43
Sanggar Suroboyo. Di Semarang muncul Teater Lingkar. Di Medan muncul Teater Que dan di Palembang muncul Teater Potlot.
Dari Festival Teater Jakarta muncul kelompok teater seperti, Teater Sae yang berbeda sikap dalam menghadapi naskah yaitu
posisinya sejajar dengan cara-cara pencapaian idiom akting melalui eksplorasi latihan. Ada pula Teater Luka, Teater Kubur, Teater Bandar
Jakarta, Teater Kanvas, Teater Tetas selain teater Studio Oncor, dan Teater Kami yang lahir di luar produk festival Afrizal Malna,1999.
Aktivitas teater terjadi juga di kampus-kampus perguruan tinggi. Salah satu teater kampus yang menonjol adalah teater Gadjah Mada dari
Universitas Gadjah Mada UGM Yogyakarta. Jurusan teater dibuka di Institut Seni Indonesia ISI Yogyakarta pada tahun 1985. ISI menjadi
satu-satunya perguruan tinggi seni yang memiliki program Strata 1 untuk bidang seni teater pada saat itu. Aktivitas teater kampus mampu
menghidupkan dan membuka kemungkinan baru gagasan-gagasan artistik.
2.2.2.7 Teater Kontemporer Indonesia
Gb.31 Salah satu pementasan teater kontemporer Teater Kontemporer Indonesia mengalami perkembangan yang
sangat membanggakan. Sejak munculnya eksponen 70 dalam seni teater, kemungkinan ekspresi artistik dikembangkan dengan gaya khas
masing-masing seniman. Gerakan ini terus berkembang sejak tahun 80- an sampai saat ini. Konsep dan gaya baru saling bermunculan. Meksipun
seni teater konvensional tidak pernah mati tetapi teater eksperimental terus juga tumbuh. Semangat kolaboratif yang terkandung dalam seni
teater dimanfaatkan secara optimal dengan menggandeng beragam
Di unduh dari : Bukupaket.com
44
unsur pertunjukan yang lain. Dengan demikian, wilayah jelajah ekspresi menjadi semakin luas dan kemungkinan bentuk garap semakin banyak.
3. Unsur Pembentuk Teater
Dalam khasanah teater dewasa ini dapat disimpulkan unsur utama teater adalah naskah lakon, sutradara, pemain, dan penonton. Tanpa
keempat unsur tersebut pertunjukan teater tidak bisa diwujudkan. Untuk mendukung unsur pokok tersebut diperlukan unsur tata artistik yang
memberikan keindahan dan mempertegas makna lakon yang dipentaskan
3.1 Naskah Lakon
Salah satu ciri teater modern adalah digunakannya naskah lakon yang merupakan bentuk tertulis dari cerita drama yang baru akan
menjadi karya teater setelah divisualisasikan kedalam pementasan. Naskah Lakon pada dasarnya adalah karya sastra dengan media bahasa
kata. Mementaskan drama berdasarkan naskah drama berarti memindahkan karya seni dari media bahasa kata ke media bahasa
pentas. Dalam visualisasi tersebut karya sastra kemudian berubah esensinya menjadi karya teater. Pada saat transformasi inilah karya
sastra bersinggungan dengan komponen-komponen teater, yaitu sutradara, pemain, dan tata artistik.
Naskah lakon sebagaimana karya sastra lain, pada dasarnya mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema, plot, setting, dan tokoh. Akan
tetapi, naskah lakon yang khusus dipersiapkan untuk dipentaskan mempunyai struktur lain yang spesifik. Struktur ini pertama kali di
rumuskan oleh Aristoteles yang membagi menjadi lima bagian besar, yaitu eksposisi pemaparan, komplikasi, klimaks, anti klimaks atau
resolusi, dan konklusi catastrope. Kelima bagian tersebut pada perkembangan kemudian tidak diterapkan secara kaku, tetapi lebih
bersifat fungsionalistik.
3.2 Sutradara
Di Indonesia penanggung jawab proses transformasi naskah lakon ke bentuk pemanggungan adalah sutradara yang merupakan
pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater. Baik buruknya pementasan teater sangat ditentukan oleh kerja sutradara, meskipun unsur–unsur
lainnya juga berperan tetapi masih berada di bawah kewenangan sutradara.
Di unduh dari : Bukupaket.com