Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Wisata Alam (TWA) Sicikeh-cikeh (Studi Kasus Di Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara)

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TAMAN WISATA ALAM

SICIKEH-CIKEH

(Studi Kasus di Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole II, Kec.

Parbuluan, Kab. Dairi, Sumatera Utara)

HASIL PENELITIAN

Oleh

TAUFAN PAHLEVI

011201013/MANAJEMEN HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Judul Penelitian : Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Wisata Alam (TWA) Sicikeh-cikeh (Studi Kasus Di Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara)

Nama : Taufan Pahlevi NIM : 011201013

Program Studi : Manajemen Hutan Departemen : Kehutanan

Fakultas : Pertanian

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Agus Purwoko, S.Hut, M.Si Nurman Achmad, S.Sos, M.Soc.Sc NIP. 132259573 NIP. 132 134 627

Mengetahui,

Ketua Departemen Kehutanan

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS. NIP. 132 296 513


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

Swt. Atas segala rahmat dan kurnia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Kehutanan pada Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera

Utara. Skripsi ini berjudul Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh (Studi kasus di Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara)

Selama proses penyelesaian skripsi dan masa studi, penulis tentu dibantu

dan diarahkan oleh orang lain. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Teristimewa Kedua orang tua yakni Ayahanda Taufik DS dan Ibunda

Zainunah serta adik-adik tercinta Gusdiansyah, Triani Astuti, Siti Aisyah

(Alm) dan Rizqullah Ramadhan atas segala pengorbanan, dorongan, semangat

dan do’anya, karna kalian semua abang sanggup bertahan.

2. Bapak Agus Purwoko, S.Hut., M.Si dan Bapak Nurman Achmad, S.Sos, M.

Soc. Sc selaku Dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan

penulis dalam penyelesaian dan penyusunan skripsi ini.

3. bapak Dr. Ir. Edi Batara mulya siregar, MS. selaku Ketua Departemen


(4)

Kehutanan dan seluruh staf pengajar Departemen Kehutanan atas segala

bantuan, saran dan arahan.

4. Bapak Oskar Sihombing, selaku Kepala Desa Lae Hole II, Kecamatan

Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara atas bantuannya salama

pelaksanaan penelitian dan bapak Sinaga dari Dinas BKSDA I SUMUT .

5. Sahabat dan rekan-rekan seperjuangan : Tazwir, Paping, Erizar, Mico, Toto,

Amsyar, Daniel, Roliat, Alex, Jokand, dan kawan-kawan lainnya yang tidak

dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan kerja sama kita selama ini.

Semoga Allah Swt. membalas segala kebaikan yang telah diberikan

dengan melimpahkan kemudahan, rahmat, serta kurnia-Nya kepada kita semua.

Penulis sadar bahwa tiada sesuatu yang dapat dikerjakan dengan hasil

yang sempurna. Akhir kata, harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi

perkembangan penelitian di bidang Sosial Kehutanan, dan dapat menambah

wawasan bagi yang membacanya. Semoga Allah SWT memlimpahkan

rahmatnya bagi kita semua. Amin.

Medan, Oktober 2007


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ...vi

DAFTAR GAMBAR ...vii

DAFTAR LAMPIRAN ………..viii

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hutan ... 6

Pengertian Hutan ... 6

Fungsi Hutan ... 7

Manfaat Hutan ... 7

Masyarakat Sekitar Hutan ... 9

Taman Wisata Alam ...10


(6)

Persepsi ...13

Partisipasi ...17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ...19

Populasi dan Informan ...19

Pengumpulan Data ...20

Analisa Data ...22

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Fisik Lingkungan ...23

Letak dan Luas ...23

Topografi, Keadaan Tanah dan Iklim ...23

Sarana dan Prasarana ...24

Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ...25

Kependudukan ...25

Mata Pencaharian ...26

Pendidikan ...26

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Penelitian ...28

Kondisi hutan ...31

Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Wisata Alam ( TWA ) Sicikeh-cikeh ...31


(7)

Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan ...31

Persepsi Masyarakat terhadap (TWA) Sicikeh-cikeh ...36

persepsi Masyarakat Terhadap Pelestarian kawasan (TWA)

Sicikeh-cikeh ...42

Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu ...47

Selayang Pandang Taman Wisata Alam (TWA) Sicikeh-cikeh ...48

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ...50

Saran ...51

DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Jumlah Penduduk Pancur nauli Menurut Usia dan Jenis kelamin ... 25

2. Jumlah Penduduk Pancur Nauli Menurut Tingkat Pendidikan KK Tahun 2004/2005 ………27

3. Jumlah Anak Sekolah di dusun Pancur Nauli Tahun 2005/2006 ... 27

4. Kisaran Umur Responden ... 28

5. Jenis Pekerjaan Utama Responden ... 29

6. Tingkat Pendidikan Responden ... 30

7. Persepsi masyarakat Terhadap Hutan ... 31

8. Persepsi Masyarakat Terhadap (TWA) Sicikeh-cikeh ... 36

9. Tindakan atau Usaha dalam Pelaksanaan Pelestarian (Konservasi) Kawasan Taman Wisata Alam Menurut Responden ... 42


(9)

DAFTAR GAMBAR

1. Peta kawasan (TWA) Sicikeh-cikeh


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Izin Lokasi Penelitian

2. Kuesioner Instrumen Penelitian

3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

4. Persepsi dalam Tabel

5. Data Kepala Keluarga Dusun Pancur Nauli

6. Peta Kawasan TWA Sicikeh-cikeh


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laju kerusakan hutan di Indonesia saat ini begitu tinggi. Hutan dengan

fungsi lindung dan fungsi konservasi semakin berkurang luasnya. Saat ini

Indonesia sudah kehilangan sekitar dua juta hektar hutan setiap tahunnya. Angka

ini dua kali lipat dibanding dengan laju kerusakan hutan pada dasawarsa

sebelumnya.

Untuk menjaga agar hutan tetap lestari dan berkelanjutan, maka perlu

dibentuk suatu kawasan pelestarian sumberdaya hutan. Pembentukan kawasan

pelestarian ini bukan hanya untuk melindungi sumberdaya hutan berupa

sumberdaya hayati (flora dan fauna) dan non hayati saja. Tetapi juga untuk tujuan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata dan

rekreasi. Salah satu contoh kawasan pelestarian alam ini adalah Taman Wisata

Alam Sicikeh-cikeh

Sejak pariwisata dianggap sebagai primadona yang dapat meningkatkan

pendapatan asli daerah dan mendatangkan devisa, banyak pihak tertarik untuk

mengembangkan wisata alam. Sayangnya pihak-pihak tersebut tidak cukup

mengantisipasi dampak negatif yang di timbulkan. Ini Sering terjadi akibat

desakan berlebih terhadap sumberdaya alam itu. Pembangunan kehutanan

merupakan bagian dari pembangunan nasional dengan tujuan dapat memberikan

manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pengelolaan sumberdaya alam


(12)

mengandung banyak manfaat bagi kesinambungan kehidupan manusia dan

mahluk lainnya.

Hutan lebat dengan berbagai hasil merupakan tumpuan hidup masyarakat

di sekelilingnya, namun potensi alam ini juga menarik minat pengusaha untuk

menggali kekayaan yang ada padanya. Hutan di Indonesia merupakan hutan

tropika basah yang karena pengaruh faktor grografi, hidrologi, dan klimatologi

memiliki bermacam-macam tipe hutan dan jenis flora dan fauna yang mempunyai

potensi besar untuk dikembangkan. Dalam kaitan ini sumberdaya hutan

merupakan penentu siklus kehidupan dan siklus alami, sehingga hilangnya hutan

berarti hilang pula sumberdaya alam dan daya dukungnya.

Pemanfaatan sumberdaya alam hutan bila dilakukan sesuai dengan

fungsinya yang terkandung di dalamnya, seperti adanya fungsi lindung, fungsi

suaka, fungsi produksi, fungsi wisata dan lain-lainnya. Dengan dukungan

kemampuan pengembangan sumberdaya manusia, ilmu pengetahuan dan

tehnologi, akan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai, baik terukur maupun yang

dapat diukur berupa produksi, jasa, energi, perlindungan hutan dan lain-lain

Agar hutan tetap lestari dan berkelanjutan, maka perlu dibentuk suatu

kawasan pelestarian sumberdaya hutan. Pembentukan kawasan pelestarian ini

bukan hanya untuk melindungi sumberdaya hutan berupa sumberdaya hayati

(flora dan fauna) dan non hayati saja. Tetapi juga untuk tujuan penelitian, ilmu

pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata dan rekreasi. Salah satu

contoh kawasan pelestarian alam ini adalah Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh

Indonesia memiliki banyak sumberdaya hutan untuk dikembangkan


(13)

Sicikeh-cikeh yang berada di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara. Sesuai

dengan salah satu fungsi hutan yaitu untuk ekowisata, maka pengelolaan hutan

serta usaha pengembangan di bidang ekowisata ini perlu ditingkatkan. Taman

Wisata Alam Sicikeh-cikeh merupakan salah satu tempat wisata alam tetapi

sampai saat ini taman wisata alam ini belum juga popular atau dikenal oleh

masyarakat luas.

Persepsi masyarakat sekitar hutan dalam mengelola hutan sering kali sulit

dipahami oleh berbagai pihak diluar masyarakat tersebut, hal ini dapat

menyebabkan terjadinya kesalahpahaman antara masyarakat dengan pihak luar

masyarakat yang menyebabkan pengelolaan dan pembangunan hutan kurang baik.

Pandangan masyarakat sekitar hutan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan

berbeda dengan pandangan pihak-pihak diluar masyarakat tersebut. Biasanya

masyarakat sekitar hutan mengupayakan pengelolaan hutan agar dapat menjamin

kehidupan mereka dan juga sebagai bagian dari system kehidupan mereka.

Sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan hutan merupakan potensi

yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai objek yang menarik guna kegiatan

pariwisata alam. Objek-objek wisata alam tersebut perlu dikelola dan

dimanfaatkan secara optimal dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam

yang ada di dalam kawasan tersebut. Sumberdaya hutan dengan berbagai jenis

tumbuhan dan satwa yang unik dan menarik, dengan panaroma yang indah dan

alami, serta gejala alam yang unik dan spektakuler merupakan suatu objek alam


(14)

Dalam Fandeli (2001), ekowisata juga turut berperan dalam upaya

melindungi dan mengelola habitat dan spesies di dalamnya, dengan tiga cara

yaitu:

1. Ekowisata dapat menghasilkan uang untuk mengelola dan melindungi

habitat dan spesies.

2. Ekowisata memungkinkan penduduk setempat memperoleh manfaat

ekonomi dari kawasan lindung di daerah mereka.

3. Ekowisata memberikan sarana untuk meningkatkan kesadaran orang akan

pentingnya pengetahuan dan pelestarian lingkungan.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana persepsi masyarakat Dusun Pancur Nauli terhadap Taman

Wisata Alam Sicikek-cikeh.

2. Bagaimana karakteristik masyarakat Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole

II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat Dusun Pancur Nauli, terhadap

Taman Wisata Alam Sicikek-cikeh

2. Untuk mengetahui Partisipasi masyarakat terhadap Taman Wisata Alam


(15)

D. Manfaat Penelitian

1. Dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk mencegah lebih jauh

kerusakan Taman Wisata Alam Sicikek-cikeh khususnya di Dusun Pancur

Nauli.

2. Memberikan informasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Dairi dan


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hutan

1. Pengertian Hutan

Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan,

Pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Secara umum

hutan dapat didefenisikan sebagai sebagai suatu aosiasi masyarakat

tumbuh-tumbuhan dan binatang yang didominasi oleh pohon atau vegetasi berkayu, yang

mempunyai luasan tertentu sehingga dapat membentuk iklim makro dan kondisi

ekologi yang spesifik

makna hutan sangat bervariasi sesuai dengan spesifikasi ilmu yang

mereka tekuni. Menurut sudut pandang ahli silvika, hutan merupakan suatu

asosiasi dari tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar terdiri atas pohon-pohon atau

vegetasi berkayu yang menempati areal luas. Ahli ekologi mengartikan hutan

sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon-pohon dan

mempunyai keadaan lingkungan berbeda dengan keadaan di luar hutan.

Sedangkan dari sudut pandang orang ekonomis, hutan merupakan tempat

menanam modal jangka panjang yang sangat menguntungkan dalam bentuk Hak


(17)

2. Fungsi Hutan

Hutan merupakan faktor penting yang ikut menentukan keadaan iklim

serta lingkungan hidup global. Salah satu eksistensi dari hutan, memainkan

peranan yang besar dalam proses pembersihan udara, serta mengurangi

pemanasan bumi yang diakibatkan aneka polusi, akibat kemajuan industri negara

maju (Zain, 1998).

Fungsi hutan adalah sebagai penyerap air hujan untuk mencegah terjadinya

erosi. Hutan mempunyai peranan penting dalam mengatur aliran air ke daerah

pertanian dan perkotaan, baik lokal, regional maupun global. Sebagai contoh, 50

% sampai 80 % dari kelembaban yang ada di udara di atas hutan tropik berasal

dari hutan melalui proses transpirasi dan respirasi. Jika hutan dirambah presipitasi

atau curah hujan yang turun akan berkurang dan suhu udara akan naik (Miller

1993).

Dalam Arief (1994) menyebutkan walaupun hutan mempunyai fungsi

lindung, fungsi konservasi, dan fungsi produksi, namun fungsi utama hutan tidak

akan berubah, yakni untuk menyelenggarakan keseimbangan oksigen dan karbon

dioksida, serta untuk mempertahankan kesuburan tanah, keseimbangan tata air

wilayah dan kelestarian daerah dari erosi.

3. Manfaat Hutan

Hutan beserta hasilnya merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berdasarkan bentuk atau


(18)

(langsung/nyata) dan manfaat intangible (tidak langsung/tidak nyata). Manfaat

tangible atau manfaat langsung hutan antara lain : kayu, hasil hutan ikutan, dan lain-lain. Sedangkan manfaat intangible atau manfaat tidak langsung hutan antara lain : pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan, dan

lain-lain (Affandi & Patana, 2002).

Lebih lanjut Salim (1997) juga mengklasifikasikan manfaat hutan menjadi

dua, yaitu (1) manfaat langsung, dan (2) manfaat tidak langsung. Menurut Salim,

yang dimaksud dengan manfaat langsung adalah manfaat yang dapat

dirasakan/dinikmati secara langsung oleh masyarakat. Manfaat langsung hutan

berupa : kayu dan hasil hutan ikutan, seperti rotan, getah, buah-buahan, madu, dan

lain-lain. Manfaat tidak langsung hutan menurut Salim, adalah manfaat yang tak

langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi yang dapat dirasakan adalah

keberdaan hutan itu sendiri. Ada delapan manfaat hutan secara tidak langsung

yang dikemukan oleh Salim, yaitu :

1. dapat mengatur air

2. dapat mencegah terjadinya erosi

3. dapat memberikan manfaat terhadap kesehatan

4. dapat memberikan rasa keindahan

5. dapat memberikan manfaat di sektor pariwisata

6. dapat memberikan manfaat dalam bidang pertahanan keamanan

7. dapat menampung tenaga kerja, dan

8. dapat menambah devisa negara.

Berdasarkan kemampuan untuk dipasarkan, manfaat hutan juga dapat


(19)

Manfaat hutan non-marketable adalah barang dan jasa hutan yang belum dukenal nilainya atau belum ada pasarnya, seperti : beberapa jenis kayu lokal, kayu energi,

binatang, dan seluruh manfaat intangible hutan (Affandi & Patana, 2002).

B. Masyarakat Sekitar Hutan

Masyarakat di sekitar dan di dalam hutan pada umumnya merupakan

masyarakat yang tertinggal. Kondisi sosial ekonomi golongan masyarakat ini pada

umumnya masih rendah. Hal ini salah satunya disebabkan adanya pengabaian

kepentingan masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan hutan. Sehingga akhirnya

timbul kecemburuan sosial masyarakat setempat terhadap pelaksanaan

pembangunan kehutanan. Selama ini upaya mensejahterakan masyarakat setempat

belum berhasil dan belum secara tepat mengakomodasikan kepentingan sosial

budaya dan ekonomi (Darusman dan Skardijito,1998).

Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal disekitar

kawasan hutan baik yang memanfaatkan secara langsung maupun tidak secara

langsung hasil hutan tersebut. Banyak sekali masyarakat Indonesia meskipun

jumlahnya tidak diketahui secara pasti yang tinggal didalam atau dipinggir hutan

yang hidupnya bergantung kepada hutan. Sebagian besar masyarakat sekitar hutan

hidup dengan berbagai strategi ekonomi traidisional yakni menggabungkan

perladangan dengan memancing, berburu, dan mengumpulkan hasil hutan seperti

kayu, rotan, madu dan hasil hutan lainnya (FWI dan GFW, 2001).

Masyarakat sekitar hutan, sebagaimana juga masyarakat pedesaan pada


(20)

lingkungannya. Kehidupan mereka sangat tergantung pada hutan. (Anonim,

1987).

Masyarakat sekitar hutan, sebagaimana masyarakat pedesaan di Indonesia

yang pada umumnya hidup dari pertanian. Pekerjaan lain disamping pertaniannya

hanya merupakan pekerjaan sambilan saja. Oleh karena itu bila tiba masa panen

atau masa menanam padi, pekerjaan-pekerjaan sambilan tadi segera ditinggalkan.

Namun demikian tidaklah berarti bahwa setiap orang mempunyai lahan milik.

Cara bertani mereka masih sangat tradisional dan tidak efisien karena belum

dikenalnya mekanisasi dalam pertanian. Biasanya mereka bertani semata-mata

untuk mencukupi kebutuhannya sendiri dan tidak untuk dijual (Soekanto, 1980).

Masyarakat sekitar hutan sebenarnya memiliki potensi tinggi apabila

diberdayakan, tetapi dalam hal ini, masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan

hutan. Peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan mempunyai prioritas

utama dalam suatu pengelolaan hutan (Arief, 2001).

C. Taman Wisata Alam

Kawasan taman wisata alam adalah kawaan pelestarian alam dengan

tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata rekreasi alam.

Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam yang terutama

dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. Taman Wisata Alam ini

merupakan objek dan kegiatan yang berkaitan dengan rekreasi dan pariwisata

yang memanfaatkan potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya, baik dalam


(21)

Taman wisata alam dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya

pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.

Suatu kawasan wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang

disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, tehnik, ekonomis dan sosial

budaya.

Suatu kawasan ditetapkan sebagai kawasan Taman Wisata Alam apabila

telah memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala

alam serta formasi geologi yang menarik

2. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya

tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam

3. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan

pariwisata alam.

Pada kawasan pelestarian alam dapat dilakukan suatu kegiatan bagi

kepentingan penelitian dan kegiatan lain yang menunjang budidaya serta kegiatan

wisata alam. Kegiatan-kegiatan tersebut akan mampu meningkatkan potensi

masyarakat sekitarnya yang ikut aktif dalam kegiatan sehari-harinya. Kawasan

Pelestarian Alam, terdiri dari :

a. Kawasan Taman Nasional

b. Kawasan Taman Hutan Raya

c. Kawasan Taman Wisata Alam.

Upaya pengawetan Taman Wisata Alam dilaksanakan dalam bentuk

kegiatan :


(22)

2. inventarisasi potensi kawasan

3. penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi

4. pembinaan habitat dan populasi satwa.

Dalam Peraturan Pemerintah No.68 tahun 1998 dikatakan bahwa sesuai

dengan fungsinya, Taman Wisata Alam dapat dimanfaatkan untuk keperluan:

1. pariwisata alam dan rekreasi

2. penelitian dan pengembangan (kegiatan dapat berupa karya wisata, widya

wisata, dan pemanfaatan hasil-hasil penelitian serta peragaaan

dokumentasi tentang potensi kawasan wisata alam tersebut)

3. pendidikan, dan kegiatan penunjang budidaya.

D. Ekowisata

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip

konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan

strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna

dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih

alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya

(Fandeli dan Mukhlison, 2000).

Pada hakekatnya ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung

jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area) memberi manfaat

secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat.

Ekowisata berakar pada kegiatan wisata alam, di daerah-daerah yang masih alami


(23)

dalam hubungan saling terkait dengan aspek ekonomi dan sosial dalam

menunjang kelangsungan wisata tersebut (Fandeli, 2000).

Suatu kawasan konservasi untuk dapat berkembang menjadi daerah tujuan

ekowisata harus memiliki daya tarik dan keunggulan tertentu. Tidak semua dan

tidak seluruh kawasan yang di lindungi cocok untuk kegiatan ekowisata. Dalam

lokakarya Nasional Ekoturisme II, tahun 1996 telah dirumuskan beberapa kriteria

untuk menetapkan suatu kawasan menjadi daerah tujuan ekowisata, yaitu :

1. memiliki keunikan alam (ekosistem, flora dan fauna)

2. memiliki atraksi budaya yang menarik

3. kesiapan masyarakat lokal

4. urgensi keunikan dan ancaman

5. peruntukan kawasan yang jelas

6. prasarana minimal telah ada

7. aksessibilitas

Untuk mendukung pengembangan kawasan ekowisata yang potensial tersebut

perlu penyiapan infrastruktur dan sumber daya manusia pengelolanya agar dalam

perkembangannya dapat dicegah dampak negatif yang muncul.

E. Persepsi

Persepsi adalah suatu proses untuk membuat penilaian (judment) atau

membangun kesan (impression) mengenai berbagai macam hal yang terdapat di


(24)

faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah nilai-nilai dalam diri setiap

individu diperoleh dengan hal-hal yang diterima panca indera. Adapun

faktor-faktor internal yang mempengaruhi persepsi adalah umur dan jenis kelamin, latar

belakang, pendidikan, tempat tinggal, status ekonomi, waktu luang, fisik, dan

intelektual (Wibowo 1988).

Persepsi merupakan pengalaman seseorang tentang obyek, peristiwa atau

hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan

pesan. Persepsi merupakan proses merasa, menafsirkan pesan, mengorganisasi,

menginterpretasi dan mengevaluasi informasi yang masuk (Lumintang dan

Murni,1998).

Selanjutnya, masalah persepsi ini diuraikan secara lebih dalam oleh Bruner

(1957). Ia mengatakan bahwa persepsi adalah proses kategorisasi. Organisme

dirangsang oleh suatu masukan tertentu (obyek-obyek di luar, peristiwa dan

lain-lain) dan organisme itu berespon dengan menghubungkan masukan itu dengan

salah satu kategori (golongan) obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa. Proses

menghubungkan ini adalah proses yang aktif di mana individu yang bersangkutan

dengan sengaja mencari kategori yang tepat sehingga ia dapat mengenali atau

memberi arti kepada masukan tersebut. Dengan demikian persepsi juga bersifat

inferensial atau menarik kesimpulan (Sarwono, 2000).

Persepsi adalah proses kognitif yang bisa terjadi pada setiap orang dalam

memahami informasi tentang lingkungan, yang dapat diperoleh melalui

penglihatan, penghayatan, pendengaran, perasaan, maupun pnciuman. Persepsi

merupaan penafsiran unik terhadap suatu situasi, bukan suatu pencarian yang


(25)

Lumintang dan Murni (1998) menyatakan bahwa persepsi individu

dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ras, kelompok, nilai, kepercayaan dan sikap

yang dimiliki. Kayam dalam Basyuni (2001) menambahkan bahwa faktor-faktor dalam diri individu yang menentukan persepsi adalah kecerdasan, minat, emosi,

pendidikan, pendapatan, dan kapasitas alat indera. Sedangkan faktor dari luar

yang mempengaruhi persepsi menurut Kayam adalah pengaruh kelompok,

pengalaman masa lalu, dan latar belakang sosial budaya.

Menurut Wibowo (1988), banyak sekali faktor-faktor pada diri perseptor

(individu yang memberikan persepsi) yang dapat mempengaruhi veridikalitas

persepsinya sendiri atau menimbulkan perbedaan-perbedaan antara persepsinya

dan persepsi orang lain. Faktor-faktor tersebut adalah meliputi beberapa hal

berikut :

1. Faktor Pengalaman. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang

mengenai obyek-stimulusnya sebagai hasil dari seringnya kontak antara

perseptor dan obyek. Semakin tinggi pula veridikalitasnya. Pengayaan

pengalaman ini dapat pula terjadi karena kontak-kontak dengan

obyek-obyek stimulus yang serupa.

2. Faktor Intelegensia. Semakin tinggi intelegensia seseorang atau semakin

cerdas orang yang bersangkutan semakin besar kemungkinan ia akan

bertindak obyektif dalam memberikan penilaian atau pembangunan kesan


(26)

3. Faktor Kemampuan Menghayati Stimuli. Setiap orang dalam taraf yang

berbeda-beda, memiliki untuk menangkap perasaan orang lain

sebagaimana adanya. Kemampuan ini dinamakan emphati.

4. Faktor Ingatan. Daya ingat seseorang juga menentukan veridikalitas

persepsinya.

5. Faktor Disposisi Kepribadian. Disposisi kepribadian di sini diartikan

sebagai kecenderungan kepribadian yang relatif menetap pada diri

seseorang.

6. Faktor Sikap Terhadap Stimulus. Sikap secara umum dapat dinyatakan

sebagai suatu kecenderungan yang ada pada diri seseorang untuk berpikir

atau berpandangan, berperasaan dan berkehendak, dan berbuat secara

tertentu terhadap suatu obyek.

7. Faktor Kecemasan. Seseorang yang dicekam oleh kecemasan karena suatu

hal yang berkaitan dengan obyek-stimulusnya akan mudah dihadapkan

pada hambatan-hambatan dalam mempersepsi obyek tersebut. Kecemasan

dapat menyebabkan seseorang melakukan macam-macam hal untuk

mengatasi keadaan di dalam dirinya.

8. Faktor Pengharapan. Faktor ini sebenarnya merupakan kumpulan dari

beberapa bentuk pengharapan yang bersumber dari adanya asumsi-asumsi

tertentu mengenai manusia, perilaku dan ciri-cirinya, yang sampai taraf

tertentu diyakini kebenarannya.

Berbagai faktor tersebut berfungsi tumpang tindih, sulit untuk

menunjukkan faktor mana yang paling besar pengaruhnya dalam mempercepat


(27)

kebutuhan angan-angan dan lain-lain. Selanjutnya Wibowo (1988)

mengungkapkan bahwa persepsi juga bergantung pada :

1. pendidikan seseorang

2. kedudukan dalam strata sosial

3. latar belakang sosial budaya

4. usia dan lain-lainnya.

F. Partisipasi

Huneryager dan Heckman (1992), mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan mental dan emosional individu dalam situasi kelompok yang

mendorongnya memberi sumbangan terhadap tujuan kelompok serta membagi

tanggungjawab bersama mereka.

Menurut Canter dalam Effendi (2002) peran serta merupakan proses komunikasi dua arah yang terus menerus untuk meningkatkan pengertian

masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan

sedang dianalisa oleh badan yang bertanggungjawab. Tujuan peran serta

masyarakat menurut Canter adalah untuk menghasilkan masukan dan persepsi

yang berguna dari warga negara dan masyarakat yang berkepentingan dalam

rangka meningkatkan kualitas pengambilan keputusan lingkungan.

Partisipasi dapat dibagi atas berbagai macam bentuk. Partisipasi menurut

Dawam Raharjo dalam Effendi (2002) terbagi atas partisipasi vertikal dan horizontal. Disebut partisipasi vertikal karena bisa terjadi dalam kondisi tertentu

masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam


(28)

Sedangkan disebut partisipasi horizontal, karena pada sustu saat tidak mustahil

masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota / kelompok masyarakat

berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya, baik dalam melakukan usaha

bersama, maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Menurut

Dawam Raharjo, tentu saja partisipasi seperti ini merupakan tanda permulaan


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

.

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole II,

Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Dusun Pancur Nauli

memiliki jumlah penduduk 671 jiwa (128 KK), dengan komposisi laki-laki 324

jiwa dan perempuan 347 jiwa (Monografi Desa, 2005).

Penelitian ini dilaksanakan Pada bulan Februari 2007 sampai bulan Maret

2007. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara purposive (sengaja),

dengan mempertimbangkan letak geografis dan sejarah dusun Pancur Nauli

tersebut. dusun Pancur Nauli merupakan satu dari enam dusun, dan berbatas

langsung dengan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh. Atas dasar faktor tersebut,

maka dipilihlah dusun Pancur Nauli sebagai lokasi penelitian.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga (KK), yang

ada dilokasi penelitian, yaitu seluruh KK dusun Pancur Nauli. Dari data

monografi dusun Pancur Nauli tahun 2005, didapat ada 128 KK. Sampel dalam

penelitian ini disebut informan, yang akan diambil sebanyak 30 KK sebagai

informan penelitian. Penentuan jumlah sampel atau informan dalam penelitian ini

didasarkan atas homogenitas masyarakat, dimana dari sisi agama, masyarakat

dusun Pancur Nauli seluruhnya beragama Kristen, dari sisi pekerjaan, mayoritas


(30)

Sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan purposive sampling

(sampel bertujuan). Menurut Soekarwi (1995), purposive sampling dapat diartikan

sebagai pengambilan sampel berdasarkan kesengajaan, maka pemilihan

sekelompok subyek didasarkan atas ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya. Metode purposive sampling digunakan untuk mencapai tujuan

tertentu dalam penelitian, sehingga diharapkan diperoleh hasil penelitian yang

lebih baik. Lebih lanjut menurut (Chadwick et al, 1991), bahwa dalam penarikan sampel secara purposive, peneliti menggunakan keahliannya untuk memilih

subyek yang mewakili populasi yang dikajinya.

C. Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu :

1. Data Primer

Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

a. Identitas responden, berupa : nama, umur, pekerjaan, agama,

pendidikan, pendapatan, suku, lama bermukim, dan banyaknya

tanggungan.

b. Persepsi responden terhadap Taman Wisata Alam Sicikek-cikeh.

c. Bentuk partisipasi yang dilakukan responden dalam pelestarian Taman

Wisata Alam Sicikek-cikeh.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari sumber resmi dan instansi terkait yaitu

BKSDA I Sumatera Utara, Dinas Pariwisata Kabupaten Dairi, Biro


(31)

yang diperlukan serta perolehan sejumlah literatur dan peta yang

mendukung. Data sekunder ini meliputi : kondisi umum lokasi penelitian,

keadaan fisik hutan meliputi status dan luas kawasan, kondisi geografis,

topografi, iklim, literatur-literatur tentang Taman Wisata Alam

Sicikek-cikeh, dan data-data pendukung lainnya.

Pengumpulan data primer dan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan

dengan :

a. Penyebaran kuesioner

Penyebaran kuesioner ini dilakukan untuk memperoleh data-data primer yang

dibutuhkan dalam penelitian. Kuesioner ini disebarkan kepada seluruh sampel

dalam penelitian.

b. Wawancara mendalam (deep interview)

Wawancara mendalam ini dilakukan untuk menggali lebih dalam data yang

diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner dan melengkapi informasi lainnya

sesuai dengan tujuan penelitian.

Wawancara mendalam ini dilakukan kepada beberapa sampel yang jawabannya

“belum mencapai tujuan yang diinginkan”, masyarakat desa yang dituakan

(tetua adat masyarakat setempat), Pemerintah daerah setempat (aparat desa)

c. Studi pustaka.

Studi pustaka ini dilakukan untuk mendapatkan data-data sekunder yang


(32)

D. Analisa Data

Data-data yang dihasilkan dari penyebaran kuesioner dikumpulkan

berdasarkan karakteristiknya, selanjutnya disajikan dalam bentuk tabulasi.

Data-data yang telah tersaji dalam bentuk tabulasi tersebut dianalisis secara kuantitatif

dengan menggunakan jumlah dan persentase dari masing-masing karakteristik

atau jawaban yang sama. Dalam analisis data hasil kuesioner, data-data dari hasil

wawancara mendalam dan observasi digunakan untuk mendukung analisis data

hasil penyebaran kuesioner. Data yang diperoleh diklasifikasikan berdasarkan :


(33)

BAB IV

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Keadaan Fisik Lingkungan Letak dan Luas

Penelitian ini dilakukan di Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole II,

Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Secara geografis Dusun

Pancur Nauli terletak pada 02 0 15’ - 030 00’ Lintang Utara dan 980 15’ - 980 30’

Bujur Timur.

Dusun Pancur Nauli berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Desa Bangun

Sebelah Selatan : TWA Sicikeh-cikeh

Sebelah Barat : Sitinjo

Sebelah Timur : Desa Lae Hole

Dusun Pancur Nauli merupakan Ibu Kota dari Desa Lae Hole II, yang baru

melakukan pemekaran dari Desa Lae Hole pada bulan Maret 2007. Dusun ini

berjarak 98 km dari Kabanjahe, dan berjarak 175 km dari Ibu Kota Provinsi.

Topografi, Keadaan Tanah dan Iklim.

Secara umum kondisi topografi dusun pancur nauli bergelombang, terdiri

dari datar sampai landai dan berbukit dengan rata-rata ketinggian 1200 Mdpl.

Keadaan tanah pada daerah sisi selatan TWA Sicikeh-cikeh, termasuk dusun

pancur nauli secara umum dikategorikan subur sampai sedang. Pemanfaatan


(34)

tanaman kopi, jagung, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Sedangkan lahan basah

pada umumnya dimanfaatkan dengan menanam padi.

Kondisi iklim daerah pada sisi selatan Taman Wisata Alam (TWA)

Sicikek-cikeh, termasuk dusun pancur nauli digolongkan sebagai iklim tropis.

Suhu udara pada daerah ini berkisar antara 140 C - 300 C, dengan curah hujan

rata-rata bulanan 146,4 mm dan hari ujan rata-rata-rata-rata perbulan 12 hari. Curah hujan

tertinggi terdapat pada bulan Desember dan terendah pada bulan Mei (BKSDA I)

SUMUT (2007).

Sarana dan Prasarana.

Sarana penunjang bagi perhubungan masyarakat di dusun pancur nauli

dalam memasarkan hasil pertanian (90,18 % pekerjaan penduduk adalah petani)

adalah jalan. Di dusun pancur nauli terdapat 3 km jalan dusun, dan 8 km jalan

desa. Jaringan jalan dari dusun pancur nauli ke Ibu Kota Kabupaten berupa jalan

aspal. Jalan ini tidak hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda 2 dan 4, tetapi juga

truck yang digunakan untuk mengangkut hasil pertanian (kopi).

Tingkat aksesibilitasi daerah ini dapat dikatakan rendah karena kendaraan

umum yang melewati daerah ini datang hanya dua kali dalam seminggu, yaitu

pada hari Pekan, dimana pada hari pekan masyarakat dusun memasarkan

hasil-hasil pertaniannya ke pasar sidikalang, yakni pada hari Rabu dan Sabtu

Sarana pendidikan yang tersedia berupa : 1 (satu) Sekolah Dasar (SD),

satu Gereja, dan 21 buah pancuran mata air (sumber air bersih/minum), selain itu

tersedia juga Sarana olahraga yang berupa : satu buah Lapangan Bulutangkis, satu


(35)

Posyandu. Dan untuk sarana penerangan, dusun pancur nauli telah dialiri aliran

listrik sejak tahun1990.

B. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat. Kependudukan.

Berdasarkan daftar isian data monografi desa lae hole tahun 2005, jumlah

penduduk dusun pancur nauli sebanyak 671 orang. Terdiri dari 324 orang

laki-laki dan 347 orang perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 128 orang.

Penduduk dusun pancur nauli relatif homogen, baik dari sisi suku maupun agama.

Suku yang paling dominan adalah Batak Toba sebanyak 127 KK ( 99,21 %),

hanya satu KK (0,78 %) suku pakpak. Dari sisi penganut agama, masyarakat

seluruhnya menganut agama Kristen Protestan. Secara rinci jumlah penduduk di

dusun pancur nauli berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin dapat dilihat

pada tabel 1 berikut :

Tabel 1. Jumlah Penduduk Dusun Pancur Nauli menurut usia dan jenis kelamin

No. Struktur Umur

Jenis Kelamin Jumlah Total

Laki-laki

(Jiwa)

Perempuan

(Jiwa)

Jiwa Persentase

(%)

1 < 1 Tahun 39 44 83 12,36

2 1-10 Tahun 52 67 119 17,73

3 11-20 Tahun 68 65 133 19,82

4 21-30 Tahun 44 57 101 15,05

5 31-40 Tahun 39 30 69 10,28


(36)

7 51-60 Tahun 22 29 51 7,60

8 61-70 Tahun 18 20 38 5,66

9 71-80 Tahun 6 2 8 1,19

10 < 81 Tahun 1 1 2 0,29

Jumlah 324 347 671 100

Sumber : kantor Kepala Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan (2005)

Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk dusun pancur nauli yang paling dominan

adalah petani (92,18 %). Selain petani, mata pencaharian masyarakat adalah

Buruh (6 %), PNS (0,78 %), Pedagang (0.78 %).

Komoditas utama yang dihasilkan oleh masyarakat dusun pancur nauli

adalah kopi, padi, jagung, dan sayur-sayuran, akan tetapi mayoritas penduduk

dusun pancur nauli menanam kopi sebagai sumber penghasilan utama. Jenis kopi

yang mereka tanam adalah jnis Coffea Arabica, atau nama lokalnya kopi ateng karena pohonnya tidak begitu tinggi.

Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat dusun pancur nauli persentase tertinggi

adalah Kepala Keluarga lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) yakni

sebesar 57,81 %. Hal ini dipengaruhi oleh jauhnya lokasi Sekolah Tingkat

Pertama dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas / Sederajat. Selain faktor lokasi


(37)

pendidikan yang sangat terbatas yakni hanya terdapat satu unit gedung sekolah

dasar (SD). Jadi apabila mereka ingin melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya,

mereka harus menempuh jarak 7 km, karena sekolah Lanjutan Tingkat Atas

(SLTA) terdekat terdapat di dusun lae hole. Secara umum mengenai jumlah

penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Jernih dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk di Dusun Pancur Nauli Menurut Tingkat Pendidikan

KK Tahun 2004/2005.

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk Persentase (%)

1 Tidak Sekolah/Tidak Tamat 8 6,25

2 Sekolah Dasar (SD) 30 23,43

3 Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) 74 57,81

4 Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) 12 9,37

5 Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) 4 3,12

Jumlah 128 100

Sumber : kantor Kepala Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan (2005)

Tabel 3. Jumlah Anak Sekolah di Dusun Pancur Nauli Tahun 2005/2006

No Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk Persentase (%)

1 Sekolah Dasar (SD) 187 65,38

2 Sekolah Lanjutan Pertama (SLTP) 66 23,07

3 Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) 32 11,18

4 Perguran Tinggi 1 0,35

Jumlah 286 100


(38)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden Penelitian

Karakteristik responden penelitian di Dusun Pancur Nauli, Desa Lae Hole

II, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara meliputi : umur,

Pekerjaan, Pendidikan, Suku, Agama, Jumlah tanggungan, dan lama menetap.

Data karakteristik responden penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : kisaran

umur responden antara 20 – 50 tahun. Pada Tabel 4. disajikan komposisi kisaran

umur responden.

Tabel 4. Kisaran Umur Responden.

No Kisaran Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 20 – 25 Tahun 3 10 2 26 – 30 Tahun 1 3 3 31 – 35 Tahun 2 7 4 36 – 40 Tahun 6 20 5 41 – 45 Tahun 14 47 6 46 – 50 Tahun 4 13

Jumlah 30 100

Sumber : Data primer, 2007.

Semua responden (30 orang) adalah suku Batak Toba (100%). Responden

yang tinggal langsung berbatas dengan Taman Wisata Alam (TWA) umumnya

pendatang dari (Sibolga, Tarutung, Dolok Sanggul dll). Mereka datang ke Dusun

Pancur Naui untuk mencari pekerjaan, secara keseluruhan warga pendatang ini


(39)

Keseluruhan penduduk Dusun Pancur Nauli beragama Kristen Protestan,

Termasuk responden dalam penelitian ini. Karakteristik responden dari sisi suku

dan agama menunjukkan homogenitas dalam bidang sosial budaya. Homogenitas

ini ditambah lagi oleh pekerjaan utama responden yaitu sebagai petani. Jenis

pekerjaan utama responden penelitian disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis Pekerjaan Utama Responden.

No Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Buruh Tani 5 17

2 Bertani 21 70

3 Tukang 2 7

4 Pedagang 1 3

5 PNS (Pegawai Negeri Sipil) 1 3

Jumlah 30 100

Sumber : Data primer, 2007.

Tingkat pendidikan tertinggi responden yang didapat dari hasil penyebaran

kuisioner dan wawancara adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Secara

umum pendidikan responden terbanyak adalah tamatan SLTP. Hal ini

mencerminkan masih rendahnya tingkat pendidikan di Dusun Pancur Nauli. Ini

disebabkan kurangnya infrastuktur pendidikan yang ada di Dusun Pancur Nauli,

dan juga jauhnya lokasi pendidikan yang ada. Untuk lebih jelasnya, data tingkat


(40)

Tabel 6. Tingkat Pendidikan Responden.

No Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Tamat SD 7 23

2 Tamat SLTP / Sederajat 15 50

3 Tamat SLTA / Sederajat 8 27

Jumlah 30 100

Sumber : Data primer, 2007.

Berdasarkan hasil kuisioner di ketahui Jumlah tanggungan responden

berkisar antara 1 – 4 orang. Sebanyak 80 % responden memiliki jumlah

tanggungan kurang dari 4 orang. Sisanya, sebanyak 20 % responden memiliki

jumlah tanggungan 5 – 10 orang. Sebagian besar responden yang memiliki

jumlah tanggungan kurang dari 4 orang merupakan responden yang berumur di

atas 40 tahun, dimana sudah ada anak mereka yang telah berkeluarga dan mandiri,

sehingga tidak menjadi tanggungan mereka lagi.

Berdasarkan hasil kuisioner hampir semua responden merupakan

penduduk yang tinggal menetap di dusun pancur nauli. Sebanyak 20 responden

atau 67% merupakan penduduk asli yang tinggal dan besar di dusun pancur nauli.

Sebanyak 3 reponden atau 10% merupakan penduduk pendatang dari dusun lain

yang menetap, bekerja dan bekeluarga dengan penduduk dusun pancur nauli.

Sisanya sebanyak 7 responden atau 23% lainnya merupakan warga pendatang

(Perantauan) dari daerah lain yang berada di Sumatera Utara dan menetap di


(41)

Kondisi Hutan

Kawasan hutan Taman Wisata Alam Sicikek-cikeh ini berbatas langsung

dengan dusun pancur nauli, Keadaan vegetasi di Taman Wisata Alam

Sicikeh-cikeh merupakan hutan hujan tropis pengunungan dengan jenis tumbuhan berdaun

lebar dan berdaun jarum antara lain sampinur bunga Kemenyan Styrax benzoin,

Sampinur Bunga Dacrydium junghuhni, Haun Dolok Eugenia sp., Meang

Palaqium sp. Selain populasi pohon banyak juga dijumpai tumbuhan berbunga indah antara lain Anggek, rotan, berbagai jenis paku-pakuan (BKSDASU I, 2003).

Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Wisata Alam (TWA)

Persepsi masyarakat terhadap Taman Wisata Alam (TWA) dibagi menjadi

dua bagian, yaitu persepsi masyarakat terhadap hutan, persepsi masyarakat

terhadap Taman Wisata Alam (TWA), Persepsi masyarakat terhadap Taman

Wisata Alam (TWA) diuraikan sebagai berikut.

Persepsi Masyarakat Terhadap Hutan

Persepsi masyarakat terhadap hutan dari hasil kuesioner yang disebarkan

(dibantu dengan metode wawancara) diperoleh persepsi yang beragam. Secara

garis besar persepsi masyarakat terhadap hutan dapat dikelompok seperti dalam

Tabel 7.

Tabel 7. Persepsi masyarakat Terhadap Hutan.

No Persepsi masyarakat terhadap hutan

Jumlah Responden

Persentase (%)

1 Hutan merupakan tempat hidup


(42)

tanaman obat

2 Hutan merupakan peninggalan nenek

moyang yang harus di jaga dan

dilindungi

4 13%

3 Hutan merupakan tempat

menghasilkan udara bersih (oksigen),

dan mencegah erosi

3 10%

4 Hutan merupakan kawasan yang

harus dilesterikan dan tidak boleh

ditebang

9 30%

5 Hutan merupakan tempat rekreasi

dan merupan kawasan yang harus

dilindungi

7 23%

6 Hutan merupakan tempat yang

angker

1 4%

jumlah 30 100

Sumber : data primer, 2007

Persepsi yang dikemukakan oleh responden penelitian dikelompokkan

dalam 6 kelompok. Kelompok pertama (sebesar 20%) menyatakan hutan suatu

daerah yang dipenuhi bermacam-macam pohon-pohonan, tempat hidup

hewan-hewan dan tanaman obat-obatan. Persepsi ini menunjukkan bahwa kelompok

responden ini memandang hutan dari segi ekonomi. Artinya bahwa mereka


(43)

untuk memanfaatkan atau mengekploitasinya. Akan tetapi mereka cenderung

menjaga keberadaan hewan dan tanaman yang ada di dalam hutan tersebut.

Kelompok responden yang kedua (sebesar 13%) menyatakan hutan

adalah peninggalan nenek moyang mereka secara turun-temurun yang akan

diwariskan kepada anak cucu mereka yang harus di jaga dan dilestarikan dan

nantinya dapat bermanfaat bagi kehidupan mereka..

Kelompok responden yang ketiga (sebesar 10%) menyatakan hutan

berfingsi menjaga tata air , dan menjaga erosi (banjir), serta berfungsi menjaga

udara tetap bersih. Kelompok responden ini menilai hutan dari segi ekologisnya

yang dapat menjaga lingkungan disekitarnya atau dilihat dari segi manfaat tidak

langsung (intangible) adalah manfaat yang tidak langsung dinikmati masyarakat, akan tetapi dapat dirasakan dari keberadaan kawasan itu sendiri. Kelompok

responden ini melihat bahwa hutan dapat menciptakan udara yang bersih sehingga

masyarakat yang tinggal disekitar hutan tetap dapat menghirup udara bersih

Kelompok yang keempat (sebesar 9%) menyatakan bahwa hutan

merupakan kawasan yang sangat penting bagi lingkungan dan harus di lestarikan.

Kawasan ini tidak boleh dimanfaatkan sebagai lahan perladangan dan juga

penebangan pohon yang ada didalamnya. Kelompok responden ini beranggapan

bahwa kebaradaan hutan sangat mempengaruhi lingkungan hidup mereka karena

dapat memberikan dampak yang baik atau buruk tergantung kondisi hutan.


(44)

sicikeh-cikeh dikarnakan mereka sangat menjaga kelestarian alam disekitar taman wisata

tersebut, dan tidak melakukan penebangan liar didalamnya dan hanya sebatas

untuk kebutuhan rumah tangga (kayu bakar).

Kelompok yang kelima (sebesar 23%) menyatakan bahwa hutan

merupakan kawasan yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat pariwisata

(rekreasi), karena memilki keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi serta

bentang alam yang baik. Oleh karena itu mereka bertekat untuk menjaga

keberadaan hutan agar tetap baik. Bila hutan rusak maka tidak ada lagi daya tarik

kawasan sebagai tempat rekreasi, disamping itu dapat berakibat buruk bagi

lingkungn mereka yang dapat menyebabkab bencana alam. Kelompok responden

ini melihat bahwa kawasan hutan tersebut memilki keidahan dan panorama yang

baik, selain itu kondisi hutannya yang masih baik merupakan suatu potensi dalam

pengembangan taman wisata alam ini. Di kawasan taman wisata alam ini juga

terdapat beberapa pondok peristirahatan yang ditujukan untuk tempat beristirahat

bagi orang-orang yang akan mengunjungi kawasan ini

Kelompok yang keenam (sebesar 4%) menyatakan bahwa hutan

merupakan tempat yang angker. Persepsi kelompok ini didasari dari kondisi hutan

menurut responden yang bersangkutan. Responden yang mengemukakan

persepsinya dalam kelompok ini merupakan responden yang bermata pencaharian

pokok selain petani, dimana responden yang bersangkutan jarang atau tidak


(45)

Secara keseluruhan, dari keenam kelompok persepsi tentang hutan yang di

kemukakan oleh responden penelitian dapat di ambil satu kesimpulan . Menurut

responden penelitian hutan merupakan suatu kawasan yang berfungsi sebagai

habitat flora dan fauna, menjaga tata air, menjaga udara tetep bersih, tempat

rekreasi dan merupakan kawasan yang dapat melindungi masyarakat dari bencana

alam seperti banjir, oleh karena itu kondisi hutan harus tetap di jaga agar tidak

terjadi kerusakan .

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat dusun pancur nauli di

dalam hutan menurut responden penelitian adalah menganbil kayu bakar, dan

tanaman obat-obatan. Secara keseluruhan responden mengemukakan persepsi

tentang hutan bahwa hutan mempunyai dampak positif terhadap masyarakat dan

lingkungan sekitarnya. Dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat terhadap

hutan bisa dikatakan sudah mengerti arti dan manfaat hutan bagi kelangsungan

hidup mereka.

Dalam Wibowo (1998) salah satu faktor yang menentukan persepsi

seseorang terhadap suatu objek adalah faktor pengalaman. Dusun pancur nauli

yang berbatas langsung dengan Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh, dan

masyarakat di dusun ini rata-rata bermata pencaharian sebagai petani, maka

masyarakat duusun pancur nauli, khususnya responden penelitian sebagian besar

sudah sangat mengenal hutan. Sehingga persepsi yang dikemukakan oleh

responden terhadap hutan sangat ditentukan oleh pengalaman yang mereka miliki


(46)

Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Wisata alam (TWA) Sicikeh-cikeh

Menurut responden yang menjawab, persepsi yang dikemukakan terhadap

taman wisata alam sicikeh-cikeh (TWA) juga sangat beragam. Secara garis besar

persepsi responden terhadap taman wisata alam sicikeh-cikeh dapat

dikelompokkan dalam table 8.

Tabel 8. Persepsi masyarakat Terhadap Taman Wisata Alam (TWA)

Sicikeh-cikeh

No Persepsi masyarakat terhadap Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh

Jumlah Responden

Persentase (%)

1 Taman Wisata alam sicikeh-cikeh

tidak dapat dipisahkan dengan

masyarakat dan masyarakat

mempunyai hak dalam

pengeloloannya

5 19

2 Taman Wisata alam sicikeh-cikeh

merupakan hutan lindung milik

Negara yang tidak boleh di ganggu

(pembukaan lahan pertanian,

pencurian kayu)

9 33

3 Taman Wisata alam sicikeh-cikeh

merupakan pelindung dari bencana

alam (erosi, banjir dan tanah longsor)


(47)

4 Taman Wisata alam sicikeh-cikeh

merupakan tempat perlindungan

tumbuhan, hewan, dan alam

5 19

5 Taman Wisata alam sicikeh-cikeh

merupakan paru-paru dunia 2 7

Jumlah 27 100

Sumber : data primer. 2007

Menurut masyarakat kondisi taman wisata alam sicikeh-cikeh (TWA)

masih baik. Persepsi ini dapat dilihat dari kondisi hutan yang masih alami, selain

itu mereka beranggapan bahwa kondisi taman wisata alam sicikeh-cikeh masih

baik karena usaha mereka untuk menjaganya dan dan tidak melakukan

penebangan dan melakukan perburuan. Mereka sadar dan tahu bahwa kerusakan

hutan akan barakibat negatif bagi mereka sendiri.

Keberadan taman wisata alam sicikeh-cikeh diharapkan nantinya akan

dapat berkembang sehingga akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan

membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Dengan adanya

perkembangan taman wisata alam ini masyarakat dapa memiliki pekerjaan

sampingan atau memiliki pekerjaan baru.

Secara keseluruhan, tidak semua responden dapat mengemukakan

persepsinya terhadap taman wisata alam sicikeh-cikeh. Menurut 90% atau 27

respondan yang menjawab, jawaban yang diberikan cukup beragam seperti

persepsi mereka terhadap hutan. Hasil penyebaran kuisioner yang dibantu dengan


(48)

Alam Sicikeh-cikeh dapat di kelompokkan menjadi 5 kelompok (seperti pada

tabel 8).

Berdasarkan pengelompokan tersebut dapat ditarik satu kesimpulan .

menurut responden penelitian, Taman wisata alam (TWA) sicikeh merupakan

hutan lindung yang dilindungi oleh Negara dari berbagai gangguan (pencurian

kayu dan pembukaan lahan pertanian) karena merupakan pelindung dari bencana

alam erosi, banjir dan kebakaran hutan

Persepsi responden penelitian terhadap taman wisata alam sicikeh-cikeh

pada konsepnya sama dan bersifat positif. Persamaan persepsi responden

penelitian, dan persepsi yang dikemukaka bersifat positif dipengaruhi oleh faktor

sumber di perolehnya pengetahuan sesponden tentang taman wisata alam

sicikeh-cikeh.pengetahuan responden tentang taman wisata alam sicikeh-cikeh diperoleh

dari hasil penyuluhan yang di sampaikan oleh balai konservasi sumberdaya alam

(BKSDA I) Sumut.

Factor lainnya yang membuat persamaan konsep responden terhadap

taman wisata alam sicikeh-cikeh adalah penyampaian informasi dari masyarakat

yang mengikuti kegiatan penyuluhan kepada masyarakat yang tidak

mengikutinya. Akhirnya responden rata-rata memiliki konsep yang sama

mengenai taman wisata alam sicikeh-cikeh.

Persepsi responden lainnya 10 % atau 3 responden pada konsepnya juga

sama , mereka tidak tahu apa itu taman wisata alam. Ketidaktahuan responden ini

disebabkan oleh faktor tidak pernah ikutnya responden dalam kegiatan

penyuluhan , dan tidak bergaulnya dengan masyarakat lainnya.sehingga mereka


(49)

Faktor pengetahuan yang diperoleh dari hasil penyuluhan merupakan

faktor yang paling berpengaruh terhadap persepsi yang dikemukakan responden

penelitian di dusun pancur nauli tentang taman wisata alam sicikeh-cikeh. Hal ini

di buktikan dengan adanya beberapa responden 3 responden atau 10% dari total

responden yang tidak dapat menerangkan persepsinya, dengan alasan tidak tahu.

Padahal dari sisi umur, pekerjaan, dan tingkat pendidikan mereka sama dengan

beberapa responden yang menjawab.

Pengetahuan yang berasal dari penyuluhan merupakan bagian dari

pendidikan non formal. Oleh sebab itu, maka dapat di kemukakan bahwa

pendidikan non formal responden penelitian di dusun pancur nauli sangat

menentukan persepsi yang mereka sampaikan, bukan ditentukan oleh tingkat

pendidikan formal, agama, umur, suku, pekerjaan dan lama menetap. Hal ini

sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh wibiwo (1988) bahwa persepsi juga

bergantung pada pendidikan seseorang, bukan dari tingkat pendidikan.

Selanjutnya, berkaitan dengan persamaan persepsi yang dikemukan oleh

responden penelitian, Rahmat dalam Effendi (2002) menyatakan bahwa persepsi adalah proses menyimpulkan dan menafsirkan suatu informasi atau peristiwa

tentang suatu obyek, sehingga menghasilkan suatu pengetahuan baru. Kesamaan

penilaian responden penelitian terhadap taman wisata alam sicikeh-cikeh

didasarkan pada informasi tentang taman wisata alam sicikeh-cikeh yang didapat

dari hasil penyuluhan yang dilakukan oleh instansi pemerintah dan lembaga

non-pemerintah seperti PAM SWARSA yang di bentuk oleh masyarakat desa lae hole

II, dan di pimpin langsung oleh kepala desa lae hole II. Menurut responden,


(50)

kepentingan masyarakat desa di sekitar taman wisata alam sicikeh-cikeh. Bentuk

manfaat tersebut adalah sebagai tempat bagi masyarakat untuk mengambil kayu

bakar, rotan, dan tanaman obat-obatan.

Fungsi hutan taman wisata alam sicikeh-cikeh menurut responden adalah

sebagai pelindung dari erosi, banjir, kekeringan air, dan dari angin kencang, serta

sebagai tempat hidup hewan . Pengetahuan ini menurut responden didapat dari

penyuluhan-penyuluhan yang dilakukan pemerintah, serta dari pengalaman atas

fenomena alam yang pernah terjadi.

Salim (2004) menyatakan bahwa fungsi lain dari hutan alam, khususnya

hutan tropis merupakan paru-paru bumi. Hutan menghirup gas karbon dioksida

dan menghembuskan gas oksigen untuk dihirup manusia. Hutan taman wisata

alam sicikeh-cikeh sebagai bentuk dari hutan alam juga mempunyai fungsi yang

sama.

Fungsi hutan kawasan taman wisata alam sicikeh-cikeh sebenarnya masuk

dalam kategori manfaat hutan taman wisata alam sicikeh-cikeh itu sendiri, yaitu

manfaat tidak langsung (intangible). Salim (1997) mengklasifikasikan manfaat

hutan menjadi dua, yaitu manfaat langsung (tangible) dan manfaat tidak langsung

(intangible). Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan atau

dinikmati secara langsung oleh masyarakat. Manfaat hutan kawasan taman wisata

alam sicikeh-cikeh sebagai tempat bagi masyarakat untuk mengambil kayu bakar,

rotan, dan tanaman obat-obatan, merupakan manfaat langsung dari keberadaan

kawasan hutan taman wisata alam sicikeh-cikeh.

Manfaat tidak langsung hutan menurut Salim, adalah manfaat yang tidak


(51)

keberadaan hutan itu sendiri. Manfaat kawasan taman wisata alam sicikeh-cikeh

sebagai pelindung dari erosi, banjir, kekeringan air, dan dari angin kencang, serta

sebagai tempat hidup hewan merupakan manfaat tidak langsung dari keberadaan

kawasan hutan taman wisata alam sicikeh-cikeh.

Pengetahuan responden tentang manfaat dan fungsi kawasan taman wisata

alam sicikeh-cikeh menurut mereka diperoleh dari penyuluhan yang pernah

disampaikan oleh instansi pemerintah (Dinas Kehutanan dan Balai Konservasi

Sumber Daya Alam) dan lembaga non-pemerintah (PAM SWARSA). Selain itu,

menurut responden, jawaban yang mereka berikan juga berasal dari pengalaman

atas fenomena alam yang pernah terjadi.

Pengalaman terhadap fenomema alam yang pernah terjadi, sehingga

menjadi suatu pengetahuan bagi masyarakat tentang fungsi keberadaan kawasan

taman wisata alam sicikeh-cikeh ialah terjadinya bencana angin kencang. Menurut

sebagian responden, di dusun pancur nauli tepatnya di sekitar kawasan taman

wisata alam sicikeh-cikeh pernah terjadi angin kencang yang mengakibatkan

ladang masyarakat rusak.

Berkaitan dengan pengalaman terhadap fenomena alam yang membentuk

suatu persepsi masyarakat terhadap kawasan taman wisata alam sicikeh-cikeh,

Lumintang dan Murni (1998) mengemukakan bahwa persepsi merupakan

pengalaman seseorang tentang suatu obyek, peristiwa atau hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dengan

merasakan dampak dari peristiwa bencana yang terjadi, masyarakat memberikan

penilaian atau pandangan bahwa penyebab terjadinya bencana angin kencang


(52)

dengan demikian masyarakat menyimpulkan bahwa hutan kawasan taman wisata

alam sicikeh-cikeh memiliki fungsi dan manfaat sebagai pelindung dari bencana.

Persepsi responden terhadap pelestarian kawasan (TWA) Sicikeh-cikeh

Persepsi masyarakat Terhadap pelestarian (konservasi) kawasan Taman

Wisata Alam sicikeh-cikeh yang dikemukakan oleh seluruh responden penelitian

adalah sama, yaitu seluruh masyarakat dusn pancur nauli sama-sama

bertanggung-jawab menjaga dan tidak menggarap kawasan Taman Wisata Alam, serta

melaporkan setiap kejadian yang menyebabkan terganggunya kawasan Taman

Wisata Alam. Selain itu, dalam upaya pelestarian kawasan Taman Wisata Alam

responden mengusulkan beberapa tindakan atau upaya yang harus dilakukan.

Tindakan atau usaha yang harus dilakukan sebagai upaya pelaksanaan

pelestarian kawasan Taman Wisata Alam menurut responden dapat diuraikan

dalam beberapa bentuk. Secara garis besar, bentuk tindakan atau usaha menurut

responden tersebut dapat dikelompokkan seperti pada Tabel 9.

Tabel 9. Tindakan atau Usaha dalam Pelaksanaan Pelestarian (Konservasi) Kawasan Taman Wisata Alam Menurut Responden.

No Bentuk Tindakan atau Usaha Jumlah

Responden

Persentase ( % )

1 Pelarangan dan pemberian sanksi terhadap pelaku

pengrusakan atau perambah kawasan TWA 9 30 2 Pengawasan kawasan TWA harus lebih ketat. 6 20 3 Pemberian penyuluhan tentang arti penting

keberadaan kawasan TWA oleh instansi terkait harus lebih rutin dan terjadwal.


(53)

Jumlah 30 100

Sumber : Data primer. 2007

Pendapat responden mengenai konservasi atau pelestarian kawasan Taman

Wisata Alam sicikeh-cikeh pada dasarnya berasal dari sumber yang sama dengan

persepsi responden terhadap kawasan Taman Wisata Alam itu sendiri. Dalam hal

ini pendapat responden berasal dari pengalaman atas fenomena yang pernah

terjadi, pelestarian kawasan Taman wisata alam sicikeh-cikeh adlah suatu hal

yang harus di laksanakan. Menurut responden, hal ini disebabkan oleh arti

pentingnya manfaat dan fungsi yang diberikan oleh kawasan taman wisata alam

apabila tetap lestari.

Berkaitan dengan pelestarian kawasan hutan, Arief (2001) mengemukakan

bahwa pelestarian hutan dalam pengertian khusus adalah bentuk dan proses

pengelolaan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga secara terus-menerus dapat

memberikan produksi dan jasa yang diharapkan, tetapi tetap tidak mengurangi

fungsi hutan dan tidak menimbulkan dampak lingkungan yang tidak diinginkan.

Selanjutnya Arief menambahkan bahwa pelestarian hutan dimungkinkan tidak

akan berhasil, kecuali jika daerah di sekitarnya dikembangkan secara

berkelanjutan dan masyarakat setempat simpati terhadap perlindungan hutan

taman wisata alam.

Tersedianya tempat bagi masyarakat untuk mengambil kayu bakar dan

tanaman obat-obatan , terlindunginya daerah atau dusun mereka dari bencana

seperti :angin kencang, tanah longsor dan banjir adalah bentuk daripada manfaat

dan fungsi keberadaan kawasan Taman Wisata Alam. Menurut responden, apabila


(54)

dengan sendirinya hal tersebut akan mengurangi bahkan menghilangkan manfaat

dan fungsi kawasan Taman Wisata Alam itu sendiri.

Selain itu, sebagian besar responden tidak menginginkan terjadinya

kerusakan kawasan Taman Wisata Alam karena takut manfaat dan fungsi Taman

Wisata Alam tersebut tidak dapat diwariskan kepada anak cucu mereka. Bahkan

sebaliknya, apabila terjadi kerusakan pada kawasan Taman Wisata Alam dan

kerusakan itu terus terjadi tanpa ada upaya pelestarian. Maka menurut responden,

musibah atau bencanalah yang akan mereka wariskan kepada anak cucu mereka.

Dalam pengelolaan hutan, termasuk hutan dengan tujuan konservasi

seperti taman nasional, keberadaan masyarakat sekitar hutan juga harus

diperhitungkan terutama dalam pengambilan kebijakan pengelolaan. Salim (1998)

menyatakan bahwa masyarakat sekitar hutan dengan hutan itu sendiri merupakan

satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Banyak sekali masyarakat Indonesia,

meskipun jumlahnya tidak diketahui secara pasti, yang tinggal di dalam atau di

pinggir hutan hidupnya bergantung pada hutan. Dalam hal ini, termasuk juga

masyarakat dusun pancur nauli.

Ada beberapa bentuk tindakan atau usaha menurut responden sebagai

upaya pelaksanaan pelestarian kawasan Taman Wisata Alam. Bentuk tindakan

atau usaha tersebut meliputi : pelarangan dan pemberian sanksi terhadap pelaku

pengrusakan atau perambah kawasan Taman Wisata Alam, pengawasan kawasan

Taman Wisata Alam yang lebih ketat, masyarakat sama-sama menjaga untuk tidak

menggarap kawasan Taman Wisata Alam dan melaporkan setiap kejadian yang


(55)

Pelarangan dan pemberian sanksi terhadap pelaku pengrusakan atau

perambah kawasan Taman Wisata Alam sebagai langkah pertama yang

diaspirasikan responden sebenarnya telah dilaksanakan oleh pemerintah.

Kondisinya saat ini adalah penerapan hal tersebut belum sepenuhnya terlaksana.

Pelarangan dan pemberian sanksi tidak didukung oleh adanya pengawasan atau

kontrol lokasi, sehingga masih ada sedikit masyarakat yang masih melakukan

pelanggaran.

Sanksi hukum dari pemerintah yang diberikan terhadap pelaku

pengrusakan atau perambahan kawasan Taman Wisata Alam selama ini menurut

responden berupa kurungan penjara, sedangkan sanksi dari hukum adat tidak ada.

Akan tetapi masyarakat yakin bagi mereka yang melakukan pengrusakan hutan

maka mereka akan dapat musibah karena mereka yakin bahwa hutan merupakan

tempat yang angker.

Pengawasan atau pengontrolan kawasan Taman Wisata Alam dari hal-hal

yang dapat menyebabkan kerusakan saat ini belum sepenuhnya terlaksana.

Menurut sebagian besar responden, hal inilah sebagai salah satu titik lemah

sekaligus membuka peluang bagi para pelaku perambah untuk melaksanakan

niatnya.

Bentuk usaha pelestarian kawasan Taman Wisata Alam masyarakat

sama-sama menjaga untuk tidak menggarap kawasan Taman Wisata Alam , serta peduli

untuk melaporkan setiap kejadian yang menyebabkan terganggunya kawasan

Taman Wisata Alam kepada instansi terkait atau aparat desa. Jika bentuk usaha

ini dapat dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, maka hasil


(56)

masyarakat dusun pancur nauli. Proses selanjutnya adalah bagaimana menerapkan

bentuk usaha ini kepada masyarakat desa-desa lainnya yang berada di sekeliling

kawasan Taman Wisata Alam

Di sekitar kawasan hutan Taman Wisata Alam tepatnya di dusun pancur

nauli, saat ini masih terdapat ± 4 kepala keluarga (KK) yang bertani. Berdasarkan hasil wawancara langsung dan penyebaran kuesioner kepada mereka, faktor

ekonomi, tidak mempunyai lahan pertanian di luar kawasan Taman Wisata Alam,

dan tidak mempunyai keahlian untuk bekerja selain bertani merupakan alasan

utama mereka membuka lahan di penggir kawasan Taman Wisata Alam

sicikeh-cikeh.

Bapak Sinaga merupakan salah satu dari KK yang melakukan kegiatan

pertanian disekitar atau pinggir kawasan Taman Wisata Alam. Menurut beliau,

karena perutlah ia melakukan hal tersebut. Tanaman yang ditanam beliau berupa

campuran tanaman keras dan tanaman semusim, yaitu : cabai, jagung, padi dan

sayur-sayuran. Tanaman semusim ditanam sebagai bahan makanan sehari-hari.

Tanaman keras (kopi) ditanam menurut beliau sebagai simpanan atau cadangan

untuk modal apabila meninggal dunia (untuk biaya pemakaman dan do’a).

Alasan lainnya yang diungkapkan beliau adalah jika hidup diluar kawasan

Taman Wisata Alam (di Desa lae hole) akan susah untuk memenuhi kebutuhan

sehari. Lahan untuk bertani tidak ada. Dulu beliau pernah memakai atau

menyewa lahan masyarakat lain, karena tidak ada biaya untuk mengantisipasi

hama, maka panen beliau gagal. Mau menumpang sama anak, keadaan ekonomi

mereka juga sangat memprihatinkan. Jadi menurut beliau, salah satu jalan ialah


(57)

Proses pemberian penyuluhan tentang arti penting keberadaan kawasan

TNBD oleh instansi terkait merupakan upaya pelestarian kawasan Taman Wisata

Alam yang begitu nyata dan berpengaruh terhadap hasil persepsi masyarakat,

sehingga usaha ini harus lebih rutin dan terjadwal dilaksanakan. Hal ini terbukti

dari hasil wawancara langsung dengan beberapa responden yang menyatakan

bahwa mereka tahu manfaat dan fungsi dari keberadaan Taman Wisata Alam, dan

kerugian apabila terjadi kerusakan pada kawasan Taman Wisata Alam dari hasil

penyuluhan yang pernah dilakukan oleh pemerintah melalui instansi terkait, dan

juga dari lembaga non-pemerintah.

Pemanfaatan Hasil Hutan Non-Kayu

Sumberdaya alam selain lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada

kawasan atau disekitar kawasan Taman Wisata Alam adalah hasil hutan non-kayu.

Hasil hutan non-kayu yang dimanfaatkan masyarakat hingga saat ini berupa :

rotan , tanaman obat-obatan dan anggrek..

Pemanfaatan hasil hutan non-kayu rotan saat ini frekuensinya sudah

sedikit sekali dilakukan masyarakat. Sedikitnya jumlah rotan yang tersisa dan

adanya larangan oleh pemerintah melalui dinas terkait merupakan penyebab

minimnya masyarakat yang mengambil rotan. Selain itu, habitat rotan yang


(58)

Selayang Pandang Taman Wisata Alam (TWA) Sicikeh-cikeh

Taman Wisata Alam (TWA) Sicikeh-cikeh ditetapkan berdasarkan surat

keputusan Menteri kehutanan Nomor : 78/Kpts/II/1989 tanggal 7 Pebruari 1989

dengan luas 575 Ha. Secara geografis terletak pada 98˚ 20˙ - 98˚ 30˙ BT dan 02˚

35˙ - 02˚ 41˙ LU, dan berada pada 1600 meter di atas permukaan laut.

TWA Sicikeh-cikeh memiliki topografi bergelombang dan rata, menurut

klasifikasi Schmit dan Ferguson, kawasan ini termasuk dalam tipe B dengan curah

hujan rata-rata 2000-2500 mm/ tahun dengan suhu udara minimum berkisar 14-

30 derajat celcius dan kelembaban 90-100 persen. Kondisi kawasan hutan di

TWA Sicikeh-cikeh mempunyai keunikan, yaitu memiliki lahan gambut dataran

tinggi. Sementara hutannya di dominasi pohon berdaun lebar dan jarum dan untuk

tumbuhan di bawahnya sebagaimana umumnya hutan gambut/rawa, disamping

banyak terdapat jenis-jenis dari anggrek yang tumbuh di tanah hingga hidup di

pohon.

Dengan demikian hutan TWA Sicikeh-cikeh sangat kaya akan jenis flora

dan fauna. Hingga sekarang hutan ini masih utuh, artinya belum ada kegiatan

(campur tangan) manusia yang mengakibatkan kerusakan. Secara pengelolaan,

TWA Sicikeh-cikeh di bawah pengawaan Resort KSDA Dairi dan Sicikeh-cikeh

termasuk dalam Seksi KSDA Wilayah I dan sebagai penanggung jawab adalah

BKSDA SU I yang berkedudukan di Medan

Taman wisata alam sicikeh-cikeh memiliki beberapa daya tarik yang

menjadi kawasan ini menjadi suatu kawasan wisata alam diantaranya adalah


(59)

danau dikelilingai oleh pohon-pohon sehingga menambah keasrian danau tersebut.

Keunikan yang lain yaitu masyarakat mengatakan bahwa ketiga danau ini

memiliki volome air yang cenderung stabil sepanjang tahun padahal dari ketiga

danau ini tidak ada satupun anak sungai yang mengalir baik keluar maupun masuk

ke dalam danau

selain dari danau, kawasan ini juga memiliki keunikan flora dan fauna.

Flora yang terdapat di dalam kawasan taman wisata alam sicikeh-cikeh yaitu

pohon sampinur (Dacrydiumjunghuhni) dimana pohon ini memiliki daun yang mirip dengan pohon pinus merkusi yaitu berdaun jarum, pohon Meang (Palaqium sp.), pohon Haun Dolok (Eugenia sp.) dan jenis jambu-jambuan (Eugenia spp.) yang buahnya merupakan makanan siamang (Hylobates syndactilus) selain dari jenis pohon-pohon, keunikan flora da fauna yang ada yaitu terdapat banyak jenis


(60)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Karakteristik masyarakat yang dominan di Dusun Pancur nauli adalah kisaran

Umur 41 – 50 tahun, pekerjaan bertani, tingkat pendidikan rata-rata tamat

SLTP dan tingkat pendapatan rata-rata di bawah Rp.1.000.000,00

2. persepsi masyarakat terhadap kawasan Taman Wisata Alam (TWA)

Sicikeh-sikeh yang paling tinggi (33%) yaitu Taman wisata alam sicikeh-cikeh

merupakan hutan lindung milik Negara yang tidak boleh di ganggu, kelompok

kedua sebesar (22%) beranggapan bahwa TWA Sicikeh-cikeh merupakan

pelindung dari bencana alam (erosi, banjir, dan tanah longsor), dan (19%)

beranggapan TWA Sicikeh-cikeh tidak dapat di pisahkan dari masyarakat dan

masyarakat mempunyai hak dalam pengelolaannya

3. Persepsi responden lainnya (10%) atau 3 responden yang tidak dapat

menerangkan persepsinya, padahal dari sisi umur, pekerjaan, dan tingkat

pendidikan mereka sama dengan beberapa responden yang menjawab.

Ketidaktahuan responden ini disebabkan oleh faktor tidak pernah ikutnya

responden dalam kegiatan penyuluhan, dan tidak bergaulnya dengan

masyarakat lainnya, sehingga mereka tidak ada waktu untuk berdiskusi

dengan masyarakat lainnya.

4. Partisipasi masyarakat dalam konservasi kawasan TWA adalah pelarangan


(61)

yang lebih ketat, dan melaporkan setiap kejadian yang menyebabkan

terganggunya kawasan TWA Sicikeh-cikeh.

SARAN

1. Dari hasil dan kesimpulan penelitian ini terlihat jelas masyarakat belum tahu

bahwasanya Taman wisata Alam sicikeh-cikeh adalah kawasan pelestarian

alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata

dan rekreasi alam, jadi ini akan menjadi tugas dan tanggun jawab BKSDA SU

I dan kita semua agar untuk mempopulerkan kepada masyarakat di sekitar

kawasan hutan

2. Saat ini dibutuhkan kebijakan dan kerjasama pemerintah dengan masyarakat

dalam pengelolaan dan pelestarian kawasan TWA Sicikeh-cikeh.

3. untuk melihat persepsi dan partisipas masyarakat desa terutama dusun pancur

nauli terhadap konservasi kawasan TWA Sicikeh-cikeh secara lebih nyata

diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut setelah pemerintah mau

mendengar pendapat masyarakat serta melibatkan masyarakat dalam upaya


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A., 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta.

Arief, A. 1994. Hutan : Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Basyuni, M. 2001. Persepsi Terhadap Lingkungan. Karya Tulis. Program Ilmu Kehutanan – Universitas Sumatera Utara. Medan. Tidak diterbitkan

Chadwick, B., Howard M. Bahr and Stan L. Albrecht. 1991. Metode Penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial. IKIP Semarang Press. Semarang.

Darusman, D., dan Didik, S. 1998. Kehutanan Masyarakat. Penerbit IPB dan The Ford Fundation. Bogor

Departemen Kehutanan. 1986. Sejarah Kehutanan Indonesia I.

Effendi, I. 2002. Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Di Desa Harapan Jaya, Kecamatan Sei. Lepan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Thesis Program Pascasarjana – USU. Medan. Tidak diterbitkan.

Fandeli, C., 2001. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty. Yogyakarta.

Fandeli, C., dan Mukhlison, 2000. Pengusahaan Ekowisata. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.

Hadinoto, K., 1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hakim, L., 2004. Dasar-Dasar Ekowisata. Bayumedia. Malang.


(63)

Santoso, B., Hessel N., 2005. Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata. Penerbit YPAPI. Yogyakarta

Soekarwi. 1995. Analisis Usaha Tani. UI-Press. Jakarta.

Wibowo, I. 1998. Psikologi Sosial. Universitas Terbuka. Jakarta

Zain, Alam Setia. 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan Rakyat. Rineka Cipta. Jakarta.


(1)

Selayang Pandang Taman Wisata Alam (TWA) Sicikeh-cikeh

Taman Wisata Alam (TWA) Sicikeh-cikeh ditetapkan berdasarkan surat keputusan Menteri kehutanan Nomor : 78/Kpts/II/1989 tanggal 7 Pebruari 1989 dengan luas 575 Ha. Secara geografis terletak pada 98˚ 20˙ - 98˚ 30˙ BT dan 02˚ 35˙ - 02˚ 41˙ LU, dan berada pada 1600 meter di atas permukaan laut.

TWA Sicikeh-cikeh memiliki topografi bergelombang dan rata, menurut klasifikasi Schmit dan Ferguson, kawasan ini termasuk dalam tipe B dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm/ tahun dengan suhu udara minimum berkisar 14- 30 derajat celcius dan kelembaban 90-100 persen. Kondisi kawasan hutan di TWA Sicikeh-cikeh mempunyai keunikan, yaitu memiliki lahan gambut dataran tinggi. Sementara hutannya di dominasi pohon berdaun lebar dan jarum dan untuk tumbuhan di bawahnya sebagaimana umumnya hutan gambut/rawa, disamping banyak terdapat jenis-jenis dari anggrek yang tumbuh di tanah hingga hidup di pohon.

Dengan demikian hutan TWA Sicikeh-cikeh sangat kaya akan jenis flora dan fauna. Hingga sekarang hutan ini masih utuh, artinya belum ada kegiatan (campur tangan) manusia yang mengakibatkan kerusakan. Secara pengelolaan, TWA Sicikeh-cikeh di bawah pengawaan Resort KSDA Dairi dan Sicikeh-cikeh termasuk dalam Seksi KSDA Wilayah I dan sebagai penanggung jawab adalah BKSDA SU I yang berkedudukan di Medan

Taman wisata alam sicikeh-cikeh memiliki beberapa daya tarik yang menjadi kawasan ini menjadi suatu kawasan wisata alam diantaranya adalah terdapatnya tiga danau yang memiliki pemandangan yang indah dimana setiap


(2)

danau dikelilingai oleh pohon-pohon sehingga menambah keasrian danau tersebut. Keunikan yang lain yaitu masyarakat mengatakan bahwa ketiga danau ini memiliki volome air yang cenderung stabil sepanjang tahun padahal dari ketiga danau ini tidak ada satupun anak sungai yang mengalir baik keluar maupun masuk ke dalam danau

selain dari danau, kawasan ini juga memiliki keunikan flora dan fauna. Flora yang terdapat di dalam kawasan taman wisata alam sicikeh-cikeh yaitu pohon sampinur (Dacrydiumjunghuhni) dimana pohon ini memiliki daun yang mirip dengan pohon pinus merkusi yaitu berdaun jarum, pohon Meang (Palaqium sp.), pohon Haun Dolok (Eugenia sp.) dan jenis jambu-jambuan (Eugenia spp.) yang buahnya merupakan makanan siamang (Hylobates syndactilus) selain dari jenis pohon-pohon, keunikan flora da fauna yang ada yaitu terdapat banyak jenis anggrek-angrekan baik anggrek epifil maupun anggerk tanah.


(3)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Karakteristik masyarakat yang dominan di Dusun Pancur nauli adalah kisaran Umur 41 – 50 tahun, pekerjaan bertani, tingkat pendidikan rata-rata tamat SLTP dan tingkat pendapatan rata-rata di bawah Rp.1.000.000,00

2. persepsi masyarakat terhadap kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Sicikeh-sikeh yang paling tinggi (33%) yaitu Taman wisata alam sicikeh-cikeh merupakan hutan lindung milik Negara yang tidak boleh di ganggu, kelompok kedua sebesar (22%) beranggapan bahwa TWA Sicikeh-cikeh merupakan pelindung dari bencana alam (erosi, banjir, dan tanah longsor), dan (19%) beranggapan TWA Sicikeh-cikeh tidak dapat di pisahkan dari masyarakat dan masyarakat mempunyai hak dalam pengelolaannya

3. Persepsi responden lainnya (10%) atau 3 responden yang tidak dapat menerangkan persepsinya, padahal dari sisi umur, pekerjaan, dan tingkat pendidikan mereka sama dengan beberapa responden yang menjawab. Ketidaktahuan responden ini disebabkan oleh faktor tidak pernah ikutnya responden dalam kegiatan penyuluhan, dan tidak bergaulnya dengan masyarakat lainnya, sehingga mereka tidak ada waktu untuk berdiskusi dengan masyarakat lainnya.

4. Partisipasi masyarakat dalam konservasi kawasan TWA adalah pelarangan terhadap pelaku pengrusakan dan perambahan kawasan TWA, pengawasan


(4)

yang lebih ketat, dan melaporkan setiap kejadian yang menyebabkan terganggunya kawasan TWA Sicikeh-cikeh.

SARAN

1. Dari hasil dan kesimpulan penelitian ini terlihat jelas masyarakat belum tahu bahwasanya Taman wisata Alam sicikeh-cikeh adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam, jadi ini akan menjadi tugas dan tanggun jawab BKSDA SU I dan kita semua agar untuk mempopulerkan kepada masyarakat di sekitar kawasan hutan

2. Saat ini dibutuhkan kebijakan dan kerjasama pemerintah dengan masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian kawasan TWA Sicikeh-cikeh.

3. untuk melihat persepsi dan partisipas masyarakat desa terutama dusun pancur nauli terhadap konservasi kawasan TWA Sicikeh-cikeh secara lebih nyata diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut setelah pemerintah mau mendengar pendapat masyarakat serta melibatkan masyarakat dalam upaya konservasi kawasan TWA Sicikeh-cikeh.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, A., 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta.

Arief, A. 1994. Hutan : Hakikat dan Pengaruhnya terhadap Lingkungan. Yayasan

Obor Indonesia. Jakarta.

Basyuni, M. 2001. Persepsi Terhadap Lingkungan. Karya Tulis. Program Ilmu

Kehutanan – Universitas Sumatera Utara. Medan. Tidak diterbitkan

Chadwick, B., Howard M. Bahr and Stan L. Albrecht. 1991. Metode Penelitian

Ilmu Pengetahuan Sosial. IKIP Semarang Press. Semarang.

Darusman, D., dan Didik, S. 1998. Kehutanan Masyarakat. Penerbit IPB dan The

Ford Fundation. Bogor

Departemen Kehutanan. 1986. Sejarah Kehutanan Indonesia I.

Effendi, I. 2002. Analisis Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Nasional

Gunung Leuser (TNGL) Di Desa Harapan Jaya, Kecamatan Sei. Lepan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Thesis Program Pascasarjana – USU. Medan. Tidak diterbitkan.

Fandeli, C., 2001. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty.

Yogyakarta.

Fandeli, C., dan Mukhlison, 2000. Pengusahaan Ekowisata. Universitas Gadjah

Mada Press. Yogyakarta.

Hadinoto, K., 1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata.

Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hakim, L., 2004. Dasar-Dasar Ekowisata. Bayumedia. Malang.


(6)

Santoso, B., Hessel N., 2005. Strategi Pengembangan Sektor Pariwisata. Penerbit YPAPI. Yogyakarta

Soekarwi. 1995. Analisis Usaha Tani. UI-Press. Jakarta.

Wibowo, I. 1998. Psikologi Sosial. Universitas Terbuka. Jakarta

Zain, Alam Setia. 1998. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan