maupun terpaksa. Dan sesungguhnya mereka apabila ber-bai`at kepada amir dan mengikat janjinya, mereka meletakan tangan-tangan
mereka di atas tangan amir-nya sebagai penguat janji, maka perbuatan itu menyerupai perbuatan si penjual dan si pembeli, kemudian disebut
bai`at masdar kata dasar dari kata ba`a dan jadilah bai`at itu dengan
menjabat tangan.” K aldun dalam Zakaria, : 35 Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa bai`at itu adalah
penyataan janji setia yang dinyatakan ole seseorang di depan “imam”
dengan berjabat tangan kalau dengan laki-laki sebagai penguat bahwa ia senantiasa akan patuh dan taat terhadap segala aturan dan ketentuan imam
selama tidak bertentangan dengan ketentuan agama.
2.5.6 Pengertian
Bai’at Khalifah
Setelah membahas bai`at secara umum, maka perlu kiranya dibahas mengenai bai`at secara khusus untuk memfokuskan pembahasan kepada
konsep khilafah dimana bai`at merupakan metode satu-satunya dalam mengangkat khalifah, karena pada pembahasan bai`at sebelumnya tidak
dijelaskan siapakan pemimpin yang akan di-bai`at tersebut. Istilah bai`at khalifah akan ditemukan dalam pembahasan ini, yaitu :
“Bai`at khalifah ialah bai`at atau janji setia kepada seorang khalifah, bahwa ia siap mendukung juga taat dan patuh kepada
kepemimpinannya, baik dukungan itu diucapkan secara langsung kepada khalifah atau secara tertulis. Hal ini sebagaimana yang terjadi
ter adap Abu Bakar As Syidiq.” Zakaria, 2000 : 55 Kontrak
bai’at mengharuskan Khalifah untuk bertindak adil dan memerintah rakyatnya berdasarkan syariat Islam. Dia tidak memiliki
kedaulatan dan tidak dapat melegislasi hukum dari pendapatnya sendiri yang
sesuai dengan kepentingan pribadi dan keluarganya. Setiap undang-undang yang hendak dia tetapkan haruslah berasal dari sumber hukum Islam, yang
digali dengan metodologi yang terperinci, yaitu ijtihad. Apabila khalifah menetapkan aturan yang bertentangan dengan sumber hukum Islam, atau
melakukan tindakan opresif terhadap rakyatnya, maka pengadilan tertinggi dan paling berkuasa dalam sistem Negara Khilafah, yaitu Mahkamah
Mazhalim dapat
memberikan impeachment
kepada khalifah
dan menggantinya.
Khalifah tidak ditunjuk oleh Allah, tetapi dipilih oleh kaum Muslim, dan memperoleh kekuasaannya melalui akad
bai’at. Sistem Khilafah bukanlah sistem teokrasi. Konstitusinya tidak terbatas pada masalah religi dan
moral sehingga mengabaikan masalah-masalah sosial, ekonomi, kebijakan luar negeri dan peradilan. Kemajuan ekonomi, penghapusan kemiskinan, dan
peningkatan standar hidup masyarakat adalah tujuan-tujuan yang hendak direalisasikan oleh khilafah. Ini sangat berbeda dengan sistem teokrasi kuno
di zaman pertengahan Eropa dimana kaum miskin dipaksa bekerja dan hidup dalam kondisi memprihatinkan dengan imbalan berupa janji-janji surgawi.
Secara histories, khilafah terbukti sebagai negara yang kaya raya, sejahtera, dengan perekonomian yang makmur, standar hidup yang tinggi, dan menjadi
pemimpin dunia dalam bidang industri serta riset ilmiah selama berabad- abad.
2.5.7 Ketentuan Bai`at Khalifah