyebabkan munculnya penyerapan tenaga kerja di sekitar kawasan. Sementara perubahan lainnya menimbulkan tingkat kerawanan sosial sehingga mengancam kerusakan kawasan seperti pembuatan jalan, perluasan enclave, perambahan kawasan, pendudukan kawasan dan pembangunan yang dilakukan secara illegal. Dampak lingkungan mengkaji perubahan kawasan secara fisik baik di dalam maupun di sekitar kawasan yang dirasakan masyarakat. Dampak lingkungan tersebut dikaji dengan melihat dampak visual yaitu terdapat sejumlah sampah akibat kegiatan wisata yang ditimbulkan dari kedatangan wisatawan, adanya longsor akibat pihak-pihak


(47)

 

yang tidak bertanggung jawab dan munculnya polusi serta terjadinya perubahan udara terhadap lingkungan sekitar kawasan.


(48)

 

V.GAMBARAN UMUM 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis

Taman Wisata Alam Gunung Pancar mempunyai luas 447,50 hektar. Secara administrasi pemerintahan, taman wisata alam ini terletak di wilayah Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Secara astronomis berada pada koordinat 106o 52’ – 106o 54’ BT dan 06o 34’ – 06o 39’ LS. Batas Administratif Taman Wisata Alam Gunung Pancar sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Leuwigoong dan Desa Karang Tengah; sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Cimandala dan Desa Karang Tengah; sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Cibingbin dan Desa Bojong Koneng; dan sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Karang Tengah dan Desa Karang Tengah.

Ketinggian Taman Wisata Alam Gunung Pancar berkisar antara 300-800 meter di atas permukaan laut. Keadaan topografinya terdiri dari lapangan landai sampai bergelombang dengan kemiringan sekitar 15-80%. Bagian tertinggi yaitu pada puncak Gunung Pancar dengan ketinggian mencapai 800 meter di atas permukaan laut. Adapun curah hujan di daerah ini berkisar 3.000-4.500 mm per tahun dengan jumlah hari hujan per tahun berkisar antara 150-250 hari. Suhu udara rata-rata 24oC pada malam hari dan 33oC pada siang hari dengan kelembaban udara rata-rata 58-82%.

Cara untuk mencapai Taman Wisata Alam Gunung Pancar dapat di tempuh melalui dua jalur, yaitu:

1. Lewat Pintu Tol Sentul menuju Desa Babakan Madang dan Desa Karang Tengah dengan kondisi jalan beraspal yang cukup baik sejauh 13 km dengan waktu tempuh 20 menit.


(49)

 

2. Melalui kota Bogor dengan melewati daerah Bogor Baru terus menuju Desa Karang Tengah sejauh 25 km dengan waktu tempuh 1 jam.

Berbagai sarana dan prasarana yang disediakan di Taman Wisata Alam Gunung Pancar antara lain adalah sebagai berikut :

1. Kantor pusat informasi dan pelayanan.

2. Fasilitas outbound: flyingfox, two-lines bridge, elvis walk, dan cargo net. 3. Sarana olahraga: arena air shootgun, arena panahan, arena berkuda, hiking

tracking, dan mountbike/downhill tracking.

4. Bumi perkemahan atau camping ground yang merupakan rerumputan asri dengan dikelilingi pohon pinus dengan kapasitas 500 orang.

5. Aula atau hall semi terbuka dengan lantai kayu yang dapat digunakan sebagai ruang pertemuan atau ruang kelas bagi pengunjung yang ingin belajar sambil ditemani suara kicau burung.

6. Pemandian air panas yang bebas belerang dengan suhu 60oC.

7. Shelter yang dapat digunakan sebagai tempat bersantai sambil menikmati pemandangan alam.

8. Fasilitas lainnya yaitu berupa mushola dan MCK (toilet).

Taman Wisata Alam Gunung Pancar adalah salah satu tempat wisata di Kabupaten Bogor yang menyajikan suasana pegunungan yang cukup kental dengan hamparan hutan pinus yang cukup luas. Taman Wisata Alam Gunung Pancar juga merupakan kawasan wisata alternatif di Kabupaten Bogor selain Puncak. Suasana nyaman dan hawa sejuk pada Taman Wisata Alam Gunung Pancar dapat dijadikan sebagai sarana berekreasi sekaligus relaksasi bagi wisatawan yang datang berkunjung. Taman Wisata Alam Gunung Pancar, tidak


(50)

 

hanya menawarkan pemandangan indah saja, tetapi juga sarana olahraga bagi pengunjung yang ingin berolahraga atau menyalurkan hobinya dan pemandian air panas bagi pengunjung yang ingin berobat atau menjalankan terapi. Hal inilah yang menjadikan Taman Wisata Alam Gunung Pancar cukup banyak diminati oleh wisatawan.  

5.2 Sejarah Status Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar

Gunung Pancar merupakan bagian kelompok Hutan Gunung Hambalang seluas 6.695,32 hektar yang berfungsi sebagai hutan produksi. Seiring waktu, kawasan ini berubah fungsi menjadi taman wisata alam dan disahkan oleh Menteri Pertanian tanggal 23 Maret 1976 dan pengelolaannya diserahkan kepada Perhutani.

Taman Wisata Alam Gunung Pancar sebagai salah satu kawasan pelestarian alam ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 156/Kpts-II/1988 tanggal 21 Maret 1988 seluas 447,5 hektar. Taman Wisata Alam Gunung Pancar selain mempunyai fungsi sebagai sarana pendidikan dan penelitian dapat juga dikembangkan sebagai sarana rekreasi, khususnya rekreasi di alam terbuka.

Guna mengoptimalkan fungsi Taman Wisata Alam Gunung Pancar, maka berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 54/Kpts-II/1993 tanggal 8 Februari 1993 pengusahaan kawasan tersebut dipercayakan kepada PT Wana Wisata Indah (WWI). PT Wana Wisata Indah memiliki hak Pengusahaan Pariwisata Alam di areal kawasan seluas 447,5 hektar.

Sebelum dikembangkan menjadi kawasan taman wisata alam, kawasan ini sudah dikenal dengan pemandian air panasnya. Pemandian air panas ini dikelola oleh masyarakat. Pemandian air panas ini sudah ada sejak tahun 1950, lalu pada


(51)

 

tahun 1983 masyarakat membuat kolam pemandian dan tahun 1990 dibukalah pemandian air panas tersebut untuk umum. Pada tahun tersebut harga tiket yang diberlakukan sebesar Rp 3.000,00/orang. Berlakunya harga tiket sebesar Rp 3.000,00/orang terjadi sampai tahun 1993.

Sejak berkembangnya pemandian air panas di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar, menyebabkan banyaknya wisatawan yang berminat untuk

mengunjungi kawasan ini sehingga pada tahun 1994-1997 harga tiket menjadi Rp 8.000,00/orang. Setelah itu pada tahun 1998-sekarang terjadi kenaikan harga

tiket yaitu sebesar Rp 10.000,00/orang. Pemandian air panas ini terus dikembangkan dan sekarang telah didirikan pemandian air panas yang lebih eksklusif dengan fasilitas yang lebih modern. Harga tiket Pemandian air panas eksklusif ini sebesar Rp 100.000,00/orang.

Berkembangnya pemandian air panas ini juga menyebabkan berkembangnya kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Saat ini obyek wisata yang berkembang di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar tidak hanya pemandian air panas saja tetapi obyek wisata alam lain yang telah dikembangkan PT Wana Wisata Indah (WWI) selaku pengusaha pemanfaatan potensi hutan alam di Gunung Pancar di tahun 2006. Berbagai sarana dan prasarana mulai dikembangkan di tahun 2006 guna mengoptimalkan fungsi taman wisata alam ini.

Pada tahun 2006 dibangun gerbang masuk kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Selanjutnya pada tahun 2008 dibuka objek wisata alam camping ground, flying fox, highrope dan lain sebagainya. Pada tahun 2009 dibangun 7 shelter (tempat peristirahatan) dan 6 buah lampu penerangan. Sarana dan


(52)

 

prasarana tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan serta mendukung kegiatan wisata dikawasan ini.

5.3 Potensi Kawasan

Taman Wisata Alam Gunung Pancar mempunyai berbagai macam potensi, diantaranya adalah potensi flora dan fauna, hidrologi, geofisik dan obyek daya tarik wisata alam. Berikut penjelasan mengenai potensi yang terdapat di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar.

5.3.1 Flora

Tipe vegetasi hutan di Taman Wisata Alam Gunung Pancar terdiri dari hutan alam pegunungan, hutan tanaman, dan semak belukar. Tipe vegetasi hutan alam terletak di lereng sampai puncak Gunung Pancar yaitu sekitar 15 hektar dengan jenis tumbuhan meliputi Rasamala (Altingia exelsa), Huru (Quercus sp.), Beringin (Ficus benyamina), Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanopsisargentea), Jamuju (Podocaspus imbricatus), Rotan (Calamus sp.) dan beberapa jenis liana. Selain itu terdapat tumbuhan epiphyt yang menempel pada pohon besar seperti Anggrek, Paku Sarang Burung (Asplenium nidus), dan Paku Tanduk Rusa (Platicerium coronarium).

Tipe vegetasi hutan tanaman menempati sebagian besar kawasan ini yaitu sekitar 160 hektar dengan jenis tanaman meliputi Pinus (Pinus merkusii), Sengon (Albizia falcatria), Kayu Afrika (Maesopsis emanii) dan Meranti (Shorea sp.) yang ditanam pada tahun 1982-1983. Sedangkan jenis tanaman lainnya adalah tanaman budi daya masyarakat seperti singkong, pisang, dan tanaman pertanian lainnya. Tumbuhan semak belukar terdiri dari jenis Kirinyuh (Chromalalna odorata), Harendong, Jarong, Saliara, Lantana (Lantana camara), dan Alang-alang (Imperata cylindricaI).


(53)

 

5.3.2 Fauna

Fauna yang terdapat di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar antara lain adalah : Owa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis cornata), Kera (Macaca fascicularis), Jelaran (Ratufabicolor), Kulibang (Pycnonotus aurigaster), Babi Hutan (Sus scrofa), Kadal (Mabuaya multifasciata), Ular Hijau (Dryophis prasinus), dan jenis-jenis burung seperti Jalak (Stunopastor jalla), Elang (Haliasturindus), Kutilang (Pygnonotus aurigaster), Ayam Hutan Merah (Galus bankiva), Jalak (Sturnus melanopterus), Srigunting (Dicrurus paradiseus), dan Enggang (Buceros sp).

5.3.3 Hidrologi

Sumber air sungai-sungai yang ada di daerah ini berasal dari mata air di Taman Wisata Alam Gunung Pancar dan Pegunungan Hambalang. Sungai-sungai yang mengalir disekitar kawasan adalah Sungai Citeureup, Sungai Cibingin, dan Sungai Ciherang yang merupakan sungai dengan debit terbesar, yang mengalir ke arah utara dan bermuara di Laut Jawa. Di samping itu, terdapat sumber air panas dengan suhu yang bisa mencapai 70oC yang berasal dari proses geothermal di Gunung Pancar. Sumber air tersebut telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan wisata dan pengobatan.

5.3.4 Geofisik

Bahan induk pembentuk tanah di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar merupakan tuf volkan intermedier yang berasal dari aliran lava gunung tua. Jenis tanah yang mendominasi kawasan ini adalah Latosol coklat dengan solum dalam (>100 cm). Struktur tanah remah sampai gumpal remah dengan tekstur halus, permeabilitas dan drainase sedang sampai cepat. Kepadatan berkisar antara


(1)

   

94

 

3. Homoskedastisitas  

H0 : Homoskedastisitas  H1 : Heteroskedastisitas 

 

Standar dized Residual

P e r c e n t 4 2 0 - 2 - 4 99.9 99 90 50 10 1 0.1 Fitted Value S ta n d a r d iz e d R e s id u a l 0.2 0.1 0.0 4 2 0 - 2

Standar dized Residual

F r e q u e n c y 3.6 2.4 1.2 0.0 - 1.2 20 15 10 5 0

Obser vation Or der

S ta n d a r d iz e d R e s id u a l 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 4 2 0 - 2

Normal Probabilit y Plot of t he Residuals Residuals Versus t he Fit t ed Values

Hist ogram of t he Residuals Residuals Versus t he Order of t he Dat a

Residual Plots for SRES1

   

Hasil plot model tidak membentuk pola atau menyebar bebas. Artinya, model adalah homoskedastisitas  atau tidak terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas.  

 

Regression Analysis: SRES1 versus X1 (jml tanggung, X2 (umur/thn), ... Weighted analysis using weights in Y (juta/thn)

The regression equation is

SRES1 = - 0.13 + 0.023 (jml tanggungan/org)+ 0.0031 X2 (umur/thn)+ 0.009 (lama bekerja d TWA/thn) + 0.0129 (pendidikan akhir/thn) - 0.059 (jarak rmh/km) + 0.091 (jenis kelamin l=1 ;p=0)

Predictor Coef SE Coef T P VIF

Constant -0.128 1.031 -0.12 0.902

X1 (jml tanggungan/org) 0.0229 0.1992 0.11 0.909 1.3 X2 (umur/thn) 0.00314 0.01889 0.17 0.869 1.2

X3 (lama bekerja di TWA/thn) 0.0090 0.1376 0.07 0.948 1.7

X4 (pendidikan akhir/thn) 0.01285 0.07484 0.17 0.864 1.3

X5 (jarak rmh/km) -0.0587 0.2532 -0.23 0.817 1.3 X6 (jenis kelamin l=1 ;p=0) 0.0905 0.4280 0.21 0.833 1.5

S = 1.28805 R-Sq = 0.4% R-Sq(adj) = 0.0%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 6 0.342 0.057 0.03 1.000 Residual Error 53 87.931 1.659


(2)

   

95

Source DF Seq SS

X1 (jml tanggungan/org) 1 0.055

X2 (umur/thn) 1 0.055

X3 (lama bekerja di TWA/thn) 1 0.037

X4 (pendidikan akhir/thn) 1 0.055

X5 (jarak rmh/km) 1 0.065

X6 (jenis kelamin l=1 ;p=0) 1 0.074

Unusual Observations

Obs X1 (jml Tanggungan/org) SRES1 Fit SE Fit Residual St Resid

16 2.00 2.356 0.144 0.513 2.212 2.09R

29 2.00 1.780 0.104 0.512 1.676 2.06R

38 2.00 1.906 0.208 0.416 1.698 2.02R

40 2.00 1.347 0.080 0.696 1.267 1.34 X

53 5.00 2.858 0.250 0.414 2.608 3.62R

55 4.00 1.980 0.158 0.327 1.822 2.14R

R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.

Durbin-Watson statistic = 1.83213


(3)

   

96

Lampiran 3. Data Kegiatan Orientasi Batas Kawasan

No Nama Pal Kegiatan Orientasi Batas Kawasan

Keterangan

1. Patok E. 89 Patah

2. Patok E. 90 Hilang

3. Patok E. 91 Hilang

4. Patok E. 65 Ada

5. Patok E. 66 Hilang

6. Patok E. 67 Ada

7. Patok E. 68 Hilang

8. Patok E. 69 Ada

9. Patok E. 70 Hilang

10. Patok E. 71 Hilang

11. Patok E. 72 Ada

12. Patok E. 73 Hilang

13. Patok E. 74 Ada

14. Patok E. 75 Hilang

15. Patok E. 76 Ada

16. Patok E. 77 Hilang

17. Patok E. 78 Hilang

18. Patok E. 79 Hilang

19. Patok E. 80 Hilang

20. Patok E. 81 Hilang

21. Patok E. 82 Hilang

22. Patok E. 83 Ada

23. Patok E. 84 Hilang

24. Patok E. 85 Ada

25. Patok E. 86 Ada

26. Patok E. 87 Hilang

27. Patok E. 88 Hilang


(4)

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian

Gambar (a) Gerbang Kawasan TWA Gunung Pancar Gambar (b) Kantor Pusat Informasi BBKSDA Gambar (c) Tanda panah menunjukkan

yang dibangun pada tahun 2006 kantor PT WWI

Gambar (d) Hamparan pohon pinus di kawasan TWA Gunung Pancar Gambar (e) Pesona keindahan Gunung Pancar


(5)

iii

RINGKASAN

RIANAH SARY. Analisis Dampak Pengembangan Taman Wisata Alam

Gunung Pancar terhadap Masyarakat Sekitar Kawasan. Dibimbing Oleh

AHYAR ISMAIL.

Seiring dengan perkembangan industrialisasi, semakin banyak orang yang membutuhkan kompensasi untuk menikmati waktu senggangnya (leisure time), dengan melakukan aktivitas wisata. Saat ini pariwisata di Indonesia menjadi salah satu sektor penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini diharapkan menjadi penghasil devisa nomor satu. Dengan demikian, pengembangan sektor wisata merupakan salah satu upaya dalam pembangunan nasional. Salah satu potensi wisata yang dapat dijadikan sebagai penunjang pengembangan pariwisata adalah taman wisata alam

Pengembangan pariwisata yang memperlihatkan kecenderungan meningkat dari waktu ke waktu menjadi pemicu banyaknya dampak yang ditimbulkan akibat dari adanya kegiatan wisata. Dampak tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan yaitu dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Masyarakat adalah salah satu obyek dari dampak yang ditimbulkan akibat adanya kegiatan wisata. Pengembangan wisata yang dilakukan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Pancar dapat menjadi salah satu pembangunan pariwisata yang menimbulkan berbagai dampak terhadap masyarakat sekitar kawasan baik dampak positif maupun dampak negatif.

Penelitian ini memiliki empat tujuan yaitu: (1) mengidentifikasi karakteristik masyarakat TWA Gunung Pancar, (2) mengestimasi pendapatan dan perubahan pendapatan masyarakat akibat adanya pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar, (3) mengidentifikasi faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pendapatan masyarakat akibat adanya pengembangan TWA Gunung Pancar (4) menilai dampak sosial dan lingkungan pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari pengelola TWA Gunung Pancar, pihak desa dan studi literatur atau referensi lainnya yang berupa jurnal, serta penyusuran data melalui internet. Analisis yang digunakan analisis perubahan pendapatan dan model regresi linier berganda dengan alat pengolah data Minitab 14 dan Microsoft Excel 2007.

Estimasi pendapatan dan perubahan pendapatan masyarakat dilihat dari rata-rata pendapatan masyarakat tanpa dan dari adanya TWA Gunung Pancar. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh perubahan pendapatan rata-rata masyarakat sebesar Rp 218.704,59,00. Perubahan pendapatan berdasarkan present

value sebesar Rp -309.192,43,00. Perubahan pendapatan rata-rata masyarakat

yang mengalami peningkatan diperoleh jenis pekerjaan sebagai penjaga taman yaitu sebesar Rp 637.500,00. Perubahan pendapatan rata-rata kelompok penjaga taman berdasarkan present value menjadi Rp 377.369,70,00.

Hasil estimasi model menunjukkan terdapat tiga variabel yang berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat secara signifikan. Adapun variabel-variabel tersebut yaitu : jumlah tanggungan, umur dan lama bekerja di kawasan


(6)

iv TWA Gunung Pancar. Tanda koefisien variabel menentukan kecenderungan dalam meningkatkan atau menurunkan pendapatan masyarakat.

Penilaian dampak sosial terlihat dari adanya pergeseran profesi pekerjaan dan terserapnya tenaga kerja akibat adanya pengembangan wisata. Selain itu terdapat dampak sosial yang besifat negatif yaitu terjadinya kerawanan sosial. Dampak lingkungan terlihat dari adanya perubahan fisik kawasan baik di dalam maupun sekitar kawasan wisata. Adapun dampak lingkungan tersebut adalah terjadinya pencemaran akibat sampah, terjadi longsor dan perubahan terhadap udara disekitar kawasan.

Kata kunci : pariwisata, taman wisata alam, pengembangan wisata, dampak sosial, dampak ekonomi dan dampak lingkungan