Penilaian Ekonomi dan Prospek Pengembangan Wisata Taman Wisata Alam Gunung Pancar

(1)

1 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat berlimpah, dengan wilayah hutan tropis, tanah dan area lautan yang luas, serta kaya akan keanekaragaman hayati. Hal ini menjadi pertimbangan bagi pemerintah untuk membangun industri pariwisata yang nantinya mampu memberikan kontribusi secara multidimensi bagi pemerintah dan masyarakat pada umumnya.

Pariwisata di Indonesia telah dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi penting. Bahkan sektor ini diharapkan menjadi penghasil devisa nomor satu. Di samping menjadi mesin penggerak ekonomi, pariwisata juga merupakan wahana yang menarik untuk mengurangi angka pengangguran mengingat berbagai jenis wisata dapat ditempatkan dimana saja. Sektor pariwisata mempunyai trickle-down effect ke sektor lain seperti industri kerajinan, makanan, perhotelan, biro wisata sehingga secara pasti mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan (Raharjo, 2002).

Prospek pariwisata yang memperlihatkan kecenderungan meningkat dari waktu-kewaktu dan besarnya potensi wisata yang dimiliki Indonesia juga menjadi pemicu berkembangnya pariwisata di Indonesia. Salah satu potensi wisata yang dapat dijadikan sebagai penunjang pengembangan pariwisata adalah taman wisata alam. Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990, taman wisata alam merupakan kawasan pelestarian alam yang pemanfaatan utamanya adalah untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi alam.

Padatnya aktivitas di kota besar, diikuti dengan kemacetan lalu lintas dan polusi udara menjadikan obyek wisata dengan konsep back to nature banyak


(2)

2 diminati oleh masyarakat, khususnya masyarakat perkotaan untuk menghilangkan kepenatan selama beraktivitas. Wisata alam dapat memberikan sensasi relaksasi sehingga dapat membangkitkan kembali semangat mereka untuk menjalankan aktivitas sepulang berwisata.

Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Pancar dapat menjadi salah satu pilihan wisata back to nature. TWA Gunung Pancar merupakan kawasan hutan pinus yang lokasinya cukup strategis dan berada tidak jauh dari kawasan pemukiman Sentul City. Kawasan ini memiliki kekayaan sumber daya alam hayati yang potensial. Keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna serta keindahan panorama alamnya menjadi daya tarik utama wisata di taman wisata alam ini. Keistimewaan lain dari TWA Gunung Pancar yaitu adanya tempat permandian air panas, sehingga pengunjung tidak hanya dapat menikmati wisata hutan atau gunung dengan panoramanya, tetapi pengunjung juga dapat melakukan pengobatan dan relaksasi dengan berendam di pemandian air panas yang terdapat di TWA Gunung Pancar selain itu di TWA Gunung Pancar juga terdapat sarana olahraga berupa tracking sepeda gunung (downhill) dan arena outbound.

Pada TWA Gunung Pancar juga terdapat wisata pendidikan. Koleksi flora dan faunanya yang begitu banyak sangat berpotensi bagi pengembangan wisata pendidikan di TWA Gunung Pancar. Di kawasan ini, terdapat berbagai kekayaan flora, seperti pinus (Pinus merkusii), Sengon (Albizia falcatria), Kayu Afrika (Maesopsis emanii), Meranti (Shorea sp), Rasamala (Altingia exelsa), Huru (Quercus sp.), Beringin (Ficus Benyamina), Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanopsisargentea), Jamuju (Podocaspus imbricatus), Rotan (Calamus sp) dan beberapa jenis liana dan tumbuhan epiphyt seperti Anggrek, Paku Sarang Burung


(3)

3 (Asplenium nidus), Paku Tanduk Rusa (Platicerium coronarium), dan lain sebagainya. Fauna yang ada di TWA Gunung Pancar antara lain seperti Owa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis cornata), Kera (Macaca fascicularis), Jelaran (Ratufabicolor), Babi Hutan (Sus scrofa), dan jenis-jenis burung seperti Elang (Haliasturindus), Kutilang (Pygnonotus aurigaster), Ayam Hutan Merah (Gallus gallus), Jalak (Sturnus melanopterus), Srigunting (Dicrurus paradiseus), dan Enggang (Buceros sp).

Berdasarkan pada hal di atas, pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar layak menjadi sorotan. Untuk itu, diperlukan masukan dalam pengambilan keputusan pengembangan wisata baik menggunakan pendekatan ekonomi maupun lingkungan. Bagi pengambil keputusan akan lebih mudah apabila costs dan benefits akibat pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan dinilai secara kuantitatif ke dalam nilai moneter (rupiah).

Terkait dengan bagaimana mentransfer nilai ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan dalam bentuk nilai rupiah, saat ini sudah berkembang ilmu Ekonomi Lingkungan yang mencoba menterjemahkan nilai sumberdaya alam dan lingkungan ke dalam format nilai rupiah melalui metode valuasi ekonomi. Metode valuasi ekonomi ini sangat penting ketika pengambil keputusan harus mempertimbangkan nilai costs dan benefits dari obyek milik publik, seperti hutan, keindahan alam, udara segar, dan taman wisata (Walsh, 1986).

Metode valuasi ekonomi untuk mengukur nilai ekonomi kawasan hutan wisata yang paling banyak dipakai adalah travel cost method (TCM). Metode ini menduga nilai ekonomi sebuah kawasan wisata berdasarkan penilaian yang diberikan masing-masing individu atau masyarakat terhadap kenikmatan yang


(4)

4 tidak ternilai (dalam rupiah) dari biaya yang dikeluarkan untuk berkunjung ke sebuah obyek wisata, baik itu opportunity cost maupun biaya langsung yang dikeluarkan seperti biaya transportasi, konsumsi, makanan, minuman, dan hotel (Raharjo, 2002).

Metode valuasi ini memerlukan data biaya perjalanan ke lokasi wisata, jumlah kunjungan selama kurun waktu tertentu dari individu yang memiliki kesamaan dalam preference, pendapatan dan lokasi domisili wisatawan. Selanjutnya, dari data tersebut untuk menyusun demand curve atau kurva permintaan masing-masing individu maupun secara agregat. Area di bawah kurva permintaan tersebut menyatakan estimasi benefit atau estimasi nilai ekonomi kawasan wisata tersebut (Raharjo, 2002). Metode valuasi ini yang selanjutnya akan diterapkan untuk mengestimasi nilai ekonomi TWA Gunung Pancar.

1.2 Rumusan Masalah

Perkembangan pariwisata dengan konsep back to nature menyebabkan adanya pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan untuk kegiatan wisata. Namun, pengembangan pariwisata ini harus diupayakan tetap pada koridor pembangunan pariwisata yang berwawasan lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar sumberdaya alam dan lingkungan tetap tersedia bagi generasi yang akan datang.

TWA Gunung Pancar sebagai salah satu obyek wisata dengan konsep back to nature tidak hanya diharapkan dapat menghasilkan pendapatan tetapi juga diharapkan sebagai suatu kawasan pelestarian keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, perhitungan manfaat dari TWA Gunung Pancar baik secara ekonomi maupun lingkungan perlu dikaji lebih dalam. Berbagai penelitian dan pengembangan kawasan TWA Gunung Pancar harus


(5)

5 senantiasa dilakukan oleh pengelola. Studi dan kajian tertentu dapat dijadikan dasar ilmiah untuk menyusun kebijakan dalam rangka meningkatkan fungsi dan manfaat TWA Gunung Pancar. Salah satu indikatornya adalah meningkatnya jumlah pengunjung TWA Gunung Pancar.

Keberadaan suatu obyek wisata sangat tergantung pada pengunjung yang datang sehingga penting bagi pengelola untuk mengetahui bagaimana karakteristik pengunjung yang mendatangi TWA Gunung Pancar, dengan demikian akan didapatkan informasi tambahan serta dapat menjadi salah satu dasar dalam menetapkan kebijakan pelayanan oleh pihak pengelola di masa yang akan datang.

Potensi sumberdaya alam yang dimiliki TWA Gunung Pancar juga dapat menjadi magnet untuk menarik pengunjung. Kekayaan sumber daya alam hayati yang potensial berupa flora dan fauna, serta keindahan panorama alamnya dapat mendukung potensi obyek dan daya tarik wisata di TWA Gunung Pancar. Potensi obyek dan daya tarik wisata yang ditawarkan di TWA Gunung Pancar antara lain: 1) wisata outbound seperti hiking, berkemah, arena flying fox dan highrope; 2) pemondokan atau pesanggrahan; 3) wisata sambil berolahraga seperti arena berkuda, bersepeda, memanah, dan menembak; 4) panorama alam; 5) pemandian air panas; dan 6) wisata pendidikan. Melihat cukup banyaknya potensi obyek dan daya tarik wisata di TWA Gunung Pancar maka perlu dilakukan juga penelitian tentang pengembangan wisata alam di TWA Gunung Pancar ini sehingga dapat menjadi suatu daerah tujuan wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik beberapa pertanyaan penelitian yakni :


(6)

6 1. Bagaimana karakteristik pengunjung dan bagaimana penilaian pengunjung

terhadap TWA Gunung Pancar?

2. Faktor-faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi permintaan wisata di TWA Gunung Pancar?

3. Bagaimana nilai ekonomi TWA Gunung Pancar dengan metode biaya perjalanan?

4. Bagaimana prospek pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar? 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik pengunjung dan memberikan gambaran mengenai penilaian pengunjung terhadap TWA Gunung Pancar.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi fungsi permintaan wisata di TWA Gunung Pancar.

3. Mengestimasi nilai ekonomi dari TWA Gunung Pancar berdasarkan metode biaya perjalanan.

4. Menilai prospek pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar. 1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Menjadi sarana bagi penulis untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama menjalani studi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. 2. Menjadi pelengkap khasanah keilmuan Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan.

3. Dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan oleh pengelola dalam mengelola dan mengembangkan TWA Gunung Pancar.


(7)

7 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan TWA Gunung Pancar, yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Penelitian ini membahas mengenai pengukuran nilai manfaat ekonomi dari TWA Gunung Pancar berdasarkan metode biaya perjalanan (Travel Cost Method) dari pengunjung atau wisatawan yang berkunjung ke TWA Gunung Pancar dengan asumsi bahwa TWA Gunung Pancar dianggap menjadi satu-satunya tujuan wisata pengunjung. Penelitian ini juga menilai prospek pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar berdasarkan pada tiga aspek, yaitu aspek fisik, aspek sosial-ekonomi dan aspek spasial yang terdapat pada TWA Gunung Pancar.

1.6 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat dihindari, hal ini memungkinkan terjadinya perbedaan hasil dengan penelitian sebelumnya yang serupa. Keterbatasan-keterbatasan tersebut antara lain :

1. Sample penelitian yang digunakan terbatas pada pengunjung di TWA Gunung Pancar sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasikan di tempat lain.

2. Manfaat ekonomi yang dianalisis hanya manfaat intangible berupa manfaat wisata atau rekreasi, tidak dilakukan untuk manfaat tangible dan intangible lainnya pada TWA Gunung Pancar.

3. Penilaian manfaat intangible ke dalam nilai moneter dengan menggunakan preferensi dan perilaku individu tidak secara eksplisit menggambarkan nilai barang atau jasa sumberdaya alam dan lingkungan yang ada di TWA Gunung Pancar.


(8)

8 4. Asumsi-asumsi yang digunakan pada metode biaya perjalanan (travel cost method) sering kali tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan pada saat penelitian berlangsung sehingga memungkinkan terjadinya bias. Sebagian responden yang ditemui pada saat penelitian menyatakan bahwa kunjungan mereka ke TWA Gunung Pancar bukan merupakan tujuan utama mereka berada di tempat wisata tersebut (multitrips).


(9)

9 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pariwisata

Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990, yang dimaksud pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut. Pariwisata meliputi semua kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata, pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, seperti kawasan wisata, taman rekreasi, peninggalan-peninggalan sejarah, museum, waduk, tata kehidupan masyarakat dan yang bersifat alamiah (keindahan alam, gunung berapi, danau, dan pantai), serta pengusahaan jasa dan sarana pariwisata.

Menurut Damanik dan Weber (2006), pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa yang sangat kompleks.

Gilbert (1990) dalam Vanhove (2005), menyatakan bahwa pariwisata merupakan bentuk kegiatan manusia yang menitikberatkan pada perjalanan, sehingga pariwisata menimbulkan berbagai kebutuhan fisik seperti kebutuhan akan sarana transportasi, akomodasi, makanan dan minuman, hiburan dan sebagainya. Sarana inilah yang kemudian dikenal sebagai industri pariwisata karena dapat menghasilkan produk tertentu berupa barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan penginapan, angkutan wisata, restoran dan perusahaan hiburan serta perusahaan souvenir. Pariwisata terkait dengan kegiatan wisata. Wisata adalah kegiatan yang meliputi perjalanan ke tempat tujuan atau komunitas


(10)

10 yang terkenal dalam periode jangka waktu yang singkat, dalam rangka mewujudkan kepuasan kebutuhan konsumen untuk satu atau kombinasi kegiatan. 2.2 Wisata Alam

Menurut Suswantoro (1997), wisata alam merupakan bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan tata lingkungan. Sementara itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1994 Pasal 1 menyatakan bahwa wisata alam adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati pada keunikan dan keindahan alam, di Taman Nasional, Taman Hutan Rawa, dan Taman Wisata Alam. Sumberdaya alam yang dimaksudkan adalah sumberdaya alam yang berpotensi serta mempunyai daya tarik bagi wisatawan.

Kegiatan yang dapat dilakukan dalam kegiatan wisata alam adalah kegiatan rekreasi, pariwisata, pendidikan, penelitian, kebudayaan, dan cinta alam. Semua kegiatan wisata ini dilakukan dalam obyek wisata yang ada. Pada umumnya obyek wisata tersebut berada pada suatu kawasan dimana kawasan tersebut sering disebut sebagai kawasan wisata alam. Kawasan wisata alam ini merupakan suatu kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun perairan, dengan mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya (Suswantoro, 1997). 2.3 Taman Wisata Alam

Menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang dimaksud dengan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Pasal 31 dari Undang-Undang No.5 Tahun 1990


(11)

11 menyebutkan bahwa taman wisata alam sebagai suatu kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan, serta menunjang budidaya dan wisata alam.

Berdasarkan surat keputusan menteri pertanian No.681/KPTS/UM/1981 kriteria taman wisata alam adalah: 1) Kawasan yang ditunjuk memiliki keadaan alam yang menarik dan indah baik secara alamiah maupun buatan manusia, dan 2) memenuhi kebutuhan manusia akan rekreasi dan terletak dekat pusat-pusat pemukiman penduduk. Modal dasar dalam pengembangan wisata alam pada hakekatnya adalah sumberdaya dan tata lingkungan berupa: 1) flora, baik jenis maupun keragamannnya, 2) fauna, baik jenis maupun keragamannya, 3) tata lingkungan alam yaitu bentuk dari sistem hubungan timbal balik antar unsur dalam alam baik hayati maupun non hayati yang saling tergantung dan saling mempengaruhi, 4) gejala alam yaitu bentuk sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kondisi fisik bumi, seperti susunan geomorfologi, air terjun, sumber air panas dan kawah, dan 5) pemandangan alam yaitu bentuk sumber daya alam dan tata lingkungannya yang ditentukan oleh ciri khasnya.

2.4 Permintaan Wisata

Menurut Muntasib (2007), permintaan merupakan sejumlah barang atau jasa yang dibeli oleh individu dan mampu untuk dibeli dengan harga tertentu dan waktu tertentu. Permintaan masyarakat terhadap wisata sama halnya dengan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa.

Menurut Douglass (1982), yang dimaksud dengan permintaan wisata adalah banyaknya kesempatan wisata yang diinginkan oleh masyarakat atau gambaran total partisipasi masyarakat dalam kegiatan wisata secara umum yang


(12)

12 dapat diharapkan bila tersedia fasilitas yang memadai atau memenuhi keinginan masyarakat.

Permintaan wisata di alam terbuka dapat diartikan sebagai jumlah pengunjung yang secara ekonomi dapat diartikan sebagai unit volume (kunjungan, hari kunjungan) pada berbagai tingkat biaya wisata. Kurva permintaan secara ekonomi menggambarkan jumlah unit barang atau jasa tertentu yang akan dibayar pada berbagai tingkat harga (Clawson dan Knetsch, 1975).

Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan wisata menurut Clawson dan Knetsch (1975) adalah sebagai berikut:

1) Faktor individu atau yang berhubungan dengan pemakai potensial : 1. Jumlah total individu yang berada disekitar tempat rekreasi.

2. Distribusi geografis daerah konsumen potensial yang berkaitan dengan kemudahan atau kesulitan mencapai areal.

3. Karakteristik sosial ekonomi seperti: umur, jenis kelamin, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, dan status pendidikan.

4. Pendapatan rata-rata dan distribusi pendapatan masing-masing individu untuk keperluannya.

5. Pendidikan khusus, pengalaman dan pengetahuan yang berhubungan dengan wisata.

2) Faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat rekreasi :  Keindahan dan daya tarik.

 Intensitas dan sifat pengelolaan.  Alternatif pilihan tempat rekreasi lain.


(13)

13  Karakteristik iklim dan cuaca tempat rekreasi.

3) Hubungan antara pemakai potensial dengan tempat rekreasi :

 Lama dan waktu perjalanan yang diperlukan dari tempat tinggal ke tempat rekreasi.

 Kesenangan atau kenyamanan dalam perjalanan.  Biaya untuk berkunjung ke tempat rekreasi.

 Meningkatnya permintaan rekreasi sebagai akibat promosi yang menarik. 2.5 Penawaran Wisata

Menurut Wahab (1992), penawaran pariwisata mencakup yang ditawarkan oleh destinasi pariwisata kepada wisatawan yang real maupun potensial. Penawaran dalam pariwisata menunjukkan khasanah atraksi wisata alamiah dan buatan manusia, jasa-jasa maupun barang-barang yang kira-kira akan menarik orang-orang untuk mengunjungi suatu negara tertentu. Penawaran pasiwisata ditandai oleh 3 ciri khas utama :

 Merupakan penawaran jasa-jasa. Dengan demikian yang ditawarkan itu tidak mungkin ditimbun dan harus dimanfaatkan dimana produk itu berbeda.

 Yang ditawarkan itu sifatnya kaku (rigid) dalam arti bahwa dalam usaha pengadaannya untuk keperluan wisata, sulit sekali untuk mengubah sasaran penggunaannya di luar pariwisata.

 Karena pariwisata belum menjadi kebutuhan pokok manusia, maka penawaran pariwisata harus bersaing ketat dengan penawaran barang-barang dan jasa-jasa yang lain. Dalam hal ini hukum substitusi sangat kuat berlaku.

Godfrey dan Clarke (2000) mengelompokkan sumberdaya wisata menjadi dua yaitu sumberdaya utama yang mempunyai daya tarik paling kuat dan


(14)

14 biasanya mewakili faktor kunci di dalam proses perjalanan wisatawan. Sumberdaya yang kedua adalah sumberdaya pendukung yang merupakan sumberdaya pelengkap dan menambah daya tarik bagi pengunjung tapi bukan alasan utama dari perjalanan.

Kemudian Godfrey dan Clarke (2000) juga membagi sumberdaya wisata kedalam 5 kategori, yaitu :

1. Sumberdaya alam : flora, bentang alam, fauna, iklim, dan air.

2. Sumberdaya budaya : keagamaan, warisan dan lainnya seperti perayaan suku, budaya asli.

3. Sumberdaya peristiwa : festival, turnamen, bisnis dan lainnya, seperti peringatan-peringatan (hari nasional, perayaan suku).

4. Sumberdaya aktivitas : rekreasi, pelayanan dan fasilitas seperti aquarium, arboretum, kebun raya, planetarium.

5. Sumberdaya pelayanan : angkutan, akomodasi, resepsi, catering, dan pelayanan seperti pelayanan kesehatan, dokter, dan ambulan.

2.6 Pengembangan Pariwisata Alam

Menurut Suswantoro (1997), unsur pokok yang harus mendapat perhatian guna menunjang pengembangan pariwisata di daerah tujuan wisata yang menyangkut perecanaan, pelaksanaan pembangunan dan pengembangannya meliputi lima unsur :

1. Obyek dan Daya Tarik Wisata

Daya tarik wisata yang juga disebut obyek wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata.


(15)

15 2. Prasarana Wisata

Prasarana wisata adalah sumberdaya alam dan sumberdaya buatan manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata.

3. Sarana Wisata

Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya. 4. Tata Laksana atau Infrastruktur

Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana wisata, baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik di atas permukaan tanah dan di bawah tanah.

5. Masyarakat atau Lingkungan

Daerah tujuan wisata yang memiliki berbagai objek dan daya tarik wisata akan mengundang kehadiran wisatawan. Masyarakat di sekitar objek wisatalah yang akan menyambut kehadiran wisatawan tersebut dan sekaligus akan memberikan layanan yang diperlukan oleh para wisatawan.

2.7 Valuasi Ekonomi

Valuasi ekonomi adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk menilai secara riil harga dari suatu barang dan jasa. Valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan adalah penilaian ekonomi dengan menggunakan pendekatan penilaian kegunaan langsung dan tidak langsung (Adrianto dan Wahyudin, 2007). Secara umum, teknik valuasi ekonomi digunakan untuk sumberdaya alam dan lingkungan yang belum memiliki nilai pasar (non-market valuation). Valuasi ekonomi dengan non-market valuation dapat digolongkan kedalam dua kelompok.


(16)

16 Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana WTP terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini sering disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP (keinginan membayar yang terungkap). Beberapa teknik yang termasuk kedalam kelompok yang pertama ini adalah travel cost, hedonic pricing, dan teknik yang relatif baru yang disebut random utility model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei dimana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkannya secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup populer dalam kelompok ini adalah yang disebut Contingent Valuation Method (CVM) dan Discrete Choice Method (Fauzi, 2006). Pengklasifikasian valuasi ekonomi non-market dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Klasifikasi Valuasi Non-Market Sumber: Fauzi (2006)

2.8 Travel Cost Method (TCM)

Travel Cost Method (TCM) merupakan metode dalam menduga nilai ekonomi sebuah komoditas yang tidak memiliki nilai pasar atau non-market good (Adrianto et al., 2004). Menurut Fauzi (2006), TCM digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation),

Valuasi Non-Market

Tidak langsung (Expressed WTP) Langsung (Survey)

(Revealed WTP) • Hedonic Pricing Travel Cost

Random Utility model

Contingent Valuation Random Utility model Contingent Choice


(17)

17 seperti memancing, berburu, hiking dan sebagainya. Secara prinsip, metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat-tempat rekreasi di atas. Seorang konsumen misalnya untuk menyalurkan hobi memancing di pantai akan mengorbankan biaya dalam bentuk waktu dan uang untuk mendatangi tempat tersebut. Kita bisa mengkaji berapa nilai (value) yang diberikan konsumen kepada sumber daya alam dan lingkungan dengan mengetahui pola expenditure dari konsumen tersebut. Metode ini dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat :

1. Perubahan biaya akses (tiket masuk) bagi suatu tempat rekreasi. 2. Penambahan tempat rekreasi baru.

3. Perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi. 4. Penutupan tempat rekreasi yang ada.

Secara umum ada dua teknik sederhana yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM, teknik tersebut adalah :

1. Pendekatan sederhana melalui zonasy (ZTCM).

2. Pendekatan individual TCM dengan menggunakan data sebagian besar dari survey (ITCM).

Haab dan McConnel (2002), menyatakan bahwa dalam melakukan valuasi dengan metode TCM, ada dua tahap kritis yang harus dilakukan: pertama, menentukan perilaku model itu sendiri dan kedua menentukan pilihan lokasi. Perhatian pertama menyangkut apakah TCM yang dibangun harus ditentukan dulu fungsi preferensinya secara hipotesis, kemudian membangun model perilakunya (behavioural model), atau apakah langsung membangun model perilaku. Perhatian


(18)

18 yang kedua menyangkut apakah kita harus melakukan pemodelan untuk semua atau beberapa tempat sebagai suatu model.

Penentuan fungsi permintaan untuk kunjungan ke suatu tempat wisata dengan pendekatan individual TCM menggunakan teknik ekonometrik. Hipotesis yang dibangun adalah bahwa kunjungan ke tempat wisata akan sangat dipengaruhi oleh biaya perjalanan (travel cost) dan diasumsikan berkorelasi negatif, sehingga diperoleh kurva permintaan yang memiliki kemiringan negatif. Secara sederhana fungsi permintaan di atas dapat ditulis sebagai berikut :

Vij = f ( Cij, Tij, Qij, Sij, Mi ) Dimana:

Vij : jumlah kunjungan oleh individu i ke tempat j.

Cij : biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j.

Tij : biaya waktu yang diperlukan oleh individu i untuk mengunjungi lokasi j. Qij : persepsi responden terhadap kualitas lingkungan dari tempat yang

dikunjungi.

Sij : karakteristik substitusi yang mungkin ada di tempat lain, dan Mi adalah pendapatan (income) dari individu i.

Menurut Haab dan McConnel (2002), agar penilaian terhadap sumber daya alam melalui TCM tidak bias, fungsi permintaan harus dibangun dengan asumsi dasar :

1. Biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan sebagai proxy atas harga dari rekreasi.

2. Waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan utilitas maupun disutilitas.


(19)

19

Surplus Konsumen

Garis Harga

Q

2.9 Surplus Konsumen

Surplus konsumen merupakan proxy dari nilai WTP terhadap lokasi rekreasi untuk mengestimasi nilai ekonomi. Surplus konsumen tersebut dapat diukur melalui formula :

WTP ≈ Consumer Surplus ≈

Dimana nilai N adalah jumlah kunjungan yang dilakukan oleh individu i dan b1 adalah koefisien dari biaya perjalanan (Fauzi, 2006).

Menurut Nicholson (2002), surplus konsumen adalah ukuran nilai berlebih yang diterima oleh konsumen dari suatu barang melebihi dari yang mereka bayarkan. Surplus konsumen mengukur manfaat yang diterima konsumen dari partisipasinya di suatu pasar. Surplus konsumen dapat dihitung dengan mencari luas daerah di bawah kurva permintaan dan di atas harga. Surplus konsumen merupakan perbedaan antara jumlah yang dibayarkan oleh pembeli untuk suatu produk dan kesediaan untuk membayar. Selain itu, surplus konsumen yang terkait dengan penilaian ekonomi untuk barang-barang sumberdaya dan lingkungan cenderung underestimated sehingga surplus konsumen haruslah selalu ditambahkan pada nilai pasar barang-barang dan jasa-jasa yang dikonsumsikan agar diperoleh estimasi yang sebenarnya manfaat ekonomi total dari barang dan jasa tersebut (Hufschmidt et al., 1987).

Gambar 2. Total Surplus Konsumen Sumber: Djijono (2002)


(20)

20 2.10 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai penilaian ekonomi manfaat wisata dalam bentuk moneter/uang sudah cukup banyak dilakukan sebelumnya. Walaupun demikian penelitian tentang penilaian ekonomi manfaat wisata masih perlu dilakukan karena penelitian mengenai penilaian ekonomi manfaat wisata akan memberikan hasil yang berbeda untuk waktu dan tempat yang berbeda serta variabel-variabel tidak bebas yang digunakan berbeda. Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Raharjo (2002), Firandari (2009), dan Susilowati (2009) yang hampir seluruhnya mengestimasi nilai ekonomi manfaat wisata dengan menggunakan pendekatan biaya perjalanan (travel cost method).

Penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (2002) mengenai menaksir nilai ekonomi taman hutan wisata Tawangmangu dengan metode biaya perjalanan menunjukkan bahwa biaya perjalanan tertinggi adalah 419.952,0 rupiah dan biaya perjalanan terendah adalah 3.000 rupiah. Hal ini mengindikasikan bahwa surplus konsumen per individu per tahun adalah 425.851,05 rupiah atau 186.776,78 rupiah per individu per satu kali kunjungan. Sehingga didapatkan nilai ekonomi taman hutan wisata Tawangmangu adalah sebesar 77.088.005.988,70 rupiah.

Penelitian yang dilakukan oleh Firandari (2009) mengenai analisis permintaan dan nilai ekonomi wisata Pulau Situ Gintung-3 dengan metode biaya perjalanan menunjukkan bahwa permintaan wisata Pulau Situ Gintung-3 dipengaruhi secara negatif oleh faktor biaya perjalanan dan jarak tempuh serta dipengaruhi secara positif oleh faktor lama mengetahui seseorang terhadap keberadaan Pulau Situ Gintung-3. Surplus konsumen pengunjung Pulau Situ


(21)

21 Gintung-3 sebesar Rp 28.985,51 per kunjungan dan nilai manfaat/nilai ekonomi Pulau Situ Gintung-3 sebagai tempat wisata adalah sebesar Rp 3.373.130.755,00.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2009) mengenai valuasi ekonomi manfaat rekreasi Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda diketahui bahwa surplus konsumen berdasarkan metode biaya perjalanan individual sebesar Rp 24.926,00 per kunjungan dan selanjutnya didapat nilai ekonomi Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda sebesar Rp 3.193.579.412,00.

Penelitian-penelitian terdahulu pada intinya membahas hal yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Adapun penelitian yang dimaksud adalah mengenai pengkajian fungsi permintaan wisata serta pendugaan nilai manfaat ekonomi berdasarkan surplus konsumen. Hal yang membedakan penelitian terdahulu dengan penelitian ini dilakukan di TWA Gunung Pancar yang lokasinya belum cukup dikenal oleh masyarakat dan merupakan tempat wisata yang sedang berkembang, sehingga penelitian ini juga mengkaji bagaimana prospek pengembangan wisata dari suatu taman wisata alam khususnya TWA Gunung Pancar.


(22)

22 III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis yang dikaji dalam penelitian ini ditekankan pada obyek dan daya tarik wisata, penilaian manfaat wisata alam, serta prospek pengembangan wisata alam.

3.1.1 Obyek dan Daya Tarik Wisata

Obyek dan daya tarik wisata merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan pariwisata, ekowisata, dan wisata alam. Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 Pasal 1, obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Oleh karena itu, daya tarik wisata yang ada disuatu tempat wisata harus diperhatikan karena daya tarik wisata tersebut dapat menarik pengunjung untuk mengunjungi tempat wisata tersebut.

Untuk meningkatkan kegiatan pariwisata, ekowisata, dan wisata alam maka perlu dilakukan pengembangan obyek dan daya tarik wisata yang ada di masing-masing tempat wisata sehingga pengusahaan obyek dan daya tarik wisata dalam kegiatan pembangunan obyek dan daya tarik wisata perlu dilakukan. Namun, kegiatan pengusahaan dan pengembangan obyek dan daya tarik wisata harus memperhatikan aspek pengamanan terhadap keselamatan wisatawan, ketentraman masyarakat, serta kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

3.1.2 Regresi Linier Berganda

Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan dilakukan dengan menggunakan regresi linier berganda. Menurut Lind et al. (2008), regresi digunakan untuk menunjukkan hubungan antara 2 variabel yang menunjukkan pola keseluruhan dari variabel terikat (Y) terhadap suatu variabel


(23)

23 bebas/variabel penjelas (X). Gurajati (1998) mendefinisikan analisis regresi sebagai kajian terhadap hubungan satu variabel yang disebut sebagai variabel yang diterangkan (the explained variable) dengan satu atau dua variabel yang menerangkan (the explanatory).

Pada regresi terdapat hubungan sebab akibat antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen merupakan variabel penjelas sedangkan variabel dependen merupakan variabel yang terikat yang nilainya dipengaruhi oleh variabel independen. Jika variabel bebas hanya satu, maka analisis regresi tersebut disebut regresi sederhana. Jika variabel bebas lebih dari satu, maka analisis tersebut disebut regresi linier berganda.

Persamaan model regresi linier berganda secara umum dituliskan sebagai berikut :

Dimana :

Y = fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, …, Xk, dan komponen sisaan (error)

i = nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi, atau sampai n untuk data contoh (sample).

Xki = pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk. Βk = intersep model regresi.

Menurut Juanda (2009), model regresi linier berganda didasarkan pada asumsi-asumsi sebagai berikut :

a. Spesifikasi model ditetapkan seperti dalam persamaan umum regresi linier berganda.

b. Peubah Xk merupakan peubah non-statistik (fixed), artinya sudah ditentukan, bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linier sempurna antar peubah bebas Xk.


(24)

24 c. Komponen sisaan i mempunyai nilai harapan sama dengan nol, dan ragam

konstanta untuk semua pengamatan i. E( i) = 0 dan Var( i) = σ2 .

d. Tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antar sisaan sehingga Cov( i, j) = 0, untuk i ≠ j.

e. Komponen sisaan menyebar normal. 3.1.3 Penilaian Manfaat Wisata Alam

Menurut Hufschmidt et al. (1987), manfaat diartikan sebagai nilai tambah hasil barang-barang dan jasa termasuk jasa lingkungan. Manfaat wisata alam merupakan manfaat yang sulit diukur dalam satuan moneter karena pada umumnya tidak mempunyai harga pasar. Dalam menaksir manfaat suatu wisata alam dapat diperhatikan dari surplus konsumen yang terbentuk dari kurva permintaan wisata. Surplus konsumen pada hakikatnya berarti perbedaan diantara kepuasan yang diperoleh oleh seseorang dalam mengkonsumsi sejumlah barang dengan nilai yang harus dibayar untuk memperoleh barang tersebut, sedangkan kurva permintaan wisata adalah kurva yang menggambarkan hubungan jumlah kunjungan wisata pada berbagai tingkat harga tiket masuk.

Salah satu teknik pendekatan yang dapat digunakan untuk menilai manfaat dari wisata alam adalah metode biaya perjalanan (travel cost method). Metode biaya perjalanan digunakan untuk melihat jumlah waktu dan uang pengunjung yang dihabiskan untuk mengadakan perjalanan ke suatu tempat sebagai proksi atau pengganti harga, bersama-sama dengan tingkat partisipasi dan karakteristik pengunjung untuk menaksir nilai ekonomi wisata tempat tersebut.

Nilai ekonomi wisata yang diduga dengan menggunakan metode biaya perjalanan meliputi biaya transport pulang pergi dari tempat tinggal wisatawan ke


(25)

25 obyek wisata dan pengeluaran lain selama di perjalanan dan di dalam obyek wisata mencakup dokumentasi, konsumsi, parkir, dan biaya lain yang berkaitan dengan kegiatan wisata untuk satu hari kunjungan. Sehingga biaya perjalanan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Bpt = BTr + BDk + BKr + BP + BSv +BL Keterangan :

BPt = Biaya Perjalanan (Rp/orang/hari) BTr = Biaya Transportasi (Rp/orang/hari) BDk = Biaya Dokumentasi (Rp)

BKr = Biaya Konsumsi Selama Rekreasi (Rp/orang/hari) – Biaya Konsumsi Sehari-hari (Rp/orang/hari)

BP = Biaya Parkir (Rp) BSv = Biaya Souvenir (Rp) BL = Biaya Lainnya (Rp)

Pengeluaran untuk tarif masuk tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya perjalanan karena merupakan suatu konstanta.

Secara umum ada dua teknik sederhana yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM, teknik tersebut adalah :

1. Pendekatan sederhana melalui zonasy (ZTCM).

2. Pendekatan individual TCM dengan menggunakan data sebagian besar dari survey (ITCM).

Pada Zonal Travel Cost Method (ZTCM) tempat wisata diidentifikasi dan kawasan yang mengelilinginya dibagi ke dalam zona konsentrik yang semakin jauh yang menunjukkan peringkat biaya perjalanan yang semakin tinggi. Survei terhadap para pemakai tempat wisata kemudian dilakukan pada tempat rekreasi untuk menentukan zona asal, tingkat kunjungan, biaya perjalanan, dan berbagai karakteristik sosial ekonomi. Informasi dari sample para pengunjung dianalisis dan data yang dihasilkan digunakan untuk meregresi tingkat kunjungan yang


(26)

26 dipengaruhi oleh biaya perjalanan dan berbagai variabel sosial ekonomi. Persamaan model regresi tersebut secara umum dituliskan sebagai berikut :

Qi = f ( TC, X1, X2, …….. Xn ) Keterangan :

Qi = Tingkat kunjungan (banyaknya pengunjung dari zona I tiap 1000 penduduk pada zona i

TCi = Biaya perjalanan

Xn = Variabel sosial ekonomi

Regresi tersebut menguji hipotesis bahwa biaya perjalanan kenyataannya berpengaruh pada tingkat kunjungan. Masuknya variabel lain membantu menghilangkan dampak komponen tingkat kunjungan yang tak ada hubungannya dengan biaya perjalanan.

ITCM (individual travel cost method) pada dasarnya serupa dengan ZTCM, tetapi menggunakan data survey yang berasal dari pengunjung secara individu dalam analisis statistik daripada data dari setiap zona. Metode ini memerlukan pengumpulan data yang lebih banyak dan analisis yang lebih sulit tetapi akan memberikan hasil yang lebih tepat. Peneliti dapat memulainya dengan cara yang sama dengan ZTCM, dengan memperkirakan hubungan diantara jumlah kunjungan dengan biaya perjalanan dan variabel yang relevan lainnya menggunakan analisis regresi. Persamaan regresi memberikan fungsi permintaan untuk rata-rata pengunjung yang datang, dan area dibawah kurva permintaan tersebut merupakan rata-rata dari surplus konsumen.

Asumsi-asumsi dalam TCM untuk membangun fungsi permintaan:

1. Biaya perjalanan dan biaya waktu digunakan sebagai proxy atas harga dari rekreasi atau wisata.


(27)

27 2. Waktu perjalanan bersifat netral, artinya tidak menghasilkan utilitas dan

disutilitas.

3. Perjalanan merupakan perjalanan tunggal (bukan multitrips). Bentuk persamaan ITCM adalah sebagai berikut :

Vij = f ( Cij, Xi ) Keterangan :

Vij = Jumlah kunjungan per tahun dari individu i ke tempat rekreasi j. Cij = Biaya perjalanan individu i ke tempat rekreasi j.

Xi = Faktor-faktor lain yang menentukan kunjungan individu i. Kelebihan ITCM dibandingkan dengan ZTCM diantaranya : 1. Lebih efisien dalam proses perhitungan secara statistik.

2. Konsistensi teori dalam perumusan model permintaan dan perilaku individu. 3. Menghindari keterbatasan zonal atau lokasi.

4. Menambah heterogenitas karakteristik populasi pengunjung diantara suatu zona, serta mengeliminasi efek pengunjung dengan tingkat kunjungan nol (non-participant).

Adapun kelemahan dari penggunaan metode biaya perjalanan diantaranya : 1. Hanya dibangun berdasarkan asumsi bahwa setiap individu hanya memiliki

satu tujuan untuk mengunjungi tempat wisata yang dituju.

2. Tidak membedakan individu yang memang datang dari kalangan pelibur dan mereka yang datang dari wilayah setempat.

3. Masalah pengukuran nilai dari waktu, dalam teori ekonomi mikro, variable waktu memiliki nilai intrinsik tersendiri yang dinyatakan dalam bentuk opportunity cost.


(28)

28 3.1.4 Prospek Pengembangan Wisata Alam

Menurut Adirahmanta (2005), penetapan suatu kawasan pelestarian menjadi kawasan wisata alam baik pada taman nasional maupun taman wisata alam akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan wisata yang dapat dikembangkan di dalam kawasan, yakni pengembangan kegiatan harus selaras dengan tujuan pengelolaan pada taman nasional dan taman wisata alam. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian terhadap prospek pengembangan kegiatan wisata di taman nasional dan taman wisata alam ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan aspek fisik, aspek sosial-ekonomi dan aspek spasial.

Pendekatan aspek fisik dilakukan dengan mengkaji kondisi sarana dan prasarana penunjang kegiatan wisata yang meliputi aksesibilitas, sarana-prasarana, dan lain-lain saat ini, serta mengkaji potensi alam kawasan yang ada sehingga dapat untuk menentukan kegiatan yang dapat dikembangkan berikut sarana dan prasarana yang perlu ditingkatkan atau dipertahankan, sebagai akibat status taman nasional maupun taman wisata alam.

Pendekatan aspek sosial-ekonomi dilakukan antara lain untuk mengenali keadaan dan potensi masyarakat, khususnya masyarakat sekitar kawasan yang meliputi perilaku, aktivitas dan mata pencaharian masyarakat sekitar. Pendekatan ini digunakan sebagai salah satu titik tolak dalam mengidentifikasikan pengembangan kegiatan wisata yang dapat menciptakan keselarasan antara kehidupan masyarakat sekitar dengan keberadaan taman nasional maupun taman wisata alam, sehingga dapat saling memberikan manfaat.

Pendekatan aspek spasial yakni terkait dengan pengalokasian areal ke dalam zona-zona tertentu di dalam kawasan taman nasional atau taman wisata


(29)

29 alam, di mana diijinkan untuk dilakukan kegiatan wisata dan di mana tidak diijinkan, serta jenis/bentuk kegiatan wisata dalam suatu zona tertentu, dengan demikian kegiatan pariwisata yang dikembangkan dapat selaras dengan peruntukan kawasan serta mendukung prinsip-prinsip pengelolaan taman nasional maupun taman wisata alam.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

TWA Gunung Pancar merupakan salah satu bentuk dari fungsi hutan sebagai kawasan pelestarian alam atau kawasan konservasi. Selain sebagai kawasan pelestarian alam atau konservasi, TWA Gunung Pancar ini juga bermanfaat sebagai sarana rekreasi dan pendidikan. Sebagai sarana rekreasi, TWA Gunung Pancar berhubungan erat dengan pengunjung. Oleh karena itu, sangat penting bagi pengelola untuk mengetahui bagaimana karakteristik pengunjung dan mencari tahu penilaian pengunjung terhadap TWA Gunung Pancar dimana hasil pengkajian karakteristik dan penilaian pengunjung diharapkan dapat memberikan informasi tambahan yang dapat digunakan sebagai salah satu indikator dalam penetapan kebijakan pelayanan oleh pihak pengelola.

Pengunjung yang melakukan wisata pada suatu daerah tujuan wisata tertentu pasti akan mengeluarkan sejumlah biaya tertentu yang disebut dengan biaya perjalanan. Biaya perjalanan ini terdiri dari biaya transportasi, dokumentasi, konsumsi, parkir dan biaya lain disamping biaya tiket masuk ke daerah wisata tersebut. Permintaan wisata selain dipengaruhi oleh biaya perjalanan juga dipengaruh oleh faktor sosial ekonomi pengunjung, seperti total pendapatan, tingkat pendidikan, umur, jarak dan waktu tempuh dari tempat tinggal menuju lokasi wisata, jumlah tanggungan, jenis kelamin, waktu di lokasi dan lama


(30)

30 mengetahui lokasi. Setelah mengetahui biaya perjalanan dan faktor-faktor sosial ekonomi pengunjung kemudian dilakukan analisis pada model regresi sehingga akan didapatkan fungsi permintaan wisata di TWA Gunung Pancar. Dari estimasi fungsi permintaan akan didapatkan nilai dari surplus konsumen. Setelah mendapatkan surplus konsumen maka akan diperoleh nilai ekonomi wisata TWA Gunung Pancar.

Potensi sumberdaya alam yang dimiliki oleh TWA Gunung Pancar juga perlu dipertimbangkan mengingat kegiatan wisata yang ada di TWA Gunung Pancar diharapkan dapat berkelanjutan sehingga perlu diidentifikasi lebih dalam prospek pengembangannya. Prospek pengembangan ini nantinya akan diteliti dengan tiga aspek pendekatan yaitu aspek fisik, aspek sosial-ekonomi, dan aspek spasial. Aspek fisik digunakan untuk mengkaji sarana dan prasarana penunjang kegiatan wisata dan potensi alam di kawasan TWA Gunung Pancar sehingga dapat menentukan kegiatan wisata yang dapat dikembangkan berikut sarana dan prasarana yang perlu ditingkatkan atau dipertahankan. Aspek sosial-ekonomi digunakan untuk mengenali keadaan dan potensi masyarakat di sekitar kawasan TWA Gunung Pancar sehingga dapat mengidentifikasikan pengembangan kegiatan wisata yang dapat menciptakan keselarasan antara kehidupan masyarakat sekitar dengan keberadaan TWA Gunung Pancar sehingga dapat saling memberikan manfaat. Aspek spasial digunakan untuk pengalokasian areal ke dalam zona-zona tertentu di dalam kawasan TWA Gunung Pancar, di mana diijinkan untuk dilakukan kegiatan wisata dan di mana tidak diijinkan dengan demikian kegiatan wisata yang dikembangkan dapat selaras dengan peruntukan


(31)

31 kawasan. Diagram alir kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.


(32)

32 --- = Obyek Penelitian Gambar 3. Skema Kerangka Penelitian

TWA Gunung Pancar

Wisata alam yang potensial

Pengunjung

Karakteristik dan penilaian pengunjung terhadap TWA

Gunung Pancar

Analisis Deskriptif

Identifikasi karakteristik dan penilaian pengunjung

terhadap TWA Gunung Pancar

Permintaan rekreasi

Travel Cost Method (TCM)

Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi fungsi

permintaan di TWA Gunung Pancar

Surplus Konsumen

Nilai ekonomi manfaat wisata di TWA Gunung Pancar

Dasar Kebijakan

Pengembangan dan Pengelolaan TWA Gunung Pancar

Prospek pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar

Aspek Sosial-Ekonomi

Aspek Fisik Aspek Spasial

Analisis Deskriptif

Menilai prospek pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar

Analisis Regresi Linier Berganda


(33)

33 IV. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di TWA Gunung Pancar yang terletak di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa TWA Gunung Pancar merupakan salah satu objek wisata alam yang potensial untuk dikelola dan dikembangkan. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2011. Data diperoleh melalui survei lapang dan wawancara yang dilakukan terhadap pengunjung dan pengelola di TWA Gunung Pancar.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder yang dibutuhkan meliputi keadaan umum lokasi wisata (sejarah, status, letak, luas, keadaan fisik, serta potensi wisata), peta lokasi TWA Gunung Pancar, peta penyebaran obyek wisata TWA Gunung Pancar, serta data pengunjung dan tiket masuk TWA Gunung Pancar 5 tahun terakhir. Keseluruhan data tersebut diperoleh dari pengelola TWA Gunung Pancar dan studi literatur lainnya.

Data primer yang digunakan diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden di TWA Gunung Pancar melalui kuesioner (survey). Data primer meliputi data mengenai data pribadi responden, motivasi kunjungan responden, dan persepsi responden terhadap pelayanan, kualitas lingkungan, serta sarana dan prasarana di TWA Gunung Pancar. Sesuai dengan tujuan penelitian maka kebutuhan data primer dan teknik pengumpulan datanya ditunjukkan pada Tabel 1 berikut ini.


(34)

34 Tabel 1. Daftar Kebutuhan Data Primer dan Teknik Pengumpulan Data No. Tujuan Penelitian Data yang Dibutuhkan Teknik

Pengumpulan Data 1 Mengidentifikasi

karakteristik pengujung TWA Gunung Pancar

Jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat

penghasilan, jumlah tanggungan, domisili, motivasi kunjungan, lama kunjungan, dan intensitas wisata pada periode waktu tertentu

Wawancara

2 Mengidentifikasi faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi fungsi permintaan wisata di TWA Gunung Pancar

Jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat

penghasilan, jumlah tanggungan, domisili, motivasi kunjungan, lama kunjungan, dan intensitas wisata pada periode waktu tertentu

Wawancara

3 Mengestimasi nilai ekonomi dari TWA Gunung Pancar berdasarkan metode biaya perjalanan

Biaya perjalanan dari pengunjung menuju TWA Gunung Pancar

Wawancara

4 Menilai prospek pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar

Potensi wisata alam, sarana dan prasarana penunjang,

pengelolaan lokasi, akomodasi di sekitar kawasan, aksesibilitas, data masyarakat, dan kegiatan promosi TWA Gunung Pancar (aspek fisik, aspek sosial-ekonomi, dan aspek spasial)

Wawancara

Sumber: Penulis (2011)

4.3 Metode Pengambilan Sample

Pengambilan sample (responden) pada penelitian ini dilakukan secara non-acak (non-probability sampling) yaitu semua obyek penelitian tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden (Juanda, 2009). Teknik pengambilan sampel untuk pengunjung dalam penelitian ini dilakukan secara


(35)

35 purposive atau judgement sampling, yaitu pengambilan responden yang ditemui di lokasi secara disengaja sesuai dengan persyaratan yang dikehendaki, yaitu sesuai dengan kriteria yang sesuai dengan penelitian. Kriteria yang dimaksud adalah responden yang diwawancarai merupakan pengunjung TWA Gunung Pancar dengan usia diatas 17 tahun yang dinilai dapat diajak berinteraksi sehingga mudah untuk mendapatkan data yang diperlukan dan dianggap sudah dapat menilai manfaat dari barang dan jasa lingkungan. Banyaknya sample pengunjung yang akan diteliti pada penelitian ini sebanyak 100 orang. Angka tersebut ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Sevilla, 1993) yaitu :

Keterangan :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahanpengambilan sampel populasi)

Menurut data yang diperoleh dari pengelola TWA Gunung Pancar, jumlah kunjungan rata-rata pada tahun 2010 terhadap lokasi wisata tersebut adalah sebesar 17.270 orang (Tabel 3). Berdasarkan rumus tersebut didapatkan jumlah sampel sebanyak 100 responden dengan batas kesalahan sebesar 10%. Pengunjung yang datang berkelompok atau rombongan dipilih beberapa orang sebagai wakil kelompoknya untuk mengisi kuesioner dan wawancara.

4.4 Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang dilakukan untuk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :


(36)

36 Tabel 2. Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1 Identifikasi karakteristik

pengunjung dan penilaian pengunjung terhadap TWA Gunung Pancar. Wawancara responden dengan menggunakan kuesioner. Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan Microsoft Office Excel.

2 Kajian mengenai faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi fungsi permintaan terhadap manfaat wisata di TWA Gunung Pancar. Wawancara responden dengan menggunakan kuesioner. Analisis Regresi Linier Berganda dengan Microsoft Office Excel dan Minitab 15. 3 Pendugaan nilai ekonomi

yang dihasilkan TWA Gunung Pancar berdasarkan metode biaya perjalanan.

Wawancara responden dengan menggunakan kuesioner. Analisis Regresi Linier Berganda dengan Microsoft Office Excel, dan Minitab 15. 4 Penilaian prospek

pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar

Wawancara mendalam dengan pihak pengelola dan wawancara responden dengan menggunakan kuesioner Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan Microsoft Office Excel.

Sumber: Penulis (2011)

Pendugaan jumlah kunjungan ke TWA Gunung Pancar per individu per tahun kunjungan dilakukan dengan menggunakan Individual Travel Cost Method (ITCM). Adapun fungsi permintaan yang dipakai dibentuk dengan model regresi linier berganda adalah :

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10 +

Keterangan :

Y = Jumlah kunjungan ke TWA Gunung Pancar dalam satu tahun terakhir atau pada tahun diadakan penelitian ini yaitu tahun 2011 (frekuensi kunjungan pertahun).

X1 = Biaya perjalanan individu ke TWA Gunung Pancar (Rp/orang). X2 = Total penghasilan (Rp/bulan)

X3 = Tingkat pendidikan responden, dihitung berdasarkan tahun mengenyam pendidikan (tahun).


(37)

37 X5 = Jarak tempuh dari tempat tinggal ke TWA Gunung Pancar (Km).

X6 = Waktu tempuh dari tempat tinggal ke TWA Gunung Pancar (jam). X7 = Jumlah tanggungan (orang).

X8 = Jenis kelamin (1 = laki-laki, 2 = perempuan).

X9 = Waktu yang dihabiskan untuk satu kali kunjungan (jam). X10 = Lama mengetahui TWA Gunung Pancar (tahun).

b0 = Konstanta

b1-b10 = Koefisiensi regresi = Error

Berdasarkan pada hal di atas maka kunjungan ke tempat wisata akan sangat dipengaruhi oleh biaya perjalanan (diasumsikan berkorelasi negatif), sehingga diperoleh kurva permintaan yang memiliki kemiringan negatif. Karakteristik pengunjung dan penilaian pengunjung terhadap TWA Gunung Pancar serta prospek pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar diidentifikasi dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan menggambarkan atau mendeskripsikan hubungan antar fenomena yang diteliti dengan sistematis, faktual, dan akurat. Metode ini juga menghasilkan data yang mudah dimengerti agar menghasilkan informasi berdasarkan penelitian yang dilakukan.

Pada regresi linier berganda untuk dilakukan pengujian asumsi atau uji parameter untuk mengetahui apakah model fungsi permintaan tersebut layak atau tidak. Uji parameter tersebut antara lain:

1. Uji Kenormalan

Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data atau observasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Data atau observasi dalam penelitiaan ini jumlahnya lebih dari 30, oleh karena itu data telah mendekati sebaran normal sehingga diketahui bahwa statistik t dapat dikatakan sah. Namun, untuk meyakini data mendekati sebaran normal perlu dilakukan sebuah uji. Salah satu uji yang


(38)

38 dapat dilakukan adalah uji Kolmogorov Smirnor. Hasil uji Kolmogorov Smirnor dapat dilihat pada hasil analisis regresi berganda yaitu pada tabel One Sample Kolmogorov Smirnov Test.

2. Uji Multikolinear

Multikolinear merupakan salah satu masalah yang sering timbul dalam Ordinary Least Square (OLS), yaitu terjadinya hubungan korelasi yang kuat antar peubah-peubah bebas. Masalah multikolinear dapat diketahui dengan melihat langsung melalui output regresi berganda, dengan melihat nilai VIF, dimana jika nilai VIF > 10 maka terdapat masalah multikolinear.

3. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas maka dilakukan uji heteroskedastisitas seperti yang disarankan oleh Goldfeld dan Quandt dalam Ramanathan (1997). Langkah-langkah pengujian heteroskedastisitas dengan uji white heteroskedastisitas sebagai berikut :

H0 : tidak ada heteroskedastisitas H1 : ada masalah heteroskedastisitas

Tolak H0 jika obs* R2 > λ2 df-2 atau probability obs* R2 < α

Gejala heteroskedastisitas juga dapat dideteksi dengan melihat dari plot grafik hubungan antar residual dengan fits-nya. Jika pada gambar ternyata residual menyebar dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat dikatakan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas atau ragam error sama.


(39)

84 terdapat pengunjung yang masih mampu dan bersedia membayar tiket masuk sampai harga Rp 15.000,00.

Menurut hasil wawancara dan kuesioner di lapangan, sebagian besar pengunjung bersedia untuk mengeluarkan biaya tambahan jika berbagai fasilitas rekreasi ditambah dan ditingkatkan kualitasnya. Adapun bentuk fasilitas yang menurut responden perlu ditingkatkan atau diperbaiki kualitasnya antara lain bangunan tempat beteduh (pondokan/shelter dan tempat beribadah. Sedangkan fasilitas yang perlu ditambahkan adalah WC umum, penjual makanan, tempat sampag, dan tempat bermain anak (playground). Pengelolaan yang baik dari TWA Gunung Pancar sangat diperlukan untuk meningkatkan jumlah pengunjung di kawasan ini.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu :

1. Karakteristik sosial ekonomi pengunjung TWA Gunung Pancar yang paling menonjol adalah pengunjung dengan usia antara 18-25 tahun, berasal dari


(40)

85 wilayah Jakarta, berstatus belum menikah, tingkat pendidikan terakhir SMA, tingkat penghasilan Rp 1.000.000,00-Rp 3.000.000,00, mencapai lokasi TWA Gunung Pancar menggunakan kendaraan pribadi, membawa rombongan 1-4 orang, dan sebagian besar adalah laki-laki. Berdasarkan wawancara, pengunjung mengetahui keberadaan lokasi dari teman atau keluarganya, sebagian besar pengunjung tertarik akan pemandangan alam di lokasi dan bermotivasi untuk berekreasi bersama keluarga. TWA Gunung Pancar sebagai rekreasi alam dinyatakan aman, pelayanan oleh petugas dilakukan dengan baik, akses menuju lokasi mudah, kebersihan di lokasi perlu mendapat perhatian, tidak terdapat masalah pencemaran udara, tidak terdapat masalah pencemaran air, dan tidak terdapat masalah terhadap tingkat kebisingan. Sebagian besar pengunjung menganggap murah tiket masuk TWA Gunung Pancar dan mempunyai kesediaan membayar tiket sebesar Rp 3.000,00.

2. Dari hasil penelitian, terdapat lima faktor sosial ekonomi yang berpengaruh terhadap fungsi permintaan rekreasi TWA Gunung Pancar. Kelima faktor sosial ekonomi tersebut adalah biaya perjalanan, tingkat pendidikan, jenis kelamin, waktu di lokasi, dan lama mengetahui lokasi.

3. Berdasarkan hasil perhitungan maka diketahui surplus konsumen berdasarkan metode biaya perjalanan individual sebesar Rp 297.777,778 per individu per kunjungan dan selanjutnya didapat nilai ekonomi lokasi sebesar Rp 5.142.622.222,00.

4. Berdasarkan analisis prospek pengembangan wisata dengan pendekatan aspek fisik TWA Gunung Pancar berpotensi dikembangkan untuk wisata alam dan wisata olahraga. Berdasarkan aspek sosial-ekonomi, kegiatan wisata di TWA


(41)

86 Gunung Pancar dianggap cukup memberikan manfaat dalam menambah penghasilan dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan aspek spasial, penetapan status kawasan Gunung Pancar menjadi taman wisata alam (TWA) menyebabkan pemanfaatan kawasan ini menjadi kawasan wisata dengan tetap mempertimbangkan keberlanjutan sumberdaya alam yang tedapat di dalamnya sehingga kawasan TWA Gunung Pancar dibagi menjadi dua blok, yaitu blok pemanfaatan dan blok perlindungan.

9.2 Saran

Berdasarkan hasil, pembahasan dan kesimpulan yang telas dijelaskan sebelumnya, saran yang dapat disampaikan sebagai masukan dalam peningkatan dan pengembangan wisata TWA Gunung Pancar dan ilmu ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan antara lain :

1. TWA Gunung Pancar merupakan suatu kawasan wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Upaya promosi dan pemberian pengetahuan mengenai keberadaan tempat wisata tersebut dirasa masih sangat kurang. Oleh karena itu, upaya promosi harus dilakukan lebih gencar untuk menjaring wisatawan lebih banyak lagi. Kegiatan promosi tersebut dapat dilakukan melalui berbagai media yang ada baik cetak maupun elektronik.

2. Perlu adanya peningkatan kualitas TWA Gunung Pancar dengan perawatan dan penambahan fasilitas rekreasi terutama pada fasilitas-fasilitas yang menurut pengunjung perlu diperbaiki dan ditingkatkan menurut pengunjung. Hal ini dibutuhkan untuk pengembangan dan pengelolaan yang lebih baik dari tempat wisata tersebut, serta menarik minat pengunjung untuk datang ke TWA Gunung Pancar.


(42)

87 3. Harga tiket masuk TWA Gunung Pancar masih dapat dinaikan hingga tingkat maksimum keinginan membayar pengunjung, yaitu dari harga tiket awal sebesar Rp 2.000,00 menjadi Rp 3.000,00. Namun kebijakan menaikkan harga tiket masuk juga harus diimbangi dengan pengembangan tempat wisata sesuai dengan harapan pengunjung.

4. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan perhitungan mengenai manfaat tangible dan intangible lainnya guna mendapatakan nilai total ekonomi dari keberadaan TWA Gunung Pancar, sehingga dapat menjadi masukan bagi pengembangan TWA Gunung Pancar yang lebih luas lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Adirahmanta, S. N. 2005. Prospek Pengembangan Kegiatan Wisata di Kawasan Kaliurang Pasca Penetapan Taman Nasional Gunung Merapi. Tesis. Program Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota. Universitas Diponegoro, Semarang.

Adrianto, L, Mujio dan Wahyudin, Y. 2004. Modul Pengenalan Konsep dan Metodolog Valuasi Ekonomi Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Adrianto, L dan Wahyudin, Y. 2007. Metode Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam.

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.


(43)

39 V. GAMBARAN UMUM

5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis

TWA Gunung Pancar mempunyai luas 447,50 Ha. Secara administrasi pemerintahan, taman wisata alam ini terletak di wilayah Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Secara astronomis berada pada koordinat 106o 52’ – 106o 54’ BT dan 06o34’ – 06o39’ LS. Batas Administratif TWA Gunung Pancar sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Leuwigoong dan Desa Karang Tengah; sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Cimandala dan Desa Karang Tengah; sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Cibingbin dan Desa Bojong Koneng; dan sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Karang Tengah dan Desa Karang Tengah.

Ketinggian TWA Gunung Pancar berkisar antara 300-800 meter di atas permukaan laut. Keadaan topografinya terdiri dari lapangan landai sampai bergelombang dengan kemiringan sekitar 15-80%. Bagian tertinggi yaitu pada puncak Gunung Pancar dengan ketinggian mencapai 800 meter di atas permukaan laut. Adapun curah hujan di daerah ini berkisar 3.000-4.500 mm per tahun dengan jumlah hari hujan per tahun berkisar antara 150-250 hari. Suhu udara rata-rata 24oC pada malam hari dan 33oC pada siang hari dengan kelembaban udara rata-rata 58-82%.

Cara untuk mencapai TWA Gunung Pancar dapat di tempuh melalui dua jalur, yaitu:

 Lewat Pintu Tol Sentul menuju Desa Babakan Madang dan Desa Karang Tengah dengan kondisi jalan beraspal yang cukup baik sejauh 13 Km dengan waktu tempuh 20 menit.


(44)

40  Melalui kota Bogor dengan melewati daerah Bogor Baru terus menuju

Desa Karang Tengah sejauh 25 Km dengan waktu tempuh 1 jam.

Berbagai sarana dan prasarana yang disediakan di TWA Gunung Pancar antara lain adalah sebagai berikut :

 Kantor pusat informasi dan pelayanan.

 Fasilitas outbound: flyingfox, two-lines bridge, elvis walk, dan cargo net.  Sarana olahraga: arena air shootgun, arena panahan, arena berkuda, hiking

tracking, dan mountbike/downhill tracking.

 Bumi perkemahan atau camping ground yang merupakan rerumputan asri dengan dikelilingi pohon pinus dengan kapasitas 500 orang.

 Aula atau hall semi terbuka dengan lantai kayu yang dapat digunakan sebagai ruang pertemuan atau ruang kelas bagi pengunjung yang ingin belajar sambil ditemani suara kicau burung.

 Pemandian air panas yang bebas belerang dengan suhu 60oC.

Shelter yang dapat digunakan sebagai tempat bersantai sambil menikmati pemandangan alam

 Fasilitas lainnya yaitu berupa mushola dan MCK (toilet).

TWA Gunung Pancar adalah salah satu tempat wisata di Kabupaten Bogor yang menyajikan suasana pegunungan yang cukup kental dengan hamparan hutan pinus yang cukup luas. TWA Gunung Pancar juga merupakan kawasan wisata alternatif di Kabupaten Bogor selain Puncak. Suasana nyaman dan hawa sejuk pada TWA Gunung Pancar dapat dijadikan sebagai sarana berekreasi sekaligus relaksasi bagi wisatawan yang datang berkunjung. TWA Gunung Pancar, tidak hanya menawarkan pemandangan indah saja, tetapi juga sarana olahraga bagi


(45)

41 pengunjung yang ingin berolahraga atau menyalurkan hobinya dan pemandian air panas bagi pengunjung yang ingin berobat atau menjalankan terapi. Hal inilah yang menjadikan TWA Gunung Pancar cukup banyak diminati oleh wisatawan. Gambar 4 menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan TWA Gunung Pancar pada lima tahun terakhir yaitu tahun 2006 sampai tahun 2010.

Gambar 4. Jumlah Kunjungan TWA Gunung Pancar Periode 2006-2010 Sumber: Balai Pengelolaan TWA Gunung Pancar (2011)

Jumlah kunjungan di TWA Gunung Pancar cenderung meningkat dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan semakin banyak orang yang mengetahui keberadaan TWA Gunung Pancar. Jumlah kunjungan yang meningkat drastis pada tahun 2010 dikarenakan pada tahun tersebut pengelola TWA Gunung Pancar mengikuti pameran wisata di Jakarta Convention Center sehingga semakin banyak orang yang tertarik dan datang ke TWA Gunung Pancar.

TWA Gunung Pancar memberlakukan tiket masuk bagi orang dewasa sebesar Rp 2.000,00. Berdasarkan cara kedatangan, pengunjung yang

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000

17.270

2010

2009

2008

2007

2006

2005

10.434 10.662

6.825


(46)

42 menggunakan kendaraan roda dua dikenakan biaya Rp 1.000,00, kendaraan roda empat dikenakan biaya Rp 1.500,00, dan untuk kendaraan roda enam dikenakan biaya Rp 2.500,00.

5.2 Status Kawasan TWA Gunung Pancar

Sebelum ditetapkan sebagai kawasan taman wisata alam, kawasan hutan Gunung Pancar merupakan bagian kelompok Hutan Gunung Hambalang seluas 6.695,32 hektar yang berfungsi sebagai hutan produksi. Status tersebut disahkan oleh Menteri Pertanian tanggal 23 Maret 1976 dan pengelolaannya diserahkan kepada Perhutani.

TWA Gunung Pancar sebagai salah satu kawasan pelestarian alam ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 156/Kpts-II/1988 tanggal 21 Maret 1988 seluas 447,5 hektar. TWA Gunung Pancar selain mempunyai fungsi sebagai sarana pendidikan dan penelitian dapat juga dikembangkan sebagai sarana rekreasi, khususnya rekreasi di alam terbuka. Guna mengoptimalkan fungsi TWA Gunung Pancar, maka berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan Nomor 54/Kpts-II/1993 tanggal 8 Februari 1993 pengusahaan kawasan tersebut dipercayakan kepada PT Wana Wisata Indah (WWI).

5.3 Potensi Kawasan

TWA Gunung Pancar merupakan habitat dari berbagi jenis flora dan fauna. Keanekaragaman flora dan fauna yang di TWA Gunung Pancar juga dapat menjadi salah potensi kawasan yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan wisata. Flora dan fauna yang ada di kawasan tersebut antara lain :


(47)

43 5.3.1 Flora

Tipe vegetasi hutan di TWA Gunung Pancar terdiri dari hutan alam pegunungan, hutan tanaman, dan semak belukar. Tipe vegetasi hutan alam terletak di lereng sampai puncak Gunung Pancar yaitu sekitar 15 Ha dengan jenis tumbuhan meliputi Rasamala (Altingia exelsa), Huru (Quercus sp.), Beringin (Ficus benyamina), Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanopsisargentea), Jamuju (Podocaspus imbricatus), Rotan (Calamus sp.) dan beberapa jenis liana. Selain itu terdapat tumbuhan epiphyt yang menempel pada pohon besar seperti Anggrek, Paku Sarang Burung (Asplenium nidus), dan Paku Tanduk Rusa (Platicerium coronarium).

Tipe vegetasi hutan tanaman menempati sebagian besar kawasan ini yaitu sekitar 160 Ha dengan jenis tanaman meliputi Pinus (Pinus merkusii), Sengon (Albizia falcatria), KayuAfrika (Maesopsis emanii) dan Meranti (Shorea sp.) yang ditanam pada tahun 1982-1983. Sedangkan jenis tanaman lainnya adalah tanaman budi daya masyarakat seperti singkong, pisang, dan tanaman pertanian lainnya. Tumbuhan semak belukar terdiri dari jenis Kirinyuh (Chromalalna odorata), Harendong, Jarong, Saliara, Lantana (Lantana camara), dan Alang-alang (Imperata cylindricaI).

5.3.2 Fauna

Fauna yang terdapat di kawasan TWA Gunung Pancar antara lain adalah : Owa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis cornata), Kera (Macaca fascicularis), Jelaran (Ratufabicolor), Kulibang (Pycnonotus aurigaster), Babi Hutan (Sus scrofa), Kadal (Mabuaya multifasciata), Ular Hijau (Dryophis prasinus), dan jenis-jenis burung seperti Jalak (Stunopastor jalla), Elang (Haliasturindus),


(48)

44 Kutilang (Pygnonotus aurigaster), Ayam Hutan Merah (Galus bankiva), Jalak (Sturnus melanopterus), Srigunting (Dicrurus paradiseus), dan Enggang (Buceros sp).

5.3.3 Hidrologi

Sumber air sungai-sungai yang ada di daerah ini berasal dari mata air di TWA Gunung Pancar dan Pegunungan Hambalang. Sungai-sungai yang mengalir disekitar kawasan adalah Sungai Citeureup, Sungai Cibingin, dan Sungai Ciherang yang merupakan sungai dengan debit terbesar, yang mengalir ke arah utara dan bermuara di Laut Jawa. Di samping itu, terdapat sumber air panas dengan suhu yang bisa mencapai 70oC yang berasal dari proses geothermal di Gunung Pancar. Sumber air tersebut telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan wisata dan pengobatan.

5.3.4 Geofisik

Bahan induk pembentuk tanah di kawasan TWA Gunung Pancar merupakan tuf volkan intermedier yang berasal dari aliran lava gunung tua. Jenis tanah yang mendominasi kawasan ini adalah Latosol coklat dengan solum dalam (>100 cm). Struktur tanah remah sampai gumpal remah dengan tekstur halus, permeabilitas dan drainase sedang sampai cepat. Kepadatan berkisar antara 1,00 – 1,39/cc dengan porositas antara 50 – 60%. Kesuburan tanah rendah sampai sedang dengan pH tanah masam.

5.4 Obyek Wisata

TWA Gunung Pancar memiliki keanekaragaman flora dan fauna serta pemandangan alam yang indah dengan udara yang sejuk. Di samping itu, di dalam kawasan TWA Gunung Pancar terdapat sumber air panas alami yang


(49)

45 dikembangkan untuk keperluan wisata. Sumber air panas di kawasan ini tidak berbau belerang sehingga sangat aman bagi pengunjung yang ingin melakukan relaksasi dalam waktu yang lama. Selain pemandian air panas, pengunjung juga dapat melakukan aktivitas outbound seperti camping dan aktivitas olahraga lainnya seperti memanah, menembak, berkuda, dan bersepeda. Khusus untuk olahraga sepeda gunung (downhill), di kawasan ini sudah disediakan track khusus yang cukup menantang bagi mereka yang menyukai olahraga ini.


(50)

46 VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM

GUNUNG PANCAR

6.1 Karakteristik Responden

Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100 orang responden yang terdiri dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung Pancar didominasi oleh laki-laki yang sebagian besar datang secara berkelompok. 6.1.1 Umur

Menurut karakteristik umur, sebagian besar pengunjung TWA Gunung Pancar adalah kaum muda yang berusia antara 18-25 tahun yaitu sebanyak 41%. Pengunjung yang usianya berkisar antara 26-33 tahun sebanyak 19%. Selain itu, pengunjung yang berusia di atas 33 tahun sebanyak 37% dan 3% sisanya merupakan pengunjung yang berusia di bawah 18 tahun. Pengunjung yang berusia antara 18-25 tahun tersebut didominasi oleh pegawai swasta yang bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan atau pabrik. Hal ini merepresentasikan keadaan di lapangan dimana banyak ditemui kaum muda di tempat wisata tersebut dikarenakan kondisi alam di TWA Gunung Pancar sangat cocok untuk mereka yang suka berpetualang dan olahraga yang menantang. Menurut Muntasib (2007), para pemuda mempunyai karakteristik ingin selalu mencari sesuatu yang baru, berpetualang menghadapi tantangan dan berkelana mengarungi alam. Proporsi jumlah responden TWA Gunung Pancar berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.


(51)

47

Umur (tahun) Presentase (%)

<18 3

18-25 41

26-33 19

>33 37

Tabel 3. Sebaran Umur Responden Pengunjung TWA Gunung Pancar Tahun 2011

Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2011) 6.1.2 Daerah Asal

Berdasarkan karakteristik daerah asal, pengunjung TWA Gunung Pancar didominasi oleh mereka yang berasal dari daerah Jakarta yakni sebesar 39%. Pengunjung yang berasal dari Bogor sebesar 38%, pengunjung yang berasal dari Depok sebesar 14%, pengunjung yang berasal dari Bekasi sebesar 8%. Sisanya merupakan mereka yang berasal dari Cianjur yakni sebesar 1%. Proporsi jumlah responden berdasarkan daerah asal dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Daerah Asal Presentase (%)

Jakarta 39

Bekasi 8

Depok 14

Bogor 38

Cianjur 1

Tabel 4. Sebaran Daerah Asal Responden Pengunjung TWA Gunung Pancar Tahun 2011

Sumber: Hasil Analisis Data Primer (2011)

Data di atas menunjukkan wisatawan lokal yang berasal dari Jakarta dan Bogor merupakan konsumen potensial bagi TWA Gunung Pancar. Hal tersebut dikarenakan lokasi TWA Gunung Pancar yang berada di Bogor sehingga pengunjung yang datang berasal dari daerah-daerah di sekitar kawasan. Banyaknya pengunjung TWA Gunung Pancar yang berasal dari Jakarta dikarenakan minimnya tempat wisata di wilayah Jakarta, terutama wisata alam, sehingga pengunjung memilih TWA Gunung Pancar sebagai tempat wisata alternatif mereka. Selain itu beberapa obyek wisata yang terdapat di TWA Gunung


(52)

48 Pancar juga telah dikelola oleh mereka yang berasal dari Jakarta, sehingga kegiatan promosinya cenderung lebih banyak ke daerah Jakarta. Ini dapat menjadi pertimbangan bagi pengelola dalam memaksimalkan berbagai fasilitas dan daya tarik wisata untuk menarik perhatian wisatawan lokal lebih banyak lagi. Namun demikian, dari data tersebut diketahui juga bahwa TWA Gunung pancar masih memerlukan upaya promosi agar keberadaanya dapat lebih diketahui khalayak ramai sehingga dapat meningkatkan kunjungan dari berbagai daerah lainnya. 6.1.3 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan menunjukkan pendidikan formal yang pernah ditempuh seseorang. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap pemahaman seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi kesadaran untuk melakukan kegiatan wisata.

Berdasarkan faktor tingkat pendidikan, sebagian besar pengunjung TWA Gunung Pancar merupakan lulusan SMA yakni sebanyak 55%. Pengunjung yang berpendidikan akhir SMP sebanyak 11% dan SD sebanyak 1%, sisanya sebesar 33% berpendidikan akhir Perguruan Tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan akhir pengunjung diharapkan akan semakin tinggi pula tingkat pemahaman mereka akan pentingnya menjaga kelestarian dan keberlanjutan dari suatu sumber daya alam serta meminimalisir kerusakan akibat esploitasi alam yang terjadi sehingga keberadaan TWA Gunung Pancar dapat terus dijaga. Tingginya pendidikan pengunjung TWA Gunung Pancar juga akan meningkatkan rasa ingin tahu tentang obyek wisata yang ada di TWA Gunung Pancar, meningkatkan kesadaran pengunjung tentang suatu perjalanan wisata, serta kesadaran mereka dalam memberikan persepsi tentang nilai sumberdaya alam suatu obyek wisata


(1)

101

27 15 125,000 2,000,000 16 25 68 2.5 0 1 5 2

28 52 109,000 20,000,000 16 38 42 1 3 1 8 4

29 1 10,000 2,000,000 12 33 54 4 3 1 4 2

30 1 140,000 2,000,000 12 37 54 4 3 1 4 0

31 48 160,000 5,000,000 16 32 60 2 0 1 10 2

32 2 10,000 1,500,000 12 23 21 1.5 0 1 6 1

33 2 20,000 1,800,000 12 24 72 2 2 1 6 1

34 3 35,000 8,000,000 16 44 15 1 3 1 3 1

35 1 255,000 60,000,000 16 51 21 1 5 1 7 0

36 2 35,000 2,500,000 16 44 42 1 3 2 5 2

37 1 85,000 2,000,000 12 20 13 1 0 1 1 0

38 1 11,000 1,600,000 12 19 41 1 0 2 2 0

39 2 7,500 1,200,000 12 21 4 1 0 1 3 10

40 8 155,000 3,000,000 16 23 52 2 0 1 6 1

41 52 75,000 10,000,000 16 47 38 1.5 4 1 3 1

42 1 25,000 2,500,000 12 24 16 1 0 1 1 0

43 2 32,000 300,000 9 17 18 1 0 2 2 2

44 2 10,000 300,000 9 17 13 1.5 0 1 3 1

45 1 185,000 8,000,000 16 55 60 2 4 1 2 0

46 2 10,000 500,000 16 20 21 1 0 1 3 1

47 1 32,000 2,000,000 16 26 42 1 0 1 8 2

48 52 70,000 20,000,000 16 36 15 1 0 1 5 3

49 1 5,000 1,200,000 9 21 16 1 0 2 4 2

50 24 165,000 10,000,000 16 33 60 1.5 0 1 8 3

51 1 40,000 300,000 12 19 13 1 0 2 2 0

52 6 405,000 5,000,000 12 39 17 1 3 1 5 2

53 3 5,000 3,000,000 12 44 18 1 3 1 4 2

54 2 72,000 5,000,000 12 42 62 1 2 2 2 5

55 1 27,000 1,200,000 12 27 47 2 0 1 2 3

56 2 60,000 3,000,000 12 37 16 1 6 2 6 10

57 1 242,000 2,000,000 16 22 65 3 0 1 2 0


(2)

102

59 1 225,000 5,000,000 16 28 48 2 0 1 4 1

60 1 70,000 6,000,000 12 33 52 4 4 1 3 1

61 2 115,000 1,500,000 9 28 18 1 2 1 6 1

62 2 15,000 3,300,000 9 46 16 1 4 1 4 4

63 30 212,000 1,000,000 16 39 62 2 2 1 5 4

64 25 90,000 750,000 9 17 72 2 0 1 8 2

65 1 10,000 600,000 12 20 52 2 0 2 3 0

66 2 2,000 1,750,000 12 21 38 3 0 1 5 1

67 1 36,000 500,000 12 18 48 1 0 1 2 2

68 1 20,000 500,000 16 19 62 1 0 2 3 0

69 1 70,000 5,000,000 16 29 60 1 3 1 2 1

70 1 15,000 1,300,000 12 22 21 1 2 2 4 3

71 1 17,000 1,800,000 12 25 15 1 0 1 4 15

72 1 50,000 3,000,000 6 52 51 2 6 2 5 0

73 1 215,000 3,000,000 12 52 60 2 5 1 5 2

74 1 27,000 1,000,000 9 22 4 0.5 1 2 4 3

75 1 10,000 1,500,000 12 19 16 1 0 2 3 0

76 1 42,000 2,000,000 12 23 48 2 0 1 5 2

77 2 72,000 1,800,000 12 23 47 2 0 1 5 1

78 1 10,000 1,500,000 12 25 69 2 0 1 4 2

79 1 20,000 1,600,000 12 23 70 2 0 1 4 1

80 6 215,000 3,000,000 9 40 46 2 4 1 5 5

81 1 155,000 5,000,000 16 45 32 1.5 3 2 2 1

82 1 30,000 500,000 12 22 14 1 0 2 6 2

83 1 72,000 1,000,000 12 50 62 3 3 2 5 1

84 1 62,000 2,000,000 12 27 60 2 2 1 4 2

85 1 10,000 2,000,000 9 32 12 1 3 2 5 3

86 2 5,000 10,000,000 16 41 15 1 3 1 4 3

87 2 20,000 1,400,000 12 24 16 1 0 1 4 3

88 1 25,000 1,500,000 12 31 68 2 1 1 5 2

89 24 162,000 3,500,000 16 27 72 1.5 1 2 6 2


(3)

103

91 2 205,000 5,000,000 12 37 52 2 3 1 5 2

92 1 32,000 2,100,000 12 23 68 2 0 2 5 0

93 1 20,000 1,800,000 12 25 22 1 0 1 4 2

94 2 30,000 2,000,000 12 26 60 1.5 0 1 4 3

95 2 50,000 4,000,000 12 35 52 2 2 1 3 2

96 1 25,000 1,700,000 12 22 68 2 0 2 2 0

97 2 30,000 2,500,000 12 27 16 1 0 1 4 1

98 1 30,000 4,000,000 12 39 58 2 3 1 3 3

99 1 15,000 500,000 12 20 52 2 0 2 4 0

100 6 56,000 3,500,000 12 51 60 2 3 1 4 2

Avrg 5.36 75,035 3,761,000 12.93 30.84 42.64 1.63 1.48 4.17 2.19

Max 52 40,5000 60,000,000 16 55 82 4 7 10 27


(4)

(5)

i RINGKASAN

DEVINA MARCIA RUMANTHY SIHOMBING. Penilaian Ekonomi dan Prospek Pengembangan Wisata Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Dibimbing Oleh AHYAR ISMAIL.

Pariwisata di Indonesia telah dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi penting. Bahkan sektor ini diharapkan menjadi penghasil devisa nomor satu. Prospek pariwisata yang memperlihatkan kecenderungan meningkat dari waktu-kewaktu dan besarnya potensi wisata yang dimiliki Indonesia juga menjadi pemicu berkembangnya pariwisata di Indonesia. Salah satu potensi wisata yang dapat dijadikan sebagai penunjang pengembangan pariwisata adalah taman wisata alam

Padatnya aktivitas di kota besar, diikuti dengan kemacetan lalu lintas dan polusi udara menjadikan obyek wisata dengan konsep back to nature banyak diminati oleh masyarakat. Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Pancar dapat menjadi salah satu pilihan wisata back to nature sehingga pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar layak menjadi sorotan. . Untuk itu, diperlukan masukan dalam pengambilan keputusan pengembangan wisata baik menggunakan pendekatan ekonomi maupun lingkungan secara kuantitatif ke dalam nilai moneter (rupiah) dengan menggunakan metode valuasi yaitu travel cost method (TCM).

Penelitian ini memiliki empat tujuan yaitu: (1) mengidentifikasi karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar, (2) mengidentifikasi faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi fungsi permintaan wisata di TWA Gunung Pancar, (3) mengestimasi nilai ekonomi TWA Gunung Pancar, (4) menilai prospek pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari pengelola TWA Gunung Pancar dan studi literatur atau referensi lainnya yang berupa jurnal, artikel, serta penyusuran data melalui internet. Analisis menggunakan Metode Biaya Perjalanan dengan alat pengolah data Minitab 15 dan pendugaan surplus konsumen untuk mengetahui nilai manfaat ekonomi diolah dengan Microsoft Excel 2007.

Hasil pengolahan data menunjukkan terdapat lima variabel yang berpengaruh terhadap jumlah kunjungan secara signifikan. Adapun variabel-variabel tersebut yaitu : biaya perjalanan, tingkat pendidikan, jenis kelamin, waktu di lokasi, dan lama mengetahui lokasi. Nilai koefisien variabel menentukan kecenderungan dalam meningkatkan atau menurunkan jumlah kunjungan wisata.

Guna menentukan nilai manfaat ekonomi total dari TWA Gunung Pancar surplus konsumen diestimasi berdasarkan fungsi permintaan rekreasi yang telah terbentuk sebelumnya. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai surplus konsumen per kunjungan per individu sebesar Rp 297.777,778. Nilai manfaat ekonomi merupakan agregat atau penjumlahan Willingness To Pay sehingga dapat diperoleh nilai manfaat ekonomi lokasi sebesar Rp 5.142.622.222,00.

Analisis terhadap prospek pengembangan wisata di TWA Gunung Pancar dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan aspek fisik, aspek sosial-masyarakat dan aspek spasial. Pendekatan aspek fisik dilakukan dengan mengkaji


(6)

ii kondisi sarana dan prasarana penunjang kegiatan wisata yang meliputi aksesibilitas, sarana dan prasarana, dan lain-lain saat ini, serta mengkaji potensi alam kawasan yang ada sehingga dapat menentukan kegiatan yang dapat dikembangkan berikut sarana dan prasarana yang perlu ditingkatkan atau dipertahankan pada TWA Gunung Pancar. Aspek sosial-masyarakat digunakan untuk mengenali keadaan dan potensi masyarakat di sekitar kawasan TWA Gunung Pancar sehingga dapat mengidentifikasikan pengembangan kegiatan wisata yang dapat menciptakan keselarasan antara kehidupan masyarakat sekitar dengan keberadaan TWA Gunung Pancar sehingga dapat saling memberikan manfaat. Aspek spasial digunakan untuk pengalokasian areal ke dalam zona-zona tertentu di dalam kawasan TWA Gunung Pancar, di mana diijinkan untuk dilakukan kegiatan wisata dan di mana tidak diijinkan dengan demikian kegiatan wisata yang dikembangkan dapat selaras dengan peruntukan kawasan.

Kata kunci : pariwisata, taman wisata alam, valuasi ekonomi, travel cost