117
bentuk gerak atau diubah menjadi lagu. Kemampuan sutradara untuk menemukan alternatif media ungkap puisi
sangat diperlukan. Bentuk gerak dan nyanyian hanyalah salah satunya. Jika sutradara menemukan bentuk ungkap lain, maka
hal tersebut harus diterapkan dengan baik demi mendukung harmonisasi. Banyaknya ragam media ungkap puisi membuat
pertunjukan menjadi kaya.
x Menghadirkan musik ilustrasi yang tepat. Musik pengiring merupakan unsur yang penting dalam teatrikalisasi puisi.
Dalam pementasan pembacaan puisi, seniman biasanya menambahkan musik pengiring. Usaha yang cukup berhasil ini
membawa puisi ke dalam dimensi yang lebih dalam dan itu membawa pengaruh kuat dalam pementasan. Usaha ini
kemudian dilestarikan para seniman sehingga dalam pentas baca puisi, kehadiran musik pengiring menjadi penting. Tanpa
musik pengiring, pertunjukan teatrikalisasi puisi menjadi hambar. Dengan alasan ini, maka sutradara harus mampu
memilih jenis karya musik yang tepat untuk mengiringi setiap adegan. Sutradara diharapkan bekerjasama dengan penata
musik, tetapi arahan utama atau gagasan pengadeganan tetap ada pada sutradara. Penata musik hanya
menerjemahkan kehendak sutradara ke dalam komposisinya. Selanjutnya sutradara memberi penilaian baik tepat tidaknya
komposisi tersebut dalam adegan.
4.3 Menurut Gaya Penyajian
Sejak sejarah kelahirannya, teater telah memunculkan berbagai macam gaya pementasan. Para seniman teater tidak pernah berhenti
menggali visualisasi artistik pementasan. Beberapa gaya pementasan yang dilahirkan ada yang bertahan hingga saat ini dan banyak yang tidak
lama bertahan. Gaya pementasan yang bertahan biasanya memiliki daya tarik yang kuat dan membuat seniman lain ikut melakukannya. Jika gaya
tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang lama oleh seniman berbeda dalam berbagai produksi, maka ciri-ciri dari gaya tersebut berubah
menjadi konvensi pakem. Pertunjukan teater yang menjalankan konvensi tertentu dengan ketat disebut sebagai teater konvensional.
Untuk membedakan, pertunjukan teater dengan gaya lain yang masih membuka kemungkinan pengembangan dan belum menetapkan
konvensi disebut sebagai teater non konvensional. 4.3.1 Konvensional
Mementaskan teater konvensional membutuhkan kecermatan dan kedisiplinan dalam menerapkan konvensi. Mentaati konvensi terkadang
tidak mudah karena kemungkinan bentuk pengembangannya menjadi
Di unduh dari : Bukupaket.com
118
sangat terbatas. Jika tidak hati-hati gagasan baru untuk pengembangan justru bertolak belakang dari konvensi yang ada. Banyak polemik lahir
mengenai ketaatan konvensi, terutama dalam teater tradisional. Hal ini biasanya berkaitan dengan penyebutan nama dan prasyarat yang
mengikutinya. Misalnya, untuk menyebut pertunjukan teater yang bernama ludruk maka aturan-aturan pertunjukan ludruk harus dipenuhi.
Di bawah ini adalah langkah-langkah yang bisa diterapkan sutradara yang ingin mementaskan teater konvensional.
x Memilih jenis teater konvensional. Banyak sekali jenis teater konvensional, terutama di Indonesia. Setiap teater tradisional
bisa disebut sebagai teater konvensional. Ludruk, randai, ketoprak, longser, lenong, wayang wong, semua dapat
digolongkan ke dalam teater konvensional. Di Asia terdapat noh, kyogen, bunraku Jepang, sandiwara bangsawan, mak
yong Malaysia, lakhon Thailand, Myanmar. Di Barat, semua teater sejak belum lahirnya realisme disebut teater
konvensional. Bahkan dewasa ini realisme dan beberapa gaya teater modern lain yang ciri-cirinya sudah melembaga
bisa disebut sebagai teater konvensional. Sutradara harus memilih jenis teater konvensional yang hendak dipentaskan
sesuai dengan kemampuannya.
x Memahami konvensi. Untuk mementaskan teater ini sutradara harus memahami dengan baik konvensi pakem yang ada.
Meskipun konvensi tersebut bersifat normatif tetapi pemberlakuannya ketat apalagi jika jenis teater tersebut telah
digolongkan sebagai teater klasik. Setiap jenis teater konvensional memiliki aturan yang berbeda. Misalnya, aturan
pertunjukan ludruk berbeda dengan randai, ketoprak, wayang wong, longser, dan lain sebagainya. Meskipun terdapat
beberapa unsur kesamaan tetapi ciri khas masing-masing jenis teater tersebut berbeda. Hal ini berlaku juga untuk teater
di Barat, jenis teater konvensional yang ada misalnya gaya presentasional klasik dan represantisonal realis memliki
konvensi yang sangat berbeda. Sutradara harus benar-benar memahami konvensi jenis teater konvensional yang dipilih.
x Dapat menjalankan konvensi dengan konsisten. Karena konvensi ini harus dilakukan, maka sutradara harus mau dan
mampu menjalankannya secara konsisten. Misalnya, dalam sebuah konvensi pemain harus menari ketika keluar-masuk
panggung maka sutradara diharuskan mentaatinya. Jika ada pemain yang tidak bisa menari, maka ia harus melatihnya atau
memanggilkan pelatih untuk mengajari menari. Jika sutradara putus asa dan memperbolehkan para pemain tidak menari
ketika keluar-masuk panggung, maka ia telah menyalahi konvensi dan bisa jadi menuai kritikan tajam dari para
pengamat dan pelaku teater konvensional.
Di unduh dari : Bukupaket.com
119
x Mampu bekerja dengan semua unsur dalam mewujudkan konvensi. Konvensi sebuah pertunjukan terkadang tidak hanya
menyangkut laku pemain, tetapi juga unsur pendukung lain, misalnya tata busana dan musik. Misalnya, dalam wayang
wong, tata rias-busana pewayangan meniru tokoh wayang dalam wayang kulit serta gamelan merupakan keharusan.
Oleh karena itu sutradara harus mampu bekerja dengan semua unsur yang menjadi prasyarat sebuah konvensi.
Biasanya dalam hal ini sutradara mengangkat beberapa penasehat untuk memberikan arahan dalam bidang-bidang
yang tidak dikuasai secara langsung dengan baik oleh sutradara. Menjaga konvensi sebuah pertunjukan sangat
berarti bagi pelestarian sebuah tradisi.
4.3.2 Non Konvensional Teater non konvensional memiliki kemungkinan yang sangat
terbuka bagi pengembangan artistik dan sudut pandang. Eksperimentasi sangat dimungkinkan. Pencobaan model penyajian, bentuk
pemanggungan, laku lakon sampai bentuk dan gaya akting dapat dikerjakan. Akan tetapi, semua harus disikapi dengan kreativitas artistik
yang positif. Di bawah ini beberapa hal yang dapat diperhatikan oleh sutradara yang hendak menyajikan pementasan teater non konvensional.
x Memahami dasar-dasar penciptaan teater. Dasar penciptaan teater baik secara teori dan praktik harus dikuasai oleh
sutradara. Dasar penciptaan selanjutnya dapat dijadikan pijakan untuk melahirkan kreasi artistik yang baru.
Pengetahuan yang perlu dipahami oleh sutradara adalah sejarah teater sampai munculnya kreasi-kreasi penciptaan
dalam teater. Hal ini penting karena kreativitas teater bisa dilahirkan dari berbagai rangsang dan imajinasi. Proses kreatif
seniman terkadang melahirkan kehendak kreatif bagi seniman yang lain. Oleh karena itu, mempelajari proses penciptaan
teater dari para tokoh teater adalah wajib. Banyak pekerja teater pemula yang merasa telah melahirkan gagasan kreatif
baru dan memplubikasikan karya tersebut secara luas, tetapi ketika ditelaah lebih teliti karya yang dikerjakannya adalah
pengulangan dari karya yang pernah dikerjakan oleh seniman sebelumnya. Keadaan ini sering terjadi karena faktor distribusi
informasi yang tidak baik dan sang pelaku tidak mau meningkatkan pengetahuannya.
x Kreatif. Sifat kreatif harus dimiliki oleh sutradara. Tawaran- tawaran kreatif harus mampu dilahirkan jika ingin menyajikan
bentuk pementasan yang baru dan menarik perhatian. x Inovatif. Jiwa inovasi atau mampu menciptakan yang belum
ada dan mengembangkan yang sudah ada wajib dimiliki.
Di unduh dari : Bukupaket.com
120
Melihat persoalan dari berbagai sudut pandang adalah cara yang paling mudah untuk menjelaskan proses inovasi. Dengan
melihat persoalan dari beragam sudut pandang, maka peluang-peluang kreasi yang belum tersentuh dapat digali.
Stanislawsky melakukan inovasi hebat dalam hal metode pemeranan demi mencapai tujuan artistik gaya realisme.
Grotowski melalui berbagai usahanya menyajikan pertunjukan dalam bentuk panggung yang kreatif dan provokatif sehingga
menarik minat penonton. Inovasi terbuka lebar bagi yang mau membuka pikiran.
x Merancang dan menjelaskan konsep pertunjukan secara menyeluruh. Gagasan dasar yang dimiliki harus dijelaskan
dalam sebuah konsep sehingga semua yang terlibat di dalamnya memahami. Dalam rancangan konsep, semua
pertanyaan yang timbul harus bisa dijawab. Misalnya, dalam sebuah pertunjukan, sutradara menghendaki semua
pemainnya melakukan gaya akrobatik dalam berakting, maka segala hal yang melatari lahirnya gagasan tersebut serta
tujuan dari pentas itu harus dijelaskan dengan jelas. Apa yang akan dicapai oleh sutradara secara artsitik, apa yang akan
ditawarkan kepada penonton melalui bentuk pertunjukan tersebut. Semua harus mampu dijelaskan sutradara sehingga
karya yang dihasilkan memiliki konsep yang kuat dan tidak hanya sekedar lain dari yang lain.
x Mewujudkan konsep melalui aktor dan seluruh unsur pendukung. Setelah menjelaskan dalam tataran wacana,
sutradara harus mampu mewujudkannya melalui para aktor dan unsur pendukung artistik yang lain. Misalnya, untuk
memenuhi tuntutan aksi akrobatik, sutradara memanggil pelatih sirkus dan melatih para aktor melakukan berbagai jenis
akrobat. Tata panggung dibuat sedemikian rupa sehingga mendukung aksi akrobat yang dilakukan. Tata busana pun
harus dirancang dengan baik agar tidak mengganggu aksi yang dilakukan. Semua unsur harus mendapatkan perhatian,
termasuk penataan adegan, pola dialog, blocking, ilustrasi musik, dan lain sebagainya. Semuanya harus diatur,
diarahkan, dan dijalin dengan memperhatikan harmonisasi. Banyak pertunjukan yang mencoba menawarkan sesuatu
yang baru, tetapi masih bersifat tambal sulam dan unsur- unsurnya tidak menyatu.
5. Blocking
Sutradara diwajibkan memahami cara mengatur pemain di atas pentas. Bukan hanya akting tetapi juga blocking. Secara mendasar
blocking adalah gerakan fisik atau proses penataan pembentukan sikap
Di unduh dari : Bukupaket.com