4 Obat-obat anti tuberkulosis yang digunakan dalam uji resistensi antara lain:
streptomisin dengan konsentrasi 4mgL, isoniazid dengan konsentrasi 0,2mgL, rifampisin dengan konsentrasi 40mgL, dan etambutol dengan konsentrasi 2mgL masing-masing
konsentrasi obat yang digunakan sudah sesuai dengan ketetapan Depkes tahun 2002.
Analisis data
Analisis data kepekaan OAT yang digunakan dalam pebacaan dan interpretasi hasil uji yang dilakukan oleh laboratorium BBKPM Surakarta pada penelitian ini adalah metode
proporsional. Jika proporsi yang resisten tersebut lebih dari 1 maka dapat dinyatakan bahwa kuman Mycobacterium tuberculosis sudah resisten terhadap OAT dan sebaliknya
jika hasil presentase resistennya kurang dari 1 maka kuman tersebut dinyatakan sensitif terhadap OAT.
resistensi
:
Syahrurachman, 2008.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama bulan Januari sampai Juni tahun 2014, didapat 100 pasien yang diterapi menggunakan obat anti tuberkulosis lini pertama dan memiliki hasil uji resistensi kuman
Mycobacterium tuberculosis terhadap obat anti tuberkulosis di Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta dengan spesimen sputum. Obat yang
digunakan dalam uji kepekaan ini adalah obat anti tuberkulosis lini pertama meliputi streptomisin, isoniazid, rifampisin, dan etambutol. Hasil uji tersebut memberikan
gambaran obat anti tuberkulosis yang masih sensitif dan resisten.
1. Distribusi pemeriksaan sputum berdasarkan usia pasien
Berikut distribusi pemeriksaan sputum berdasarkan usia pasien berdasarkan data sekunder hasil uji kepekaan kuman Mycobacterium tuberkulosis terhadap OAT lini
pertama:
Tabel 1. Distribusi pemeriksaan sputum pasien berdasarkan usia di BBKPMS periode bulan Januari – Juni tahun 2014
Usia pasien Presentase n=100
1-12 tahun 13-18 tahun
1 19-60 tahun
79 60 tahun
20
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar penderita tuberkulosis paru di daerah Surakarta adalah golongan usia 19-60 tahun yakni dengan presentase 79. Usia ini
dapat dikategorikan usia produktif karena termasuk rentang usia 25 tahun sampai 34 tahun.
5 Usia produktif memiliki tingkat penularan yang sangat tinggi sehingga sangat berbahaya.
Hal ini dikarenakan pada usia produktif sangat mudah berinteraksi dengan orang lain dan memiliki mobilitas yang tinggi sehingga memudahkan dalam penyebaran penyakit Munir
et al., 2010. Pasien dengan rentang usia 1-12 tahun memiliki presentase 0 karena sebagian besar anak dengan usia tersebut belum dapat mengeluarkan sputum sehingga
tidak dapat dilakukan uji sensitivitas di Laboratorium Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta.
2. Distribusi pemeriksaan sputum berdasarkan jenis kelamin pasien
Berdasarkan data sekunder hasil uji kepekaan kuman Mycobacterium tuberkulosis terhadap OAT lini pertama menurut jenis kelamin:
Gambar 1. Distribusi pemeriksaan sputum di BBKPMS berdasarkan jenis kelamin periode bulan Januari – Juni tahun 2014
Jika dilihat dari jenis kelamin, pasien dengan jenis kelamin laki-laki memiliki angka kejadian lebih tinggi yaitu 58 dibanding perempuan dengan tingkat kejadian 42.
Jenis kelamin juga dapat berpengaruh karena sebagian besar laki-laki memiliki kebiasaan merokok sehingga memperbesar kemungkinan terkena penyakit tuberculosis. Merokok
dapat menjadikan seseorang mudah terinfeksi kuman, karena asapnya dapat menyebabkan pembuluh darah pada paru mudah bocor dan merusak makrofag berupa sel pemakan
bakteri pengganggu Sarwani, 2012. Selain umur dan jenis kelamin, beberapa faktor resiko lain yang dapat mendukung kejadian tuberkulosis antara lain tingkat riwayat
penularan anggota keluarga, pengetahuan masyarakat, status gizi indeks massa tubuh, kelembaban dan ventilasi kamar tidur Rusnoto et al., 2010
3. Pola resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT pada semua