Pengemasan secara Atmosfir Termodifikasi pada Buah Pepaya (Carica Papaya L) Terolah Minimal

PENGEMASAN SECARA ATMOSFIR TERMODIFIKASI
PADA BUAH PEPAYA (Carica papaya L) TEROLAH MINIMAL

RIZKY TRI RUBBI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengemasan Secara
Atmosfir Termodifikasi Pada Buah Pepaya (Carica papaya L) Terolah Minimal
adalah benar gemasan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Rizky Tri Rubbi
NIM F14100118

2

ABSTRAK
RIZKY TRI RUBBI. Pengemasan Secara Atmosfir Termodifikasi Buah Pepaya
(Carica papaya L) Terolah Minimal. Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH.
Pengolahan minimal merupakan serangkaian perlakuan yang ditujukan
untuk menghilangkan bagian-bagian buah yang tidak diinginkan sehingga
mempercepat penyajian. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji pengaruh suhu
pada laju respirasi, mengkaji simulasi pengemasan Modified Atmosphere
Packaging (MAP) dan mengkaji pengaruh jenis kemasan pada pengemasan buah
pepaya terolah minimal. Suhu berpengaruh pada laju respirasi, semakin tinggi
suhu penyimpanan semakin tinggi laju respirasi dan sebaliknya. Pada suhu 10°C
laju konsumsi O2 sebesar 5.80 ml/kg.jam dan laju produksi CO2 12.19 ml/kg.jam,
lebih besar dibandingkan laju respirasi pada suhu 5°C, yaitu sebesar 3.2 ml/kg.jam
untuk O2 dan 7.31 ml/kg.jam untuk CO2. Berdasarkan dari hasil simulasi yang

telah dilakukan terhadap tiga jenis kemasan yang berbeda untuk mendapatkan
konsentrasi gas yang optimum ,untuk WSF, diperoleh nilai berat, tebal film
plastik, luas area kemasan secara berturut-turut adalah 0.13kg, 0.017mm, 0.0198
m2, sedangkan SF 0.14 kg, 0.02 mm, 0.0198 m2 dan untuk LDPE adalah 0.1 kg,
0.025 mm, 0.025 m2.
Kata Kunci: Pengolahan minimal, MAP, kemasan, Laju respirasi, Perubahan
Mutu

ABSTRACT
RIZKY TRI RUBBI. Modified Atmosphere Packaging of Minimally Processed
Pepaya (Carica papaya L). Supervised by ROKHANI HASBULLAH.
Minimal processing is a series of treatments aimed for eliminating the
unwanted parts of fruits to simplify serving. Modified Atmosphere Packaging
(MAP) is product packaging using the materials that allows the passage of gas in
the package to be exchanged. The purpose of the study is to assess the effect of
temperature on respiration rate, to review MAP simulation and to study the effect
of different film MAP packagings on minimally processed papaya fruit packaging.
The higher the storage temperature the higher the rate of respiration, vice versa.
The O2 consumption rate is 5.80mL/kg.hour, and CO2 production rate is
12.19mL/kg.hour at temperature of 10°C, each value of respiration is greater than

the rate of respiration at 5°C, which are 3.2mL/kg.hr for O2 consumption and CO2
production rate is 7.31mL/kg.hr. Based on the results of simulations that have
been conducted on three different types of packaging to get optimum gas
concentrations of 3-5% of O2 and 5-10% of CO2 WSF, the value of weight,
thickness of plastic films, and area are 0.13kg, 0.017mm, 0.0198m2, whereas SF
0.14 kg, 0.02 mm, 0.0198 m2 and for LDPE is 0.1 kg, 0.025 mm, 0.025m²
respectively.
Keywords: Minimally process, MAP, plastic film, rate of respiration, Quality
Changes

3

PENGEMASAN SECARA ATMOSFIR TERMODIFIKASI
PADA BUAH PEPAYA (Carica pepaya L) TEROLAH MINIMAL

RIZKY TRI RUBBI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik

pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

4

5

Judul Skripsi : Pengemasan Secara Atmosfir Termodifikasi Pada Buah Pepaya
(Carica Papaya L) Terolah Minimal
Nama
: Rizky Tri Rubbi
NIM
: F14100118


Disetujui oleh

Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

6

PRAKATA
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul
dalam penelitian ini adalah Pengemasan Secara Atmosfir Termodifikasi Pada
Buah Pepaya (Carica Papaya L) Terolah Minimal yang dilaksanakan di
Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian sejak bulan

Februari sampai Mei 2014.
Dengan telah selesainya Skripsi ini, penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Rokhani Hasbullah M.Si. selaku pembimbing terimakasih atas
bimbingannya serta saran dan kritik bagi penulis.
2. Dr. Ir. Dyah Wulandani, MSi dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, MSi selaku
penguji terima kasih atas saran dan kritik bagi penulis.
3. Pak Sulyaden, Pak Ahmad, dan Mas Abbas terima kasih atas bantuannya
selama penelitian berlangsung.
4. Kedua orangtua dan seluruh keluarga besar atas doa, dukungan dan semangat
positifnya untuk penulis selama pembuatan skripsi ini.
5. Teman-teman seperjuangan TMB 47 atas dukungan dan kenangan selama di
departemen.
6. Semua pihak yang telah banyak dalam membantu penyusunan penyusunan
skripsi ini
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan
kontribusi nyata terhadap ilmu pengetahuan.
.

Bogor, Oktober 2014

Rizky Tri Rubbi

7

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Pepaya (Carica papaya Lien)

2


Fisiologi pascapanen

3

Laju Respirasi
Pengolahan Minimal (Minimally Process)

4
5

Pengemasan Modified Atmosphere Packaging

6

Film Plastik Pengemas

8

METODE


10

Bahan

10

Alat

10

Metode Penelitian

10

Persiapan

10

Pengemasan MAP


11

Prosedur Analisis

12

Pengukuran laju respirasi

12

Total Padatan Terlarut

12

Warna

13

Kekerasan buah

13

Uji Organoleptik

14

Susut Bobot

14

Simulasi Pendugaan O2 dan CO2 Terhadap Waktu Dalam Kemasan

14

Konsentrasi Gas

15

Rancangan Percobaan

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

15

8
Laju Respirasi Pepaya Terolah Minimal

15

Respirasi Fungsi dari Suhu
Perancangan Pengemasan MAP

17
19

Simulasi MAP

20

Konsentrasi Gas

22

Pengaruh Jenis Kemasan MAP terhadap Mutu Pepaya Terolah Minimal

24

Susut bobot

24

Total Padatan Terlarut

25

Kekerasan

25

Laju Perubahan Warna

27

Uji Organoleptik

29

SIMPULAN DAN SARAN

32

Simpulan

32

Saran

32

DAFTAR PUSTAKA

32

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP

48

9

DAFTAR TABEL
1 Nilai permeabilitas gas dan energi aktivasi beberapa film plastik pada suhu
25°C
2 Rancangan Percobaan Penelitian
3 Data laju respirasi pada hari kedua papaya terolah minimal
pada berbagai suhu penyimpanan
4 Pengaruh jenis kemasan terhadap mutu buah pepaya pada hari ke-6
5 Pengaruh jenis kemasan terhadap mutu buah pepaya pada hari ke-6

9
15
18
26
28

DAFTAR GAMBAR
1 Buah pepaya calina
2 Diagram alir penelitian
3 Refraktometer
4 Chromameter
5 Rheometer
6 Timbangan mettle
7 Cosmotectometer
8 Grafik laju respirasi papaya terolah minimal hari kedua pada berbagai
suhu penyimpanan
9 Plot Arhenius koefisien respirasi gas
10 Grafik simulasi konsentrasi gas O2 dan CO2 pada berbagai jenis kemasan
11 Pengemasan pepaya terolah minimal secara atmosfir termodifikasi
12 Hasil pengukuran konsentrasi gas pada berbagai jenis kemasan
13 Grafik presentase susut bobot pepaya untuk tiga kemasan berbeda
14 Nilai total padatan terlarut buah pepaya
15 Grafik perubahan kekerasan pepaya selama penyimpanan
16 Warna buah pepaya
17 Orgonaleptik Visual buah pepaya terolah minimal
18 Organoleptik Aroma buah pepaya terolah minimal
19 Organoleptik Kekerasan buah pepaya terolah minimal
20 Organoleptik Rasa buah pepaya terolah minimal
21 Organoleptik Keseluruhan buah pepaya terolah minimal

3
11
12
13
13
14
15
16
19
20
22
23
24
25
26
28
29
30
30
31
31

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil simulasi konsentrasi gas CO₂ dan O₂ White Stretch Film
2 Hasil simulasi konsentrasi gas CO₂ dan O₂ LDPE
3 Hasil simulasi konsentrasi gas CO₂ dan O₂ StretchFilm
4 ANOVA danUji lanjut Duncan terhadap susut bobot buah pepaya

35
36
37
38

10
5
6
7
8
9

ANOVA dan Uji lanjut Duncan terhadap total padatan terlarut buah pepaya
ANOVA dan Uji lanjut Duncan terhadap kekerasan buah pepaya
ANOVA dan Uji lanjut Duncan terhadap warna buah pepaya
Hasil pengujian organoleptik
ANOVA dan Uji lanjut Duncan Organoleptik Buah Pepaya

39
40
41
43
47

11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah papaya merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup
dikenal masyarakat. Sebagai komoditas pertanian buah pepaya memiliki sifat
yang mudah rusak (perishable). Sifat tersebut salah satunya disebabkan karena
buah tersebut masih melakukan aktivitas metabolisme setelah panen (respirasi).
Akibat respirasi ini, buah papaya mengalami perubahan kimia yang
mengakibatkan perubahan fisik. Perubahan fisik sebagai akibat perubahan kimia
dapat diamati secara langsung seperti perubahan warna, aroma, tekstur/kekerasan,
dan rasa.
Pengolahan minimal merupakan serangkaian perlakuan yang ditujukan
untuk menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan serta memperkecil
ukuran sehingga mempercepat penyajian. Pengolahan minimal meliputi kegiatankegiatan seperti pencucian, sortasi, pemotongan, pengupasan, pengirisan,
pengeluaran biji dan sebagainya yang cenderung tidak mempengaruhi kesegaran
komoditi (Shewfelt 1987).
Namun demikian, dengan adanya luka bekas pengupasan dan pemotongan
menyebabkan meningkatnya proses respirasi dan metabolisme yang diikuti
dengan cepat oleh proses kerusakan. Oleh karena itu, diperlukan penanganan
pasca proses pada buah segar terolah minimal yaitu dengan bahan pelapis polimer,
seperti film plastik. Film plastik sudah banyak diaplikasikan pada buah-buahan
dan terbukti efektif dalam mempertahankan mutu buah-buahan selama
penyimpanan, seperti pada apel (Wong et al. 1994), tomat (Park et al. 1994),
melon (Dwi et al. 2005).
Dalam masyarakat, buah pepaya umumnya dipasarkan dalam kondisi
belum matang hingga lewat matang, yang dikonsumsi sebagai hidangan penutup
karena memiliki rasa manis dan menyegarkan serta kandungan air yang cukup
tinggi. Masyarakat juga lebih suka mengkonsumsi buah tersebut dalam keadaan
dingin. Sebelum dikonsumsi, buah tersebut biasanya terlebih dahulu diolah secara
minimal berupa pencucian, pengupasan dan pemotongan agar memiliki
penampilan yang lebih menarik dan lebih praktis dikonsumsi. Di sisi lain,
pengupasan, pemotongan dan pengirisan buah tersebut dapat menyebabkan luka
pada jaringan buah sehingga akan memperpendek umur simpannya.
Penyimpanan buah pepaya terolah minimal biasanya dilakukan pada suhu
dingin dalam lemari es, karena dapat memperpanjang umur simpan. Selama
penyimpanan pada suhu dingin, proses respirasi atau metabolisme dalam jaringan
buah tersebut menjadi terhambat. Pengemasan buah pepaya dilakukan untuk
mengurangi kontak dengan lingkungan luar yang dapat mempercepat kerusakan
pada buah. Beberapa jenis kemasan dapat digunakan untuk mengemas buah
tersebut, diantaranya kemasan plastik. Penggunaan jenis kemasan ini lebih praktis
karena memiliki berbagai macam jenis dan ukuran. Penggunaan jenis kemasan
plastik dan cara pengemasan yang sesuai dapat mengurangi laju penurunan mutu
buah pepaya yang disimpan dalam kondisi dingin sehingga dapat memperpanjang
umur simpannya.

2

Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah:
1. Mengkaji pengaruh suhu terhadap laju respirasi buah papaya terolah
minimal.
2. Melakukan simulasi pengemasan MAP.
3. Mengkaji pengaruh jenis kemasan terhadap perubahan mutu sifat fisik
buah pepaya terolah minimal.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat bermanfaat untuk kemudahan bagi konsumen dalam
mengkonsumsi buah pepaya yang ukurannya terlalu besar, selain itu
mempertahankan umur simpan dari buah pepaya yang telah dilakukan pengolahan
minimal maka dapat dilakukan beberapa cara, salah satunya dengan penggunaan
film plastik. Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini ialah dengan
pengunaan film plastik pada buah pepaya diharapkan dapat memperpanjang umur
simpan serta meningkatkan nilai ekonomis dari buah pepaya yang telah dilakukan
pengolahan minimal.

TINJAUAN PUSTAKA
Pepaya (Carica papaya Lien)
Tanaman pepaya (Carica papaya Lien) digolongkan ke dalam tanaman
hortikultura. Diantara beberapa jenis tanaman buah di Indonesia, pepaya
tergolong ke dalam buah yang digemari masyarakat dan memegang peranan
penting dalam menu makanan sehari-hari karena buah pepaya yang dapat dilihat
pada Gambar 1 merupakan sumber vitamin C Pepaya merupakan tanaman herba
yang mirip pohon dengan tinggi sekitar 2-10 m, pada umumnya tidak bercabang
(Inglett dan Charalambous 1979).
Menurut Kalie (1999), dalam klasifikasinya, pepaya termasuk dalam
famili Cariceae. Famili ini memiliki empat genus yaitu Carica, Jarilla,
Jacaranta dan Cylicomorpha. Ketiga jenis genus tersebut merupakan tanaman asli
Amerika tropis, sedangkan genus keempat merupakan tanaman yang berasal dari
Afrika. Genus Carica memiliki 24 spesies, salah satunya diantaranya adalah
pepaya.
Kedudukan tanaman pepaya dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan
diklasifikasikan sebagi berikut yaitu :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub-Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Caricales
Famili
: Caricaceae

3

Genus
: Carica
Spesies
: Carica papaya L.
Buah pepaya umumnya berbentuk bulat, panjang atau silinder dengan
kisaran berat antara 300 gram sampai 3 kilogram. Buah pepaya masak sebagian
besar dihidangkan dalam keadaan segar sebagai buah meja. Buah pepaya memiliki
rasa yang manis, enak, dan menyegarkan (Djatmiko 1982).
Produksi buah pepaya mengalami peningkatan setiap tahunnya, dari tahun
2000 sampai tahun 2003. Pada tahun 2000 produksi buah pepaya sebesar 429.207
ton, pada tahun 2001 produksinya sebesar 500.571 ton, pada tahun 2002
produksinya sebesar 605.194 ton, dan pada tahun 2003 diperkirakan produksinya
mencapai 632.000 ton (Direktorat Bina Hortikultura 2003). Penelitian Ergun and
Huber (2004), menunjukkan bahwa potongan segar buah pepaya pada
penyimpanan 5°C dapat disimpan selama 6 hari dalam kemasan polipropilen.
Menurut Villages (1991) dalam tulisannya yang dimuat Sumber Daya
Nabati Asia Tenggara 2: Buah-Buahan yang dapat dimakan, sekitar 60% buah
pepaya yang masak dapat dimakan. Menurut Irwin dan Singh (1998), buah
pepaya digolongkan sebagai buah klimakterik. Pada buah klimakterik, kegiatan
respirasi lebih tinggi, akibatnya adalah terjadi peningkatan produksi etilen dan
terjadi perubahan terkait dengan pematangan buah seperti, pelunakan tekstur,
perubahan warna, peningkatan rasa manis, dan peningkatan aroma. Karena itu,
buah yang sudah matang memiliki umur simpan yang relatif pendek.
Eskin et al. (1971) menyebutkan bahwa respon terhadap respirasi dalam
buah klimakterik (buah yang masih melakukan pernapasan sesaat setelah
dipanen/petik) seperti buah pepaya berjalan efektif selama fase preklimakterik,
sedangkan untuk buah non klimakterik, kegiatan respirasi bisa distimulasi pada
semua tingkat kematangan.

Gambar 1 Buah pepaya calina

Fisiologi Pascapanen
Tanaman pepaya yang dibudidayakan di dataran rendah mulai berbunga
pada umur empat bulan. Enam bulan kemudian tanaman pepaya sudah dapat
dipanen. Umur berbunga dan umur petik ini akan bertambah bila tanaman papaya
ditanam pada lahan-lahan yang lebih tinggi atau di wilayah iklim yang lebih
dingin (Kalie 1999). Buah pepaya dipanen pada stadium mendekati matang

4

pohon, yakni setelah buah menunjukkan garis-garis menguning. Untuk pasaran
setempat biasanya buah dipetik pada tingkat kemasakan mengkal, sedangkan
untuk pasaran jarak jauh buah dipetik pada tingkat kemasakan tua. Buah masak
mengkal bila kulit buah di bagian ujung tampak mulai menguning, sedangkan
daging buah masih tetap keras. Buah pepaya yang masak ditandai dengan kulit
dan dagingnya berwarna cerah, rasanya manis, dan aromanya sudah tercium.
Secara umum buah yang telah masak akan mengalami perubahan fisikkimia setelah panen. Sebagian besar perubahan fisik-kimia yang terjadi
berhubungan dengan metabolisme oksidatif termasuk didalamnya proses respirasi
dan produksi gas etilen. Respirasi merupakan suatu proses metabolisme dengan
menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti
karbohidrat, protein dan lemak yang akan menghasilkan karbondioksida, air dan
sejumlah besar elektron-elektron (Ashari 1995).
Pemanenan harus memperhatikan tingkat kemasakan. Tingkat kemasakan
buah pepaya biasanya dinyatakan dalam bentuk buah muda, buah tua, buah
mengkal, dan buah terlalu masak. Buah muda adalah buah yang masih dalam
proses pertumbuhan dan pembentukan ke arah tingkat buah tua. Bentuk, berat,
dan komposisi buah masih belum utuh dan belum lengkap. Kulit buah berwarna
hijau muda dan mengandung banyak getah. Daging buah dan biji masih berwarna
putih. Buah tua (green mature stage) ditandai dengan warna kulit masih berwarna
hijau tetapi getah sudah banyak berkurang dan encer, daging buah masih keras
dan sudah mengalami perubahan warna. Buah mengkal (firm ripe stage) ditandai
dengan mulai menguningnya warna kulit buah, terutama di bagian ujung buah.
Pada buah masak (ripe stage) seluruh kulitnya telah berubah warna menjadi
kuning atau kuning kemerahan. Daging buah seluruhnya telah lunak dan
berwarna kuning atau merah menyala. Rasanya manis segar beraroma dan berair
banyak (Kalie, 1999).
Laju Respirasi
Buah-buahan setelah dipanen dan selama penangan pascapanen masih
melakukan kegiatan metabolism dengan terus berlangsungnya kegiatan respirasi.
Respirasi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu (a) pemecahan polisakarida menjadi
gula sederhana, (b) oksidasi gula menjadi piruvat, (c) transformasi piruvat dan
asam organik secara aerobic menjadi CO₂, air ,dan energi, dimana protein dan
lemak berperan sebagai substrat dalam proses pemecahan polisakarida(Pantastico
1986). Laju respirasi dipengaruhi beberapa hal seperti, umur panen, suhu
penyimpanan, komposisi udara, adanya luka, dan komposisi bahan kimia. Setiap
peningkatan suhu sebesar 10°C akan mengakibatkan laju respirasi dapat
meningkat sebesar 2 kali lipat, tetapi di atas 35°C laju respirasi menurun akibat
aktifitas enzim tergangu sehingga mengakibatkan difusi oksigen terhambat
(Winarno dan Wiratarkusumah 1981).
Selama proses respirasi beberapa
perubahan fisik dan kimia, fisik dan biologi dapat terjadi seperti pematangan,
pembentukan aroma dan kemanisan, berkurangnya keasaman, melunaknya dagin
buah akibat degradasi pectin pada kulit buah dan berkurangnya bobot karena
kehilangan air. Pengkerutan dan pembusukan pada buah terjadi bila proses
respirasi berlangsung terus sehingga mengakibatkan mutu buah dan nilai gizi
berkurang (Winarno dan Wiratarkusumah 1981).

5

Pengolahan Minimal (Minimally Process)
Pengolahan minimal adalah rangkaian kegiatan pada produk bahan pangan
segar (buah dan sayuran), yang antara lain meliputi kegiatan menghilangkan
bagian-bagian yang tidak dapat dikonsumsi dan memperkecil ukuran produk.
Rangkaian kegiatan dalam pengolahan minimal meliputi pencucian, sortasi,
pengupasan dan pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil dengan bentuk
spesifik ini dimaksudkan agar produk lebih mudah dikonsumsi (Wills et al. 1981).
Pada proses persiapan untuk produk olahan minimal, seperti pengupasan dan
pengirisan buah dapat menyebabkan luka pada jaringan buah atau sayuran.
Terbukanya jaringan tersebut akan memperpendek umur simpan buah. Buahbuahan terolah minimal akan mengalami perubahan fisiologi secara drastis karena
hilangnya pelindung alami. Keadaan ini menyebabkan terjadinya kehilangan air
dan peningkatan laju respirasi. Untuk mengantisipasi dan memperlama umur
simpan buah-buahan terolah minimal ini dapat diupayakan dengan penyimpanan
pada suhu rendah dan penggunaan kemasan plastik film dengan pengaturan
kondisi udara, segera setelah proses pengolahan minimal. Perlakuan tersebut
secara tersendiri-sendiri sudah dapat memperpanjang umur simpan, tetapi hasil
yang diperoleh akan optimal jika dilakukan penggabungan diantaranya
(Kartasapoetra 1989). Pengolahan minimal biasanya meningkatkan derajat
kerusakan bahan yang diolah. Permasalahan yang mendasar dalam meningkatkan
daya simpan olahan minimal buah-buahan dan sayuran adalah jaringan buah dan
sayuran masih hidup, dimana masih terjadi proses respirasi yang melibatkan
reaksi-reaksi kimia dan daur hidup mikrobiologi harus dihambat (King dan Bolin
1989).
Pengemasan Modified Atmosphere Packaging
Modified atmosphere packaging (MAP) dapat diartikan sebagai suatu
keadaan komposisi udara di sekitar bahan tersimpan yang dimodifikasi sehingga
berbeda dengan komposisi udara atmosfir. Hal ini disebabkan dengan menambah
atau mengurangi konsentrasi gas dalam kemasan atau terbentuk akibat kegiatan
pernapasan dan metabolisme bahan yang disimpan, sedangkan dalam arti
pengemasan sendiri, MAP adalah pengemasan produk dengan menggunakan
bahan kemasan yang dapat menahan keluar masuknya gas sehingga konsentrasi
gas di dalam kemasan berubah dan ini menyebabkan laju respirasi produk
menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia, mengurangi kerusakan oleh enzim
serta memperpanjang umur simpan. Modifikasi komposisi gas-gas sesuai dengan
hasil kegiatan pernapasan akan memperlambat proses pematangan. Penurunan
konsentrasi O2 di bawah 8% atau peningkatan konsentrasi CO2 diatas 1% akan
memperlambat pematangan. Pemberian sejumlah gas O2 yang cukup untuk
terjadinya pernapasan di bawah konsentrasi normal alam memperlambat
terjadinya pembusukan dan kehilangan air pada buah-buahan dan sayuran.
Dengan mengubah konsentrasi CO2 menjadi 4% dari keadaan normal dan
mengubah konsentrasi O2 menjadi 3% akan memperlambat pematangan dan
mencegah kerusakan selama beberapa hari. Hal ini ditunjukkan dengan
menggunakan simulasi model matematik untuk pengemasan sistem atmosfir
termodifikasi dalam persamaan berikut (Hasbullah 2008):

6

Oksigen

:

Karbondioksida :

(1)







(2)

Dimana pada kondisi steady state (kesetimbangan)
persamaaan (1) dan (2) menjadi (Hasbullah 2008):

maka
(3)









(4)

Dimana:
W
= berat produk dalam kemasan (kg)
R
= laju respirasi (ml/kg-jam)
A
= luas permukaan plastik (m2)
c
= konsentrasi gas udara lingkungan (desimal)
x
= konsentrasi gas dalam kemasan (desimal)
b
= tebal film kemasan (mm)
P
= permeabilitas film kemasan (ml mm/m2-jam-atm)
Persamaan (1) dan (2) dapat diintegralkan menjadi sebuah persamaan
untuk mendapatkan konsentrasi gas O2 dan CO2 optimum dalam kemasan yang
digunakan dalam simulasi MAP, dengan persamaan yang mempunyai fungsi
hubungan dari waktu, sebagai berikut (Fonseca 2000):
(5)


Dimana:
x(t)
= konsentrasi gas pada waktu tertentu (desimal)
= konsentrasi gas pada steady state (desimal)
t
= waktu (jam)
k

=

V

= Volume bebas (ml)

(6)

Pada semua persamaan subskrip 1 dan 2 masing-masing menyatakan
oksigen dan karbondioksida.
Sebagian besar penelitian tentang pengemasan dengan pengaturan kondisi
udara biasanya berhubungan dengan komposisi gas dalam kemasan terhadap mutu
produk. Pengaturan atmosfir ini memerlukan cara yang berulang-ulang dengan
contoh yang banyak. Suhu, kelembaban udara dan komposisi atmosfer udara
merupakan faktor-faktor yang dapat dimanipulasi untuk menurunkan laju respirasi
dan meminimalkan kerusakan oleh mikroorganisme (Shewfelt 1986).
Pengemasan dengan pengaturan kondisi udara adalah pengemasan produk hasil

7

pertanian dengan lingkungan yang mempunyai kondisi gas berbeda dengan udara
normal, yaitu sesuai dengan pengaturan CO2 dan O2 dalam udara sehubungan
dengan proses kegiatan pernapasan hasil pertanian (Smock 1979).
Menurut Pantastico (1975), pengaruh rendahnya O2 dan tingginya CO2
dalam atmosfer ditandai dengan dihambatnya laju respirasi sehingga proses
klimakterik dari buah tertunda. Tidak lengkap atau tidak adanya salah satu gas
dalam atmosfir penyimpanan akan menyebabkan produk mengalami kerusakan.
Selain dapat menghambat laju respirasi, pengemasan dengan pengaturan
kondisi udara juga dapat menekan perubahan-perubahan fisiologis buah (Smock
1979). Pengaruh rendahnya O2 dan tingginya CO2 dalam udara penyimpanan
akan dapat memperlambat pematangan buah, menurunkan laju produksi etilen
memperlambat pembusukan dan menekan berbagai perubahan yang berhubungan
dengan pematangan (Kader dan Morris 1977).
Adapun manfaat yang diperoleh dari pengemasan dengan pengaturan
kondisi udara ialah (1) konsentrasi O2 yang rendah dapat menurunkan laju
respirasi dan oksidasi substrat; (2) kandungan CO2 dalam sel yang tinggi
menyebabkan perubahan fisiologis seperti penurunan reaksi-reaksi sintesis
pematangan, penghambatan sintesis klorofil; (3) adanya interaksi antara O2, CO2
dan suhu rendah akan mengakibatkan penurunan bobot yang hilang (Syarief 1994).
Penggunaan plastik sebagai bahan kemasan buah-buahan yang mudah
rusak, akan memperpanjang umur simpannya. Film kemasan akan memberikan
lingkungan yang berbeda pada buah yang disimpan karena laju perembesan O2 ke
dalam kemasan dan CO2 keluar kemasan sebagai akibat kegiatan pernapasan buah
berbeda-beda tergantung dari sifat film kemasan yang digunakan, dengan
demikian komposisi kandungan O2 dan CO2 dari udara dalam kemasan menjadi
berbeda pula. Film plastik juga memberikan perlindungan terhadap kehilangan air
pada buah sehingga buah yang dikemas masih terlihat segar (Smock 1979).
Tahapan Pengemasan MAP
Ada beberapa tahapan yang dilakukan terhadap pengemasan MAP
(Hasbullah 2008), yaitu:
1. Menentukan komposisi gas optimum dari produk yang akan dikemas. Pada
komposisi gas yang optimum mutu produk dapat dipertahankan sehingga
masa simpannya menjadi lebih lama. Konsentrasi O2 (x1) dan CO2(x2) yang
optimum berbeda-beda untuk setiap jenis komoditas.
2. Mengukur laju respirasi produk pada komposisi gas optimum tersebut,
meliputi laju konsumsi O2 (R1) dan laju produksi CO2(R2)
3. Memilih jenis plastik film kemasan yang sesuai nilai permeabilitasnya, baik
permeabilitas terhadap O2 (P1) maupun terhadap CO2 (P2).
4. Menetapkan ketebalan (b) dan luas permukaan (A) dari plastik film kemasan
serta berat produk yang akan dikemas (W), sedemikian rupa sehingga
memenuhi persamaan model matematika sistem pengemasan MAP pada
kondisi setimbang.
5. Apabila data respirasi tidak tersedia maka dilakukan simulasi dengan
mengubah-ubah nilai W, b dan A sehingga menghasilkan komposisi gas di
dalam kemasan mendekati komposisi optimum yang direkomendasikan.

8

Film Plastik Pengemas
Kemasan plastik saat ini mendominasi industri makanan di Indonesia,
menggeser penggunaan kemasan logam dan gelas. Hal ini disebabkan karena
kelebihan dari kemasan plastik yaitu ringan, fleksibel, multiguna, kuat, tidak
bereaksi, tidak karatan dan bersifat termoplastis (heat seal), dapat diberi warna
dan harganya yang murah. Kelemahan dari plastik karena adanya zat monomer
dan molekul kecil dari plastik yang mungkin bermigrasi ke dalam bahan pangan
yang dikemas. Faktor-faktor yang mempengaruhi kandungan O2 dan CO2 dalam
kemasan udara termodifikasi antara lain suhu, kelembaban, waktu penyimpanan,
jenis dan jumlah bahan. Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas berfungsi
untuk melindunggi dan mengawetkan buah-buahan yang disimpan, disamping itu
produk yang disimpan dapat lebih menarik.
Kemasan plastik memberikan lingkungan yang berbeda pada buah-buahan
dan sayuran yang disimpan karena adanya laju perembesan O2 ke dalam kemasan
dan CO2 keluar kemasan. Kegiatan ini terjadi akibat pernapasan dari produk yang
berbeda-beda dan sifat kemasan yang berbeda pula. Film plastik yang ideal untuk
pengemasan buah dan sayuran segar yaitu film plastik yang mempunyai
permeabilitas CO2 : 3- 5 kali lebih besar dibandingkan dengan permeabilitas O2
(Zagory et al. 1981). Film kemasan ini dapat menyebabkan laju akumulasi CO2
hasil dari kegiatan respirasi akan lebih lambat dibandingkan dengan laju
penyusutan O2.
Kader dan Moris (1977) mengemukakan bahwa pengemasan buah dalam
film permeabel merupakan sistem dinamik dan meliputi dua proses yang terjadi
bersamaan yaitu proses pernapasan dan perembesan O2 dan CO2 ke luar dan
kedalam kemasan. Oksigen secara terus menerus digunakan oleh buah untuk
kegiatan pernapasannya menghasilkan CO2, H2O dan energi panas, akibatnya
terjadi perbedaan konsentrasi O2 antara bagian dalam dan bagian luar kemasan
dan O2 mulai merember ke dalam kemasan. Konsentrasi CO2 dalam kemasan
yang semakin meningkat dalam waktu yang bersamaan akan merembes ke luar
kemasan.
Film plastik yang digunakan dalam pengemasan adalah polyetilene dengan
kerapatan rendah. Keuntungan dari polyetilene adalah kuat, kedap air, tahan
terhadap zat-zat kimia dan harganya murah. Sedangkan penggunaan film lain
yang digunakan untuk kemasan produk segar adalah Amalgama, Polyvinil Clorida
(PVC) dan Polipropilene. Selain itu jenis dari Polystirene (PS) dapat juga
digunakan, tetapi jenis Saran dan Polyester mempunyai permeabilitas gas yang
sangat rendaah (Zagory dan Kader 1998)
Laju penyerapan gas tergantung dari struktur film permeabel, ketebalan,
luas permukaan, suhu dan perbedaan kandungan gas antara bagian dalam dan
bagian luar kemasan. Parameter bahan yang mempengaruhi laju penyerapan gas
antara lain berat bahan, laju kegiatan pernapasan dan volume bebas dalam

9

kemasan. Laju kegiatan pernapasan buah yang dikemas merupakan parameter
penting untuk menentukan langkah-langkah optimasi selanjutnya, yaitu untuk
mendapatkan lingkungan yang cocok yang dapat mempertahankan kesegaran
buah (Smock 1979).
Karakteristik film pengemas dapat diperoleh menggunakan informasi nilai
permeabilitas masing-masing jenis pengemas (Rokhani 2000) yang dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Nilai permeabilitas gas dan energi aktivasi beberapa film plastik pada
suhu 25oC
Jenis plastik

Selang Suhu

Polipropilen
Polietilen, stretch
film
Polietilen, densitas
rendah
Polivinil klorida

Faktor
preeksponensial
(ml.mm/m2
hari.atm)
O2
CO2

Energi Aktivasi
(kJ/mol)

O2

CO2

8-26
8-26

86
205

173
828

14.0
20.7

29.4
25.2

0-25

207

903

42.6

38.9

0-22

67

39

38.4

39.3

Sumber : Hasbullah, et al. 2000

Nilai permeabilitas film plastik pada berbagai tingkat suhu dapat ditemukan
melalui persamaan Arrhenius yaitu :
P = Poexp (
)
(7)
Dimana :
P = koefisien permeabilitas gas (ml.mm/m2.hari.atm)
Po = faktor preeksponensial (ml.mm/m2.hari.atm)
E = energi aktivasi (J/mol)
R = konstanta gas (8.314 J/mol.K)
T = suhu (K)

10

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan
dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada
Februari 2014 – Mei 2014.
Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah buah pepaya segar
jenis Calina IPB 9 yang diperoleh dari Desa Ciseeng, Kabupaten Bogor. Bahan
kimia yang digunakan untuk Bahan Tambahan Pangan seperti Asam Askorbat,
akuadest, sarung tangan, film plastik kemasan (LDPE, Stretch Film, White Stretch
Film dan sterofoam.
Alat
Alat yang digunakan untuk analisis adalah Cosmotector untuk konsentrasi
gas CO2 dan konsentrasi gas O2, Rheometer untuk mengukur kekerasan buah,
peralatan tirisan, stoples, pisau, clean bench,refractometer, chromameter untuk
mengukur warna, timbangan. Alat yang digunakan untuk penyimpanan dingin
adalah chiller lemari es dua pintu.
Metode Penelitian
Penelitian dibagi menjadi empat tahap, yaitu tahap persiapan, pengemasan
dan penyimpanan, karakterisasi kemasan serta analisis. Diagram alir penelitian
yang akan dilakukan dapat dilihat pada Gambar 2.
Tahapan penelitian :
1. Pengukuran respirasi buah papaya.
2. Perancangan dan simulasi pengemasan MAP.
3. Pengaruh jenis kemasan terhadap mutu buah pada kemasan MAP.
Persiapan
Tahap persiapan diawali dengan pengolahan minimal buah papaya.
Sebelum disimpan, buah pepaya terlebih dahulu dikupas kulitnya kemudian dicuci
dengan air mengalir. Pengupasan dilakukan dengan menggunakan pisau yang
terlebih dahulu disterilkan dengan larutan alkohol. Buah pepaya yang telah
dikupas lalu dipotong menjadi dua bagian dan biji dalam rongga buah dibuang.
Buah pepaya tersebut kemudian dipotong-potong menjadi bentuk kotak dengan
ukuran sekitar 5 x 4 x 3 cm.
Hasil pemotongan buah tersebut kemudian disusun dalam masing-masing
wadah hingga penuh dan jumlahnya cukup untuk analisis tiap harinya.

11

Mulai
Persiapan Buah Pepaya

Pengolahan minimal buah Pepaya

Buah Pepaya (5x4x3 cm)

Pengukuran respirasi menggunakan
stoples (5°C, 10°C, 20°C, suhu ruang)

Perancangan kemasan MAP
(simulasi)
Pengemasan MAP
White Stretch Film

Stretch Film
Penyimpanan dengan suhu
10°C (hasil respirasi terbaik)

Pengamatan buah.
Laju respirasi, susut bobot,
TPT, warna, kekerasan,
konsentrasi gas, organoleptik

Selesai
Gambar 2 Diagram alir penelitian

LDPE

12

Analisis
Analisis yang dilakukan adalah analisis mutu. Analisis mutu meliputi
pengukuran respirasi, analisis fisik (warna dan kekurangan daging buah), analisis
kimia (total padatan terlarut), dan uji organoleptik berupa uji mutu hedonik yang
dinyatakan dalam bentuk besaran skalar atau dalam bentuk skala numerik yang
meliputi warna, tekstur dan aroma serta keseluruhan produk. Analisis mutu
dilakukan setiap hari sampai sample objek menjadi kondisi tidak layak konsumsi
atau busuk.
Prosedur Analisis
Pengukuran Laju Respirasi
Pengukuran laju respirasi akan dilakukan terhadap buah papaya sebagai
berikut:
a. Buah pepaya yang dipilih kemudian dikupas kulitnya.
b. Buah papaya yang sudah dikupas dan bagian tengahnya sudah dilubangi,
kemudian dipotong dengan ukuran buah (5 x 4 x 3) cm.
c. Potongan buah pepaya yang sudah dipotong lalu dicuci bersih dengan air.
d. Kemudian buah potong tersebut diletakkan di dalam stoples. Kemudian
akan diukur konsentrasi O2 dan CO2.
Laju respirasi dihitung menggunakan persamaan Mannaperumna dan Singh
(1989):
R=

(8)
dimana :
R
= laju respirasi (ml/kg.jam)
V
= volume bebas (ml)
W
= berat sampel (kg)
(dx/dt) = perubahan konsentrasi gas terhadap waktu (-/jam)

Total Padatan Terlarut
Besar total padatan terlarut pada buah potong dapat diketahui dengan
menggunakan refracktometer digital yang dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Refraktometer

13

Daging buah diambil sarinya (dipress hingga sarinya keluar), lalu hasilnya
diletakan pada prisma refractometer. Total padatan terlarut dalam sari daging
buah yang diperas sebagian besar tersusun atas gula. Besarnya nilai padatan
dinyatakan dengan derajat Brix. Pengukuran TPT dilakukan tiap hari.
Warna
Intensitas warna diukur dengan menggunakan Chromameter Minolta CR400. Pada Chromameter Minolta CR-400 digunakan sistem L, a, dan b. Nilai –a
menunjukkan nilai warna yang mendekati hijau, sedangkan nilai +a menunjukkan
warna mendekati merah. Nilai –b menunjukkan warna yang mendekati biru,
sedangkan +b menunjukkan warna mendekati kuning.

Gambar 4 Chromameter
Kekerasan Buah
Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum
penusuk rheometer, dapat dilihat pada Gambar 5. Pengukuran kekerasan
dilakukan dengan menggunakan rheometer model CR-300 yang diset dengan
mode 20, beban maksimum 2 kg, kedalaman penekanan 10 mm, kecepatan
penurunan beban 30 mm.menit-1 dan diameter jarum 5 mm. Pengujian dilakukan
pada bagian tengah. Selama pengujian buah potong dipegang agar tidak bergeser.

Gambar 5 Rheometer

14

Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan berupa uji kesukaan atau uji hedonik dengan
panelis sebanyak 15 orang mahasiswa. Sifat mutu yang diuji adalah rasa, aroma,
tampilan, warna daging buah, dan penerimaan umum secara keseluruhan. Skala
hedonik yang digunakan mempunyai rentang skor antara 1-7, yaitu : 1 (sangat tidak
suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 (agak suka), 6 (suka), 7 (sangat
suka).
Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan menggunakan timbangan digital yang
dapat dilihat pada Gambar 6. Pengukuran dilakukan sebelum buah potong
disimpan (bo) dan setiap kali akhir pengamatan (bt) yaitu setiap hari.

Gambar 6 Timbangan mettle
Selanjutnya susut bobot didapatkan dengan membandingkan pengurangan
bobot awal pengamatan dan dinyatakan dalam persen (%). Rumus lengkap susut
bobot adalah sebagai berikut :
Susut Bobot =
x 100%
Keterangan :
bo = bobot awal pengamatan (g)
bt = bobot akhir pengamatan (g)

(9)

Simulasi Pendugaan O2 dan CO2 Terhadap Waktu Dalam Kemasan
Simulasi pendugaan O2 dan CO2 terhadap waktu dalam penelitian ini
menggunakan persamaan (5) dan (6) yang mempunyai fungsi hubungan dari
waktu.
Konsentrasi Gas
Pengukuran konsentrasi gas dilakukan dengan menggunakan
cosmotectometer yang dapat dilihat pada Gambar 7, untuk membaca konsentrasi
gas O2 dan CO2 dalam kemasan sample terolah minimal yang telah di modifikasi.
Pengukuran di lakukan setiap harinya pada jam yang sama untuk setiap sample.
Konsentrasi gas dinyatakan dalam satuan percent (%).

15

Gambar 7 Cosmotectometer
Rancangan Percobaan
Pengujian pengaruh jenis kemasan diuji dengan menggunakan analisis
statistik. Rancangan acak lengkap satu faktorial dengan tiga kali ulangan
perlakuan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah perbedaan jenis kemasan.
Rancangan percobaan yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap dengan satu
faktor. Faktor perlakuan yang digunakan adalah K (jenis kemasan plastik), yaitu
K1 (kemasan stretch film), K2 (kemasan white stretch film), dan K3 (kemasan
LDPE).
Tabel 2 Rancangan percobaan penelitian
Perlakuan Kode
Keterangan
1
K1 Kemasan pepaya terolah minimal dengan Stretch Film
2
K2 Kemasan pepaya terolah minimal dengan White Stretch Film
3
K3 Kemasan pepaya terolah minimal dengan LDPE
Analisis data didasarkan pada analisis sidik ragam ANOVA untuk
mengetahui pengaruh perlakuan serta dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range
Test (DMRT) pada taraf nyata (α) = 0.05. Hasil analisa sidik ragam yang
dihasilkan oleh uji Duncan menggunakan perangkat lunak Constat2.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Laju Respirasi Pepaya Terolah Minimal
Pengukuran laju respirasi dilakukan pada buah papaya yang terolah
minimal, pengukuran ini dilakukan dengan mengukur perubahan konsentrasi gas
O₂ dan CO₂ berdasarkan selang waktu tertentu dan dilakukan pada lima tingkatan
suhu penyimpanan yang berbeda yaitu 5°C, 10°C, 15°C, 20°C, dan 25°C. Hasil
pengukuran perubahan laju respirasi gas CO₂ dan O₂ pada hari kedua dapat di
lihat pada Gambar 8.

16

Laju Repirasi (mL/lg.jam)

35
30

Oksigen

25
Karbondioksida

20
15
10
5
0
5

10

15

20

25

Suhu Penyimpanan (°C)
Gambar 8 Grafik laju respirasi papaya terolah minimal hari kedua
pada berbagai suhu penyimpanan.
Pengukuran laju respirasi dilakukan hingga buah papaya yang telah terolah
minimal mengalami kerusakan, contohnya telah muncul bintik-bintik putih dan
buah mengalami pelunakan. Berdasarkan pada grafik (Gambar 8) dapat dlihat
bahwa produk papaya yang sudah terolah minimal, menunjukkan bahwa papaya
adalah buah klimakterik, dengan adanya peningkatan konsumsi gas O₂ maupun
proses memproduksi gas CO₂ selama penyimpanan. Buah klimaterik ditandai
dengan perubahan pola respirasi sebelum terjadi kelayuan yaitu pada saat
kelayuan tiba-tiba produksi CO₂ dan O₂ meningkat dan kemudian turun kembali.
Sedangkan buah non klimaterik memiliki pola respirasi kenaikan produksi CO2
yang mencolok (Pantastico 1986).
Adapun suhu yang digunakan untuk pengukuran respirasi buah papaya yang
terolah minimal yaitu 5°C, 10 °C, 15°C, 20°C dan 25°C, sampel yang digunakan
untuk masing-masing suhu sebanyak tiga buah stoples. Berdasarkan referensi
yang didapat suhu yang paling tepat untuk penyimpanan buah pepaya terolah
minimal ialah suhu 10-15 °C (Hasbullah 2007).
Pada pengukuran laju respirasi untuk suhu 25°C tanpa dimasukkan kedalam
lemari pendingin buah papaya yang telah terolah minimal hanya bertahan selama
empat puluh delapan jam, setelah dua hari buah yang berada didalam toples
langsung mengeluarkan bau yang kurang sedap dan ditemukan bintik-bintik putih
pada daging buah papaya tersebut. Setelah dilakukan perhitungan laju respirasi
untuk suhu ruang maka didapat nilai laju respirasi rata-rata untuk O2 sebesar 19.99
ml/kg jam dan CO2 sebesar 32.61 ml/kg jam. Jika dilihat dari data yang diperoleh
dapat disimpulkan bahwa laju respirasi pada suhu 25°C terus meningkat sampai
akhirnya pengukuran dihentikan karena sudah terlihat tanda-tanda buah telah
rusak.

17

Pengukuran laju respirasi untuk suhu 20°C dimasukkan kedalam lemari
pendingin, buah papaya terolah minimal tersebut hanya bertahan selama tiga hari,
setelah tiga hari buah yang berada didalam toples ditemukan bintik-bintik putih
pada daging buah papaya tersebut. Setelah dilakukan perhitungan laju respirasi
untuk suhu 20°C maka didapat nilai laju respirasi rata-rata untuk O2 sebesar 15.55
ml/kg jam dan CO2 sebesar 18.30 mL/kg jam. Jika dilihat dari data yang
diperoleh dapat disimpulkan bahwa laju respirasi pada suhu 20°C terus meningkat
sampai akhirnya pengukuran dihentikan karena sudah terlihat tanda-tanda buah
telah rusak. Begitu juga halnya dengan suhu 15°C dengan perlakuan yang sama
buah papaya hanya bertahan empat hari dengan nilai laju respirasi rata-rata untuk
O2 sebesar 9.8 mL/kg jam dan CO2 sebesar 11.56 mL/kg jam. Untuk suhu 10°C
buah papaya bertahan selama enam hari dengan nilai laju respirasi rata-rata untuk
O2 sebesar 5.80 mL/kg jam dan CO2 sebesar 12.19 mL/kg jam.
Pengukuran laju respirasi untuk pepaya terolah minimal pada suhu 5°C
disimpan kedalam lemari pendingin, hasilnya buah papaya terolah minimal
bertahan selama sembilan hari, setelah sembilan hari hari buah yang berada
didalam toples ditemukan bintik-bintik putih pada daging buah papaya tersebut.
Setelah dilakukan perhitungan laju respirasi untuk suhu 5°C maka didapat nilai
laju respirasi rata-rata untuk O2 sebesar 3.2 mL/kg jam dan CO2 sebesar 7.31
mL/kg jam.
Berdasarkan data diperoleh suhu yang paling baik untuk
penyimpanan buah papaya adalah suhu 10°C dibandingkan dengan suhu 5°C
karena tidak mengalami kristalisasi pada jaringan buah serta tidak mengalami
chilling injury.
Respirasi Fungsi dari Suhu
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi ada dua: faktor internal dan
eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia jaringan,
ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal
antara lain suhu dimana semakin tinggi suhu penyimpanan semakin tinggi juga
laju respirasi, etilen, O2 yang tersedia, zat-zat pengatur pertumbuhan dan
kerusakan buah (Hasbullah 2007). Banyak perubahan metabolisme di dalam
produk hortikultura yang dipengaruhi peubahan suhu atau temperature, saat suhu
penyimpanan naik akan terjadi kenaikan laju reaksi seperti respirasi, tetapi tidak
semua reaksi mempunyai respon yang sama terhadap perubahan suhu tersebut
(Hardenburg 1986). Dari data hasil respirasi pada hari kedua dapat dilihat pada
Tabel 3 dapat dihasilkan plot linear Arhenius laju respirasi fungsi dari suhu,
menggunakan persamaan (10) yang diperoleh menggunakan rujukan dari
persamaan (7), dimana:
r= roexp (

)

(10)

Dimana :
r = koefisien respirasi gas (ml/kg.jam)
ro = faktor preeksponensial (ml/kg.jam)
Berdasarkan plot grafik Arhenius menggunakan data laju respirasi pada
kedua hari pertama, dapat di lihat pada Gambar 9, dimana sumbu x adalah Suhu
penyimpanan Inverse (1/K) dan sumbu y adalah hubungan respirasi dengan ln

18

(ln.r). Grafik tersebut menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap laju
respirasi pepaya terolah minimal untuk konsumsi O2 dan produksi CO2, dimana
semakin tinggi suhu penyimpanan, akan semakin tinggi juga laju respirasi, dan
semakin rendah suhu penyimpanan akan semakin rendah juga laju respirasi. Garis
linear yang diperoleh untuk menunjukkan koefisien repirasi gas O2 dan CO2
terbukti mempunyai tingkat keakuratan yang tinggi dengan memperoleh nilai
koefisien determinasi yang tinggi (R2), dimana nilai R2 untuk O2 dan CO2 adalah
0.9189 dan 0.9881. Energi Aktivasi atau Ea yang diperoleh dari kedua garis
linear oksigen dan karbondioksida adalah 23.2 kJ/mol dan 52.2 kJ/mol, sedangkan
untuk faktor preeksponensial (ro) diperoleh nilai 1.37x105 ml/kg.jam untuk O2 dan
2.51x1010ml/kg.jam untuk CO2. Semua nilai variabel yang diperoleh
mengambarkan bahwa hubungan antara suhu dan respirasi dengan baik, dimana
semakin tinggi suhu penyimpanan, akan semakin tinggi laju respirasi dan
sebaliknya.
Tabel 3 Data laju respirasi pada hari kedua papaya terolah minimal pada
berbagai suhu penyimpanan

Suhu (°C)

Laju Konsumsi O2
(mL/kg.jam)

5
10
15
20
25

5.4
6.14
8.5
24.3
31.28

Laju Produksi
CO2
(mL/kg.jam)
6.41
9.8
12.83
24.07
30.77

19

4.0
3.5

y = -6283x + 24.44
R² = 0.9189

3.0

Karbondioksida

2.5
(Ln.r)

Oksigen

2.0
1.5

y = -2800x + 11.53
R² = 0.9881

1.0
0.5
0.0
3.3E-03

3.4E-03

3.5E-03
3.6E-03
Temperatur Invers (1/K)

3.7E-03

Gambar 9 Plot Arhenius koefisien respirasi gas pada hari kedua
Perancangan Pengemasan MAP
Simulasi MAP
Simulasi MAP dilakukan untuk menentukan berat (W) komoditas papaya
terolah di dalam kemasan, ketebalan film plastik (b), dan luas area kemasan (A)
sehingga diperoleh komposisi gas O2 sebesar 3-5% dan komposisi gas CO2
sebesar 5-10 % (Hasbullah 2007). Setelah dilakukan perhitungan simulasi nilai
konsentrasi gas dengan persamaan (1) sampai dengan (6) untuk setiap jenis
kemasan plastik, diperoleh nilai W, b, A untuk kemasan stretch film sebesar 0.14
kg, 0.02 mm, dan 0.0198 m2. Kemasan white stretch film diperoleh nilai W, b, A
berturut-turut adalah 0.13 kg, 0.017 mm, dan 0.0198 m2, untuk kemasan LDPE
diperoleh nilai W, b, A adalah 0.1 kg, 0.025 mm, dan 0.025 m2. Nilai tersebut
telah mewakili untuk membantu penentuan komposisi gas optimum untuk O2 dan
CO2.

20

25

Konsentrasi Gas (%)

Kemasan Stretch Film
20

Konsentrasi
Gas Oksigen

15

Konsentrasi
Gas
Karbondioksida

10

5

0
0

8 16 24 32 40 48 56 64 72 80 88 96 104 112 120 128 136

Jam ke-

25

Kemasan White Stretch Film

Konsentrasi gas
karbondioksida

Konsentrasi Gas (%)

20

Konsentrasi gas
oksigen

15

10

5

0
0

8

16

24

32

40

48

56 64 72
Jam ke-

80

88

96 104 112 120

21

Konsentrasi Gas (%)

25

Kemasan LDPE

20

Konsentrasi gas
oksigen
Konsentrasi gas
karbondioksida

15

10

5

0
0

8

16 24 32 40 48 56 64 72 80 88 96 104 112 120 128 136

Jam keGambar 10 Grafik simulasi konsentrasi gas O2 dan CO2 pada berbagai jenis
kemasan
Berdasarkan pada ketiga grafik simulasi yang dapat dilihat pada Gambar 10,
bahwa kemasan WSF mencapai kesetimbangan antara gas oksigen dan
karbondioksida pada jam ke-112, kemasan SF mencapai kesetimbangan antara gas
oksigen dan karbondioksida pada jam ke-76, dan kemasan LDPE mencapai
kesetimbangan pada jam ke-92.
Konsentrasi Gas
Pengujian konsentrasi gas, pada penelitian ini menggunakan
cosmotectometer dengan melakukan modifikasi terhadap ketiga jenis kemasan,
yang dapat dilihat pada Gambar 11. Hal ini membantu pengukuran konsentrasi
gas yang nilainya mendekati apabila menggunakan metode gas chromatography.
Pada setiap kemasan untuk mengukur konsentrasi gas, telah di sesuaikan
dengan bobot, luas penampang hasil simulasi pengukuran konsentrasi gas.
Berdasarkan dari Gambar 12, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil
pengukuran dengan simulasi konsentrasi gas (Lampiran 1 ,2, dan 3).
Untuk pengujian konsentrasi didalam kemasan sampai hari ke-enam di
dapatkan kondisi optimum steady state, untuk kemasan stretch film tercapai
sampai 17.10% O2 dan 3.42% CO2 sedangkan pada kemasan white stretch film
konsentrasi yang tercapai hingga 15.75% O2 dan 4.00% CO2, dan untuk kemasan
LDPE tercapai tingkat O2 8.23% dan CO2 5.97% mencapai Sehingga kemasan
yang paling baik untuk menjaga konsentrasi dari buah pepaya terolah didalam
kemasan adalah kemasan LDPE.

22

Kemasan Stretch Film

Kemasan White Stretch Film

Kemasan LDPE
Gambar 11 Pengemasan pepaya terolah minimal secara atmosfir
termodifikasi
25.0

Stretch Film
Konsentrasi gas (%)

20.0

15.0

Oksigen
Karbondioksida

10.0

5.0

0.0
1

2

3

Hari ke-

4

5

6

23

25.0

White Stretch Film

Oksigen

Konsentrasi Gas(%)

20.0

karbondioksida

15.0
10.0
5.0
0.0
1

2

3

4

5

6

Hari ke-

20.0

Oksigen

Konsentrasi Gas(%)

LDPE
16.0

Karbondioksida
12.0
8.0
4.0
0.0
1

2

3

4

5

6

Hari ke-

Gambar 12 Hasil pengukuran konsentrasi gas pada berbagai jenis kemasan
Pada setiap kemasan untuk mengukur konsentrasi gas, telah di sesuaikan
dengan bobot, luas penampang hasil simulasi pengukuran konsentrasi gas.
Berdasarkan dari Gambar 12 di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
hasil pengukuran dengan simulasi konsentrasi gas (Lampiran 1 ,2, dan 3).
Untuk pengujian konsentrasi didalam kemasan sampai hari ke-enam di
dapatkan kondisi optimum steady state, untuk kemasan stretch film tercapai
sampai 17.10% O2 dan 3.42% CO2 sedangkan pada kemasan white stretch film
konsentrasi yang tercapai hingga 15.75% O2 dan 4.00% CO2, dan untuk kemasan
LDPE tercapai tingkat O2 8.23% dan CO2 5.97%. Sehingga kemasan yang paling
baik untuk menjaga konsentrasi dari buah pepaya terolah didalam kemasan adalah
kemasan LDPE.
Berdasarkan literatur komposisi gas optimum yang di rekomendasikan
untuk O2 sebesar 3-5 % sedangkan CO2 sebesar 5-10%. Pada hasil simulasi,
untuk ketiga kemasan tersebut tercapai sebelum hari ke-6 sedangkan pada

24

pengukuran konsentrasi gas, belum mencapai komposisi gas optimum. Faktor
yang menyebabkan hal tersebut adalah, tidak menggunakan gas chromatography
serta tidak ada injeksi gas etilen kedalam kemasan, tetapi hanya memodifikasi
atmosphere dengan menggunakan tiga kemasan yang berbeda, untuk mendapatkan
nilai konsentrasi gas CO2 dan O2 .
Pengaruh Jenis Kemasan MAP Terhadap Mutu Pepaya Terolah Minimal
Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan
perharinya untuk masing-masing kemasan, hasil yang didapat kemudian dirataratakan dan diplotkan pada grafik perubahan susut bobot yang dapat dilihat pada
Gambar 13. Selama proses penyimpanan buah pepaya yang t