Latar Belakang PENERAPAN TEKNIK BERTANYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PELAJARAN SEJARAH KELAS X.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah guru merupakan masalah yang sangat penting dan mendasar untuk dikaji berkaitan dengan pembelajaran dan penyelenggaraan pendidikan terutama tentang kinerja mengajar guru. Selama ini kondisi guru masih tetap dijadikan penyebab lemahnya kualitas pendidikan. Keberhasilan dan kegagalan siswa dalam proses pembelajaran selalu dikaitkan dengan mutu kinerja mengajar guru, sehingga kualitas kinerja guru ini akan dapat diketahui dengan berbagai cara termasuk dari hasil belajar siswa. Peningkatan kinerja guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa harus tetap diupayakan baik oleh guru itu sendiri dan pihak-pihak lain yang terkait, guru harus mampu memahami dan menggunakan berbagai model, pendekatan dan metode termasuk teknik bertanya. Pembelajaran sejarah selama ini masih sangat teacher centered disebabkan oleh rendahnya pengetahuan dan pemahaman guru terhadap berbagai model dan media pembelajaran sehingga pembelarajan sejarah menjadi kering dan kurang diminati siswa Muchtar, 2004. Teknik bertanya merupakan teknik yang bersifat mendasar yang dipersyaratkan bagi para pendidiktenaga pengajar. Guru memberi peran sangat besar dalam memberikan motivasi dan rangsangan kepada siswa untuk lebih semangat dalam proses pembelajaran.Hal tersebut merupakan bagian yang sangat penting dilakukan guna menciptakan suasana pembelajaran yang baik, pembelajaran yang baik bukan saja diperankan oleh guru semata namun harus juga ada peran dari peserta didik. Untuk dapat terjadi hal tersebut guru tidak hanya memiliki kecakapan dan teknik untuk menguasai materi yang diajarkan namun harus pula memiliki kemampuan untuk menyampaikan, dengan kata lain harus menggunakan metode dan pendekatan yang dapat membuat siswa tertarik dan memahami apa yang akan disampaikan oleh guru tersebut. Guru dikatakan sebagai fasilitator yang baik bila dalam menyampaikan materi tersebut tidak hanya satu arah yaitu dalam kegiatan proses pembelajaran tidak dikuasai semata oleh guru saja, namun siswa juga harus ikut aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan proses pembelajaran guru harus menguasi berbagai metode dan teknik pembelajaran termasuk diantaranya menguasi teknik bertanya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Supriatna 2005:115 yang menjelaskan bahwa pentingnya bagi guru untuk menggeser posisinya yang semula sebagai pusat kegiatan belajar saat menerangkan menjelaskan materi dan memberikan peluang kepada siswa untuk menempati posisi sebagai pusat kegiatan belajar pada saat menjawab pertanyaan. Pertanyaan tersebut memberi dampak kepada siswa karena akan menjadi pendorong dan motivasi untuk mencari dan belajar dari berbagai sumber pembelajaran. Minat bertanya siswa sekarang ini dari hasil pengamatan selama menjadi guru dirasakan semakin lemah, hal ini semua disebabkan banyaknya keinginan serta semakin banyaknya tugas serta tuntutan yang diberikan oleh guru namun tidak disertai dengan pendekatan dan model- model pembelajaran yang menarik sehingga membuat siswa-siswi semakin jenuh untuk belajar. Ada beberapa hal yang membuat siswa tidak ada minat untuk belajar serta bertanya, dan salah satu faktor penyebabnya adalah guru. Secara umum Muchtar 2004:52 mengungkapkan bahwa kelemahan guru pendidikan IPS dianalisis atas tuntutan memperkuat mutu proses pembelajaran antara lain: 1 Tidak bertindak sebagai fasilitator akan tetapi lebih banyak bertindak dan berposisi sebagai satu-satunya sumber belajar, 2 Lebih banyak cendrung tampil bukan sebagai pendidik yang dapat mengembangkan secara terintegrasi dimensi intelektual, emosional dan sosial, 3 Cenderung bertindak sebagai pemberi bahan pembelajaran belum bertindak sebagai pembelajar, 4 Belum dapat melakukan pengelolaan kelas secara optimal, lebih banyak bertindak sebagai penyaji informasi buku, 5 Belum bertindak secara langsung terencana membentuk kemampuan berpikir dan sistem nilai peserta didik. 6 Lebih banyak bertindak sebagai pengajar sehingga belum banyak bertindak sebagai panutan, 7 Belum secara optimal memberikan kemudahan bagi para peserta didik dalam belajar. Akibatnya, pendidikan sejarah dalam konteks pendidikan IPS, terkesan sebagai mata pelajaran yang dianggap remeh dan bahkan terkesan membosankan. Selebihnya tidak ada yang diharapkan karena dianggap tidak inovatif dalam memberikan suatu kecakapan hidup life skill bagi peserta didik dalam menghadapi dunia kerja di masyarakat. Tidak mengherankan kalau sebagian besar masyarakat, dalam hal ini siswa, menganggapnya kurang menarik dan tidak memiliki nilai guna sehingga kurang diminati. Banyak cara dan langkah serta upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional dalam meningkatkan mutu pendidikan. Antara lain melakukan kebijakan yang berkaitan dengan pemerataan atau perbaikan akses terhadap pendidikan, peningkatan mutu, pengembangan potensi peserta didik agar peserta didik menjadi manusia yang berkualitas bukan saja otaknya menjadi cerdas namun memiliki karekter bangsa yang tangguh dan handal. Hal ini sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,yang berupaya sebagai berikut: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Sistem Pendidikan Nasional, 2003:6 Berdasarkan pengamatan guru sejarah, menemukan jawaban terhadap adanya kecenderungan siswa belajar sejarah tidak semangat karena tidak merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari secara nyata atau langsung. Dari alasan mereka tersebut tumbuh sikap atau anggapan bahwa pelajaran sejarah tidak penting, sehingga menyepelekan mata pelajaran sejarah, lambat laun hal ini mematikan minat belajar yang pada akhirnya mengakibatkan tidak ada perhatian. Ketidakperdulian tersebut dapat dengan jelas dilihat dari keengganan mereka mengajukan pertanyaan dalam proses pembelajaran. Keengganan belajar IPS, dalam hal ini sejarah, sudah mulai tumbuh sejak pendidikan dasar sehingga tidak mengherankan pada saat mereka dibangku SMAMA menjadi lebih memprihatinkan. Pada dasarnya setiap siswa adalah seorang pembelajar aktif. Mereka senantiasa berusaha menemukan pengertian-pengertian, pemahaman- pemahaman, persamaan-persamaan realitas, fakta atau fenomena yang ditemui. Mereka aktif membangun dan menginterpretasikan segala sesuatu hingga mencapai pengertian terhadap diri dan lingkungannya. Oleh karena itu pendidik hendaknya dapat menciptakan situasi belajar yang student centered agar proses konstruksi pengetahuan siswa dapat terlaksana dengan baik. Dalam upaya meningkatkan iklim pembelajaran di sekolah untuk memperoleh hasil yang maksimal maka pembelajaran teacher- centered yang menekankan konsep-konsep dapat ditransfer dari pendidik ke siswa, beralih menuju student centered yang menekankan bahwa dalam pembelajaran siswa sendirilah yang akan membangun pengetahuannya Karli dan Yuliariatiningsih, M.S., 2003:7. Pengajaran Sejarah pada tingkat persekolahan mempunyai nilai strategis dalam kaitannya dengan pembangunan bangsa masa kini dan masa mendatang. Pembelajaran sejarah akan mengembangkan pemahaman siswa terhadap peristiwa atau kejadian masa lampau untuk dijadikan dasar perilaku di masa kini khususnya dalam menghadapi perkembangan masyarakat yang serba dinamis saat ini. Pendidikan sejarah bukan semata- mata dimaksudkan agar siswa tahu dan hafal tentang peristiwa masa lalu bangsa dan negaranya, namun bagaimana mereka dapat menjadikan pengetahuan dan pemahaman terhadap sejarah tersebut sebagai bahan refleksi diri dalam memahami dinamika kehidupan saat ini, sehingga dalam diri mereka tumbuh dan berkembang rasa cinta dan tanggung jawab terhadap bangsanya. Disamping itu pendidikan sejarah di sekolah bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa untuk berpikir kronologis dan kritis analitis serta dapat memahami sejarah dengan baik dan benar. Hal ini sesuai dengan tujuan diajarkannya mata pelajaran sejarah di SMA yaitu: a. Mendorong siswa berpikir kritis analitis dalam memanfaatkan pengetahuan tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan datang. b. Memahami bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. c. Mengembangkan kemampuan intelektual dan teknik untuk memahami proses perubahan dan keberlanjutan masyarakat Departemen Pendidikan Nasional, 2003:6. Berpikir kritis analitis dalam pendidikan sejarah adalah kemampuan mengembangkan pengetahuan, pemahaman, analisis dan sikap serta perilaku berdasarkan pengalaman-pengalaman sejarah dengan menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya serta mampu membuat keputusan dan mengambil hikmah dari pengalaman-pengalaman tersebut untuk dijadikan tolak ukur dalam bersikap, berpikir dan bertingkah laku. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasan, 1997: 140 yang menyatakan bahwa: Sesuai dengan fungsi institusional SMA dapat diarahkan pada kemampuan berpikir kritis, analitis dan keterampilan prososial yang didasarkan pada disiplin ilmu sejarah. Mereka sudah mulai dapat diperkenalkan dengan berbagai cara kerja, cara analisis dan juga wawasan keilmuan sejarah. Ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan untuk mempersiapkan mereka memasuki pendidikan yang lebih tinggi dan khusus di perguruan tinggi. Dalam jenjang pendidikan ini tujuan utama pendidikan sejarah bukan lagi untuk menambah keleluasan pengetahuan tentang berbagai peristiwa yang terjadi tetapi mendalami peristiwa tertentu. Sejarah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Setiap saat orang akan mengukir sejarah. Dalam proses perjalanan sejarah diharapkan siswa dapat mengasah kemampuan intelektualnya dan memahami proses perubahan yang terjadi. Oleh karena itu sejarah dapat dijadikan pedoman untuk kehidupan selanjutnya. Kehidupan selanjutnya atau masa depan akan penuh dengan berbagai tantangan. Sudah saatnya pula proses pembelajaran sejarah di kelas disesuaikan, dengan maksud untuk mengantisipasi perkembangan dunia tersebut, sehingga dapat membantu siswa dalam mempersiapkan kehidupan mereka dengan keadaan perkembangan dunia saat ini dan masa depan. Demikian dijelaskan Hasan 2004:16 bahwa belajar sejarah adalah belajar dari pengalaman orang lain di masa lampau untuk dijadikan pelajaran dan bahan pemikiran untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang. Sejalan dengan itu Sjamsuddin 1999:15 mengungkapkan Mengkaji sejarah adalah ikut mengapresiasi masa lalu dan kita turut empati terhadap apa yang menjadi tujuan-tujuan, prestasi-prestasi, dan penderitaan-penderitaan orang masa lalu. Reaksi-reaksi emosional dan sentimental tersebut dapat menentukan tingkah laku di masa yang akan datang. Senada dengan itu Wiriaatmadja 2002:156 menulis, Pengajaran sejarah akan membangkitkan kesadaran empati emphatic awareness di kalangan peserta didik, yaitu sikap simpati dan toleransi terhadap , orang lain yang disertai dengan kemampuan mental untuk imajinasi dan kreativitas. Kenyataan dari realitas pendidikan berdasarkan penelitian beberapa pakar pendidikan di Indonesia, mengisyaratkan bahwa pelajaran Sejarah yang diajarkan di berbagai lembaga pendidikan formal masih memperlihatkan suatu kondisi yang memprihatinkan. Pengajaran Sejarah sebagai bagian dari pendidikan IPS tampaknya masih sebagai kontribusi pengetahuan belaka dengan penekanan lebih pada domain kognitif rendah berupa hafalan terhadap tokoh, ruang, waktu dan peristiwa belaka. Selain itu kenyataan menunjukkan bahwa pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah dapat dikatakan masih belum memuaskan, karena guru sejarah hanya membeberkan fakta-fakta kering, berupa urutan tahun dan peristiwa belaka. Pelajaran sejarah dirasakan murid hanyalah mengulangi hal-hal yang sama dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah. Pendekatan serta teknik pengajarannya juga monoton. Bahkan materi pembelajaran sejarah terkesan berpusat pada daerah-daerah tertentu sebut saja Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Maluku, kita masih cenderung Jawa sentris Supardan, 2004:110. Kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran sejarah lebih banyak disebabkan oleh faktor guru yang kurang mampu mengembangkan teknik mengajar yang dapat menarik perhatian siswa dan mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan kreatif. Dengan kata lain pembelajaran yang dilakukan masih bersifat konvensional, yaitu hanya terbatas pada penyampaian serangkaian fakta sejarah dengan ciri khasnya guru sebagai sentral ilmu pengetahuan teacher centered dan siswa hanya menerima apa yang diajarkan oleh guru serta materi pembelajarannya sesuai dengan kurikulum. Penggunaan metode ceramah sangat mendominasi dalam pembelajaran sehingga potensi siswa tidak berkembang. Anak didik kurang diikutsertakan dalam proses pembelajaran dan membiarkan budaya diam selama pelajaran sejarah berlangsung. Sehingga daya nalar dan berpikir kreatif siswa dalam pelajaran sejarah tidak berkembang dan ini disebabkan oleh banyak faktor disamping karena siswa kurang dilibatkan langsung sebagai subjek pembelajaran juga diakibatkan oleh kondisi sosial yang sangat dominan dan ini yang membudaya pada Madrasah tempat penulis mengajar. Adapun yang melatar belakangi kondisi di atas terjadinya disebabkan adanya stratifikasi sosial yang masih berlangsung di kalangan masyarakat, masih adanya kelas bawahan dan atasan. Kelas atas terdiri dari para bangsawan dan golongan kaya, dan pegawai dan kelas bawah ini terdiri dari para petani, buruh dan masyarakat miskin. Siswa pada madrasah tempat peneliti bertugas terdiri dari kurang lebih 85 adalah anak para petani dan buruh, secara status sosial mereka masih sangat memperihatinkan. Stratifikasi sosial tersebut sangat berdampak secara psikologis dan terhadap sikap siswa terhadap guru yang selalu menerima dan mendengar tanpa ada timbal balik sebagai upaya untuk kreatif membangun suasana pembelajaran yang dua arah dari guru dan murid. Kondisi inilah yang menjadi masalah bagi pendidik untuk membangun suasana pembelajaran yang lebih aktif dan lebih menyenangkan. Hal ini juga diungkapkan oleh Wiriaatmadja, 2002:158: Kelemahan-kelemahan yang tampak dalam pembelajaran sejarah adalah kurang mengikutsertakan siswa, dan membiarkan “budaya diam” berlangsung di dalam kelas. Kondisi demikian menyebabkan pengajaran sejarah, dan sejarah nasional khususnya, kurang berhasil dalam menggairahkan pembelajaran siswa untuk penghayatan nilai- nilai secara mendalam yang ditunjukkan dengan pengungkapan ekspresi secara vokal. Faktor-faktor lain yang kurang menunjang ialah luasnya cakupan bahan pengajaran, bertumpang tindihnya materi dengan pengajaran lain yang sejenis, dan dukungan buku teks dan bahan bacaan lainnya yang bersifat informatif dari pada merangsang daya nalar dan berpikir kreatif siswa. Berdasarkan hasil pengamatan yang penulis lakukan selama bertugas mengajar sejarah di MAN Sengkol sebagai guru, dapat dikemukakan bahwa kondisi pembelajaran sejarah saat ini adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran sejarah masih bersifat teacher centered artinya sebagian besar guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar dengan pendekatan ceramah yang monoton, sehingga kurang terbuka pada tuntutan pembaharuan atau inovasi sebagaimana tuntutan kurikulum. Pendekatan belajar ini mengakibatkan guru lebih aktif sedangkan siswa akan terkesan pasif dan hanya menerima apa yang dikatakan guru saja. Hal ini akan menghambat kreativitas siswa. 2. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih sangat terbatas, karena itu banyak siswa merasa bosan dan jenuh. 3. Pembelajaran dititikberatkan pada penguasaan fakta dan konsep, yang bersifat hafalan, kurang mengembangkan aspek-aspek yang lain seperti dayaberpikir kritis dan bekerja sama. Padahal pembelajaran Sejarah juga diharapkan dapat menanamkan aspek-aspek tersebut. 4. Pembelajaran sejarah selama ini tidak memasukkan unsur inovatif, sehingga siswa merasa jenuh. 5. Dalam kegiatan pembelajaran guru masih belum melakukan pertanyaan dengan menggunakan teknik bertanya 6. Pelaksanaan evaluasi yang dikembangkan oleh guru lebih banyak berorientasi pada hasil, sementara evaluasi proses terabaikan, sehingga menyebabkan siswa dipaksa untuk menghafal, sedangkan proses pembelajarannya berada di luar jangkauan penilaian guru. 7. Hasil belajar sejarah selama ini masih sangat rendah bila dilihat dari hasil Ujian Nasional yang diadakan oleh Madrasah. Sehubungan dengan permasalahan di atas, maka, upaya penerapan pendekatan pembelajaran Sejarah di MAN Sengkol Pujut Lombok Tengah merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak untuk dilakukan. Salah satu pendekatan yang diduga dapat menjembatani keresahan tersebut adalah pendekatan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik. Pendekatan pembelajaran Konstruktivistik menekankan pada usaha memberi porsi yang lebih nyata dari kegiatan belajar siswa dengan menemukan sendiri dan mengkonstruksi pengetahuan sendiri. Di samping belajar sejarah di dalam kelas, siswa juga diajak ke lingkungan sekitar sekolah untuk mengamati langsung sumber-sumber sejarah serta mengumpulkan data sejarah. Aspek- aspek yang diamati tidak semata-mata berupa sejarah dalam artian urutan- urutan peristiwa, tetapi berbagai aspek kehidupan yang terkait seperti ekonomi, sosial, budaya, pertanian, keyakinan dan sebagainya. Hal ini memberikan kesempatan belajar lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, termasuk keterampilan bekerjasama untuk memperoleh pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Pembelajaran Sejarah dengan Pendekatan teknik bertanya kiranya dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, sehingga siswa menjadi aktif dan kreaktif student centered dalam proses belajar mengajar, sekaligus melatih beberapa keterampilan siswa dalam belajar. Pada dasarnya pengetahuan dibangun manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas sempit. Pengetahuan bukanlah sekedar seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat, manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiriaatmadja 2002:307-308 bahwa proses belajar mengajar Ilmu-ilmu Sosial akan tangguh apabila melakukan banyak kegiatan aktif, seperti: a. Belajar mengajar aktif harus disertai dengan berpikir reflektif dan pengambilan keputusan selama kegiatan berlangsung, karena proses pembelajaran berlangsung dengan cepat dan peristiwa dapat berkembang tiba-tiba. b. Melalui proses belajar aktif, siswa lebih mudah mengembangkan dan memahami pengetahuan baru mereka. c. Proses belajar aktif membangun kebermaknaan pembelajaran yang diperlukan agar peserta didik dapat mengembangkan pemahaman sosialnya. d. Peran guru secara bertahap bergeser dari sebagai sumber pengetahuan pada peranan yang tidak menonjol untuk mendorong siswa agar mandiri dan berdisiplin. e. Proses belajar mengajar Ilmu-ilmu Sosial yang tangguh menekankan proses pembelajaran dengan kegiatan aktif di lapangan untuk mempelajari kehidupan nyata dengan menggunakan bahan dan teknik yang ada di lapangan. Siswa perlu dikondisikan untuk terbiasa memecahkan masalah, menemukan hal-hal yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan gagasan- gagasan. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa, oleh sebab itu siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Hal ini sejalan dengan esensi dari teori belajar bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan dapat menjadi milik mereka sendiri. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima begitu saja pengetahuan secara pasif. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran dalam bentuk tanya jawab baik kepada gurunya maupun sesama temannya. Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, penulis mencoba mengadakan penelitian tentang Penerapan Teknik Bertanya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran Sejarah Kelas X Penelitian Tindakan Kelas di MAN Sengkol kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah NTB

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh metode penemuan dengan menggunakan teknik Scaffolding terhadap hasil belajar Matematika siswa

2 13 153

Keterampilan Bertanya Guru dalam Meningkatkan Aktivitas belajar Siswa pada Mata Pelajaran Fiqih di Madrasah Tsanawiyah At-taqwa 06 Bekasi.

1 10 196

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN GAMBAR TEKNIK KELAS X TEKNIK GAMBAR BANGUNAN SMK NEGERI 3 SEMARANG

3 22 163

PENERAPAN METODE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN AKTIFITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PELAJARAN PENGETAHUAN DASAR TEKNIK MESIN KELAS X DI SMK MELATI PERBAUNGAN.

0 3 21

PENERAPAN TEKNIK PEMBELAJARAN TAKE AND GIVE UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR PADA MATA PELAJARAN IPS.

1 5 31

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN TEKNIK ELEKTRONIKA : Suatu Penelitian Tindakan Kelas Terhadap Siswa Kelas X Teknik Audio Video 3 SMK Negeri 4 Bandung.

0 1 35

PENERAPAN TEKNIK BERTANYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH: Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas X Mia 2 SMA Negeri 26 Bandung.

1 6 57

(ABSTRAK) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X PADA MATA PELAJARAN KETERAMPILAN ELEKTRONIKA SISWA SMAN 1 KUDUS.

0 0 2

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ABILITY GROUPING SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MEKANIKA TEKNIK KELAS X TEKNIK SIPIL SMK NEGERI 5 SURAKARTA.

0 1 5

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA MATA PELAJARAN MEKANIKA TEKNIK SISWA KELAS X TB-A SMK NEGERI 2 SURAKARTA

0 0 20