Perlindungan Teknis Jaminan Kesejahteraan Perusahaan Terhadap Karyawan
a. Penyediaan Alat Perlindungan Diri Alat-alat perlindungan diri, meliputi :
- Pakaian kerja
- Penutup mulut
- Masker
Untuk menghindari timbulnya bahaya kecelakaan kerja, maka pihak perusahaan telah berupaya semaksimal mungkin agar keselamatan kerja tetap
terjamin. Untuk itu berbagai cara telah ditempuh termasuk penyediaan alat- alat perlindungan diri yang harus dipergunakan oleh tenaga kerja pada waktu
menjalankan tugas-tugasnya, sehingga dengan demikian bahaya kecelakaan kerja akan dapat dihindari sekecil mungkin.
b. Adanya Alat Pengaman Dalam Peralatan Kerja. Peralatan kerja yang digunakan oleh CV Dhadi Agung untuk melakukan
kegiatan usahanya adalah mesin-mesin. Beberapa bagian tertentu dari mesin- mesin itu merupakan bagian yang berbahaya bagi manusia dan dapat
menimbulkan kecelakaan kerja. Oleh karena itu untuk mesin-mesin yang berbahaya disertai dengan alat pengaman yang terdapat pada mesin itu sendiri.
Perlengkapan pengaman mesin telah menjadi bagian integral dari mesin yang di buat. Artinya tiap mesin telah dilengkapi pengamannya.
c. Alat perlindungan diri Pencegahan kecelakaan selain diupayakan dengan pemasangan alat
pengaman pada beberapa bagian mesin, juga ada kalanya disertai dengan alat perlindungan diri yang dikenakan pada tubuh tenaga kerja. Penyediaan
perlengkapan perlindungan diri merupakan kewajiban perusahaan, sebagaimana diatur dalam pasal 14 sub c Undang-undang keselamatan kerja
sebagai berikut: “Pengurus diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma, semua alat
perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat
kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai atau ahli keselamatan kerja”.
Keselamatan kerja pada CV Dhadi Agung telah memenuhi persyaratan kerja yang telah ditentukan dalam pasal 86 Undang-Undang No. 23Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini selain berkaitan dengan penyediaan fasilitas di atas juga berkaitan dengan tempat kerja yang diberikan oleh
perusahaan. Mengenai pengadaan fasilitas atau sarana perlindungan diri CV Dhadi
Agung telah memenuhi kewajibannya dengan melengkapi alat perlindungan diri sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan tenaga kerjanya. Pada CV
Dhadi Agung terdapat beberapa fasilitas perlindungan diri yang telah tersedia di tempat kerja antara lain: penutup mulut, masker, kaos tangan.
Tenaga kerja yang ditimpa kecelakaan dapat berobat dan memperoleh perawatan di rumah sakit umum dengan biaya pengobatan yang ditanggung oleh
perusahaan.
D. Tanggung Jawab Perusahaan Terhadap Karyawan yang Mengalami Kecelakaan Saat Melakukan Pekerjaan
Obyek keselamatan kerja adalah segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara. Kesehatan kerja adalah bagian
dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental maupun sosial, sehingga memungkinkan dapat
bekerja secara optimal.
11
Keamanan dan keselamatan kerja harus diperhatikan semua pihak, terutama pengusaha yang mempimpin sebuah perusahaan yang membawahi tenaga kerja.
Setiap kecelakaan yang menimpa diri tenaga kerja akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan dalam banyak hal, misalnya.
12
1. Hilangnya jam kerja selama terjadi kecelakaan. 2. Pengeluaran biaya perbaikan atau penggantian mesin maupun alat-alat kerja.
3. Pengeluaran biaya pengobatan dan perawatan tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan.
Untuk mencegah timbulnya kecelakaan kerja perlu diambil usaha dan langkah pengamanan baik pengamanan fisik, ekonomis, maupun psikis. Usaha dalam langkah
pengamanan ini dalam praktek disebut program keamanan dan keselamatan kerja. Sebagai dasar hukum dibentuknya Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, khususnya pasal 10, yang berbunyi sebagai berikut:
13
11
Depnaker, Undang-undang Keselamatan Kerja, 1995. hal. 11.
1 2
Abdul Khakim, Pengantar Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 52
13
Ibid.
1. Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerja sama saling pengertian dan
partisipasi efektif dari pengusahapengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama dibidang keselamatan
dan kesehatan kerja dalam rangka melancarkan usaha berproduksi. 2. Susunan Panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja, tugas dan lainnya
ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja. Syarat-syarat pembentukan panitia pembina keselamatan dan kesehatan Kerja
adalah sebagai berikut : a. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja lebih dari 500 orang wajib
membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dengan jumlah anggota 12 orang. Jumlah tersebut terdiri 6 orang wakil unsur
pengusahapimpinan perusahaan dan 6 orang wakil tenaga kerja. Dan dua orang diantaranya sebagai sekretaris.
b. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja antara 100 orang sampai 500 orang wajib membentuk P2K3, dengan jumlah anggota 6 orang. Jumlah tersebut
terdiri dari 3 orang wakil unsur pimpinan perusahaan dan 3 orang wakil unsur tenaga kerja. Dan 1 orang diantaranya sebagai sekretaris.
c. Perusahaan yang mempunyai tenaga kerja 50 sampai 100 orang dengan: -
Tingkat bahaya yang tinggi wajib membentuk P2K3 dengan jumlah anggota sesuai dengan butir 7b.
- Tingkat bahaya yang rendah wajib mempunyai 1 orang ahli keselamatan
dan kesehatan kerja.
Adapun jumlah karyawan di CV Dhadi Agung berjumlah 64 orang dari berbagai bagian sehingga CV Dhadi Agung wajib membentuk P2K3. Tugas pokok Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu badan pertimbangan di tempat kerja ialah memberikan saran dan pertimbangan baik diminta maupun tidak
kepada pengusahapengurus tempat kerja yang bersangkutan mengenai masalah- masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Fungsi Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja ialah menghimpun dan menglah segala data dan atau permasalahan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja yang bersangkutan, serta mendorong
ditingkatkannya penyuluhan, pengawasan, latihan dan penelitian keselamatan dan kesehatan kerja.
14
Pembentukan Panitia Kesehatan dan Keselamatan diwajibkan di perusahaan.Tujuannya adalah peningkatan keselamatan melalui kerja sama bipartit,
yaitu pengusaha dan buruh. Panitia keselamatan harus memegang peranan dalam menciptakan saling pengertian dan kerja sama yang baik di antara pengusaha dan
buruh demi keselamatan. Sebagaimana dikemukakan, Panitia terdiri dari wakil-wakil pengusaha dan buruh. Wakil-wakil pengusaha harus meliputi staf yang erat bertalian
usaha dan buruh. Wakil-wakil pengusaha harus meliputi staf yang erat bertalian dengan soal keselamatan, pimpinan kelompok dan dokter perusahaan.
Pengusaha dan
atau pimpinan perusahaan melalui Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat memberikan pengertian dan kesadaran kepada semua
petugasnya tentang arti pentingnya pelaksanaan pencegahan kecelakan, kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja. Sebaliknya pihak tenaga kerja dapat pula
14
Ibid.
mengemukakan pendapatnya kepada pihak pengusaha dan atau pimpinan perusahaantempat kerja.
CV Dhadi Agung telah membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja P2K3 karena pihak perusahaan memandang sangat perlu
mengingat tingkat bahaya yang dapat ditimbulkan dalam proses produksi, sebagai perusahaan yang bergerak dalam industri pembuatan obat-obatan tradisional atau
jamu yang kegiatan kerjanya sebagian besar dilakukan pihak dalam pabrik. Oleh karena itu, pihak perusahaan CV Dhadi Agung membentuk sebuah Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja P2K3, yang fungsinya adalah menghimpun dan mengolah segala data dan permasalahan keselamatan dankesehatan kerja di tempat
kerja yang bersangkutan, serta mendorong ditingkatkannya penyuhulan, pengawasan, latihan dan penelitian keselamatan dan kesehatan kerja.
15
Kebutuhan rasa aman yang tidak terpenuhi sehingga mengakibatkan kecelakaan tenaga kerja pada saat bekerja perlu mendapat jaminan sosial kecelakaan. Jaminan
kecelakaan kerja merupakan jaminan yang diberikan kepada pekerja atau tenaga kerja yang mengalami kecelakaan saat pekerja. Adapun hak-hak yang diperoleh oleh
tenaga kerja dari perusahaan adalah: 1. Biaya pemeriksaan.
2. Biaya pengobatan . 3. Biaya perawatan.
4. Biaya rawat inap.
16
15
Sugiyarto, Op. Cit.
16
Ibid.
Telah dimengerti bahwa hubungan kerja menurut Pasal 1 ayat 15 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Hubungan kerja timbul karena adanya perjanjian kerja. Perjanjian
kerja adalah suatu perjanjian di mana pihak yang satu karyawan mengikatkan diri pada pihak yang lain perusahaan, selama waktu tertentu dengan penentuan upah.
Hubungan kerja antara karyawan dengan merupakan hubungan timbal-balik. Artinya, ada pihak yang menerima dan melakukan prestasi. Misalnya, pihak
pengusaha perusahaan menerima tenaga atau jasa karyawan, demikian juga sebaliknya buruh menerima upah atas tenaga yang dikeluarkan.
Dalam pelaksanaan hubungan kerja yang berupa pemenuhan hak dan kewajiban dari para pihak menimbulkan tanggung jawab bagi kedua belah pihak. Tanggung
jawab merupakan kewajiban menanggung segala sesuatunya atau kalau ada sesuatu hal yang merugikan dapat dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan. Perbuatan
pengusaha atau karyawan yang telah merugikan pihak bersangkutan dapat diperkarakan secara hukum. Tidak melaksanakan suatu prestasi secara humum
disebut wanprestasi. Wanprestasi yang berarti ketiadaan suatu prestasi dalam suatu perjanjian atau ketiadaan pelaksanaan janji berarti telah melanggar perjanjian yang
telah disepakati bersama. Tuntutan atau meminta ganti rugi dalam Perjanjian Kerja yang ditujukan oleh
pihak yang lalai dengan kewajibannya merupakan perlindungan hukum bagi pihak yang terlibat. Ini tertuang dalam Pasal 1243 KUH Perdata tentang pergantian biaya
yang lalai pada kewajiban, dengan bunyi lengkapnya: “Penggantian biaya, rugi dan
bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau
jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukan”.
Jadi, tanggung jawab memberikan perlindungan hukum pada pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi pada pihak yang membuat rugi pihak
lain. Tuntutan ganti rugi ini juga dapat dilakukan oleh pihak karyawan yang
mengalami kecelakaan kerja. Apabila perusahaan tidak memberikan kewajibannya untuk memberikan perawatan dan pengobatan kepada karyawan yang tertimpa
musibah, karyawan dapat menuntut ganti rugi atas biaya rumah sakit dengan berlandaskan pada Perjanjian Kerja yang telah ditandatangani dan peraturan yang
berlaku. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab
perusahaan CV Dhadi Agung kepada karyawan yang mengalami kecelakaan saat bekerja, antara lain:
1. Biaya pemeriksaan. 2. Biaya pengobatan .
3. Biaya perawatan. 4. Biaya rawat inap.
Apabila tanggung jawab tersebut tidak dilaksnakan oleh perusahaan, karyawan dapat menuntut ganti rugi. Ganti rugi yang diberikan perusahaan diselesaikan secara
kekeluargaan atau musyawarah dengan berdasar pada kesepakatan bersama.
E. Hambatan-hambatan yang Ditemui dan Cara Penyelesaian dalam Upaya Memberikan Perlindungan Kerja Pada Karyawan
Kewajiban-kewajiban yang dilakukan oleh CV Dhadi Agung tersebut di atas merupakan hak dari para buruh. Hak para buruh telah diterima, maka para buruh juga
harus memenuhi kewajibannya yang merupakan hak pengusaha. Kewajiban para buruh memberikan tenaga atau jasa kepada pengusaha sesuai
Pasal 85 ayat 2 dan 3 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu: 2 Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja atau karyawan untuk bekerja pada hari-
hari libur resmi apabila sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan
kesepakatan antara pekerjakaryawan dengan pengusaha. 3 Pengusaha yang mempekerjakan pekerjakaryawan yang melakukan pekerjaan
pada hari libur resmi sebagaiman dimaksud dalam ayat 2 wajib membayar upah kerja lembur.
Selain itu, karyawan juga wajib mentaati peraturan yang dibuat oleh pengusaha. Kewajiban buruh tersebut seperti datang tepat waktu dan melaksanakan kegiatan
kerja sesuai dengan peraturan yang dibuat oleh pengusaha. Selama ini pihak CV Dhadi Agung telah melaksanakan kewajiban-kewajiban
yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Seperti membayar upah sesuai UMR, memberikan keselamatan keselamatan kerja bagi buruh
dengan menyiapkan peralatan-peralatan saat buruh bekerja dan mengobatkan
karyawan yang sakit. CV Dhadi Agung juga telah melaksanakan kewajiban memberikan kesejahteraan bagi buruh dengan cara memasukkan ke Jamsostek.
Adapun pemenuhan kewajiban buruh ada sebagian kecil buruh yang melaksanakan tetapi tidak sesuai dengan isi perjanjian. Wanprestasi yang dilakukan
oleh buruh tersebut yaitu pihak buruh melaksanakan, tetapi tidak secara semestinya atau tidak sebaik-baiknya. Maksudnya ada sebagian kewajiban yang dilaksanakan
buruh ada juga yang tidak dilaksanakan oleh buruh. Seperti yang telah disebutkan dalam perjanjian. Tindakan wanprestasi dapat terjadi karena:
1. Kesengajaan 2. Kelalaian
3. Tanpa kesalahan tanpa kesengajaan atau kelalaian. Menurut Darmadi bahwa sebagian kecil karyawan yang melaksanakan
kewajiban tetapi tidak sebaik-baiknya tersebut karena lalai saat melakukan pekerjaan dan kurang disiplin buruh dalam bekerja. Lalainya buruh terjadi pada saat buruh
melakukan pekerjaan seperti buruh saat bekerja kurang konsentrasi sehingga mengakibatkan perusahaan menanggung kerugian. Buruh dalam bekerja tidak
disiplin, seperti masuk bekerja sering terlambat atau tidak masuk kerja tanpa pemberitahuan yang jelas.
17
Wanprestasi yang dilakukan pihak buruh termasuk wanprestasi karena kelalaian. Sesuai model wanprestasi bagi pihak yang tidak memenuhi prestasinya
dikatakan sebagai wanprestasi tidak sempurna memenuhi prestasi. Sebab pihak buruh telah memenuhi sebagian prestasi yang dilakukan yaitu melaksanakan pekerjaan,
prestasi yang lain belum dilaksanakan yaitu tidak tidak bekerja dengan baik. Bentuk
17
Darmadi, Kepala Produksi CV Dhadi Agung, Wawancara, 27 Agustus, 2006.
wanprestasi yang dilakukan oleh pihak buruh sebagai wanprestasi. Dikatakan wanprestasi tidak sempurna memenuhi prestasi ini mengacu pada pendapat
Kusumodihardjo yang menyatakan bahwa bentuk wanprestasi meliputi: 1. Wanprestasi berupa tidak memenuhi prestasi
2. Wanprestasi berupa terlambat memenuhi prestasi 3. Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi
4. Wanprestasi berupa melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Wanprestasi yang dilakukan oleh karyawan karena kelalaian yang merugikan perusahaan. Dalam hal ini CV Dhadi Agung meminta ganti rugi atas kelalaian pihak
karyawan merupakan konsekuensi atau resiko yuridis yang harus dipertanggungjawabkan oleh pihak yang lalai karyawan. Pengertian resiko ialah
kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh kejadian peristiwa dari kesalahan salah satu pihak. Menurut hukum pihak yang menderita karena barang
yang menjadi obyek perjanjian ditimpa oleh kejadian yang tidak disengaja atau lalai tersebut, maka pihak yang lalai diwajibkan memikul kerugian dinamakan pihak yang
memikul resiko atas barang tersebut.
18
Tuntutan ganti rugi oleh pihak CV Dhadi Agung merupakan tuntutan ganti rugi yang tetap, tak kurang dan tak lebih sesuai yang ditetapkan dalam perjanjian.
Tuntutan ganti rugi ini searah dengan bunyi Pasal 1249 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut:”Jika dalam suatu perikatan ditentukan, bahwa si yang lalai memenuhinya,
sebagai ganti-rugi harus membayar suatu jumlah uang tertentu, maka kepada pihak
18
Ibid.
yang lain tak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih maupun yang kurang dari jumlah itu”.
Tuntutan ganti rugi yang dilakukan oleh CV Dhadi Agung adalah tuntutan ganti-rugi tetap, sesuai dengan isi perjanjian dalam Pasal 1 ayat 2 dan telah
memenuhi perundang-undangan Pasal 1249 KUH Perdata. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa CV Dhadi Agung dalam kewajibannya
memberikan keselamatan kerja bagi karyawan sesuai Pasal 86 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Adapun cara yang dilakukan oleh Keselamatan kerja pada CV Dhadi Agung telah memenuhi persyaratan kerja yang telah ditentukan dalam pasal 86 Undang-
Undang No. 23Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini selain berkaitan dengan penyediaan fasilitas di atas juga berkaitan dengan tempat kerja yang diberikan oleh
perusahaan. Bagi karyawan yang tidak mentaati tata tertib atau kurang disiplin saat bekerja,
perusahaan memberikan peringatan secara lisan dan tertulis. Secara lisan dilakukan saat karyawan melakukan ketidakdisiplinan selama tiga kali. Apabila peringatan lisan
tidak diindahkan oleh karyawan, pihak perusahaan memberikan peringatan secara tertulis. Peringatan dua kali secara tertulis tetap tidak dipedulikan, perusahaan
mengambil tindak memecat karyawan yang tidak disiplin tersebut. Langkah perusahaan baik meminta ganti rugi dan memberikan peringatan yang
ada kemungkinan memecat karyawan dilakukan secara musyawarah. Sebab menyelesaikan masalah dengan cara musyawarah dapat menyelesaikan masalah
dengan baik dan masing-masing pihak dapat merasa puas.
Pada dasarnya penyelesaian masalah secara musyawarah adalah penyelesaian yang sangat sesuai dengan kultur bangsa Indonesia sebagai “orang timur”,
musyawarah sebagai kultur yang hidup dalam masyarakat dapat menyelesaikan permasalahan atau sengketa bisinis yang behubungan dengan untung dan rugi secara
ekonomis. Dalam hal penyelesaian masalah dengan cara musyawarah ini ada satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu: “Ada satu hal yang mungkin sangat sulit untuk
mewujudkan terciptanya musyawarah dalam suatu sengketa. Hal tersebut adalah para pihak pada umumnya menganggap remeh hal-hal kecil oleh satu pihak, tetapi
dianggap materil oleh pihak lainnya. Hal-hal atau masalah yang kecil apabila tidak segera diselesaikan, maka masalah kecil akan berakibat pada membesarnya masalah
sehingga terjadilah sengketa atau permasalahan yang tidak mungkin dapat diselesaikan dengan musyawarah”.
23
. Masalah kecil yang mungkin timbul dalam suatu perjanjian perlu mendapat
perhatian dan harus diselesaikan secepatnya, sebab berawal dari masalah kecil yang tidak terselesaikan akan mengakibatkan masalah besar yang mungkin tidak dapat
diselesaikan dengan jalan musyawarah. Dengan kata lain dalam penyelesaian masalah secara musyawarah dapat dipergunakan dengan memperhatikan masalah-masalah
kecil yang ada. Musyawarah yang dilakukan oleh perusahaan ditinjau dari sisi hukum pada asas
perjanjian termasuk asas itikad baik. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh pimpinan buruh yang mengatakan: “Dari awal semula usaha ini pertama kali
dilakukan pihak kami berdasar pada itikad baik. Itikad baik sebagai dasar usaha kami ini untuk membina hubungan dengan buruh untuk itu setiap permasalahan atau
23
Hasanuddin Rahman, Op. Cit. hal. 25
kesepakatan dalam perjanjian didasarkan atas mufakat”. Itikad baik diwaktu membuat suatu perjanjian berarti kejujuran. Orang yang beritikad baik menaruh kepercayaan
sepenuhnya kepada pihak lawan, yang dianggap jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk di kemudian hari dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan.
Itikad baik terdapat pada Pasal 1343 KUH Perdata; Pasal ini menunjuk pada itikat baik daripada pihak dalam perjanjian. Itikat baik sebagai salah satu dari syarat
sahnya perjanjian, keberadaannya tidak hanya pada saat pelaksanaan perjanjian saja, tetapi jauh sebelum itu, yaitu pada saat perjanjian akan dibuat Pasal 1338 ayat 3
KUH Perdata. Maka dengan menyelidiki maksud kedua belah pihak, dapat diketahui ada tidaknya itikat dari para pihak dalam perjanjian tersebut. Pasal 1338 KUH
Perdata menyatakan bahwa pada hakikatnya itikad baik ini bertujuan melindungi seseorang dari perbuatan-perbuatan para pihak yang terlibat dalam perjanjian
sehingga dapat terhindar dari kesulitan atau kerugian. Uraian di atas memberikan pemahaman bahwa dalam pelaksanaan sehubungan
hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kerja di CV Dhadi Agung antara perusahaan dengan buruh terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh buruh. Dalam hal
ini buruh tidak melaksanakan kewajiban dalam mentaati peraturan tidak sesuai dengan Pasal 65 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
BAB IV PENUTUP