Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Institusi keluarga sebagai institusi terkecil dalam masyarakat, beberapa tahun terakhir ini dikatakan sebagai tempat paling rawan bagi munculnya tindak kekerasan terhadap perempuan. Banyak penyebab untuk ini diantaranya, menyebutkan bahwa laki-laki merupakan sumber konsep yang berbeda dengan perempuan. Laki-laki bersumber pada keberhasilan pekerjaan, persaingan dan kekuasaan, sementara perempuan bersumber pada keberhasilan tujuan pribadi citra fisik dan dalam hubungan keluarga. Konsep diri yang muncul dari model sosialisasi ini menyebabkan perempuan tidak berani menghadapi suaminya, sebaliknya si suami merasa mendapatkan kekuasaan penuh terhadap istrinya. 4 Kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri sering kali terjadi, faktanya satu dari tiga istri pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga. 5 4 Nawal El Saadawi, Perempuan Dalam Budaya Patriarki, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2001, halaman 2. 5 http:lib.atmajaya.ac.iddefault.aspx?tabID=61src=aid=210509, akses tanggal 18 Mei 2011. Ada anggapan yang tumbuh dalam masyarakat yaitu “rumah tangga adalah urusan pribadi dan yang terjadi didalamnya adalah bukan urusan orang lain”. Kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri menunjuk pada penganiayaan dan tindak kejahatan lainnya yang membuat hilangnya hak-hak dari istri. Kekerasan bukanlah sesuatu yang wajar dari kehidupan berkeluarga. Kalau seseorang diperlakukan secara kejam, seseorang tersebut kehilangan haknya atas ruang pribadi. Pada abad pertengahan sampai dengan permulaan abad IX kaum perempuan di dunia tidak mendapat kedudukan hak-hak yang layak dilindungi oleh hukum .Kaum perempuan disamakan dengan barang-barang yang hanya dimiliki kaum lelaki dan juga hanya sebagai pemuas nafsu. Problem inilah yang sampai saat ini menjadi suatu pemikiran untuk kajian ke depan. Tindak kekerasan dalam masyarakat sebenarnya bukan suatu hal yang baru. Kekerasan sering dilakukan bersama dengan salah satu bentuk tindak pidana , seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP misalnya pencurian dengan kekerasan Pasal 365 KUHP, perkosaan Pasal 285 KUHP dan seterusnya. Tindak pidana tersebut dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,sedangkan cara bagaimana kekerasan dilakukan atau alat apa yang dipakai masing-masing tergantung pada kasus yang timbul. Perbuatan tersebut dapat menimpa siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, dari anak- anak sampai dewasa. Namun yang menarik perhatian publik adalah kekerasan yang menimpa kaum perempuanistri, dimana pelaku dan korban berusaha untuk merahasiakan perbuatan tersebut dari pandangan publik . 6 Kekerasan adalah suatu kejahatan, kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri atau yang dikenal dengan kekerasan dalam rumah tangga domestic 6 Soeroso, hadiati moerti, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jakarta : Sinar Grafika 2010, halaman 1. violance adalah salah satu bentuk kejahatan terhadap perempuan yang banyak terjadi di masyarakat. Kekerasan domestik dalam rumah tangga yang dimaksud adalah setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin, berakibat pada kesengsaraan dan penderitaan-penderitaan perempuan secara fisik, seksual dan psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang ada di depan umum atau dalam lingkungan pribadi. 7 Posisi istri dalam keluarga tidak terlepas dari sistem sosial masyarakat yang melingkupinya, pembagian peran antara suami dan istri, tak urung, menempatkan istri dalam posisi rentan terhadap kekerasan. Dalam keluarga, Masih lemahnya sistem hukum yang berlaku di masyarakat merupakan faktor penyebab kekerasan terhadap istri. Isi aktual hukum dapat mempengaruhi perempuan, khususnya hukum perkawinan dan perceraian, perwalian anak, tanah dan pekerjaan. Hukum adat di suatu daerah sangat sering merupakan kekuatan menekan yang dahsyat bagi perempuan. Dalam sistem hukum adat, perempuan paling didiskriminasi karena hukum adat berurusan dengan hal-hak seperti hubungan keluarga, perkawinan, perceraian dan perwalian yang kerap kali menjadi isu sentral dalam kehidupan perempuan. Kekerasan terhadap istri selama ini tidak pernah didefinisikan sebagai persoalan sosial. Akibatnya nyaris mustahil bagi istri meminta bantuan untuk mengatasi kekerasan suaminya. Apalagi selubung harmoni keluarga telah mengaburkan soal kekerasan terhadap istri ini. 7 Ahmad Suaedy, Kekerasan Dalam Perspektif Pesantren , Jakarta: Grasindo, 2000 , halaman . 79-80. suami dianggap sebagai sentrum kekuasaan dan istri sekedar kanal kekuasaan suami. Istri berkewajiban menjaga harmoni dan tertib keluarga. Celakanya, ini tidak diletakkan dalam kewajiban yang setara. Istri harus menopang kesuksesan karir suami di wilayah publik dan privat. Karena itu, ia harus selalu bersikap lembut dan mengorbankan kepentingan pribadinya. Tidak sebaliknya bagi suami. Dalam bias androsentrik penglihatan bahwa laki-laki sebagai norma kemanusiaan, laki-laki mengaku dirinyalah yang memiliki kontrol atas dunia dan perempuan. Karena itu laki-lakilah yang berhak menentukan norma kehidupan dengan gaya kepemimpinan yang dirasanya akan mampu terus memperkokoh dominasi dan kekuasaannya. Andro sentrisme menciptakan dan pada akhirnya diperkokoh oleh struktur yang mendukung “pengesahan” perempuan sebagai korban tindak kekerasan. Persoalan muncul ketika suami tidak menghayati nilai cinta kasih yang sama dengan istri, rasa harga diri laki-laki sebagai kaum pemegang norma, membuatnya melihat keluarga sebagai lembaga pelestarian otoritas dan kekuasaannya, karena dalam lembaga keluargalah seorang laki-laki pertama-tama mendapatkan pengakuan akan perannya sebagai pemimpin. Laki-laki pelaku tindak pidana kekerasan mempertahankan daya kepemimpinannya terhadap keluarga dengan menggunakan kekuatan fisik untuk menundukkan perempuan. Keberlawanan titik pijak antara laki-laki dan perempuan terhadap kuasa dan kontrol kepemimpinan laki-laki sebagai kepala rumah tangga. 8 Penganiayaan terhadap Istri hakikatnya adalah perwujudan dari ketimpangan relasi kekuasaan antara laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat yang sering disebut sebagai ketimpangan gender, yang secara sosial menempatkan laki-laki lebih unggul dibandingkan dengan perempuan. Bahwa ketimpangan tersebut yang diperkuat oleh keyakinan sosial seperti mitos kepercayaan masyarakat jaman dahulu yang dianggap sebagai kebenaran, dan prasangka yang menumbuh suburkan praktik-praktik diskriminasi terhadap Ada satu hal yang terabaikan dalam ketidaksepadanan pola hubungan di atas, yaitu bahwa suami sebenarnya mempunyai tanggung jawab untuk memimpin to head dan mengasihi to love. Suami pelaku tindak kekerasan hanya menjalankan salah satu tanggung jawab saja, yaitu memimpin tanpa belas kasih, bertindak otoritas dan kejam. Sementara istri yang sebenarnya merupakan tanggung jawab tambahan, yaitu menerima apa gaya kepemimpinan suami. Menghadapi kekerasan suami, istri bahkan menjalankan praktek bisu dengan harapan kebisuan itu suatu saat mampu mengembalikan keluarga yang didambakannya sebagai tempat dimana ia bisa merajut masa depan bagi anak keturunannya. 8 Kajian Informasi Pendidikan dan Penerbitan Sumatera , Jurnalisme tidak Ramah Gender, KIPPAS ,Medan ,halaman .1. perempuan baik diranah domestik maupun publik. Dan penganiayaan yang mengakibatkan penderitaan perempuan baik secara fisik, mental maupun seksual. 9 Penganiayaan yang dilakukan suami terhadap istri adalah pelanggaran HAM terparah yang belum diakui oleh dunia. Penganiayaan terhadap istri yang juga merupakan masalah yang serius dalam bidang kesehatan karena melemahkan energi perempuan, mengikis kesehatan fisik dan harga dirinya. Disamping Dalam konteks kekerasan terhadap istri banyak akar kepercayaan yang berasal dari intepretasi ajaran agama yang mempertimbangkan bahwa kekuasaan suami adalah absolut terhadap istrinya, serta status subordinasi perempuan. Karena norma-norma ini orang cenderung tidak mengambil jalur hukum ketika mengalami penganiayaan dalam rumah tangga. Hubungan struktural antara suami istri menjadi prakondisi terjadinya kekerasan suami terhadap istri. Artinya struktur yang timpang dimana suami memiliki kekuasaan yang lebih besar, memungkinkan mereka untuk melakukan kekerasan terhadap istrinya. Sedangkan perilaku istri yang dianggap menimbulkan terjadinya kekerasan terhadap istri adalah Berurutan secara gradual dari tinggi ke rendah tidak menurut suami, melalaikan pekerjaan rumah tangga, cemburu, pergi tanpa pamit, suami mabuk, ngomel keras kepada anak. Adapun bentuk kekerasannya berupa peringatan dengan “kata keras”, membanting benda, memukul, dan mengucapkan kata “cerai”. 9 Ahmad Suaedy, Kekerasan Dalam Perspektif Pesantren , Jakarta: Gresindo , 2000 , halaman . 82. menyebabkan luka-luka, penganiayaan juga memperbesar resiko jangka panjang terhadap masalah kesehatan lainnya termasuk penyakit kronis, cacat fisik, penyalahgunaan obat dan alkohol. Seorang istri dengan riwayat penganiayaan fisik dan seksual juga meningkatkan resiko untuk mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit menular seksual PMS dan kesudahan kehamilan yang kurang baik. Berbagai kasus-kasus penganiayaan yang muncul cenderung dipungkiri, tidak diakui dalam konteks publik alias dilokalisir dan ditenggelamkan di wilayah privat dan personel. Sebagai contoh kasus penganiayaan dalam rumah tangga yakni penganiayaan terhadap istri andai kata terjadi penganiayaan maka masyarakat cenderung diam dan bersikap masa bodoh dengan menganggap bahwa hal tersebut adalah hal pribadi dan urusan rumah tangga orang lain, bahwa penganiayaan yang terjadi dianggap sebagai cara suami untuk mengendalikan dan memperlakukan istri semaunya sendiri sebagai perluasan kontinum keyakinan bahwa istri adalah hak miliki. Dengan memperhatikan fakta yang terurai di atas nampak bahwa penganiayaan dalam rumah tangga khususnya dalam hal ini penganiayaan yang dilakukan suami terhadap istri menunjukkan sifat kejahatan yang meluas dan berlangsung secara sistematik dan terpola. Artinya, kekerasan dalam rumah tangga kepada istri, sebetulnya dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan harus mendapatkan perhatian dan penanganan yang serius oleh negara. Berpijak pada kenyataan tersebut, jelaslah disini bahwa masih banyak perempuan menjadi korban dari tindak kekerasan kemusiaan. 10 Berdasarkan argumentasi tersebut, penulis tertarik untuk meneliti secara mendalam bagaimana solusi yang tepat untuk menghapus kekerasan dalam rumah tangga, faktor-faktor apa yang menyebabkan kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, bagaimana perlindungan hukum terhadap korban kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, dan sejauh mana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 memberikan sanksi terhadap pelaku kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri, dan hampatan-hambatan dalam penanganan kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri. Penulis sebagian bagian dari masyarakat dan mahasiswa yang sedang menekuni kajian hukum pidana, termotivasi untuk mengkaji dan membahas secara mendalam tentang topik tersebut dalam bentuk Menurut pengamatan penulis, kekerasan dalam rumah tangga setiap tahun semakin meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Di samping itu pula, hak asasi manusia khusunya perlindungan terhadap rumah tangga semakin diperjuangkan seperti munculnya kelompok kerja Convention Watch, Kompas Perempuan, Komnas HAM yang telah berupaya dan berjuang untuk menghapuskan bentuk-bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan dan mencari alternatif pemecahannya suatu tinjauan hukum dan lain-lain. Puncak perjuangan tersebut dengan ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 10 Mansour Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial, pergolakan ideologi LSM indonesia,Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2004, halaman. 17. skripsi yang berjudul : “KAJIAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH SUAMI TERHADAP ISTRI DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI”. B.Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas,dapat dirumuskan permasalahan skripsi ini sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan hukum tentang tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istri. 2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri. 3. Bagaimana upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri. Ketiga rumusan permasalah tersebut akan penulis uraikan secara mendalam pada pembahasan bab-bab berikutnya. C.Tujuan dan Manfaat Penulisan. 1.Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang tindak pidana KDRT yang di lakukan suami terhadap istri. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri. 3. Untuk mengetahui upaya penegakan hukum yang dilakukan terhadap tindak pidana kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri. 2.Manfaat Penulisan Sedangkan manfaat penelitian skripsi ini kiranya dapat memperluas wawasan dan sumbangan pemikiran kepada pembaca baik teoritis maupun praktis. A. Manfaat Teoritis, yaitu untuk menambah wawasan dan khazanah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum, khususnya hukum pidana. B. Manfaat Praktis, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap masyarakat bangsa dan negara pada umumnya,khususnya keluarga yang mengalami tindak kekerasan dalam lingkungan domestik. Sehingga mendapat perlindungan hukum dan menghilankan diskriminasi, serta perbudakan dalam rumah tangga. D.Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai masalah “Kajian Hukum Terhadap Tindak Pidana Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Suami Terhadap Istri Dalam Perspektif Kriminologi” ini belum pernah dibahas penulis lain dalam topik dan permasalahan yang sama. Dimana topik yang penulis kaji dalam skripsi ini dimotivasi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan melihat realita yang terjadi di masyarakat. Jadi penelitian ini disebut “asli”dan sesuai dengan asas-asas khazanah ilmu pengetahuan yaitu jujur, rasional, obyektif, dan terbuka. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah yang ditinjau secara yuridis. Sehingga penelitian ini dapat di pertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Tindak Pidana Kekerasan.