PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH CV. NOVA FURNITURE KARANGANYAR

(1)

commit to user

i

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH CV. NOVA FURNITURE

KARANGANYAR

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan Untuk

Melengkapi Syarat-Syarat guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh :

YEKTI ZADYA NERI NIM. E1107086

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH CV. NOVA FURNITURE

KARNGANYAR

Oleh :

YEKTI ZADYA NERI E1107086

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Maret 2011 Dosen Pembimbing

Pius Triwahyudi,S.H.,MSi NIP. 195602121985031004


(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH CV. NOVA FURNITURE

KARANGANAYAR

Oleh :

YEKTI ZADYA NERI NIM E1107086

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari : Kamis

Tanggal : 07 April 2011

DEWAN PENGUJI

(1) Wasis Sugandha, S.H.,M.H :……….. Ketua

(2) Purwono Sungkowo Raharjo, S.H :…...……… Sekretaris

(3) Pius Triwahyudi,S.H.,M.Si :..………. Anggota

Mengetahui Dekan

Mohammad Jamin, S.H.,M.H NIP. 1961 0930 198601 1 001


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Yekti Zadya Neri

NIM : E1107086

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH CV. NOVA FURNITURE KARANGANYAR” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 31 Maret 2011 yang membuat pernyataan

Yekti Zadya Neri NIM. E1107086


(5)

commit to user

v ABSTRAK

YEKTI ZADYA NERI, E1107086.2011. PERLINDUNGAN HUKUM

TERHADAP PEKERJA DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH CV. NOVA FURNITURE KARANGANYAR. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas mengenai Perlindungan hukum terhadap pekerja dalam Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh CV. Nova Furniture Karanganyar jika di analisis menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai ketenagakerjaan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif. Ditinjau dari sifatnya maka penelitian ini bersifat penelitian preskriptif. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan. Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah dengan studi kepustakaan atau teknik dokumentasi, dengan menggunakan buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen dan wawancara. Teknik analisis bahan hukumyang digunakan adalah silogisme deduksi dengan interpretasi.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan Kesatu, alasan yang mendasari CV. Nova Furniture melakukan PHK karena Sdr. Setiawan dan Wiyono terbukti melakukan perjudian dan di pidana penjara selama 3 bulan penjara dan alasan PHK yang dilakukan CV. Nova Furniture sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Kedua, prosedur yang dilakukan oleh CV. Nova Furniture terhadap Wiyono dilakukan melalui perundingan bipartit di perusahaan, sedangkan prosedur PHK terhadap Setiawan melalui perundingan bipartit dan mediasi pada Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Karanganyar. Prosedur keduanya belum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebab tidak ada usaha dari pengusaha dalam menanggulangi PHK, dan Surat Keputusan PHK sudah dikeluarkan sebelum dilakukan perundingan.Jadi pekerja tidak memperoleh perlindungan dalam prosedur PHK yang dilakukan. Ketiga Kompensasi yang diberikan terhadap Setiawan dan Wiyono tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sehingga Wiyono tidak mendapatkan perlindungan hukum dalam hal pemenuhan kompensasi.


(6)

commit to user

vi ABSTRACT

YEKTI ZADYA NERY, E1107086.2011. WORKERS LAW PROTECTION ON

TERMINATION OF EMPLOYMENT BY CV.NOVA FURNITURE

KARANGANYAR. FACULTY OF LAW Sebelas Maret University.

The aim of the research is to know clearly about law protection toward the workers on termination of employment by CV.Nova Furniture Karanganyar whether analyzed using the labour act that on demand.

The research is a normative law research. Base on the characteristic it is prescriptive research. The research uses act approximation method. The law data used in the research are: primary law matter, secondary law matter, and tertiary law matter. The methods used to collect data in this research are library research and documentation technique, uses books, law act, documents and interview. The technique that used to analyze law matter is deductive syllogism with interpretation.

According to the research’s result and the explanation, the conclusions are: first: the basic reason CV. Nova furniture terminates the employees is because Setiawan and Wiyono have proved of gambling and become prisoner for 3 month and the termination of employment’s reason does by CV. Nova Furniture is based on regulation number 13 year 2003. Second: the procedure does by CV. Nova Furniture to Wiyono based on bipartite agreement and mediation on Karanganyar’s Social Department of Labuor and Transmigration. Both procedures are not appropriate with regulation number 13/2003 about human labour, because there is no effort from the owners to prevent termination of employment, and the letter of termination of employment has passed before the negotiation occurred. In the other words, the worker doesn’t have any law protection for termination of employment’s procedure. Third: the compensation which given both to Setiawan and Wiyono is not appropriates with the regulation number 13 year 2003 about human labour. Therefore, they do not get any law protection in the case of compensation’s fulfillment.

Keywords: law protection, worker, termination of employment


(7)

commit to user

vii

MOTTO

“ Berusaha dan Berdoa adalah kunci dalam meraih kesuksesan dan kemenangan”

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum kecuali mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”

~Q.S. Ar-Ra’d: 11~

Hati yang penuh syukur, bukan saja merupakan kebajikan yang terbesar, melainkan merupakan pula induk segala kebajikan yang lain.

~ Cicero~

Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan yang teguh.

~ Andrew Jackson~

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.


(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini Penulis persembahkan kepada:

©

Allah SWT, Tuhan Yang Esa, Yang Maha Berkuasa,dan Pencipta

Langit dan Bumi.

©

Teruntuk Bapak dan Ibukku Tercinta atas segala Kasih Sayang,

doa dan dukungan yang senantiasa diberikan.

©

Teruntuk Adikku Dheva tersayang atas segala doa dan dukungannya

yang senantiasa diberikan.

©

Pacarku Tercinta “Oktavihan Resti Handono” yang selalu

memberikan semangat, doa dan Pengorbanannya untukku.

©

Teruntuk Bapak Parno, Dik Tyas, Mbak Tina dan Mas Yoga

terimakasih atas doa dan dukungannya.

©

Sahabat-Sahabatku Tersayang :

Anis, Ibel, Rosy dan Kyky yang selalu menemani, memberikan

waktu, semangat, doa dan bantuaannya.

Semoga persahabatan kita tetap terjaga meski jarak memisahkan kita

©

Seluruh Teman-Teman Fakultas Hukum Uns Angkatan 2007 yang

tidak bisa saya sebutkan satu persatu, Semoga kelak kita menjadi

orang-orang sukses, berguna bagi nusa, bangsa serta agama.

Ammmiiiinnnn

©

Keluarga Besar “Griya Dicma” disinilah kita bersama menjadi suatu


(9)

commit to user

ix

©

Mbak Wulan, Mbak Jojo, Mbak Uwie, Mbak Yola, Mbak Ida,

Anis, Nindy, Hima, Mbak Lirih, Mbak Fafa, Mbak Rani, Mbak

Fetri, Uci, Nina, Ester, Wilis, Mbak Nita, Mbak Dewi, Mbak

Maya…

serta Mas Kris dan Mbak Kris

Semoga kita tetap menjadi keluarga yang utuh meskipun tak lagi

bersama

©

Semua saudaraku dan sahabat-sahabatku tersayang.


(10)

commit to user

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang tiada terkira terucapkan untuk Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunianya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rosulullah SAW.

Alhamdulilah atas terselesaikannya Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH CV. NOVA FURNITURE KARANGANYAR”.

Keberhasilan dan kesuksesan bukan hanya berasal dari kerja keras semata, melainkan kekuatan doa serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati Penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Moh.Jamin, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

2. Ibu Dr. I. Gusti Ayu Ketut RH, S.H,M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta; 3. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M. Si., selaku Pembimbing skripsi yang telah

memberikan waktu, bimbingan, ilmu, pengarahan dan kesabarannya kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini;

4. Ibu Adriana Grahani F, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik;

5. Bapak Harjono,S.H.,M.H selaku Ketua Program Non Reguler, yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingannya selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum;

6. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H, yang telah memberikan waktu, masukan dan saran dalam penentuan judul Penelitian Hukum ini;

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan pengetahuan secara umum dan ilmu hukum khususnya kepada Penulis sehingga dapat dijadikan bekal dalam penulisan skripsi ini dan semoga dapat Penulis amalkan dalam masa depan Penulis;


(11)

commit to user

xi

8. PPH Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang berkenan memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian serta menyelesaikan penulisan hukum ini.

9. Staff Tata Usaha dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang berada di bagian transit,perpustakaan,pendidikan,pengajaran dan bagian-bagian lain, terimakasih atas bantuan serta pelayanannya;

10.Bapak Pimpinan CV. Nova Furniture Karanganyar atas kesempatan yang diberikan kepada Penulis untuk melakukan penelitian dan membuka kesempatan kepada Penulis untuk mengetahui tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh CV. Nova Furniture Karanganyar;

11.Bapak Steven selaku Operating General Manager atas sambutan, kerjasama, penjelasan serta bantuannya dalam memperoleh data mengenai Penulisan Hukum ini sampai selesai;

12.Bapak dan Ibuku Tercinta yang telah membimbingku dengan penuh kesabaran dan kasih sayang yang tulus. Tiada pernah ada pengorbanan yang besar dari yang pernah kalian berikan selama ini. Doa, cinta, dan ridho bapak dan ibu menjadi kekuatan dan semangat terbaik dalam menjalani hidup ini;

13.Oktavihan Resti Handono, yang telah memberikan semangat, doa, dan bantuannya dalam penyusunan penulisan hukum ini;

14.Sahabat-sahabatku Anis, Bellinda, Rosy, Anis, & Kiki yang telah memberikan semangat, doa, dan bantuannya dalam penyusunan penulisan hukum ini;

15.Keluarga Besar “Griya Dicma”, mbak Jojo, mbak Uwie, mbak Yola, mbak Ida, Nindy, Hima, mbak Lirih, mbak Fafa, mbak Rani, mbak Fetri, Uci, Nina, Ester, Wilis, mbak Nita, mbak Dewi, mbak Maya serta mas kris dan mbak Kri;

16.Teman-temanku di Fakultas Hukum UNS angakatan 2007 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, semoga kita semua menjadi orang yang sukses;

17.Teman-teman magang di BPN Karanganyar, Arina, Tika, dan Windha, semoga kita semua menjadi orang yang sukses;


(12)

commit to user

xii

18.Almamaterku, seluruh para penghuni Fakultas Hukum UNS yang beragam, yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan dan pengalaman yang indah dan membuatku sangat bersyukur bisa mengenal kalian semua;

19.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu tersusunnya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini terdapat banyak kekurangan, untuk itu Penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat memperkaya penulisan hukum ini. Semoga karya tulis ini mampu memberikan manfaat bagi Penulis maupun para pembaca.

Surakarta, April 2011


(13)

commit to user

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERNYATAAN iv ABSTRAK INDONESIA... v

ABSTRAK INGGRIS…... vi

HALAMAN MOTTO... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... xiii xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan Penelitian... 8


(14)

commit to user

xiv

E. Metode Penelitian... 9

F. Sistimatika Skripsi... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 15

A. Kerangka Teori... 15

1. Tinjauan Tentang Hubungan Kerja………... a. Pengertian Hubungan Kerja………... b. Pengertian Perjanjian Kerja... c. Perjanjian Kerja Bersama………... 15 15 16 22 2. Tinjauan Tentang Pemutusan Hubungan Kerja... 24

a. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja... 24

b. Dasar Hukum Pemutusan Hubungan Kerja……….. 24

c. Jenis Pemutusan Hubungan Kerja………. 26

d. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja………. 34

e. Kompensasi PHK 35 B. Kerangka Pemikiran... 43

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 38

A. Hasil Penelitian……… 45

1. Deskripsi CV. Nova Furniture……… 45

2. Alasan Yang Mendasari CV. Nova Furniture Melakukan PHK……… 53


(15)

commit to user

xv

3. Prosedur Pelaksanaan PHK Oleh CV. Nova

Furniture………. 57

4. Cara dan Pemenuhan Kompensasi Oleh CV. Nova Furniture………. 63

B. Pembahasan……….... 67

1. Alasan Yang Mendasari CV. Nova Furniture Melakukan PHK 67 2 Prosedur Pelaksanaan PHK Oleh CV. Nova Furniture………. 69

3 Cara dan Pemenuhan Kompensasi Oleh CV. Nova Furniture……… 75

BAB IV PENUTUP... 86

A. Simpulan... 86

B. Saran-saran... 87

DAFTAR PUSTAKA... 88


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1 Tabel Hak-hak Pekerja yang di PHK dikaitkan………..39

dengan alasan PHK

Tabel 2 Tabel Jadwal Kegiatan Mediasi………...62

Gambar 1 Kerangka Pemikiran………43


(17)

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Surat Ijin Penelitian

Lampiran II Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran III Risalah Perundingan Bipartit Pengusaha dan Pekerja

Lampiran IV Persetujuan Bersama

Lampiran V Surat Keputusan Pemutusan Hubungan Kerja No. 004/SPHK/XII/09 dan Surat Keputusan Pemutusan Hubungan Kerja No. 021/XII/HRGA/NF/2009

Lampiran VI Surat Permohonan Mediasi Nomor 324/DPC/FSP KEP/ I/01

Lampiran VII Anjuran Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Karanganyar Nomor 560/260. 4

Lampiran VIII Risalah Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial


(18)

commit to user

xviii BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam dalam hidupnya. Untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja, baik bekerja yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Seperti yang di ungkapkan dalam jurnal Internasional yang berjudul Termination for Incompetence yang menyatakan bahwa:

Work is one of the most fundamental aspects in a person's life, providing the individual with a means of financial support and, as importantly, a contributory role in society. A person's employment is an essential component of his or her sense of identity, self-worth and emotional well-being. Accordingly, the conditions in which a person works are highly significant in shaping the whole compendium of psychological, emotional and physical elements of a person's dignity and self respect. (Janice Payne, Shane Sawyer, Barrister & Solicitor, Student-at-law, Nelligan O’Brien Payne Nelligan O’Brien Payne.Jurnal.2004:4)

Maksud dari jurnal internasional di atas menjelaskan mengenai arti dari pekerjaan, jadi yang dimaksut dengan Pekerjaan adalah salah satu aspek yang paling fundamental dalam hidup seseorang, salah satu cara yang digunakan seseorang untuk mencari penghasilan dan memberikan kontribusi yang besar kepada masyarakat, pekerjaan seseorang merupakan komponen penting dari rasa identitas, harga diri dan kesejahteraan emosional. Oleh karena itu, dengan bekerja dapat membentuk seluruh ringkasan martabat dan harga diri.

Pekerja menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan yang dimaksud dengan pemberi kerja adalah pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pada Jurnal Internasional yang berjudul “Termination of Labor Contracts and Unfair


(19)

commit to user

xix

kerja atau pengusa. Menurut jurnal tersebut yang dimaksud dengan pengusaha adalah :

“According to the Labor Code, the employer’s representative is any person acting in the establishment on behalf of the employer and is the one who is in charge of the administration of the work, the establishment as well as the enterprise.” (Levent Akint. Jurnal.Vol.25.2005:566)

Menurut jurnal internasional di atas yang dimaksud dengan pengusaha/ pemberi kerja adalah setiap orang yang bertindak dalam pendirian perusahaan yang biasa disebut dengan majikan dan orang yang bertanggung jawab atas administrasi pekerjaan. Hubungan antara pekerja dengan pemberi kerja atau pengusaha secara yuridis, pekerja adalah bebas karena prinsip di negara Indonesia tidak seorangpun boleh diperbudak maupun diperhamba, namun secara sosiologis pekerja ini tidak bebas karena pekerja sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup yang lain selain tenaganya. Terkadang pekerja dengan terpaksa menerima hubungan kerja dengan pengusaha meskipun memberatkan bagi diri pekerja itu sendiri, lebih-lebih lagi pada saat ini banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan definisi hubungan kerja, yaitu “hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”.

“Obyek hukum dalam hubungan kerja tertuang di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan kesepakatan kerja bersama/ perjanjian kerja bersama. Kedudukan perjanjian kerja adalah di bawah peraturan perusahaan, sehingga apabila ada ketentuan dalam perjanjian kerja yang bertentangan dengan peraturan perusahaan, maka yang berlaku adalah peraturan perusahaan”. ( Asri Wijayanti, 2009:40)

Sebelum terjadi hubungan kerja, biasanya antara pengusaha atau pemberi kerja membuat sebuah perjanjian yang berhubungan dengan hak dan kewajiban masing-masing dalam melaksanakan hubungan kerja. Perjanjian yang dimaksud adalah


(20)

commit to user

xx

perjanjian kerja, di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 pada Pasal 1 dijelaskan mengenai parjanjian kerja. Jadi yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah “perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”.

“Obyek dalam perjanjian kerja, yaitu hak dan kewajiban masing-masing secara timbal balik yang meliputi syarat-syarat kerja atau hal lain akibat adanya hubungan kerja. Syarat-syarat kerja selalu berkaitan dengan upaya peningkatan produktivitas bagi majikan dan upaya peningkatan kesejahteraan oleh buruh”.(Asri Wijayanti, 2009:40) Masalah ketenagakerjaan yang terpenting adalah soal pemutusan hubungan kerja atau biasa yang kita kenal dengan istilah PHK. Berakhirnya hubungan kerja bagi pekerja berarti kehilangan mata pencaharian yang berarti pula permulaan masa pengangguran dengan segala akibatnya , sehingga untuk menjamin kepastian dan ketenteraman hidup bagi pekerja seharusnya tidak ada pemutusan hubungan kerja .

Seperti telah kita ketahui bahwa kasus Pemutusan Hubungan Kerja yang melibatkan pihak pengusaha dengan pihak tenaga kerja banyak terjadi di berbagai perusahaan. Apabila Pemutusan Hubungan Kerja sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku maka hal itu bukan merupakan suatu masalah, misalnya saja pada awal krisis moneter terjadi perampingan tenaga kerja pada perusahaan sehingga banyak tenaga kerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja, hal ini dimaksudkan agar pengeluaran perusahaan tidak terlalu besar karena harga kebutuhan mengalami kenaikan akibat krisis moneter itu.

Meskipun PHK merupakan hal yang wajar dalam dunia ketenagakerjaan, pelaksanaannya tidak semudah yang dibayangkan karena di dalamnya masih ada berbagai macam kepentingan (dalam pengertian positif). Selain itu, tata caranya pun membutuhkan waktu, biaya, dan tenaga (pikiran). Oleh karena itu, PHK harus merupakan upaya terakhir yang dilakukan. Itulah sebabnya, pengusaha, pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar tidak terjadi PHK seperti pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja,


(21)

commit to user

xxi

dan memberikan pembinaan kepada pekerja. Namun dalam kenyataannya membuktikan bahwa pemutusan hubungan kerja tidak dapat dicegah seluruhnya. Jika segala upaya telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maksud PHK tersebut wajib dirundingkan oleh pengusaha dan pekerja/serikat pekerja. Dalam hal perundingan benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat mem-PHK dengan pekerja setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (PPHI).

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (25) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 pengertian pemutusan hubungan kerja yaitu :

”Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berkhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha”.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Untuk beberapa ketentuan, diperlukan adanya Penetapan dari lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial untuk sahnya PHK tersebut, namun terdapat juga ketentuan jenis PHK yang tidak memerlukan ketentuan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

“Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.”( Asri Wijayanti. 2009:6)

Pemerintah telah menetapkan kebijakan dibidang ketenagakerjaan yang dirumuskan dalam Undang No. 13 Tahun 2003. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur dan merata baik materiil maupun spiritual.


(22)

commit to user

xxii

Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam penjelasannnya, yaitu :

”Asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional, khususnya asas demokrasi Pancasila serta asas adil dan merata. Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan dengan berbagai pihak yaitu antara pemerintah, pengusaha dan pekerja/ buruh. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dalam bentuk kerja sama yang saling mendukung”.

Tenaga kerja memliki peran dan kedudukan yang penting sebagai pelaku dalam mencapai pembangunan. Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dan kemitraan. Oleh karena itu, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa pembangunan Ketenagakerjaan bertujuan untuk:

1. memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;

2. Mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;

3. memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan dan;

4. meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

Perlindungan pekerja dari kekuasaan pengusaha terlaksana apabila peraturan-peraturan dalam bidang perburuhan yang mengharuskan atau memaksa majikan bertindak seperti dalam perundang-undangan tersebut benar dilaksanakan semua pihak karena keberlakuan hukum tidak dapat diukur secara yuridis saja, tetapi juga diukur secara sosiologis, dan filosofis.

Peraturan perundang-undangan yang ada ditujukan untuk pengendalian. Baik pemberi pekerja maupun yang diberi pekerjaan, masing harus terkendali atau


(23)

masing-commit to user

xxiii

masing harus menundukkan diri pada segala ketentuan dan peraturan yang berlaku, harus bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan masing-masing sesuai dengan tugas dan wewenangnya, hingga keserasian dan keselarasan akan selalu terwujud. ”Perlindungan hukum dalam pemutusan hubungan kerja yang terpenting adalah menyangkut kebenaran status pekerja dalam hubungan kerja serta kebenaran alasan PHK. Alasan yang dipakai dasar untuk menjatuhkan PHK dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu, alasan yang diizinkan dan alasan yang tidak diizinkan untuk di- PHK.” ( Asri Wijayanti. 2009: 167)

PHK selalu memiliki akibat hukum, baik bagi pengusaha maupun bagi buruh/ pekerja sendiri. Akibat hukum dimaksud adalah bentuk pemberian kompensasi upah kepada pekerja yang hubungan kerjanya diputus oleh pengusaha. Upah merupakan salah satu perwujudan riil dari pemberian kompensasi. Bagi pengusaha, upah adalah perwujudan dari kompensasi yang paling besar diberikan kepada pekerja. Apabila PHK tidak dapat dicegah atau dihindari, maka pekerja yang di PHK oleh majikan sesuai dengan alasan yang mendasari terjadinya PHK akan mendapatkan uang pesangon, penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian. Kesemuanya itu dimaksudkan berfungsi sebagai jaminan pendapatan.

Sehubungan PHK memiliki dampak yang sangat kompleks dan cenderung menimbulkan perselisihan, maka mekanisme dan prosedur PHK diatur sedemukian rupa agar pekerja tetap mendapatkan perlindungan yang layak dan memperoleh hak-haknya sesuai dengan ketentuan.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa pemerintah memberikan perlindungan terhadap pekerja yang mengalami PHK, perlindungan ini diwujudkan dengan adanya peraturan-peraturan yang dibuat untuk melindungi hak-hak pekerja yang di PHK. Oleh karena itu pengusaha sebagai salah satu pihak yang berhubungan dengan hukum ketenagakerjaan harus mematuhi dan mentaati segala aturan yang ada di dalam aturan-aturan mengenai ketenagakerjaan, khususnya mengenai PHK yang dilakukan oleh pengusaha terhadap pekerja. Pengusaha harus memperhatikan hak-hak pekerja


(24)

commit to user

xxiv

yang di PHK sesuai dengan peraturan yang ada dan dalam melakukan PHK Pengusaha harus menggunakan alasan yang sesuai dengan peraturan yang ada. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai pelaksanaan PHK di perusahaan swasta yaitu di CV. NOVA FURNITURE berkedudukan di Karanganyar. Karena pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai perlindungan hukum kepada pekerja dalam hal PHK, penulis ingin mengetahui mengenai penerapan nyata dalam pelaksanaan PHK di CV. Nova Furniture yang berkedudukan di Karanganyar dalam hal alasan yang mendasari PHK, prosedur PHK dan kompensasi yang diberikan terhadap pekerja yang di PHK apakah sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Dalam penulisan hukum ini penulis mengambil judul PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA OLEH CV. NOVA FURNITURE KARANGANYAR

B. Perumusan Masalah

“Perumusan masalah dalam suatu penelitian ( hukum ) menjadi titik sentral, perumusan masalah yang tajam disertai dengan isu-isu hukum akan memberikan arah dalam menjawab pertanyaan atau isu hukum yang diketengahkan.”( Amiruddin, 2004: 37).

Dalam penelitian ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah alasan Pemutusan Hubungan Kerja oleh CV. Nova Furniture sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan?

2. Bagaimana Prosedur Pemutusan Hubangan Kerja di CV Nova Furniture? 3. Apakah cara dan pemberian kompensasi terhadap pekerja yang mendapat

Pemutusan Hubungan Kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan?

C. Tujuan Penelitian

Suatu kegiatan penelitian harus mempunyai tujuan yang hendak dicapai dengan jelas agar penelitian yang dilakukan memberikan manfaat terhadap siapapapun yang


(25)

commit to user

xxv

membacanya. Tujuan penelitian diperlukan untuk memberikan arah yang jelas dalam melaksanakan suatu penelitian. Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas dan singkat, tujuan penelitian yang dinyatakan dengan terang dan jelas akan dapat memberikan arah pada penelitiannya. ( Amiruddin, 2004 : 39 )

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui alasan Pemutusan Hubungan Kerja oleh CV. Nova Furniture sesuai atau tidak dengan peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan;

b. Untuk mengetahui Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja di CV. Nova Furniture Karanganyar; dan

c. Untuk mengetahui cara dan pemberian kompensasi terhadap pekerja yang mendapat Pemutusan Hubungan Kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk melengkapi syarat akademis guna memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman akan arti penting ilmu hukum dalam teori dan praktek.

D. Manfaat Penelitian

Salah satu faktor pemilihan masalah dalam penelitian ini adalah hasil penelitian ini dapat memberi manfaat karena nilai dari sebuah penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari adanya penelitian tersebut. Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian ini antara lain;


(26)

commit to user

xxvi

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya, hukum administrasi negara mengenai ketenagakerjaan pada khususnya.

b. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap penelitian-penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola berfikir yang dinamis, sekaligus untuk mengembangkan kemampuan penulis dalam mengkritisi persoalan-persoalan hukum yang diharapkan dapat dipakai sebagai bahan evaluasi tentang Pemutusan Hubungan Kerja dalam perspektif Hukum Ketenagakerjaan;

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan pemahaman bagi pihak-pihak terkait yang interest terhadap persoalan tentang Pemutusan Hubungan Kerja dalam perspektif Hukum Ketenagakerjaan.

E. Metode Penelitian

Dua syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian ilmiah dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan yakni penelitian harus lebih dulu memahami konsep dasar ilmu pengetahuan dan metodelogi penelitian disiplin ilmu tersebut. Lebih jelasnya, dalam suatu penelitian hukum, konsep dasar tentang ilmu hukum menyangkut system kerja dan isi ilmu hukum haruslah sudah dikuasai. Selanjutnya, baru penguasaan metodelogi penelitian sebagai pertanggung jawaban ilmiah terhadap komunitas pengemban ilmu hukum. (Johnny Ibrahim, 2005 : 26)

“Metode dan system membentuk hakikat ilmu. Sistem berhubungan dengan konsep dan isi ilmu, sedangkan metode berkaitan dengan aspek formal. Tepatnya, system berarti keseluruhan pengetahuan yang teratur atau totalitas isi dari ilmu, sementara itu


(27)

commit to user

xxvii

metode secara harfiah menggambarkan jalan atau cara totalitas ilmu tersebut dicapai dan dibangun.” ( Johnny Ibrahim, 2005 : 26)

Maka metode penelitian adalah cara yang teratur dan terpikir secararuntut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan guna menguji kebenaran maupun ketidak benaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian hukum ini, menggunakan jenis penelitian normatif. Yang dimaksut dengan penelitian normatif adalah :

Menurut Supranto ( 2003: 2), Penelitian normatif adalah penelitian perpustakaan atau library research jadi yang dimaksud dengan penelitian normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum, dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya. Dalam hal ini yang dilakukan adalah meneliti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

2. Sifat Penelitian

Ditinjau dari sifatnya maka penelitian ini bersifat penelitian preskriptif, yaitu “mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum”. (Johnny Ibrahim, 2010: 22)

3. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian hukum ini, peneliti menggunakan pendekatan Perundang-undangan

( Statute Approach). “ Pendekatan Undang-undang dilakukan dengan menelaah

semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Dalam metode pendekatan Perundang-undangan peneliti perlu memahami hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan”. (Peter Mahmud Marzuki, 2010:93)


(28)

commit to user

xxviii 4. Jenis Bahan dan Sumber Bahan Penelitian

Jenis Bahan yang digunakan adalah jenis bahan sekunder. Adapun sumber-sumber data yang digunakan dalam rencana penelitian ini adalah :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat dalam perangkat hukum/ peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun bahan hukum primer yang digunakan adalah :

1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan; 2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial;

3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor Kep-150/MEN/2000 tentang Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja danPenetapan Uang Pesangaon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti Kerugian dari Perusahaan, tertanggal 20 Juni 2000; dan

4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor Kep-150/ MEN/ 2001 tertanggal 4 Mei 2001. Kepmenakertrans Nomor Kep-78/MEN/ 2001 ini merupakan revisi dari Kepmenakertrans Nomor Kep-150/MEN/2001.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku, teks, jurnal, internet dan bahan-bahan lain yang dianggap perlu yang relevansi.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan lain diluar hukum yang relevan.

5. Teknik Pengumpulan Bahan


(29)

commit to user

xxix

a. Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji, membuat catatan atau membuat catatan atau mencatat sesuai masalah yang diteliti.

6. Analisis Data

Untuk memperoleh jawaban terhadap permasalahan penelitian hukum ini digunakan silogisme deduksi dengan interpretasi sistematis. Metode deduksi adalah metode yang berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis minor dan dari kedua premis tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki,2008:47). Premis mayor dalam dalam penelitian hukum ini adalah aturan hukum. Adapun beberapa dasar hukum pengaturan PHK adalah :

a. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan;

b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;

c. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor Kep-150/MEN/2000 tentang Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti Kerugian dari Perusahaan, tertanggal 20 Juni 2000;

d. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor Kep-150/ MEN/ 2001 tertanggal 4 Mei 2001. Kepmenakertrans Nomor Kep-78/MEN/ 2001 ini merupakan revisi dari Kepmenakertrans Nomor Kep-150/MEN/2001.

Sedangkan premis minornya adalah fakta hukum yang menggambarkan adanya pelanggaran ketentuan mengenai PHK. Melalui proses silogisme ini akan diperoleh suatu simpulan (premis konklusi).


(30)

commit to user

xxx F. Sistematika

Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan atauran dalam penulisan ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematikan penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 4 ( empat ) bab yang saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :


(31)

commit to user

xxxi

Dalam bab ini akan diuraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodelogi Penelitian dan Sistematika Penulisan Hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Bab ini berisikan kajian pustaka dan teori yang berkenaan dengan judul dan masalah yang diteliti yang meliputi : Tinjauan Tentang Hubungan Kerja, Tinjauan tentang Pemutusan Hubungan Kerja dan Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam Bab ini berisikan mengenai :

1. Alasan Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan Oleh CV. Nova Furniture.

2. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja Oleh CV. Nova Furniture 3. Cara dan Pemberian Kompensasi Oleh CV. Nova Furniture

BAB IV : PENUTUP

Dalam bab ini berisikan mengenai simpulan dan saran yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Hubungan Kerja a. Pengertian Hubungan Kerja

Hubungan kerja yang terjadi antara pengusaha dan pekerja memiliki beberapa pengertian, yaitu :

1) Dalam Pasal 1 ayat (15) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa “hubungan kerja adalah


(32)

commit to user

xxxii

hubungan antara pengusaha dengan pekerja/ buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”.

2) Yang dimaksud dengan hubungan kerja menurut Zainal Asikin adalah “Hubungan antara Buruh dan Majikan setelah adanya Perjanjian Kerja, yaitu suatu perjanjian dimana pihak kesatu, siburuh mengikatkan dirinya pada pihak lain, si majikan untuk bekerja dengan mendapatkan upah, dan majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan si buruh dengan membayar upah. “( 1993 : 65 ).

3) Menurut Lalu Husni dalam bukunya yang berjudul “ Hukum Ketenagakerjaan Indonesia” yang disebut dengan “hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja.”(2003:39).

Berdasarkan ketentuan Pasal 50 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh. Setiap hubungan kerja diawali dengan kesepakatan perjanjian kerja. Perjanjian kerja yang dibuat oleh pekerja dan pengusaha tidak boleh bertentangan dengan perjanjian kerja bersama yang dibuat oleh pengusaha dengan serikat pekerja yang ada di perusahaannya.

b. Perjanjian Kerja

1) Pengertian Perjanjian Kerja

“Perjanjian kerja merupakan dasar dari terbentuknya hubungan kerja. Perjanjian kerja adalah sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian dan asas-asas hukum perikatan”. (Asri Wijayanti, 2009:41)Bukti bahwa seseorang bekerja pada orang lain atau pada sebuah perusahaan adalah adanya perjanjian kerja yang berisi tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak-hak. Berikut ini pengertian tentang perjanjian kerja :


(33)

commit to user

xxxiii

Persetujuan perburuhan adalah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat-serikat buruh yang telah terdaftar pada kementerian Perburuhan (Sekarang departemen Tenaga Kerja) dengan majikan, majikan-majikan, perkumpulan majikan yang berbadan hukum yang pada umumnya atau semata-mata memuat syarat-syarat yang diperhatikan perjanjian kerja.

b) Pengertian perjanjian kerja dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

“Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak”.

a) Imam Soepomo dalam Lalu Husni

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lain yakni majikan, dan majikan mengikatkandiri untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.”(Lalu Husni, 2000:35)

2) Unsur-Unsur dalam Perjanjian Kerja a) Adanya unsur work atau pekerjaan

Dalam perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya seizin majikan dapat menyuruh orang lain. Hal ini dijelaskan dalam KUHPdt Pasal 1603 huruf a yang berbunyi : “ Buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya : hanyalah dengan seizin majikan ia dapat menyuruh seorang ketiga menggantikannya.”

“Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan ketrampilan/ keahliannya, karena itu menurut hukum jika pekerja meninggal dunia, maka perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.”

“Pekerjaan itu bebas sesuai dengan kesepakatan antara buruh dan majikan, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum”. ( Asri Wijayanti, 2009:36)


(34)

commit to user

xxxiv

“Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan.” (Lalu Husni, 2000: 37-38)

“Di dalam hubungan kerja kedudukan majikan adalah pemberi kerja, sehingga ia berhak dan sekaligus berkewajiban untuk memberikan perintah-perintah yang berkaitan dengan pekerjaannya”. ( Asri Wijayanti, 2009:37)

c) Adanya waktu

”Adanya waktu yang dimaksudkan adalah dalam melakukan pekerjaan harus disepakati jangka waktunya. Unsur jangka waktu dalam perjanjian kerja dapat dibuat secara tegas dalam perjanjian kerja yang diperbuat.” (Lalu Husni, 2000: 37-38) d) Adanya upah

“Upah memegang peranan penting dalam hubungan kerja, bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seseorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.” (Lalu Husni, 2000: 37-38)

3) Syarat Sah Perjanjian Kerja

Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 52 ayat (1) dijelaskan tentang syarat sahnya perjanjian kerja adalah:

a) Kesepakatan kedua belah pihak;

Sepakat yang dimaksudkan adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang melakukan perjanjian. Kesepakatan yang terjadi antara buruh dan majikan secara yuridis haruslah bersifat bebas.( Asri Wijayanti, 2009:43)

b) Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;

“Hukum perburuhan membagi usia kerja dari tenaga kerja menjadi anak-anak (14 tahun ke bawah), orang muda (14-18 tahun), dan orang dewasa (18 tahun ke atas)”. ( Asri Wijayanti, 2009:43)

Ketentuan Pasal 1320 ayat (2) BW, yaitu adanya kecakapan untuk membuat perikatan. Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada


(35)

commit to user

xxxv

asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akil balig dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.

c) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan;

Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan obyek dari perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak

d) Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku; Sebab yang halal menunjuk pada obyek hubungan kerja boleh melakukan pekerjaan apa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum. ( Asri Wijayanti, 2009:45)

Keempat syarat tersebut bersifat komulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subyektif, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang dijanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku disebut sebagai syarat obyektif. ( Lalu Husni, 2000: 39-40 ) Jika syarat obyektif tidak dipenuhi oleh syarat subyektif, maka akibat dari perjanjian tersebut adalah dapat dibatalkan. ( Asri Wijayanti, 2009:45)

4) Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kerja a) Kewajiban Buruh/ Pekerja

Dalam KUHPerdata ketentuan mengenai kewajiban buruh/ pekerja diatur dalam Pasal 1603, 1603 huruf a, 1603 huruf b, dan 1603 huruf c KUHPerdata yang pada intinya sebagai berikut :

(1) Buruh/ pekerja wajib melakukan pekerjaan, melakukan pekerjaan adalah tugas utama dari seorang pekerja yang harus dilakukan sendiri, meskipun demikian dengan seizing pengusaha dapat diwakilkan;


(36)

commit to user

xxxvi

(2) Buruh/ pekerja wajib mentaati aturan dan petunjuk majikan/ pengusaha, dalam melakukan pekerjaannya buruh/ pekerja wajib mentaati petunjuk yang diberikan oleh pengusaha. Aturan yang wajib ditaati oleh pekerja sebaiknya dituangkan dalam peraturan perusahaan sehingga menjadi jelas ruang lingkup dari petunjuk tersebut; dan

(3) Membayar kewjiaban ganti rugi dan denda, jika buruh/ pekerja melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan baik karena kesengajaan atau kelalaian, maka sesuai dengan prinsip hukum pekerja wajib membayar ganti-rugi dan denda.

b) Kewajiban Majikan/ Pengusaha

Kewajiban Pengusaha menurut Lalu Husni(2000: 42-43) adalah: “Kewajiban memberikan istirahat/ cuti, pihak majikanan/ pengusaha diwajibkan untuk memberikan istirahat tahunan kepada pekerja secara teratur.”

Waktu istirahat atau cuti sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ayat (2) meliputi:

(1) Memberikan istirahat antara jam kerja, sekurang kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja;

(2) Memberikan istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

(3) Memberikan cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus; dan

(4) Memberikan istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja


(37)

commit to user

xxxvii

selama 6 (enam) tahun secara terus-menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.

(5) Kewajiban mengurus perawatan dan pengobatan, majikan/ pengusaha wajib mengurus perawatan / pengobatan bagi pekerja yang bertempat tinggal dirumah majikan (Pasal 1602 KUHPerdata);

(6) Kewajiban memberikan surat keterangan, kewajiban ini didasarkan pada ketentuan Pasal 1602 huruf a KUHPerdata yang menentukan bahwa majikan/ pengusaha wajib memberikan surat keterangan yang diberi tanggal dan dibubuhi tanda tangan. Dalam surat keterangan tersebut dijelaskan mengenai sifat pekerjaan yang dilakukan, lamanya hubungan kerja dan;

(7) Kewajiban membayar upah.

“Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut perjanjian kerja”. (Asri Wijayanti, 2009:107)

5) Hak-hak Buruh Dalam Perjanjian Kerja

Hak adalah sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status dari seseorang. Demikian buruh juga mempunyai hak-hak karena statusnya itu. Adapun hak-hak dari buruh itu dapat dirinci sebagai berikut, yaitu : (Nurwati. Jurnal.2006: 49)

a) Hak mendapatkan upah;

b) Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusian; c) Hak bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai bakat dan


(38)

commit to user

xxxviii

d) Hak atas pembinaan keahlian kejuruan untuk memperoleh serta menambah keahlian dan ketrampilan;

e) Hak mendapatkan perlindungan atas keselamatan, kesehatan, serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama; f) Hak mendapatkan pembayaran penggantian istirahat tahunan, bila

ketika ia di PHK ia sudah mempunyai masa kerja sekurang-kurangnya 6 bulan terhitung dari saat ia berhak atas istirahat tahunan yang terakhir;

g) Hak atas upah penuh saat istirahat tahunan;

h) Hak mendirikan dan menjadi anggota Serikat Pekerja Nasional.

c. Perjanjian Kerja Bersama

1) Pengertian Perjanjian Kerja Bersama

Perjanjian Kerja Bersama ( Istilah sebelumnya Perjanjian Perburuhan, kemudian Kesepakatan Kerja Bersama ) memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:

a) Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1601 ayat (1) disebutkan bahwa perjanjian perburuhan adalah

“ Peraturan yang dibuat oleh seorang atau beberapa orang perkumpulan majikan yang berbadan hukum dan atau beberapa serikat buruh yang berbadan hukum, mengenai syarat-syarat kerja yang harus di indahkan pada waktu membuat perjanjian kerja.”

b) Menurut Pasal 1 ayat (21) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan Perjanjian Kerja Bersama adalah

Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.


(39)

commit to user

xxxix

Masa berlakunya KKB paling lama 2 tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling lama 1 tahun dan pelaksananya harus disetujui secara tertulis oleh pengusaha dan serikat pekerja. Menurut Lalu Husni (2000: 46-47), KKB sekurang-kurangnya memuat :

a) Hak dan kewajiban pengusaha;

b) Hak dan Kewajiban serikat pekerja serta pekerja; c) Tata tertib perusahaan;

d) Jangka waktu berlakunya KKB; e) Tanggal mulai berlakunya KKB; dan f) Tanda tangan para pihak pembuat KKB.

3) Hubungan Antara Perjanjian Kerja dengan Perjanjian Perburuhan/ KKB

Hubungan perjanjian kerja dengan KKB menurut Lalu Husni (2000: 49 ) adalah : a) Perjanjian perburuhan/KKB merupakan perjanjian induk dari

perjanjian kerja;

b) Perjanjian kerja tidak dapat mengenyampingkan perjanjian perburuhan, bahkan sebaliknya perjanjian kerja dapat dikesampingkan oleh perjanjian perburuhan/ KKB jika isinya bertentangan;

c) Ketentuan yang ada dalam perjanjian perburuhan/ KKB secara otomatis beralih dalam isi perjanjian kerja yang dibuat dan

d) Perjanjian perburuhan / KKB merupakan jembatan untuk menuju perjanjian kerja yang baik.

2. Tinjauan tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) a. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


(40)

commit to user

xl

1) Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 pada Pasal 1 ayat (25) yang dimaksud dengan Pemutusan hubungan kerja adalah : “Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.”

2) Menurut Asri Wijayanti dalam Bukunya yang berjudul “Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi” yang dimaksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja adalah:

“Suatu keadaan di mana si buruh berhenti bekerja dari majikannya.” (Asri Wijayanti, 2009 : 159 )

3) Menurut Keputusan Menteri dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep/ 78/ Men/ 2001 yang dimaksud dengan Pemutusan hubungan kerja adalah :

“Pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan ijin Panitia Daerah atau Panitia Pusat.”

4) Lalu Husni menyebutkan bahwa,

“Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja karena berbagai sebab.” (Lalu Husni, 2000:170)

b. Dasar Hukum Pengaturan Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK )

Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

Untuk itulah sangat diperlukan adanya perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/ buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskrimasi atas dasar apa pun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/ buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.(Asri Wijayanti, 2009 : 6)


(41)

commit to user

xli

Hukum Pemutusan Hubungan Kerja adalah bagian yang paling rumit dari Hukum Perburuhan karena mengatur hubungan yang rawan atau mengatur masalah-masalah

to be or not to be. Oleh karena itu ketentuan tentang PHK bersifat bivalent, yaitu

perdata dan publik. Bersifat perdata berarti cenderung njimet, mengatur secara mendetail, karenanya sulit memahaminya.( Darwan Prinst, S.H .2000:169 )

“Sumber hukum ketenagakerjaan Indonesia yang tertulis tersebar ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan belum terkodifikasi dengan baik, sehingga kita harus mencari sendiri berbagai peraturan yang tersebar apabila akan dipergunakan untuk dasar hukum dalam memecahkan suatu masalah.”(Asri Wijayanti. 2009 : 28 )

Agar efektifnya penegakan hukum bidang perburuhan dalam penyelesaian PHK, perlu didukung dengan peraturan perundangan yang lengkap dan perubahan, perbaikan Undang-undang No. 12 Tahun 1984 menjadi Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sehingga tenaga kerja mendapat perlindungan. Di samping itu perlu memper-timbangkan korporasi sebagai subyek hukum pidana. Di sisi lain perlu adanya pengamalan etika, moral dan tanggung jawab sosial perusahaan (korporasi) terhadap tenaga kerja dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula peningkatan Sumber. Daya Manusia (SDM) penegak hukum sebagai petugas yang handal dan tangguh khususnya dalam praktik penyelesaian PHK mutlak diperlukan. (eprints@undip.ac.id,13/10/10).

Adapun beberapa dasar hukum pengaturan PHK adalah :

1) Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan; 2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial;

3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor Kep-150/MEN/2000 tentang Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangaon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti Kerugian dari Perusahaan, tertanggal 20 Juni 2000;dan


(42)

commit to user

xlii

4) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor Kep-150/ MEN/ 2001 tertanggal 4 Mei 2001. Kepmenakertrans Nomor Kep-78/MEN/ 2001 ini merupakan revisi dari Kepmenakertrans Nomor Kep-150/MEN/2001

c. Jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

1) Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Majikan/ Pengusaha

“PHK oleh majikan dapat terjadi karena alasan apabila buruh tidak lulus masa percobaan, apabila majikan mengalami kerugian sehingga menutup usaha, atau apabila buruh melakukan kesalahan”. (Asri Wijayanti, 2009:162)

Pemberhentian di anggap tidak layak menurut Lalu Husni (2000:131-132) apabila : a) Tidak menyebut alasan;

b) Alasannya dicari-cari/ alasan yang palsu; dan

c) Bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang atau kebiasaan.

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 pada Pasal 154 pengusaha tidak perlu melakukan PHK dalam hal :

a) pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

b) pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;

c) pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau


(43)

commit to user

xliii

d) pekerja/buruh meninggal dunia

Menurut Djumialdji (2006:49-50) pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :

a) pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus menerus;

b) Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan

agamanya;

d) Pekerja/buruh menikah;

e) Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;

f) Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya didalam satu perusahaan, kecuali telah diatur didalam peraturan perusahaa, atau perjanjian kerja bersama;

g) Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/ atau pengurus serikat pekerja/ serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/buruh diluar jam kerja, atau didalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama; h) Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang

berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;


(44)

commit to user

xliv

i) Karena perbedaan paham,agama, politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan; dan

j) Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Menurut Pasal 158 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, Pengusaha/ Majikan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan Pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut :

a) melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;

b) memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan;

c) mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;

d) melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;

e) menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;

f) membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;

g) dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;

h) dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;


(45)

commit to user

xlv

i) membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara; atau

j) melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud di atas dapat memperoleh uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003.

Kesalahan berat diatas berdasarkan ketentuan Pasal 158 ayat (2) harus didukung dengan bukti :

a) Pekerja/buruh tertangkap tangan;

b) Ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkuta; atau c) Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak

yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung sekurang-kurangnya dua orang saksi.

a) Pemutusan Hubungan Kerja Karena Perubahan Status, Penggabungan, Peleburan, atau Perubahan Kepemilikan Perusahaan

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi peru-bahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak


(46)

commit to user

xlvi

atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

b) Pemutusan Hubungan Kerja Karena Perusahaan Tutup Disebabkan Perusahaan Mengalami Kerugian Secara Terus Menerus

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

“Uang pesangon dan uang penghargan masa kerja perhitungan didasarkan pada upah sebulan terakhir sebelum terkena PHK. Upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan yang bersifat tetap ( Pasal 157 ayat (1) ). Sedang uang penggantian hak antara lain berupa cuti tahunan yang belum diambil, biaya ongkos pulang, penggantian perumahan dan kesehatan.” (Annisrul Nur. Jurnal. Vol. VIII. 2005:50)

c) Pemutusan Hubungan Kerja Karena Perusahaan Tutup Bukan Karena Mengalami Kerugian

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).


(47)

commit to user

xlvii

d) Pemutusan Hubungan Kerja Karena Perusahaan Pailit

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/ buruh karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

2) Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Buruh/ Pekerja

PHK oleh buruh dapat terjadi apabila buruh mengundurkan diri atau terdapat alasan yang mendesak yang mengakibatkan buruh minta di-PHK. Pengunduran diri buruh dapat dianggap terjadi apabila buruh mangkir paling sedikit dalam waktu 5 hari kerja berturut-turut dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 kali secara tertulis, tetapi pekerja tidak dapat memberikan keterangan tertulis dengan alat bukti yang sah. (Asri Wijayanti, 2009: 162)

Seorang buruh yang akan mengakhiri hubungan kerja harus mengemukakan alasan-alasannya kepada pihak majikan. Alasan mendesak adalah suatu keadaan sedemikian rupa sehingga mengakibatkan bahwa buruh tersebut tidak sanggup untuk meneruskan hubungan kerja. Alasan-alasan mendesak dimaksud di antaranya : (Lalu Husni, 2000: 133)

a) Apabila majikan menganiaya, menghina secara kasar atau melakukan ancaman yang membahayakan si buruh atau anggota keluarganya; b) Apabila majikan membujuk buruh atau anggota keluarganya untuk

melakukan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang atau tata susila; dan

c) Majikan tidak membayar upah sebagaimana menstinya/ tidak tepat waktu.

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut :


(48)

commit to user

xlviii

a) menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh; b) membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan

perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; c) tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama

3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih;

d) tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh;

e) memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan; atau

f) memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.

3) Hubungan Kerja Putus demi Hukum

Selain diputuskan oleh majikan atau buruh, hubungan kerja juga dapat putus/ berakhir demi hukum, artinya hubungan kerja tersebut harus putus dengan sendirinya. Hubungan kerja putus demi hukum apabila : (Lalu Husni. 2000:133-134)

a) Buruh/ pekerja dalam masa percobaan;

b) Buruh/ pekerja mengundurkan diri tanpa syarat atau karena memasuki usia pensiun;

c) Buruh/ pekerja meninggal dunia; dan

d) Hubungan kerja/ perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu dan waktu yang ditentukan itu telah berakhir/ lampau, jadi dengan selesainya suatu kontrak kerja, maka hubungan kerja putus dengan sendirinya.

4) Pemutusan Hubungan Kerja Oleh Pengadilan

Yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan ialah pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan perdata biasa atau permintaan yang bersangkutan


(49)

commit to user

xlix

berdasarkan alasan penting. Alasan penting adalah disamping alasan mendesak juga karena perubahan keadaan pribadi atau kekayaan pemohon atau perubahan keadaan dimana pekerjaan yang dilakukan sedemikian rupa sifatnya, sehingga adalah layak untuk memutuskan hubungan kerja. ( Lalu Husni, 2000 : 131-135 )

d. Prosedur PHK oleh Pengusaha

Menurut Lalu Husni .( Lalu Husni, 2000 : 127-130 ) tata cara PHK yang dilakukan oleh pengusaha adalah:

1) Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja;

2) Setelah dilakukan segala usaha dimana pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan, maka pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja dengan organisasi pekerja yang bersangkutan/ yang ada diperusahaan atau dengan karyawan/ tenaga kerja/ pekerja sendiri dalam hal tenaga kerja tersebut tidak menjadi anggota salah satu organisasi pekerja;

3) Bila perundingan tersebut nyata-nyata tidak menghasilkan persetujuan paham, pengusaha hanya dapat melakukan pemutusan hubungan kerja dengan tenaga kerja setelah mendapat izin dari Panitia Perselisihan Perburuhan Daerah ( P4D) bagi pemutusan hubungan kerja perseorangan dan Panitia Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) bagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran;

4) P4D dan P4P menyelesaikan permohonan izin pemutusan hubungan kerja dalam waktu sesingkat-singkatnya menurut tata cara yang berlaku untuk penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dalam hal P4D atau P4P memberikan izin, maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untuk memberikan kepada tenaga kerja/ karyawan yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa, dang anti kerugian lainnya;

5) Hal-hal yang harus dimuat dalam permohonan izin pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha adalah :


(50)

commit to user

l

b) Nama orang yang bertanggung jawab di perusahaan;

c) Nama dari karyawan/ tenaga kerja yang dimintakan pemutusan hubungan kerja;

d) Umur dan jumlah keluarga si pekerja;

e) Jumlah masa kerja dari setiap tenaga kerja yang dimintakan pemutusan hubungan kerja;

f) Penghasilan terakhir berupa uang dan catu tiap bulannya;

g) Alasan-alasan pengusulan pemutusan hubungan kerja secara terperinci.

6) Permohonan izin pemutusan hubungan kerja tidak dapat diberikan apabila pemutusan hubungan kerja tersebut didasarkan atas :

a) Hal-hal yang berhubungan dengan keanggotaan serikat pekerja atau dalam rangka pembentukan serikat pekerja dan melaksanakan tugas-tugas atau fungsi serikat pekerja diluar jam kerja;

b) Pengaduan pekerja/ tenaga kerja kepada yang berwajib mengenai tingkah laku pengusaha yang terbukti melanggar peratuan Negara dan c) Paham agama, aliran, suku, golongan atau jenis kelamin.

7) Permohonan izin pemutusan hubungan kerja dapat diberikan dalam hal tenaga kerja/ pekerja melakukan kesalahan berat

e. Kompensasi PHK

1) Hak-hak tenaga kerja yang terkena PHK

Berdasarkan ketentuan di dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa bila terjadi PHK, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Menurut Lalu Husni (2000: 134 ) Hak-hak yang diterima oleh pekerja/ buruh yang mengalami PHK adalah :


(1)

commit to user

xcv

(Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003). Menurut penjelasan di

dalam Pasal 151, upaya yang dimaksut adalah kegiatan-kegiatan yang positif yang

pada akhirnya dapat menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja antara lain

pengaturan waktu kerja, penghematan, pembenahan metode kerja, dan memberikan

pembinaan kepada pekerja/buruh.

Pengusaha dengan segala daya upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja dengan melakukan pembinaan terhadap pekerja yang bersangkutan.

(Pasal 6

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans)

Nomor Kep-150/MEN/2000 tentang Penyelesaian Perselisihan Pemutusan Hubungan

Kerja danPenetapan Uang Pesangaon, Uang Penghargaan Masa Kerja, dan Ganti

Kerugian dari Perusahaan, tertanggal 20 Juni 2000).

PHK di CV. Nova Furniture dilakukan tanpa adanya upaya agar PHK tidak terjadi,

selain itu pengusaha tanpa perundingan dengan pekerja terlebih dahulu mengeluarkan

SK PHK terhadap pekerja dan mengeluarkan Perjanjian Bersama terhadap pekerja.

PHK oleh CV. Nova Furniture tanpa penetapan dari lembaga Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, sebab menurut Pasal 160 ayat (6) dijelaskan bahwa

Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5)

dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Pasal 154 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menjelaskan mengenai penetapan

yang tidak diperlukan dalam hal :

1)

pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah

dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya;

2)

pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara

tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya

tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja

sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;

3)

pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau

peraturan perundang-undangan; atau


(2)

commit to user

xcvi

4)

pekerja/buruh meninggal dunia.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa PHK selain karena alasan tersebut di atas

harus dimintakan Penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial termasuk terhadap PHK karena kesalahan berat, namun hal ini berbeda

dengan ketentuan di dalam Pasal 160 ayat (6) yang mengatakan bahwa Pemutusan

hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (5) dilakukan tanpa

penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Dalam Pasal

tersebut tidak diketahui alasan tanpa adanya penetapan terhadap PHK karena alasan

yang sesuai dengan Pasal 160 ayat (5).

Jadi peraturan perundang-undangan yang ada tentang ketenagakerjaan belum

dilaksanakan oleh pelaksana peraturan perundang-undangan. Sebab peraturan yang

ada mengenai prosedur yang dilakukan pengusaha tentang PHK tidak mewajibkan

pengusaha mendapatkan persetujuan penetapan PHK dari Lembaga Penyelesaian

Perselisihan Hubungan Industrial, jadi dalam hal ini peraturan yang ada dapat

memberikan peluang terhadap pengusaha untuk tidak melakukan prosedur sesuai

dengan peraturan yang ada, sebab dalam prosedur dalam penelitian ini terlihat bahwa

pengusaha tidak melakukan upaya pencegahan terlebih dahulu, seharusnya pengusaha

melakukan pembinaan terhadap pekerja agar dikemudian hari pekerja tidak

mengulangi kesalahannya lagi dan memberikan kesempatan pada pekerja untuk

bekerja kembali dan memperbaiki kesalahannya. Sehingga prosedur PHK yang ada

belum memberikan perlindungan terhadap pekerja terhadap pekerja yang diputus

hubungan kerjanya karena telah melakukan kesalahan berat di luar perusahaan dan

dipidana selama 3 (tiga) bulan penjara.

c.

Cara dan Pemberian Kompensasi Oleh CV. Nova Furniture

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan

masyarakat yang sejahtera, adil,makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual


(3)

commit to user

xcvii

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. (Asri wijayanti, 2009:06)

Pemenuhan kompensasi terhadap pekerja yang di PHK tidak sesuai di dalam

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini terlihat dari

pemenuhan kompensasi yang diberikan oleh pengusaha kepada pekerja yang tidak

memenuhi unsur-unsur didalam Pasal 156 ayat (4). Kepada kedua pekerjanya,

pengusaha tidak memberikan biaya ongkos pulang dan ongkos kepada pekerja

dimana pekerja diterima bekerja. Dan kepada Wiyono, pengusaha memberikan uang

ganti rugi sebesar 15% dari uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja,

menurut ketentuan didalam Pasal 160 ayat (7), pekerja yang diputus hubungan

kerjanya karena sesuai di dalam Pasal 160 ayat (5), maka pekerja mendapatkan uang

penghargaan masa kerja dan uang ganti kerugian, uang ganti kerugian sebesar 15%

hanya meliputi uang penghargaan masa kerja, sebab pekerja tidak memenuhi

ketentuan mendapatkan pesangon.

Berdasarkan salah satu ketentuan di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan, salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan

bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan

kesejahteraan. (Asri Wijayanti, 2009:7)

Apabila alasan terjadinya PHK pada CV. Nova Furniture tidak mencerminkan

perlindungan hukum oleh pemerintah, maka pemenuhan kompensasi yang didasarkan

atas alasan terjadinya PHK tidak mampu memberikan perlindungan hukum terhadap

pekerja yang di PHK.

Selain itu apabila merujuk dari pendapat dari Asri Wijayanti di atas, maka

pemenuhan kompensasi terhadap pekerja yang di PHK belum mencerminkan tujuan

dari pembangunan ketenagakerjaan seperti yang dimuat di dalam Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebab hak yang diterima oleh

pekerja sesuai dengan Persetujuan Bersama tersebut belum mampu memberikan

kesejahteraan kepada pekerja dikemudian hari, sebab pekerja sudah tidak

memperoleh jaminan pendapatan dari pengusaha.


(4)

commit to user

xcviii

Menurut Zainal Asikin dalam bukunya Asri Wijayanti yang berjudul “Hukum

Ketenagakerjaan Pasca Reformasi”, menjelaskan mengenai :

Perlindungan hukum dari kekuasaan majikan terlaksana apabila peraturan

perundang-undangan dalam bidang perburuhan yang mengharuskan atau memaksa majikan

bertindak seperti dalam perundang-undangan tersebut benar-benar dilaksanakan

semua pihak karena keberlakuan hukum tidak dapat diukur secara yuridis saja, tetapi

diukur secara sosiologis dan filosofis. (2009:10)

Jadi apabila dikaitkan dengan pendapat dari Zainal Asikin tersebut, perlindungan

hukum terhadap pekerja yang di PHK oleh CV. Nova Furniture belum terpenuhi,

sebab peraturan perundang-undangan yang ada belum sepenuhnya dilaksanakan oleh

majikan. Pengusaha dalam melakukan PHK terhadap pekerja tidak melakukan upaya

pencegahan, perundingan bipartit dilakukan setelah dikeluarkannya SK PHK terhadap

kedua pekerjanya dan pemenuhan kompensasi yang diberikan terhadap pekerja tidak

sesuai dengan peraturan yang ada.

BAB IV

PENUTUP

A.

Simpulan


(5)

commit to user

xcix

1.

Alasan yang mendasari CV. Nova Furniture melakukan PHK terhadap dua orang

pekerjanya karena Setiawan dan Wiyono ditahan oleh pihak yang berwajib

selama 3 (tiga) bulan penjara karena tertangkap tangan telah melakukan

perjudian di luar lingkungan perusahaan. Pengusaha dan Dinas Sosial Tenaga

Kerja Kabupaten Karanganyar menggunakan Pasal 160 ayat (7) Undang-undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan kepada keduanya sebagai dasar

alasan dilakukannya PHK.

2.

CV. Nova Furniture tidak melakukan upaya pencegahan dalam melakukan PHK

terhadap Setiawan dan Wiyono, karena pihak pengusaha mengaku bahwa kedua

pekerjanya tersebut telah melakukan kesalahan berat. Prosedur pelaksanaan PHK

yang dilakukan oleh Pengusaha terhadap Wiyono selesai sampai perundingan

Bipartit, sedangkan terhadap Setiawan karena perundingan bipartit gagal, maka

penyelesaian perselisihan hubungan industrial berlanjut pada mediasi dan

penyelesaian perselisihan hubungan industrial selesai melalui jalur mediasi pada

Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karanganyar dan

mediasi .

3.

Cara pemenuhan kompensasi yang diberikan oleh Pengusaha kepada pekerja

dibayar dengan cara tunai, dan kepada Setiawan pengusaha membayar uang

penghargaan masa kerja sesuai Pasal 156 ayat (3) yaitu 2 (dua) bulan gaji, dan

uang ganti kerugian sebesar 15% dari uang penghargaan masa kerja, sedangkan

terhadap Wiyono, pengusaha memberikan uang ganti kerugian sebesar 15% dari

uang pesangon dan penghargaan masa kerja, uang penghargaan masa kerja

sebesar 2 (dua) bulan upah dan sisa cuti yang belum diambil. CV. Nova Furniture

tidak memberikan kompensasi berupa uang ganti kerugian berupa penggantian

ongkos pulang atau ongkos dimana pekerja diterima bekerja sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 156 ayat (4). Sehingga


(6)

commit to user

c

Kompensasi yang diberikan terhadap Pekerja tidak sesuai dengan Peraturan

Perundang-Undangan tentang Ketenagakerjaan.

B. Saran

1.

Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karanganyar perlu

memberikan pengawasan yang lebih ketat agar Pemutusan Hubungan Kerja yang

terjadi menggunakan dasar hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, agar

lebih terjaga kepastian hukumnya;

2.

Pemerintah, Pengusaha, dan Pekerja perlu mendapatkan sosialisasi tentang

Hukum Ketenagakerjaan khususnya mengenai Pemutusan Hubungan Kerja, agar

mengetahui secara jelas Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan; dan

3.

Bagi Pengusaha, sebaiknya dalam memberikan kompensasi yang meliputi uang

pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian mengacu pada

peraturan perundang-undangan yang berlaku.