Strategi Humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia Melalui Program Intellectual Meeting Dalam Mempersuasikan Khilafah Kepada Pesertanya

(1)

iv

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA MELALUI PROGRAM INTELLECTUAL MEETING DALAM

MEMPERSUASIKAN KHILAFAH KEPAPA PESERTANYA

Oleh : Demaz Fauzi Hadi

NIM. 41806104

Penelitian ini di bawah bimbingan : Melly Maulin P., S.Sos., M.Si.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi humas HTI Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui program Intellectual Meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai strategi tersebut, penyusun menganalisa rencana, manfaat, pesan, media, dan tujuan program Intellectual Meeting.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam yang ditunjang oleh observasi, studi kepustakaan, dan pencarian data di internet. Adapun informan pada penelitian ini adalah naqib (manajer) Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia.

Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa program Intellectual Meeting adalah program humas HTI Chapter UPI yang memiliki rencana untuk mengartikuasikan tema aktual yang didukung oleh fakta, data, nara sumber dan pembanding yang sesuai, serta media yang representatif. Bagi HTI Chapter UPI, program ini bermanfaat sebagai agregasi di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan bertujuan untuk membangun eksistensi HTI Chapter UPI.

Kesimpulan dari penelitian, rencana humas mengadakan Intellectual Meeting secara persuasif dengan membahas tema yang aktual dan disampaikan melalui media sosialisasi dan publikasi guna membangun kerjasama dengan publik eksternal sehingga tujuan membangun eksistensi bisa tercapai. Selanjutnya, penyusun menyarankan kepada HTI Chapter UPI khususnya kepada humas lebih terbuka dan diplomatis kepada peserta, mempertahankan pembahasan tema berdasarkan fakta dan data, memperluas jaringan, serta publikasi yang lebih gencar dari hasil pertemuan.


(2)

iv

CHAPTER INDONESIAN EDUCATION UNIVERSITY THROUGH INTELLECTUAL MEETING PROGRAME TO PERSUADE

KHILAFAH FOR THE PARTISIPANT By :

Demaz Fauzi Hadi NIM. 41806104

This research under concelor : Melly Maulin P., S.Sos., M.Si

The point of this research is to know how is public relation strategy of Indonesian Freedom Party chapter Indonesian Education University through Intellectual Meeting programe to persuade khilafah for the participant. To know deeperly about the strategy, the author analized plan, benefit, message, and aim of Intellectual Meeting program.

The used phenomenological in this research was qualitative with descriptive method. The used technique to collect data was indeepth interview that was supported by observation, literature study, and internet searching. The informan in this research was manager in Indonesian Freedom Party chapter Education Indonesia University.

The result from this research showed that Intellectual Meeting was public relation program of HTI Chapter UPI that had plan to articulate actual theme that supported by fact, data, suitable keynote speaker and representative media. For HTI Chapter UPI, this program had benefit as aggregation in Indonesian Education University and purpose to build HTI Chapter UPI existence.

The conclusion from research, public relation plan created Intellectual Meeting persuasively by discussing actual theme and informing through socialization and publication channel to build cooperation with public external until the aim to build existence can be reached. Then, the author suggested to HTI Chapter UPI especially to public relation to open and diplomacy with the participant, to keep discussing theme grounded on fact and data, to expand networking, to publish the meeting result widely.


(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Intellectual Meeting (Pertemuan Intelktual) merupakan salah satu dari beberapa program kerja (proker) Humas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Chapter Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang biasa dilaksanakan sebulan sekali, setiap hari Rabu pukul 16.00 sampai dengan 17.30 WIB di beberapa tempat misalnya : gedung PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) UPI, kantin Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FP MIPA), taman-taman sekitar komplek UPI.

Program tersebut adalah jenis Talk Show yang membahas dinamika khususnya mahasiswa di Kota Bandung yang update (mutakhir) atau di-setting (dirancang) sehingga tema yang diangkat oleh HTI Chapter UPI memiliki kesan penting, urgen, dan dekat dengan kehidupan sehari-hari namun ironisnya sering terlupakan dan lebih memfokuskan terhadap masalah nasional yang dampaknya belum tentu bisa dirasakan langsung oleh penduduk Kota Bandung.

Pada dasarnya, program Intellectual Meeeting dalam rangka mempersuasikan khilafah (sistem pemerintahan Islam). Program tersebut disesuaikan dengan budaya mahasiswa UPI yang secara umum cukup kritis, enerjik, dan vokal dalam menyuarakan isi hatinya layaknya mahasiswa di universitas lain dalam merespon masalah-masalah sosial, politik dan religi.


(4)

Kondisi seperti di atas, mendorong HTI Chapter UPI untuk membuat program yang relefan, sehingga pada bulan November 2009 dibuatlah program untuk mewadahi dan merepresentasikan pergerakan mahasiswa yang orinteasinya khilafah. Teknik, lokasi, nama, tema dan pembicara program, adalah beberapa hal yang menjadi pertimbangan humas supaya acara tersebut bisa menarik massa dalam mengupas permasalahan yang diangkat secara tegas, aktual, dan faktual.

HTI chapter UPI tak sia-sia mengadakan program talk show. Terbukti mereka menjadi pelopor melalui Intellectual Meeting-nya dengan konsep yang interaktif antara peserta dan pembicara. Indikasi kepeloporannya, beberapa waktu setelah program tersebut dilaksanakan, terdapat organisasi kemahasiswaan lainnya diikuti oleh bahkan dengan nama dan waktu yang sama, inipula sebenarnya yang menyebabkan mengapa program HTI Chapter UPI baik nama atau teknik pelaksanannya kerap kali dimodifikasi.

Beberapa modifikasi yang membuat Intellectual Meeting menarik diantaranya : jika sesi tanya jawab atau pandangan umum peserta talk show pada umumnya dilaksanakan di penghujung acara, maka pada Intellectual Meeting tak jarang dilaksanakan di awal acara, posisi duduk para peserta pun tak selamanya konfensional berjajar atau setengah lingkaran, posisi duduk berbentuk huruf X pun pernah dilakukan pada program ini.

Supaya program tersebut tidak terkesan primordial, acap kali ketika membahas sebuah tema yang berhubungan dengan bidang dan kelompok lain, humas menghadirkan nara sumber tanpa mempermasalahakan Suku, Agama, Ras dan Antar golongan (SARA) untuk membahas tema yang diangkat sebagai


(5)

pembanding tema, disamping keynote speaker (pembicara utama) dari HTI yang khusus menguasai suatu bidang.

HTI Chapter UPI adalah salah satu Cabang Dewan Pimpinan Daerah 2 (DPD 2) HTI tingkat Kota Bandung tegasnya Bandung Utara. HTI Chapter UPI memiliki keunggulan dari segi aktivasi kegiatan-kegiatan jika dibandingkan dengan HTI Chapter Kampus lain di Kota Bandung, salah satu buktinya KMIJ (Konfrensi Mahasiswa Islam Jabar) dilaksanakan di Universitas Pendidikan Idonesia pada tahun 2008 berdasarkan kesepakatan bersama organisasi-organisasi mahasiswa Islam di Jawa Barat karena melihat aktivasi HTI Chapter UPI selain juga karena faktor fasilitas.

Penggunaan kata Chapter memang terdengar unik, tak seperti kebiasaan pada organisasi masyarakat (ormas) atau organisasi politik (orpol) yang menggunakan istilah Cabang atau Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Disamping penggunaan istilah Chapter terdengar unik, juga untuk membedakan segmentasi. Jika Cabang/DPC segmentasinya adalah masyarakat secara umum, maka Chapter segmentasinya khusus, yaitu mahasiswa.

Setiap Chapter kampus dikelola Humas. Humas memegang peranan penting dalam mengelola HTI Chapter UPI khususnya dalam mengelola program kerja. Program-program tersebut, haruslah inovatif, komunikatif, dan tentu saja menjalankan misi untuk menyebarkan khilafah sebagai bentuk persuasi kepada semua peserta program baik anggota, simpatisan, dan umum.

Secara umum persuasi adalah “upaya-upaya meyakinkan orang lain yang meliputi unsur-unsur kredibilitas sumber (ethos), sentuhan emosional (pathos),


(6)

sentuhan logika (logos), atau gabungan dari semua itu.” (Pawito, 9 : 6 ). Berpijak dari pengertian tadi, jika dikaitkan dengan strategi persuasi HTI Chapter UPI, maka unsur-unsur persuasinya relatif terpenuhi. Kridibilitas sumber dalam Intellectual Meeting

Aktivasi HTI Chapter UPI kiranya cukup representasi dalam memberikan gambaran peta pergerakah partai politik Islam independen yang memiliki khittah (ciri khas) memperjuangkan berdirinya formalisasi syariah dalam bingkai khilafah yang kaffah (sempurna) secara persuasif dalam semua aspek kehidupan : politik, sosial , ekonomi, budaya dan sebagainya, tidak sekedar dalam tataran ibadah yang selama ini kita kenal secara : shalat, zakat, shaum dan sebagainya.

Berdasarkan sejarah organisasi, HTI melakukan penetrasi mainstream-nya (jalan pikiran) yaitu Khilafah dengan gencar mengadakan aktivitas dakwah di kampus-kampus sejak tahun 1980-an. Maka tak heran pada dua dekade selanjutnya berdiri beberapa jaringan HTI di kampus-kampus yang dinamakan HTI Chapter kampus, sebagai contoh HTI Chapter Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang dijadikan objek penelitian.

Perjuangan Hizbut Tahrir tentunya tak akan bertahan hingga kini tanpa adanya perjuangan yang dimulai dari gressroot (akar rumput). Mustahil rasanya jika Khilafah tiba-tiba berdiri dengan sendirinya (taken for granted) tanpa adanya perjuangan yang solid dan bahu-membahu dari berbagai negara yang telah terdapat Hizbut Tahrir dan Daerah Tingkat (DT) secara hierarkis. Maka pentingnya Dewan Pimpinan (DP) dalam sebuah partai politik memainkan peranan yang sangat penting apalagi tujuan HT adalah negara dan pemerintahan


(7)

yang nantinya sangat membutuhkan koordinasi dari satu negara ke negara lain dan dari satu DT ke DT lainnya baik fertikal maupun horisontal,

Hierarkis HTI dari tingkat paling atas sampai tingkat paling bawah, sama-sama memiliki peran yang saling melengkapi tidak ada yang lebih berat atau lebih ringan dalam mempersuasikan Khilafah, masing-masing Daerah Tingkat memiliki tantangan tersendiri, di dunia kampus misalnya didalamnya tak bisa dihindari terjadi perang pemikiran (ghazwul fikri) dari berbagai idiologi liberalis, sosialis, Islam dan sebagainya yang tentu saja tak mudah untuk bisa melakukan dakwah jika strategi HTI yang digunakan konfensional, seadanya, dan menjemukan.

Hierarkis tersebut dimulai dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) yang berada pada tingkat negara, Dewan Pimpinan Daerah 1 (DPD1) di tingkat provinsi, Dewan Pimpinan Daerah 2 (DPD 2 di ) tingkat Kabupaten/Kota, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) di tingkat Kecamatan, maupun bagian otonom diantaranya HTI Chapter Kampus.

Hizbut Tahrir atau biasa disingkat HT merupakan salah satu organisasi politik (orpol)/partai politik (parpol) Islam internasional berpusat di Al Quds-Palestina yang menjadi lokomotif perjuangan di luar parlemen untuk mendirikan negara Islam namun tanpa imperialisme/kolonialisme dan kudeta. Partai politik (parpol) Islam internasional ini didirikan pada tahun 1953 oleh founding father-nya, Syekh Taqiyyudin Annabhahi. Partai politik ini hingga sekarang tak henti-hentinya memperjuangkan berdirinya pemerintahan Islam (Khilafah) dalam segala bidang, tidak parsial dalam bidang politik saja meskipun HT adalah partai politik. Dengan jaringan lebih dari 40 negara, misalnya : Australia, Bangladesh, Belanda,


(8)

Denmark, Inggris, Jerman, Malaysia, Prancis, Polandia, Indonesia dan negara lain mereka bahu-membahu mengusung ide yang sudah lama tidak diminati, atau bahkan ditanggapi dengan penuh sinisme.

Strategi gerakan HT dimanapun berada termasuk di Indonesia (HTI) adalah memuat pesan-pesan politik atau dengan kata lain komunikasi politik. Hal itu dapat diketahui dari tujuan berdirinya HT sendiri sebagai salah satu partai politik Islam internasional yang mengusung konsep negara dan pemerintahan Islam. Berbicara mengenai pemerintahan terlepas dari apapun konsepnya artinya berbicara mengenai politik praktis dimana salah satu kajiannya adalah pemerintahan.

Hizbut Tahrir memperjuangkan formalisasi syariah melalui Khilafah secara persuasif. Artinya, dimanapun negaranya dan apapun Daerah Tingkatnya tidak akan menggunakan cara-cara seperti yang pernah dilakukan oleh paham sosialis-komunis yaitu menghalal kudeta berdarah, kudeta tidak berdarah, otoriter, totaliter, absolutisme atau people power (kekuatan massa terjajah). Cara-cara yang digunakan oleh Hizbut Tahrir melalui perjuangan yang legal, misalnya : debat terbuka, media massa, rekomendasi kepada Pemerintah, talk show dan lain sebagainya dalam rangka mengajak semua kelompok masyarakat untuk sama-sama mengenal, menyadari, dan merubah sistem pemerintahan demokratis dalam bidang politik dan kapitalis dalam bidang ekonomi yang selama ini telah mendarah daging semenjak Indonesia merdeka, terlepas dari produktif atau kontraproduktif dalam meraih kesejahteraan rakyat secara umum dan rata.


(9)

Dari penjelasan dan data-data di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih dalam dan detil lagi mengenai strategi Humas HTI chapter UPI melalui Intellectual Meeting dalam rangka memperkenalkan, memahamkan, dan sama-sama menjalankan Khilafah untuk mengatur negara dan pemerintahan dari skup terkecil sampai terbesar secara islami sehingga pada akhirnya peneliti dapat melihat bagaimana strategi tersebut dikelola dari tahap awal hingga tahap akhir oleh Humasnya sehingga menjadi salah satu strategi jitu dalam mempersuasikan Khilafah.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah yang dimunculkan pada penelitian ini adalah : “Bagaimana Strategi Humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia Melalui Intellectual Meeting dalam Mempersuasikan Khilafah Kepada Pesertanya ? ”.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan bagian vital dari suatu penelitian yang berfungsi untuk mendiagnosa dan memberi arah yang sistematis mengenai indikator-indikator apa saja yang akan diteliti, sehingga peneliti bisa fokus mencari, mengolah, dan menganalisa data yang berkaitan dengan indikator yang telah ditentukan tersebut. Pada penelitian ini, peneliti menyusun identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana rencana humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya ?


(10)

2. Bagaimana manfaat humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya ?

3. Bagaimana pesan humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya ?

4. Bagaimana media humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya ?

5. Bagaimana tujuan humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya ?

6. Bagaimana strategi humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia Melalui Intellectual Meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya ?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian adalah untuk mencari data, mengolah, dan menganalisa mengenai strategi humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia Melalui Program Intellectual Meeting dalam Mempersuasi Konsep Khilafah kepada pesertanya.

1.3.2 Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui rencana humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya.


(11)

2. Untuk mengetahui manfaat humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya. 3. Untuk mengetahui pesan humas Hizbut Tahrir Indonesia

Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya. 4. Untuk mengetahui media humas Hizbut Tahrir Indonesia

Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya. 5. Untuk mengetahui tujuan humas Hizbut Tahrir Indonesia

Chapter Universitas Pendidikan Indonesia melalui intellectual meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya. 6. Untuk mengetahui strategi humas Hizbut Tahrir Indonesia

Chapter Universitas Pendidikan Indonesia Melalui Intellectual Meeting dalam mempersuasikan khilafah kepada pesertanya.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Menambah wawasan bagi kajian ilmu komunikasi khususnya konsentrasi humas dalam membuat strategi melalui program-program yang dapat menanamkan loyalitas Sumber Daya Manusianya (SDM) kepada institusi baik organisasi komersial seperti lembaga bisnis dan industri ataupun organisasi sosial seperti organisasi masyarakat (ormas) maupun institusi pendidikan.


(12)

 Memberikan informasi mengenai praktek komunikasi di lapangan yang merupakan bagian dari strategi Humas dalam membentuk opini publik dan persetujuan terhadap suatu pesan yang disampaikan kepada publik dalam Intellectual Meeting yang diselenggarakan oleh HTI chapter UPI.

1.4.2 Kegunaan Praktis  Bagi Peneliti

Peneliti berharap dapat menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dalam kajian ilmu komunikasi khususnya konsentrasi humas, disamping itu sebagai suatu media dan kesempatan yang baik untuk mempelajari ilmu agama Islam yang mana hal tersebut merupakan kewajiban bagi bagi setiap muslim.  Bagi Universitas

Peneliti berharap dapat memberikan aspirasi melalui penelitian ini kepada Unikom (Universitas Komputer Indonesia) mengenai teori dan praktek penelitian guna menjadi bahan pertimbangan untuk menjadi salah satu literatur dalam pengelolaan organisasi.

 Bagi Hizbut Tahrir Indonesia Chapter UPI

Peneliti berharap dapat memberikan informasi yang inovatif, objektif dan aplikatif dari hasil penelitian untuk dijadikan bahan masukan dalam menentukan strategi Humas yang lebih relefan dengan peserta kegiatan, sehingga khilafah tidak hanya sekedar


(13)

dianggap wacana, melainkan sebuah konsep yang memiliki daya tarik untuk diperkenalkan, dipelajari, didiskusikan, difahami, dan diaplikasikan sesuai dengan tuntunan syariah (hukum agama) sebagaimana prinsip dasar dari Hizbut Tahrir itu sendiri.

1.5 Kerangka Pemikiran 1.5.1 Kerangka Teoretis

Intellectual Meeting yang secara garis besar telah dijelaskan pada latar belakang penelitian layak dikategorikan sebagai peristiwa komunikasi. Pelaksanaan program tersebut telah memenuhi persyaratan dari unsur utama komunikasi yaitu penyaji tema yang berasal dari intern HTI chapter UPI dan pembanding dari luar institusi. Kedua unsur tadi berperan sebagai komunikator (encoder/sender), tema aktual yang menjadi pembahasan berkaitan dengan politik, ekonomi, agama dan tema lain yang menjadi message (pesan) yang dikomunikasikan, dan peserta yang mengikuti jalannya program, memperhatikan, bertanya, dan menyanggah pembahasan baik penyaji maupun pembanding berperan sebagai komunikan (decoder/receiver). Hal-hal tersebut mengindikasikan bahwa peristiwa komunikasi terjadi dalam intellectual meeting, mengutip definisi komunikasi menurut Onong Uchjana Effendi, adalah :

“Proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna

sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan, dan sebagainya, yang dilakukan seseorang kepada orang lain, baik langsung secara tatap muka


(14)

maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan atau perilaku.” (Effendi, 989 : 6 )

Berdasarkan definisi di atas, komunikasi mempunyai tujuan untuk mengubah baik sikap, pandangan ataupun prilaku dari komunikan, artinya komunikasi merupakan proses untuk mengubah diri komunikan, tidak semata-mata mengomunikasikan pesan belaka tanpa tujuan yang jelas. Hal ini dikuatkan oleh definisi komunikasi menurut Hovelan, Janis, dan Kelley sebagaimana dikutip oleh Muhammad : “Komunikasi adala proses individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk menguba tingka laku orang lain.” (Mu ammad, : )

Bidang dalam sebuah institusi, organisasi, perusahaan, partai dan lain sebagainya yang memiliki program kerja untuk mengomunikasikan visi, misi, dan tujuan institusinya kepada publik internal misalnya karyawan, anggota, dan kader dan mengomunikasikan kepada publik ekternal misalnya pemerintah, civitas akademika, dan masyarakat umum, adalah Publik Relation atau humas. Bidang inilah yang mempunyai andil besar yang bekerjasama dengan manajemen dalam menciptakan citra positif sebuah institusi guna mendapatkan pengakuan dan dukungan baik dari publik internal dan ekternal dalam mencapai visi dan misi yang telah dicanangkan institusi.

The British Institute of Public Relation memberikan definisi humas sebagai berikut : “Public Relation adalah memikirkan, merencanakan, dan


(15)

mencurahkan daya untuk membangun dan menjaga saling pengertian antara organisasi dan publiknya” (Ruslan, 8 : 8).

Mengomunikasikan dalam definisi di atas tentunya tidak satu arah, malainkan mengomunikasi organisasi kepada publik sekaligus mengomunikasikan publik kepada organisasi. Aspirasi publik terhadap organisasi juga harus didengar dalam rangka evaluasi eksistensi organisasi, apakah diterima atau ditolak publik, setelah diterima publik apakah berkembang, stagnan, atau bahkan turun.

Untuk lebih menguatkan peran Public Relation atau humas bekerjasama dengan manajemen, mengutip definisi Internasional Public Relation Association (IPRA) adalah sebagai berikut :

Public relation adalah fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerjasama, melibatkan manajemen dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen untuk menanggapi opini publik, mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam mengantisipasi kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang se at dan etis sebagai sarana utama.” (ibid)

Dalam mengomunikasikan partai politik kepada publik maupun publik kepada partai politik, tentunya dibutuhkan strategi yang sesuai untuk mencapai mutual understanding (saling memahami). Stategi tersebut dirancang oleh public relation atau humas melalui pertimbangan-pertimbangan yang disesuaikan dengan budaya dan perilaku publik agar strategi tersebut tepat guna, dengan kata lain strategi tersebut merupakan


(16)

upaya organisasi politik untuk bisa menyelaraskan dirinya dengan lingkungan.

Strategi menurut James Brian Quinn adala : “Pola atau rencana yang mengintegrasikan tujuan pokok, kebijakan, dan rangkaian tindakan sebua organisasi ke dalam satu kesatuan yang ko esif.” (Iriantara, 4 : 12). Pengertian strategi menurut Quinn di atas memberikan penegasan bahwa strategi berfungsi untuk menyelaraskan antara rencana dan tujuan dalam sebuah organisasi. Rencana dibuat semata-mata untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sekaligus meminimalisir kendala yang menjadi penghambat di lapangan.

Selaras dengan Quinn, Stainner dan Minner pun berpendapat bahwa harus terdapat kesamaan antara misi dan tujuan, sehingga dipandang perlu untuk mendapatkan perhatian dari implementasi dan pengendalian misi tersebut agar tidak terjadi distorsi dari tujuan awal. Pengertian tersebut sebagaimana dikutip Iriantara dalam Robson :

“Formulasi misi, tujuan, dan objektif dasar organisasi, strategi-strategi program dan kebijakan untuk mencapainya, dan metode yang diperlukan untuk memastikan bahwa strategi yang diimplementasikan untuk tujuan-tujuan organisasi.” (ibid. )

Pada prinsipnya pengertian strategi yang diajukan Porter tak jauh berbeda dengan dua pengertian di atas, meskipun beliau lebih mengkhususkan strategi dalam kompetisi bisnis. Namun tetap saja, dalam kompetisi tersebut diperlukan kesinambungan antara tujuan yang ingin dicapai dan kebijakan/rencana yang dibuat, kemudian adanya hubungan


(17)

erat dan seimbang antara organisasi dan lingkungannya agar hubungan keduanya tidak bekerja masing-masing. Lebih jelasnya Iriantara mengutip Porter dalam Robson, menjelaskan strategi sebagai :

“Formula berbasis luas mengenai cara bisnis bersaing, tujuan apa yang ingin dicapai, dan kebijakan apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Hakikat perumusan strategi yang kompetitif adalah mengaitkannya organisasi dengan lingkungannya”. (ibid. )

Peneliti mengutip juga definisi strategi menurut Ahmad S Adnan Putra, Presiden Institut Bisnis dan Manajemen Jayakarta, beliau memberikan batasan strategi sebagai : “Alternatif optimal yang dipili untuk ditempuh guna mencapai tujuan public relation dalam kerangka suatu rencana public relation.” (Ruslan, 8 : 34).

Tentunya tak sekedar strategi yang komprehensif dalam mencapai tujuan organisasi, teknik komunikasinya pun perlu mendapatkan perhatian agar dalam perjalanan mengaplikasikan strategi tersebut tak terbentur dengan cara penyampaiannya. Kekinian teknik komunikasi persuasif cukup diandalkan sebagai mediasi mempertemukan dua kepentingan antara organisasi dan publik tanpa ada salah satu yang mendominasi lainnya. Namun, bukan berati teknik komunikasi lainnya tidak penting, melainkan setelah melihat studi kasus, teknik komunikasi persuasiflah yang paling ideal untuk mengomunikasikan strategi.

Fungsi persuasif merupakan bagian dari teknik komunikasi. Mengelola sebuah organisasi secara koersif atau paksaan, tak selamanya


(18)

memacu produktifitas publik, alih-alih memacu produktifitas publik yang terjadi justru sebaliknya, resistensi publik. Kenyataan tersebut menginspirasi banyak pimpinan organisasi untuk mempersuasi publiknya dengan menjelaskan, mengajak, dan menganjurkan dari satu budaya organisasi ke budaya organisasi lainnya. Realitas ini dijelaskan Senjaya sebagai berikut :

“Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberinya perintah. Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pemimpin sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya. “ (Senjaya, 7 : 4. )

1.5.2 Kerangka Konseptual

Kader partai politik, anggota, dan simpatisan pada dasarnya adalah sumber daya manusia yang membutuhkan kenyamanan dalam berkomunikasi, tidak hanya aspirasi dan kritiknya yang ingin didengarkan juga kenyamanan pada saat memperhatikan dan berpartisipasi pada acara yang diselenggarakan oleh partai.

Kenyamaan tersebut harus diperhatikan oleh penyelenggara acara dalam upaya mengefektifkan proses komunikasi dan meminimalisir terjadinya noise (gangguan tak terencana). Tak terkecuali di HTI chapter UPI, faktor teknik dan non teknik harus juga diperhatikan agar tujuan dari intellectual meeting bisa dicapai.


(19)

Dalam upaya perencanaan, peranan humas mempunyai fungsi untuk mempersiapkan tema yang akan diangkat pada Intellectual Meeting, pembicara yang menguasai permasalahan dan melihat permasalahan sesuai dengan misi Hizbut Tahrir, pembanding yang bisa melihat permasalahan dari sudut pandang lain, tempat yang kondusif, sosialisasi acara dan lain-lain.

Manfaat Humas tentu sangat dibutuhkan dalam menyukseskan acara tersebut, tinggi rendahnya etos kerja Humas akan berimbas pada kondusif tidaknya Intellectual Meeting. Bagaimana tidak, disamping humas harus berkoordinasi ke dalam HTI Chapter UPI, juga harus berkoordinasi dengan pihak luar yang dilibatkan dalam acara tersebut.

Materi yang disampaikan oleh pembicara dari HTI Chapter UPI sebagai pesan tentunya tak bisa dilepaskan dari peran Humas, sehingga materi yang disampaikan cukup detil, argumentatif, dan islami sesuai dengan metode dakwah Hizbut Tahrir secara umum.

Ilustrasi pesan dalam bentuk video, gambar, rekaman suara dan sebagainya akan menguatkan pesan yang disampaikan secara konvensional melalui lisan (verbal). Pesan tersebut akan lebih mudah dipahami dan dicerna oleh komunikan manakala dilengkapi oleh ilustrasi yang menggambarkan pesan yang disampaikan. Dalam menyampaikan beragam ilustrasi tersebut tentu saja sangat membutuhkan sarana dan prasarana yang pada saat ini telah semakin modern untuk mendukunya, seperti


(20)

infokus, flipchart, OHP. Sarana dan prasarana tersebut, biasa digunakan oleh Humas HTI Chapter UPI untuk mendukung kekuatan pesan yang disampaikan pada Intellectual Meeting.

Metode dakwah atau komunikasi politik HTI Chapter UPI selalu diakhiri dengan solusi yang ditawarkan dari sudut pandang Islam. Tujuannya adalah memahamkan peserta bahwa Islam memang agama yang sanggup menyelesaikan beragam permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia ditengah arus kehidupan yang kian jauh dari nilai-nilai agama. Dalam memaksimalkan peran Islam tersebut harus didukung oleh sistem pemerintahan yang mendukung terselenggaranya negara agama, dan satu-satunya sistem pemerintahan yang bisa mendukung penuh terlaksananya adalah Khilafah. Maka konsep inilah yang senantiasa menjasdi acuan Humas Chapter UPI dalam melaksanakan setiap kegiatannya.

1.6 Pertanyaan Penelitian

I. Rencana 1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pertimbangan dalam melaksanakan Intellectual Meeting ?

2. Apakah faktor-faktor tadi pengaruhnya signifikan dalam pelaksanaan Intellectual Meeting ?

3. Apakah yang menjadi daya tarik Intellectual Meeting menurut Humas HTI Chapter UPI ?

4. Berapa lama persiapan sebelum melaksanakan Intellectual Meeting ?


(21)

II.Manfaat 1. Apakah fungsi Intellectual Meeting menurut Humas HTI Chapter UPI ?

2. Apakah indikasi keberhasilan dari pelaksanaan Intellectual Meeting ?

3. Sebanyak apakah fungsi Intellectual Meeting dalam menginformasikan Khilafah ?

III. Pesan 1. Apa saja tema Intellectual Meeting ?

2. Bagaimana menentukan tema Intellectual Meeting ? 3. Bagaimana proses menyusun materi yang akan

disampaikan pada Intellectual Meeting ?

4. Mengapa solusi yang ditawarkan dalam Intellectual Meeting dikaitkan dengan Khilafah ?

5. Apa saja kendalanya dalam menyampaikan materi pada Intellectual Meeting ?

IV. Media 1. Apa langkah yang ditempuh oleh Humas HTI Chapter UPI untuk menyosialisasikan Intellectual Meeting kepada publik ?

2. Media apa saja yang digunakan untuk mendukung terlaksana Intellectual Meeting ?

3. Bagaimana cara menanggulanginya jika sarana yang digunakan tidak berfungsi dengan baik ?

4. Bagaimanakah hasil Intellectual Meeting dipublikasikan ? V. Tujuan 1. Apakah Khilafah telah tersampaikan dengan baik dalam p

Intellectual Meeting ?

2. Apakah tujuan utama Intellectual Meeting hanya untuk mempersuasikan Khilafah ?

3. Berapa lama kira-kira waktu yang dibutuhkan untuk mempersuasikan Khilafah melalui Intellectual Meeting sehingga perserta tertarik untuk mengimplementasikan Khilafah ?


(22)

VI. Strategi 1. Bagaimana materi Intellectual Meeting disampaikan kepada seluruh peserta ?

2. Apakah program Intellectual Meeting adalah program unggulan HTI Chapter UPI ?

3. Apakah Humas HTI Chapter UPI akan terus mempertahankan program Intellectual Meeting ?

1.7 Subjek Penelitian dan Informan 1.7.1 Subjek Penelitian

Spradley menjelaskan subjek penelitian merupakan :

Social situation atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu : tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.” (Spradley dalam Sugiono, 2009 : 215).

Subjek penelitian atau situasi sosial pada penelitian ini adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) chapter Universitas Pendidikan Indonesia yang salah satu stategi Humasya adalah Intellectual Meeting dan ditujukan bagi anggota, simpatisan HTI, dan umum.

1.7.2 Informan

Penggunaan metode penelitian kualitatif memerlukan informan yang berkompeten dalam memberikan data yang akurat. Secara umum, Onong Uchyana Effendi menjelaskan informan (informant) adalah : “Seseorang yang memberikan informasi kepada orang lain yang belum mengeta uinya.” (Effendi, 989 : 77). Informan tersebut dalam penelitian


(23)

menjadi bagian penting yang akan memberikan informasi atau data yang berkaitan dengan subjek penelitian.

Pada dasarnya tidak ada batasan berapa jumlah informan yang dibutuhkan pada penelitian kualitatif, karena adakalanya sampel yang banyak mengurangi kedalaman analisa karena kompleksitas data yang diterima oleh peneliti. Inilah salah satu yang membedakan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif. Jika pada penelitian kuantitatif peneliti sebelum ke lapangan telah mengetahui sebelumnya berapa jumlah sampel yang akan diambil, sementara dalam penelitian kualitatif jumlah sampel sifatnya fleksibel, tergantung data seperti apa yang dibutuhkan oleh peneliti, itu akan membimbingnya untuk menentukan jumlah informan.

Tentu saja terdapat acuan dalam menentukan informan tersebut, oleh karena itu peneliti menggunakan teknik sampel purposif (purposive sampling). Lebih jelasnya adalah sebagai berikut :

“Secara umum orang merupakan unit sampel utama. Identifikasi terhadap satu sampel akan menentukan kriteria siapa-siapa yang termasuk (dan yang tidak termasuk) dalam riset ini. Ini tidak lain merupakan batasan-batasan antara mereka yang termasuk ke dalam riset, dan yang tidak termasuk didalamnya. Anggota sampel biasanya memiliki karakteristik dan pengalaman tententu yang penting bagi perkembangan riset.” (Daymon dan Holloway, 2008 : 247)

Untuk memperdalam analisa, perlu adanya pembatasan jumlah sampel, meskipun pada hakekatnya tergantung kepada kebutuhan peneliti terhadap data yang akan dianalisa. Disamping itu pada wawancara studi awal, partai politik yang akan diteliti yaitu HTI chapter UPI memberikan


(24)

lisensi kepada peneliti untuk menetapkan jumlah informan yang resmi hanya satu orang, yaitu Bapak Chandra Purna Irawan, S.Pd. yang menjabat sebagai humas HTI chapter UPI.

Hasil wawancara berupa pernyataan dan tanggapan dari pertanyaan yang diajukan, dianggap resmi dan representatif apabila berasal dari informan yang dimaksud. Sedangkan informan di luar yang telah ditentukan hanya berfungsi sebagai data sekunder.

1.8 Metode Penelitian

Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif sehubungan dengan hasil wawancara studi awal penelitian kepada Humas Hizbut Tahrir DPD1 (tingkat Provinsi Jawa Barat) bahwa hal yang jauh lebih penting dari pada membicarakan kuantitas atau jumlah anggota dan simpatisan (syabab) mereka adalah bagaimana syabab secara individu atau kolektif mempersuasikan khilafah kepada masyarakat yang ada di sekitarnya, maka peneliti berkesimpulan untuk bisa melakukan pendekatan ideal terhadap studi kasus yang peneliti ajukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Deacon menjelaskan :

“Metode kualitatif cenderung dihubungkan dengan dengan paradigma interpretif. Metode ini memusatkan pada penyelidikan terhadap cara manusia memaknai kehidupan sosial mereka, serta bagaimana manusia mengekspresikan pemahaman melalui bahasa, suara, perumpamaan, gaya pribadi, maupun ritual sosial.” (Deacon dalam Daymon dan Holloway, 2008 : 5)


(25)

Lebih jelasnya lagi mengenai gambaran aplikasi dari pendekatan kualitatif ini, seorang peneliti disyaratkan untuk melaksanakan beberapa kegiatan yang akan dijelaskan seperti di bawah ini :

“Mereka harus, pertama-tama, aktif terlibat didalamnya sebelum menafsirkan atau menginterpretasikan praktek itu. Keterlibatan di “lapangan” memungkinkan peneliti mampu mengonsep kenyataan dari sudut pandang orang-orang yang telibat di dalamnya. Dengan mengeksplorasi bukti sebelum melakukan penafsiran ter adap “realitas”, peneliti meyakini gagasan bahwa teori dan konsep muncul dari data, yang mereka hubungkan secara langsung dengan situasi tertentu yang tengah berlangsung secara alami. Dengan kata lain, apa yang Anda temukan di lapangan tidak ditentukan oleh teori atau model yang Anda temukan di literatur sebelum penelitian dimulai.” (Daymon dan Holloway, 2008 : 6-7)

Adapun metode deskriptif dijelaskan oleh Jalaludin Rakhmat sebagai berikut :

“Metode yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta dan karakteristik populasi tertentu secara faktual dan cermat.” (Rak mat, 997 : 5). Maka, pada penelitian ini, peneliti tidak mengajukan hipotesa terlebih dulu sebagai pegangan penelitian, seperti pada penelitian kuantitatif, melainkan temuan atau hasil penelitian adalah realitas yang terjadi di lapangan.

1.9 Teknik Pengumpulan Data

1.9.1 Wawancara Mendalam (Indeepth Interview)

Sebelum menjelaskan wawancara mendalam, perlu kiranya untuk diketahui terlebih dahulu pengertian wawancara,

”Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam metode survey melalui daftar pertanyaan yang diajukan secara lisan terhadap responden.” (Ruslan, 2004 : 23).


(26)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara tak terstruktur atau disebut juga wawancara mendalam (indeepth interview) yang ditujukan kepada humas HTI chapter UPI sebagai informan penelitian. Sebagai acuan pedoman wawancara, susunan pertanyaan telah disusun untuk mengarahkan pembicaraan, pertanyaan, dan waktu yang tersedia.

Teknik wawancara ini tidak menghalangi peneliti jika jawaban informan menimbulkan pertanyaan baru yang belum terdapat dalam susunan pertanyaan untuk lebih mempertajam, memperdalam, dan memperbanyak informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk dianalisa pada tahap selanjutnya. Teknik wawancara ini dijelaskan sebagai berikut :

”Wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pada saat wawancara, termasuk karakteristik sosial budaya (agama, suku, gender, usia tingkat pendidikan, pekerjaan, dsb.).” (Mulyana, 6 : 8 )

1.9.2 Observasi

Untuk mendapatkan informasi lebih komprehensif lagi mengenai strategi humas yang digunakan, peneliti juga mengamati lingkungan sekitar institusi untuk membandingkan dan mengklarifikasi antara apa yang informan sampaikan pada saat wawancara dengan kondisi yang real (sebenarnya) di lingkungan. Pengertian observasi


(27)

ditegaskan lagi secara detil mengenai operasionalnya sebagaimana Daymon dan Holloway jelaskan, yaitu :

“Observasi menyaratkan pencatatan dan perekaman sistematis mengenai sebuah peristiwa, artefak-artefak, dan perilaku-perilaku informan yang terjadi dalam situasi tertentu, bukan seperti yang belakangan mereka ingat, diceritakan kembali, dan digenerelasikan oleh partisipan itu sendiri. Metode-metode observasi jarang digunakan sendiri, tapi sering dikaitkan dengan

wawancara.” (Daymon dan Holloway, 2008 : 321)

1.9.3 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan teknik yang digunakan untuk mendapatkan gambaran serta informasi teoretis dengan membaca dan menelaah buku, kamus, surat kabar, undang-undang, dan lain-lain yang ada kaitannya dengan masalah yang akan diteliti, sehingga, didapatkan data-data yang dapat mendukung anilisis penelitian. Hal ini, sebagaimana dijelaskan oleh Supranto sebagai berikut :

“Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari data atau informasi melalui jurnal ilmiah, buku-buku referensi dan bahan-bahan publikasi yang tersedia di perpustakaan.” (Supranto dalam Ruslan, 2004 : 31)

1.9.4 Internet Searching (Pencarian Data di Internet)

Teknik pencarian data melalui internet dengan cara mengunjungi (visit) website yang sifatnya resmi atas nama organisasi yaitu http: //hizbut-tahrir.or.id, atau situs jejaring sosial yang sifatnya personal dan situs lain yang bisa memberikan informasi dari dunia maya.


(28)

Sebagai gambaran bahwa pencarian data di internet akan membantu peneliti dalam menemukan informasi yang lama dan baru, dijelaskan oleh Jack Febrian sebagai berikut :

“Pada tahun 1996, terdapat sebanyak 30.000 website. Perkembangan dan peningkatannya cukup menakjubkan, yaitu sebesar 200 % setiap 53 hari. Bisa sama-sama kita bayangkan, betapa kayanya informasi yang ada disana. Tiap website mempunyai ciri khasnya masing-masing. Hebatnya lagi, kita bisa mendapatkan berita-berita terkini tanpa harus menungggu Koran esok pagi, sehingga jika kita mengetahui informasi terkini, bukalah internet !”. (Febrian, 2005 : 25)

1.10 Teknik Analisa Data

Analisa data merupakan rangkaian kegiatan dari penelitian yang mengacu kepada penelaahan atau pengujian data secara sistematis dalam rangka menentukan bagian-bagian atau hubungan-hubungan data yang berasal dari subjek dan informan penelitian. Langkah-langkah peneliti dalam menganalisa data diawali dengan pengumpulkan data sebelum diintepretasikan dan disimpukan. Dengan kata lain, melalui proses berjenjang terlebih dahulu.

Hal ini senada dengan penjelasan Miles dan Huberman, mereka menjelaskan ada tiga tahap dalam kegiatan analisa data kualitatif. Adapun tahap-tahapnya sebagai berikut :

1.Data Reduction (Reduksi Data)

“Mereduksi data berarti merangkum, memili al-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah penelitian untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.” (Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2009 : 247)


(29)

2.Data Display (Penyajian Data)

“Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan men-display-kan data, maka amen-display-kan memudahmen-display-kan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut.” (ibid : 49)

3.Conclusion Drawing (Verfikasi/Penarikan Kesimpulan)

“Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masing remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, ipotesis atau teori.” (ibid : 53)

1.11 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.11.1 Lokasi Penelitian

Ada beberapa lokasi penelitian, mengingat program Intellectual Meeting tidak hanya dilaksanakan di satu tempat melainkan di beberapa tempat, sebagai berikut :

Tabel 1.1 Lokasi penelitian

No. Tempat Alamat

1. Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Gd PKM Lantai 1, Universitas Pendidikan Indonesia,

Jl. Setiabudhi no 229 Bandung 2. Kantin Fakultas Pendidikan

Matematika dan IPA (FPMIPA)

http://fpmipa.upi.edu, Universitas Pendidikan Indonesia,

Jl. Setiabudhi no 229 Bandung 3. Taman di Komplek Kampus UPI http://upi.ac.id,

Jl. Dr. Setiabudhi No. 229, Bandung 40154, Jawa Barat - Indonesia

Telp: +62-22-2013161/4 Fax: +62-22-2013651


(30)

1.11.2 Waktu Penilitian

Waktu penelitian yang akan dilakukan berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Program Studi Ilmu Komunikasi dan PR adalah dari bulan April sampai dengan awal bulan Agustus 2010. Untuk lebih jelasnya mengenai rincian jadwal penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2

Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

Kegiatan April Mei Bulan Juni Juli Agustus 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pengajuan Judul

Penulisan Bab I

Bimbingan

Sidang Usulan Penelitian

Penulisan Bab II

Bimbingan

Penulisan Bab III Bimbingan Penulisan Bab IV Bimbingan Penulisan Bab V Bimbingan Berita Acara Kelengkapan Sidang Daftar Sidang Sidang kelulusan


(31)

1.12 Sistematika Penulisan BAB. I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang penelitian, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data, populasi dan sampel penelitian, serta waktu dan tempat penelitian.

BAB. II Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini diuraikan teori-teori berdasarkan studi kepustakaan yang berkaitan dengan tinjauan tentang komunikasi, tinjauan tentang komunikasi organisasi, tinjauan tentang komunikasi politik, tinjauan tentang partai politik, dan teknik komunikasi persuasif.

BAB. III Objek Penelitian

Dalam bab ini berisikan gambaran umum tentang Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia, yakni meliputi sejarah singkat partai, sejarah HTI Chapter UPI, misi, visi, dan logo partai, struktur organisasi, struktur HTI Chapter UPI, job description, sarana dan prasarana. BAB. IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Analisis deskriptif identitas informan, analisis deskriptif hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian.


(32)

BAB. V Kesimpulan dan Saran

Meliputi kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian dan saran-saran yang penyusun ajukan kepada objek penelitian dan penelitian selanjutnya baik dari objek yang sama atau dari objek yang berbeda.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Komunikasi

2.1.1 Pengertian Ilmu Komunikasi

2.1.1.1 Pengertian Ilmu

Dewasa ini ilmu komunikasi semakin matang dan semakin diakui eksistensinya sebagai salah satu ilmu yang semakin dibutuhkan dalam segala bidang ilmu baik eksakta maupun non eksakta. Ilmu komunikasi secara akademik memang relatif lebih muda jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya yang telah lebih dulu diakui kemandirian dan fungsinya dalam kehidupan sehari secara teoretis maupun praktis.

Sebelum lebih dalam membahas ilmu komunikasi, ada baiknya pembahasan ini dimulai secara sistematis. Diawali dengan pengertian ilmu. Nazir berpendapat bahwa setiap pengetahuan adalah ilmu, artinya ilmu tersebut memiliki sifat general atau umum. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam pengertian ilmu di bawah ini : “Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematik, pengetahuan darimana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah umum.” (Nazir dalam Senjaya, 2007 : 1.10)


(34)

Sedikit lebih detil dari pada Nazir, Shepare berpendapat bahwa ilmu tidak sekedar umum atau general, disamping itu ada dua aspek lainnya yang tidak boleh dinafikan, yaitu adanya rasionalitas dan yang paling nampak adalah dapat disistematisasi. Aspek yang disebutkan terakhir nampaknya yang paling sering disebut sebagai ciri ilmu kekinian. Tambahan informasi oleh Shepere mengenai ilmu tergambar pada pengertian ilmu sebagai berikut : “Konsepsi ilmu pada dasarnya ada tiga : adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi, dan dapat disistematisasi.” (Shepere dalam Senjaya, 2007 : 1.10)

Hampir sama dengan pengertian ilmu yang diberikan oleh Shepere, hanya saja dalam pengertian ilmu di bawah ini, sifat-sifat ilmu semakin bertambah, yaitu interpretasi logis dimana setiap ilmu harus sesuai dengan akal pikiran dan interpretasi subjektif, tentu saja bukan kesewenang-wenangan interpretasi ini melainkan berlandaskan ilmu lainnya yang turut mendukung sistematisasi dari ilmu yang dimaksud. Untuk lebih jelasnya Schutz berpendapat bahwa pengertian ilmu adalah : “mencakup logika, adanya interpretasi subjektif, dan konsistensi dengan realitas sosial.” (Schutz dalam Senjaya, 2007 : 1.10)

Bidang filsafat melahirkan beberapa cabang ilmu, salah satunya adalah metodelogi yaitu tata cara penelitian yang logis untuk menuntun kepada suatu hasil penelitian yang benar dan diakui. Fenomena tersebut akan nampak jika kita memperhatikan pengertian ilmu dibawah ini yang memandang ilmu tidak dari sisi sifatnya melainkan sebagai salah


(35)

satu cabang ilmu pengetahuan sebagaimana tadi telah dijelaskan, yaitu : “Ilmu tidak hanya merupakan suatu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tetapi juga merupakan suatu metodologi.” (Tan dalam Senjaya, 2007 : 1.10)

Dari beberapa pengertian tentang ilmu yang telah dijelaskan, dapat kita mengambil kesimpulan sebagai berikut, ilmu pada dasarnya adalah pengetahuan tentang suatu hal, baik yang menyangkut alam (natural) atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berpikir. Pengertian ilmu dalam dunia ilmiah menuntut tiga ciri, pertama, ilmu harus merupakan suatu pengetahuan yang didasarkan pada logika. Kedua, ilmu harus terorganisasikan secara sistematis. Ketiga, ilmu harus berlaku umum. Meskipun hanya empat pengertian dijelaskan, namun secara prinsip jika memperhatikan pengertian ilmu yang lainnya, tidak akan jauh berbeda dari kesimpulan, sudut pandang yang berbeda lah yang membedakan sifat ilmu yang berfariasi.


(36)

2.1.1.2 Pengertian Komunikasi

Setelah membahas mengenai ilmu, maka pada sub judul ini akan mencoba membahas mengenai komunikasi yang pada saat ini sudah menjadi kata yang tidak asing lagi dalam kehidupan sehari. Untuk mengetahui penggunaan kata komunikasi itu telah sesuai kita gunakan atau belum, bisa disimak dari beberapa definisi sebagai berikut.

“Komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai paduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan, dan sebagainya, yang dilakukan sesesorang kepada yang lain, baik langsung tatap muka maupun tak langsung melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan dan prilaku. Berasal dari bahasa Latin communication yang berarti pergaulan, persatuan, peran, serta kerjasama, bersumber dari istilah communis yang berarti sama makna.” (Effendi, 1989 : 60)

Lambang, dalam hal ini bahasa/pesan yang disampaikan kepada orang lain menjadi bagian pokok dalam pengertian komunikasi di atas, lambang tersebut adalah isi dari komunikasi yang kemudian akan disampaikan melalui media baik tatap muka maupun menggunakan media lain sebagai perantara. Lambang tersebut jika sengaja disampaikan tentunya tidak sekedar beralih tempat dari komunikator kepada komunikan melainkan maksud dari penyampaian tersebut untuk merubah sesuatu dari komunikan sesuai dengan keinginan pembicara setelah adanya persamaan persepsi.

Kesadaran untuk mempengaruhi komunikan pesan dikuatkan lagi oleh Miller dalam pengertian komunikasinya, meskipun tidak


(37)

secara detil dijelaskan melalui media apa disampaikan pesan tersebut. Dalam hal ini cukup jelas bahwa tujuan komunikasi adalah mempengaruhi komunikan dengan pemikiran komunikator yang disampaian melalui pesan dalam situasi-situasi tertentu yang dapat mendukung penerimaan pesan tersebut, untuk lebih jelasnya pengertian komunikasi menurut Miller adalah sebagai berikut :

“Komunikasi sebagai situasi-situasi yang memungkinkan suatu sumber mentransmisikan suatu pesan kepada seseorang penerima dengan disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima.” (Miller dalam Mulyana, 2008 : 60 – 61)

Lain halnya dengan Tubb dan Mos, mereke lebih menitik beratkan komunikasi sebagai hasil dari interaksi dan transaksi kemudian menciptakan suatu makna-makna tertentu dari lambang yang mereka gunakan, makna tersebut berasal dari proses interaksi antara komunikator dan komunikan yang jumlahnya tak ditentukan dan melakukan interaksi dan transaksi dalam waktu tertentu sehingga melahirkan makna. “Komunikasi sebagai proses penciptaan makna antara dua orang (komunikator 1 dan komunikator 2) atau lebih.” (Tub dan Moss dalam Mulyana, 2008 : 65)

Beberapa pakar komunikasi mendefinisikan komunikasi sebagai proses karena komunikasi merupakan kegiatan yang ditandai dengan tindakan, perubahan, dan perpindahan. Terdapat kontinuitas dari setiap unsurnya.


(38)

Hampir sama dengan Tubb dan Moss, Wenberg dan Wilmot pun menerangkan bahwa komunikasi bertujuan untuk mencari makna dari pesan/lambang yang beredar diantara peserta komunikasi. Dalam proses pencarian makna tersebut tentunya akan membutuhkan waktu sampai kepada penetuan makna yang pas dan diakui oleh semua peserta komunikasi. “Komunikasi adalah usaha untuk memperoleh makna.” (Wenburg dan Wilmot dalam Mulyana, 2008 : 76)

Begitu juga dijelaskan oleh Robert dan Kincaid,

“Komunikasi adala suatu proses dimana dua orang atau lebi membentuk atau melakukan pertukaran informasi terhadap satu sama lain, yang pada gilirannya akan tiba kepada saling pengertian.” (Robert dan Kincaid dalam Cangara dalam Dewi, 2007 : 2)

Sebagai mahluk sosial tentunya manusia tak bisa lepas dari interaksi dan transaksi sosial. Pada interaksi dan transaksi tersebut dapat dipastikan terjadinya komunikasi baik disengaja maupun tidak disengaja dan pada gilirannya berbagi informasi akan terjadi dengan sendirinya. Sebagaimana dijelaskan oleh Byker dan Anderson : “Komunikasi (manusia) adalah berbagi informasi antara dua orang atau lebih.” (Byker dan Andrson dalam Mulyana, 2008 : 76)

Gorden menambahkan gagasan dan perasaan ikut serta dalam mendukung proses transaksi sosial dengan komunikasi sebagaimana dijelaskan oleh Byker dan Anderson, gagasan akan melahirkan


(39)

pesan/lambang yang beragam untuk disampaikan kepada komunikan sedangkan perasaan untuk membatu akal pikiran dalam menginterpretasikan pesan yang disampaikan komunikator, “komunikasi sebagai transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan.” (Gorden dalam Mulyana, 2008 : 76)

Pearson dan Neson dalam menjelaskan pengertian komunikasi pada prinsipnya tak jauh berbeda dengan Tub dan Moss dalam usaha memberikan makna pada komunikasi. Hanya saja dalam pengertiannya, pemahaman menjadi langkah awal dalam pemberian makna tersebut. Lebi jelasnya sebagai berikut “Komunikasi adalah proses memahami dan berbagi makna.” (Pearson dan Neson dalam Mulyana, 2008 : 76)

Pada hakikatnya komunikasi tak memiliki awal dan tak memiliki akhir, bahkan ketika peserta komunikasi (komunikator dan komunikan) telah berspisah, komunikasi masih bisa terus berjalan. Ini menjadi indikasi bahwa kontinuitas dan dinamika komunikasi akan terus berjalan seperti yang dijelaskan Ivy dan Backland sebagai berikut : “Komunikasi adalah proses yang terus berlangsung dan dinamis menerima dan mengirim pesan dengan tujuan berbagi makna.” (Ivy dan Backland dalam Mulyana, 2008 : 76)

Penekanan pengertian komunikasi, Book berbeda dengan Ivy dan Backland, jika mereka berdua lebih menitikbetratkan komunikasi pada kontinuitas dan dinamika, maka Book lebih menekankan pada


(40)

proses pengaturan lingkungan melalui penguatan sikap, dan untuk membentuk penguatan sikap tersebut ditempuh melalui komunikasi. Komunikasi yang menukarkan pesan secara seimbang dan efektif berdampak pada pengaturan lingkungan, sebagaimana dijelaskan Book : “Komunikasi adalah suatu pertukaran, proses simbolik yang menghendaki agar orang-orang mengatur lingkungannya dengan mengatur antar sesama manusia melalui pertukaran informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain serta berusaha merubah sikap dan tingkah laku itu.” (Book dalam Cangara dalam Dewi, 2007 : 2)

Tak ada definisi komunikasi yang komprehensif, semuanya tergantung dari latar belakang disiplin ilmu dan pengalaman. Hal tersebut identik dengan sudut pandang komunikasi sehingga melahirkan definisi yang sifat, skup, dan fungsinya berbeda. Keberagaman tersebut secara garis besar dijelaskan oleh Dewi, sebagai berikut :

“Komunikasi pada dasarnya dapat dipandang dari berbagai dimensi. Jika dipandang sebagai proses, komunikasi merupakan kegiatan pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara dinamis. Secara simbolik, komunikasi menggunakan berbagai lambang atau simbol yang dinyatakan dalam bentuk non verbal (isyarat, gerak, dan ekspresi) maupun verbal (bahasa lisan dan tertulis). Sementara sebagai sistem, komunikasi terdiri atas unsur-unsur yang saling bergantung dan merupakan satu kesatuan yang integratif.” (Dewi, 2007 : 3)


(41)

2.1.1.3 Pengertian Ilmu Komunikasi

Pengertian ilmu komunikasi yang dijelaskan oleh Berger dan Chafee memberikan 3 (tiga) pokok pikiran :

Pertama, objek pengamatan yang jadi fokus perhatian dalam ilmu komunikasi adalah produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang dalam konteks kehidupan manusia. Kedua, ilmu komunikasi bersifat ilmiah-empiris (scientific) dalam arti pokok-pokok pikiran dan dalam ilmu komunikasi (dalam bentuk-bentuk teori) harus berlaku umum. Ketiga, ilmu komunikasi bertujuan menjelaskan fenomena sosial yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang.” (Senjaya, 7 : . )

Berdasarkan definisi Berger dan Chafee serta uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya tentang ciri-ciri ilmu, dapatlah dikatakan bahwa ilmu komunikasi pada dasarnya ialah ilmu pengetahuan tentang peristiwa komunikasi yang diperoleh melalui penelitian secara sistematis, serta kebenarannya, diuji dan digenerelasikan.

Seperti telah dijelaskan, bahwa sistematis merupakan ciri ilmu yang paling nampak dalam manifestasi fungsinya, begitu pula dalam ilmu komunikasi, sistematisasi tersebut nampak pada perumusan prinsip-prinsip komunikasi yang menjadi esensi dari perkembangan dan pemanfaatannya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Hoveland :

“Ilmu komunikasi merupakan suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan perinsip-perinsip secara tegas, dan atas dasar perinsip-perinsip tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap.” (Hovland dalam Cangara dalam Dewi, 2007 : 2)


(42)

Berger dan Chafee mencoba untuk lebih merinci hal-hal yang diperoleh, diproses, dan ditampilkan oleh ilmu komunikasi yaitu lambang yang menjadi objek dari sistematika tersebut. Setelah lambang tersebut disistematisasi akan menghasilkan sebuah produk yang nantinya akan menjadi dasar analisa fenomena di lingkungan. Berger dan Chafee menjelaskan,

“Ilmu Komunikasi adalah ilmu pengetahuan tentang produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digenerelasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang.” (Berger dan Chafee dalam Senjaya, 2007 : 1.10)

2.1.2 Unsur Komunikasi

2.1.2.1 Komunikator

Pada pembahasan sebelumnya sudah di sebut-sebut peserta komunikasi yakni komunikator dan komunian. Namun, pengertian secara definitif mengenai peserta komunikasi tersebut baru akan dibahas secara rinci pada sub judul ini.

Inisiator komunikasi adalah komunikator, meskipun pada prakteknya komunikan pun akan berfungsi sebagai komunikator juga pada saat interaksi dan transaksi pesan dengan komunikator yang menginisiasi tadi. Oleh karena itu, supaya pembahasan kali ini sistematis sebagaimana ilmu komunikasi membahas permasalah


(43)

komunikasi, maka peneliti akan mulai membahas komunikator terlebih dahulu.

Effendi selain menegaskan bahwa komunikator adalah orang yang menyampaikan lambang/pesan yang tentu saja memiliki makna tersendiri yang akan diterjemahkan secara sadar maupun tidak sadar oleh komunikan, juga merinci mengenai apa saja yang biasa disampaikan oleh komunikator/penyampai pesan berupa ide, informasi, opini, kepercayaan, perasaan. Ini menggambarkan bahwa makna yang terkandung dalam pesan itu tak hanya satu. Komunikator akan menyampaikan pesan tersebut kepada komunikan dengan makna yang secara tersurat atau tersirat pada pesan. Hal tersebutlah yang akan menentukan arah pembicaraan selanjutnya dengan komunikan. Effendi menjelaskan bahwa komunikator adalah :

Communicator - Komunikator adalah orang yang menyampaikan lambang-lambang bermakna atau pesan yang mengandung ide, informasi, opini, kepercayaan, perasaan atau lainnya, kepada orang lain.” (Effendi, 2003 : 66)

Pada prinsipnya, Muhammad tak jauh berbeda dalam menjelaskan komunikator/penyampai pesan. Hanya saja beliau lebih menekankan kepada bahagimana proses yang terjadi sebelum komunikator menyampaikan pesan, dari mulai pemilihan kata, bahasa, dan makna yang akan termuat dalam pesan. Sementara pada realitanya, komunkasi tak salamanya seidealis itu, bahkan terkadang taken for granted (datang dengan sendirinya), inilah yang dinamakan komunikasi


(44)

tak disengaja. Sedangkan pengertian komunikator yang akan membuat komunikasi yang disengaja adalah sebagai berikut :

“Pengirim pesan adala individu atau orang yang mengirim pesan. Pesan atau informasi yang akan dikirimkan berasal dari otak si pengirim pesan. Oleh sebab itu sebelum pengirim mengirimkan pesan si pengirim harus menciptakan dulu pesan yang akan dikirimkannya. Menciptakan pesan adalah menentukan arti apa yang akan dikirimkan kemudian menyandikan/encode arti tersebut ke dalam satu pesan. Sesudah itu baru dikirim melalui saluran.” (Mu ammad, 2002 : 17)

2.1.2.2 Komunikan

Tak lengkap rasanya jika setelah membahas komunikator tak diikuti oleh pembahasan komunikan. Ada hal yang menarik ketika membahas kata komunikan itu sendiri. Sebab, dalam bahasa Inggris komunikan (communicant) bukanlah penerima pesan melainkan peserta komunikasi secara umum, baik komunikator atau komunikan disebut komunikan. Dalam hal ini terdapat sedikit perbedaan penggunaan istilah ilmu komunikasi di Indonesia dan ilmu komunikasi dalam bahasa Inggris. Sebagai penjelasan lebih lanjut, pengertian komunikan dalam bahasa Inggris adalah :

“Communicant adalah orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi, baik ia berperan sebagai komunikator maupun komunikan. Istilah komunikan dalam bahasa Idonesia bukan terjemahan dari istilah communicant bahasa Inggris, melainkan ciptaan ahli-ahli komunikasi Indonesia yang berarti penerima pesan komunikasi, untuk membedakannya dengan dengan komunikator sebagai penyampai pesan komunikasi.” (Effendi, 2003 : 60)


(45)

Maka, sebagai perbandingan istilah yang digunakan, peneliti menganggap penting untuk menyebutkan dan menjelaskan kata yang digunakan sebagai istilah dalam ilmu komunikasi yang menjelaskan tentang orang atau sekelompok orang yang menerima pesan, yaitu : “Communicatee (komunikati-komunikan) adalah seseorang atau sejumlah orang sebagai penerima pesan yang dilancarkan komunikator kepadanya.” (Effendi, 2003 : 60).

“Recipient – Komunikan ; Penerima adalah seseorang atau sejumlah orang sebagai suatu penerima pesan yang disampaikan kepadanya oleh komunikator.” (Effendi, 2003 : 307)

Perbedaan penggunaan istilah tersebut kiranya dapat difahami karena bahasa dan atmosfer perkembangan ilmu komunikasi yang berbeda. Yang penting adalah pada saat penyebutan komunikan bisa difahami maksudnya adalah penerima pesan dalam istilah komunikasi Indonesia, dan peserta komunikasi dalam bahasa Inggris.

Menganalisa dan menerjemahkan pesan sehingga difahami oleh dirinya adalah tugas dari komunikan, meskipun sebenarnya tugas ini terlalu teoretis, sebab dengan seringnya interaksi dan transaksi pesan dengan komunikator, tanpa disadari komunikasi yang efektif dimana pesan bisa sama-sama difahami akan berjalan sebagai mana biasanya. Hanya, memang secara mekanik, tugas dari komunikan adalah menganalisis dan menerjemahkan pesan, sebagaimana Muhammad


(46)

menjelaskan : “Penerima pesan adalah yang menganalisis dan menginterpretasikan isi pesan yang diterimanya.” (Mu ammad, 7 : 18)

2.1.2.3 Pesan

Pesan menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi. Efektif atau tidaknya komunikasi ditentukan pada pahamnya peserta komunikasi khususnya komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Pesan menjadi terasa sangat penting manakala perasaan terlibat didalamnya dalam menerjemahkan pesan komunikator, sebab dalam proses penerjemahan tersebut seringkali perasaan terlibat didalamnya. Seperti Effendi menjelaskan :

“Message – Pesan, suatu komponen dalam proses komunikasi berupa paduan dari pikiran dan perasaan seseorang dengan menggunakan lambang bahasa atau lambang-lambang lainnya disampaikan kepada orang lain.” (Effendi, 2003 : 224)

Sifat komunikasi membagi pesan menjadi dua bagian besar, verbal dan non verbal. Verbal artinya pesan yang disampaikan melalui lisan atau tulisan yang nampak sekali pada media massa, sedangkan non verbal adalal artinya pesan yang disampaikan tanpa melalui lisan atau tulisan, misalnya isyarat/kial. Pembagian pesan verbal dan non verbal lah yang menjadi penekanan Muhammad dalam menjelaskan definisi pesan, yaitu :

“Pesan adala informasi yang akan dikirimkan kepada si penerima. Pesan ini dapat berupa verbal maupun nonverbal. Pesan secara verbal dapat secara tertulis seperti surat, buku,


(47)

majalah, memo, sedangkan pesan secara lisan dapat berupa percakapan tatap muka, percakapan melalui telepon, radio dan sebagainya. Pesan yang nonverbal dapat berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi muka, dan nada suara.” (Mu ammad, : 7)

2.1.2.4 Saluran

Effendi menjelaskan pengertian pesan dari sudut pandang kondisi komunikan yang jauh atau jumlahnya banyak. Ini mengesankan bahwa media berbentuk alat bantu untuk menyampaikan pesan ketika kondisi medan komunikasi tak memungkinkan melalui pesan verbal atau non verbal. Media dalam arti alat bantu memang akan sangat penting pada saat pesan harus diketahui oleh komunikan yang jaraknya jauh atau jumlahnya banyak. Media tersebut lebih jelasnya Effendi jelaskan :

“Media bentuk tunggalnya Medio – Media, sarana yang dipergunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan pesan kepada komunikan, apabila komunikan jauh letaknya atau banyak jumlahnya atau kedua-duanya.” (Effendi, 2003 : 220)

Tak hanya alat bantu ternyata yang bisa menjadi media atau sarana-prasarana penyampai pesan, Muhammad menjelaskan bahwa gelombang, cahaya, suara pun bisa menjadi media dari pesan yang disampaikan. Tentu saja media lain pun ikut membantu, sebab media sifatnya temporer dan situasional. Maka disiniah komunikator harus cerdas dalam menetukan media apa yang paling relevan pada saat menghadapi komunikan dan siatuasi tertentu. Berikut beberapa contoh


(48)

media yang bisa membantu komunikator, sebagaimana Muhammad jelaskan :

“Saluran adalah jalan yang dilalui pesan dari si pengirim dengan si penerima. Channel yang biasa dalam komunikasi adalah gelombang cahaya suara dan suara yang dapat kita dengan. Akan tetapi alat dengan cahaya dan suara itu berpindah mungkin berbeda-beda. Misalnya jika ada dua orang berbicara tatap muka gelombang suara dan cahaya di udara berfungsi sebagai saluran. Tetapi jika pembicaraan itu melalui surat yang dikirimkan, maka gelombang surat dan cahaya yang memungkinkan kita dapat melihat huruf pada surat tersebut. Kertas dan tulisan itu sendiri adalah sebagai alat untuk menyampaikan pesan. Kita dapat menggunakan bermacam-macam alat untuk menyampaikan pesan seperti buku, radio, film, televisi, surat kabar tetapi saluran pokoknya adalah gelombang suara dan cahaya. Disamping itu kita juga dapat menerima pesan melalui alat indera penciuman, alat pengecap, dan peraba.” (Mu ammad, 2002 : 18)

2.1.2.5 Umpan Balik

Mengetahui efektif tidaknya suatu peristiwa komunikasi sebagaimana telah disinggung, akan bisa diukur dari umpan balik. Artinya, jika umpan balik sama seperti yang diinginkan komunikator, maka komunikasi tersebut efektif. Begitu pula sebaliknya. Effendi menilai bahwa umpan balik tak semata-mata diberikan komunikan kecuali komunikan telah menilainya baik secara langsung melalui lisan atau tulisan, maupun secara tidak langsung misalnya kerutan wajah menandakan komunikan tidak mengerti atas apa yang disampaikan komunikator. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan seperti di bawah ini, “Feedback – Umpan balik, Proses sampainya tanggapan komunikan


(49)

kepada komunikator, setelah komunikan menilai suatu pesan yang ditujukan kepadanya.” (Effendi, 2003 : 60)

Pengertian Muhammad mengenai komunikan tak jauh berbeda dengan Effendi bahkan cenderung mirip, dimana komunikasi efektif dapat diukur bila umpan balik sesuai dengan apa yang diinginkan oleh komunikator. Kemiripan tersebut nampak pada pengertian umpan balik dibawah ini :

“Balikan adala respons ter adap pesan yang diterima yang dikirimkan kepada penerima pesan. Dengan diberikan reaksi ini kepada si pengirim, pengirim akan dapat mengetahui apakah pesan yang dikirimkan tersebut diinterpretasikan sama dengan apa yang dimaksudkan oleh si pengirim. Bila arti pesan yang dimaksudkan oleh si pengirim diinterpretasikan sama oleh penerima berarti komunikasi tersebut efektif.” (Mu ammad, 2002 : 18)

2.1.3 Prinsip Komunikasi

Menurut Seiler, ada empat prinsip dasar komunikasi yaitu : 1) suatu proses, 2) suatu sistemik, 3) interaksi dan transaksi, dan 4) dimaksudkan atau tidak dimaksudkan. Masing-masing dari prinsip ini dijelaskan sebagai berikut

a. Komunikasi adalah suatu proses

“Komunikasi adalah suatu proses karena merupakan suatu seri kegiatan yang terus-menerus, yang tidak mempunyai permulaan atau akhir dan selalu berubah-ubah. Komunikasi juga bukanlah suatu barang yang dapat ditangkap dengan tangan untuk diteliti. Komunikasi menurut Seiler lebih merupakan cuaca yang terjadi dan bermacam-macam variable dan kompleks dan terus berubah. Komunikasi juga melibatkan suatu variasi saling berhubungan yang kompleks yang tidak pernah ada duplikat dalam


(50)

cara yang persis sama yaitu : saling hubungan diantara orang, lingkungan, keterampilan, sikap, status, pengalaman, dan, perasaan, semua menetukan komunikasi yang terjadi pada pada suatu waktu tertentu. Bila dilihat sepintas lalu suatu komunikasi mungkin tidak berarti, tetapi bila dipandang sebagi suatu proses, maka kepentingannya sangat besar. Misalnya : Suatu komunikasi yang hanya terdiri atas satu perkataan akan dapat memperlihatkan suatu perubahan. Perubahan itu mungkin terjadi langsung atau tidak langsung, bararti atau tidak berarti, tetapi semuanya itu terjadi sebagai hasil dari proses komunikasi. Jadi, komunikasi tersebut disamping berubah-ubah juga dapat menimbulkan perubahan.” (Seiler dalam Muhammad, 2002 : 19)

b. Komunikasi adalah suatu sistemik

“Komunikasi terdiri atas beberapa komponen dan masing-masing komponen tersebut mempunyai tugasnya masing-masing. Tugas dari komponen itu berhubungan satu sama lain untuk menghasilkan suatu komunikasi. Antara satu komponen dengan komponen lain saling berkaitan dan bila terdapat gangguan pada satu komponen akan berpengaruh pada proses komunikasi secara keseluruhan.” (Seiler dalam Muhammad, 2002 : 20)

c. Komunikasi adalah interaksi dan transasksi

“Yang dimaksud dengan istilah interaksi adalah saling bertukar komunikasi. Misalnya seseorang berbicara dengan dengan temannya mengenai sesuatu, kemudian temannya yang mendengar memberikan reaksi atau komentar terhadap apa yang sedang dibicarakan. Dalam keadaan demikian komunikasi bersifat transaksi. Jadi komunikasi yang tersaji diantara manusia dapat berupa interaksi dan transaksi.” (Seiler dalam Muhammad, 2002 : 20)

d. Komunikasi adalah dimaksudkan atau tidak dimaksudkan

“Komunikasi yang disengaja terjadi apabila pesan yang mempunyai maksud tertentu dikirimkan kepada penerima yang dimaksudkan. Tetapi apabila pesan yang tidak sengaja dikirimkan atau tidak dimaksudkan untuk orang tertentu untuk menerimanya maka itu dinamakan komunikasi tidak disengaja. Komunikasi yang ideal terjadi apabila seseorang bermaksud mengirimkan pesan tertentu terhadap orang lain yang ia inginkan untuk menerimanya. Tetapi itu bukanlah jaminan bahwa pesan itu akan efektif, karena tergantung faktor lain yang juga ikut berpengaruh kepada proses komunikasi. Kadang-kadang ada juga pesan


(51)

yang sengaja dikirimkan kepada orang yang dimaksudkan tetapi sengaja tidak diterima oleh orang itu.” (Seiler dalam Muhammad, 2002 : 21 – 22)

Deddy Mulyana menjelaskan lebih dalam dan detil lagi prinsip-prinsip komunikasi menjadi dua belas macam, termasuk didalamnya dibahas apa yang telah dibahas Seitel yaitu komunikasi adalah proses sistemik. Prinsip-prinsip tersebut adalah :

Prinsip 1 : Komunikasi adalah proses simbolik

“Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama, misalnya memasang berdera di halaman rumah untuk menyatakan penghormatan atau kecintaan kepada negara. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antar manusia dan objek (baik nyata ataupun abstrak) tanpa kehadiran manusia dan objek tertentu. Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dengan objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks, namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Representasi ini ditandai dengan kemiripan.” (Mulyana, 2008 : 92)

Prinsip 2 : Setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi

“Kita tidak dapat tidak berkomunikasi (we cannot not to communicate). Tidak berarti bahwa semua perilaku adalah berkomunikasi. Alih-alih komunikasi yang terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri. Cobalah Anda meminta seseorang untuk tidak berkomunikasi. Amat sulit baginya untuk berbuat demikian, karena setiap perilakunya punya potensi untuk ditafsirkan. Kalau ia tersenyum, ia ditafsirkan bahagia, kalau ia cemberut ia ditafsirkan ngambek. Bahkan ketika kita berdiam sekalipun, ketika kita mengundurkan diri dari komunikasi dari komunikasi dan lalu menyendiri, sebenarnya kita mengkomunikasikan banyak pesan. Orang lain mungkin akan menafsirkan diam kita sebagai malu, segan,


(52)

ragu-ragu, tidak setuju, tidak peduli, marah, atau bahkan malas atau bodoh.” (Mulyana, 2008 : 108)

Prisnsip 3 : Komunikasi punya dimensi isi dan dimensi hubungan “Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara non verbal. Dimensi ini menunjukan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu, dan bagaimana pesan itu ditafsirkan.” (Mulyana, 2008 : 109)

Prinsip 4 : Komunikasi berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan

“Komunikasi dilakukan dalam berbagai tingkat kesengajaan, dari komunikasi yang tidak disengaja sama sekali (misalnya ketika Anda melamun sementara orang memperhatikan Anda) sehingga komunikasi yang benar-benar direncanakan dan disadari (ketika Anda menyampaikan pidato). Kesengajaan bukanlah syarat untuk terjadinya komunikasi. Meskipun kita tidak sama sekali bermaksud menyampaikan pesan kepada orang lain, perilaku kita potensial ditafsirkan orang lain. Kita tidak dapat mengendalian orang lain untuk menafsirkan atau tidak menafsirkan perilaku kita.” (Mulyana, 2008 : 111)


(1)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji adalah kepunyaan Allah SWT. yang telah melimpahkan seluruh rahmat dan hidayah-Nya. Dia telah mencurahkan beragam nikmat yang tidak terhitung jumlahnya. Dialah yang berkehendak sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang diberi judul : Strategi Humas Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Universitas Pendidikan Indonesia Melalui Program Intellectual Meeting dalam Mempersuasikan Khilafah Kepada Pesertanya.

Dalam penyusunan skripsi ini, penyusun telah berusaha semaksimal mungkin untuk menggunakan data dan informasi yang detil serta akurat meskipun hasilnya tidak sesempurna yang diinginkan.

Pada kesempatan yang baik ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penyusun, Ibu Hj. Mur Murniati. Am. Keb dan Bpk. H. Toto Zaenudin, saudara-saudara penyusun, Hj. Gyan Puspa Lestari, Lc., H. Haris Muslim Zaelani, Lc., M.A. dan Friza Firman Hadi yang tak henti-hentinya memberikan dukungan moril dan materil. Merekalah mercusuar dan mozaik hidup bagi penyusun.

Penyusun juga tak lupa untuk menghaturkan terima kasih tak terkira kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu Yang Terhormat :


(2)

vi

1. Prof. J.M. Papasi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Komputer Indonesia (Unikom), semangatnya yang tak lekang oleh waktu menjadi inspirasi penyusun untuk selalu bersemangat.

2. Rismawaty, S.Sos., M.Si. selaku Ketua Program Studi (Kaprodi) Ilmu Komunikasi dan Public Relations yang telah berinisiatif memberikan pembekalan bagi rekan-rekan mahasiswa yang akan menyusun skripsi sehingga mendapatkan gambaran yang representatif.

3. Melly Maulin P., S.Sos., M.Si. selaku Dosen Wali sekaligus Dosen Pembimbing penyusun yang telah memberikan saran dan kritik yang konstruktif terutama motivasi untuk selalu bersemangat menyusun skripsi apapun kendala yang dihadapi.

4. Dosen-dosen IK dan PR : Drs. Manap Solihat, M.Si., Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si., Adiana Slamet, S.IP., M.Si., Sangra Juliano P.,S.I.Kom., Andi Nurul Huda, S.I.Kom., Inggar Prayoga, S.I.Kom. yang telah berbagi pengalaman beliau-beliau ketika menyusun karya tulis.

5. Astri Ikawati, Amd. Kom. dan Ferina Tanjung, S.Ds., yang telah membantu prosedur administrasi skripsi penyusun.

6. Chandra Purna Irawan, S.Pd. dan Faris Arkan selaku informan sekaligus pembimbing di lokasi penelitian yang telah memberikan kesempatan kepada penyusun untuk melakukan penelitian dan rela waktu luangnya tersita untuk membantu penyusun mendapatkan informasi.


(3)

vi

7. Lutfi Affandi, S.H. (Humas HTI Jawa Barat) dan Budi Mulyana, S.Ip (DPP HTI) yang telah menyediakan waktu bagi penyusun untuk studi pendahuluan. 8. UKMP BIRAMA-UNIKOM, Wiwi Kartiwi, Rany Madiah Sari, Teh Eli

Amhar Rahmah, Muhammad Habibi, AlFiyan Alayyubi, dan semua Biramania.

9. Staf HIMA Prodi IK & PR Priode 2008 – 2009, Taufik Muhtadi, Uci Yolanda, Yeriko Mendrova, Maria Iza (rekan Humas) dkk.

10.Sahabat-sahabat di IK3, Aditiya Prihartono, Aditia Farissi, Eki Ahmad Hidayat, Yusuf/Chonky, Popon Nurwitaningsih, Tri Lucyanti Sinurat, Cipta Triffianty, dkk. We will never walk alone

11.Rekan seperjuangan di IKH2, Tira Puji Rahmani, Yulia Triastuti, Nella Serviana, Vivin Gusnavianty, Yessiana Widyastuti, Nining Mutianingsih, Adelina Safrida Simangunsong dkk. serta semua rekan penyusun yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

12.LDK Ummi Unikom, Purwa, Zulmi, teh Shinta (Alhimjari), teh Cupi Fauziyah (Khansa), teh Lail Brichana Riani (Yumna Dzakirah) dkk.

13.PC. Pemuda Persis Margaasih, Al Ustadz Ahmad Hidayatulloh, Haris Munandar dkk. Terima kasih atas pengertian dan doanya selama proses penyusunan skripsi, ana muslimun qabla kulli syain

14.FLP Bandung, kang Dedi, kang Jaka dkk. Terima kasih atas pengertian dan doanya selama proses penyusunan skripsi, FLP Bandung, ”berjuang dengan


(4)

vi

menghabiskan puluhan lembar jika disebutkan satu-persatu, teriring doa yang hanya bisa penyusun berikan : Jazakumullahu khairan katsira (Semoga Alloh SWT. membalas dengan berlipat ganda), Amin.

Manusia berbeda dengan makhluk yang lainnya karena memiliki akal yang digunakan untuk selalu melakukan perbaikan diri. Manusia pun tak pernah lepas dari kesalahan, sayangnya terkadang kesalahan itu tak dapat dilihat oleh mata manusia itu sendiri. Penyusun berharap akan ada saran dan kritik tentang skripsi ini agar dapat dilakukan perbaikan lagi di waktu mendatang. Tak ada sesuatu yang diciptakan dengan sia-sia, begitupun skripsi ini karena besarnya harapan penyusun dapat berguna bagi civitas akademika Unikom khususnya bagi penyusun sendiri.

Bandung, Agustus 2010


(5)

(6)

ii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Karya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Ahli Madya, Sarjana, Master dan Doktor) baik di Universitas Komputer Indonesia maupun perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan penelitian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah dan dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dan jelas ditentukan sebagai acuan dalam naskah yang disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Peryataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia mempertanggung jawabkannya sesuai peraturan dan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Bandung, Agustus 2010

Demaz Fauzi Hadi NIM.41806104