Kondisi Non Fisik Desa Tamanbali

22 Pada saat Piodalan pertunjukan berupa tari-tarian pun dilaksanakan seperti Tari Rejang, dan Tari Pendet. 2. Upacara Hari Besar Selain pada saat Piodalan yang dilaksanakan setiap enam bulan sekali, pada saat perayaan hari besar seperti Galungan dan Kuningan banyak pemedek yang melakukan persembahyangan di Pura Taman Narmada Bali Raja baik dari Pemedek Desa Tamanbali maupun Pemedek dari kawitan Tirtha Harum.

b. Pengelola Pura

Menurut wawancara yang dilakukan dengan Pemangku Dewa Aji Mangku Taman pada 08 Oktober 2015, Pura Taman Narmada Bali Raja belum memiliki struktur organisasi kepengurusan yang tertulis, namun jika dilihat dari saat piodalan dapat diuraikan sebagai berikut, lihat gambar 2.22 Pada saat upacara Piodalan dilaksanakan, penyangra piodalan Pura Taman Narmada Bali Raja sudah mempersiapkan seluruh rentetan dalam menyambut Piodalan yang jatuh setiap Sukra Wage Landep. Penyangra piodalan telah mempersiapkan segala jenis upakara yang diperlukan, dengan sistem gotong royong ngayah yang dilaksanakan di area Pura Taman Narmada Bali Raja. Pemedek yang datang dari seluruh bali setiap harinya pada saat Piodalan dilaksanakan berjumlah ribuan orang, sehingga pada saat Piodalan pasti selalu ramai dan mengantri untuk melakukan persembahyangan, melihat area Utama Mandala dan Madya Mandala dari pura tidak terlalu luas. Pemangku Pura Taman Narmada Bali Raja Penyangra piodalan : 1. Desa Pakraman Guliang Kangin 2. Desa Pakraman Tamanbali Pemedek : Ksatria Tamanbali Maha Gotra Tirta Harum Gambar 2.22 Struktur Organisasi Pura Taman Narmada Bali Raja Sumber : Wawancara Dewa Aji Mangku Taman, 08102015 23

2.3 Sejarah Pura Taman Narmada Bali Raja

Informasi dari berdirinya Pura Taman Narmada Bali Raja dan sejarah Ksatria Tamanbali diperoleh dari Babad Satria Tamanbali dan didukung dari hasil wawancara dengan pemangku Pura Taman Narmada Bali Raja yaitu Dewa Aji Mangku Taman pada Kamis, 08 Oktober 2015. Asal mula didirikannya Pura Taman Narmada Bali Raja ini diceritakan bahwa Sanghyang Subali memiliki ikatan darah dengan Sanghyang Aji Rembat. Sanghyang Aji Rembat berpesraman di Kentel Gumi, Sanghyang Subali ini bertempat tinggal di Gunung Agung atau Gunung Tohlangkir, Sanghyang Sekar Angsana bertempat tinggal di Gelgel. Ida Mas Kuning bertempat di Pucak Tuluk Biu Gunung Abang, Kintamani. Begitu juga dengan saudara-saudara yang lainnya memiliki tempat tinggal di lokasi yang berbeda. Sanghyang Subali sekembalinya dari Gunung Agung merasa lelah dan kehausan karena menempuh perjalanan jauh. Sesampainya di Sungai Melangit Sanghyang Subali menancapkan tongkat yang dibawa beliau di sebuah batu besar di tebing sungai. Setelah beliau menancapkan tongkat tersebut keluarlah air dari batu besar tersebut yang berbau harum yang keharumannya tercium hingga ke Tegalwangi dan seorang gadis cantik yang bernama Dewi Njung Asti, karena keharuman dari air tersebut kemudian air itu diberi nama Tirta Harum. Dewi Njung Asti ditugaskan untuk menjaga air yang berbau wangi tersebut. Tidak saja tercium didaratan, keharuman dari Tirtha Harum pun tercium hingga ke Wisnu Loka, sehingga Hyang Wisnu mencium keharuman air tersebut. Lalu Hyang Wisnu memutuskan untuk turun ke dunia dan mandi disana. Pada saat Hyang Wisnu mandi beliau melihat Dewi Njung Asti. Dewi Njung Asti melihat air mani Hyang Wisnu dan memakannya dan akhirnya Dewi Njung Asti hamil. Pada saat Dewi Njung Asti hamil Hyang Wisnu menemui Dewi Njung Asti dan bertanya mengenai asal usul dari dirinya. Lalu Dewi Njung Asti diajak ke Wisnu Loka. Sanghyang Aji Rembat memiliki putra Sira Dukuh Suladri. Ida Mas Kuning memiliki dua orang putra yaitu Ida Tapadhana dan Ida Nagapuspa. Sanghyang Sekar Angsana berputrikan Ni Dewi Ayu Mas. Pada saat itu Sanghyang Subali emmohon kepada Hyang Wisnu untuk diberikan putra, dan permohonannya pun terkabul. Hyang Wisnu memberikan Sanghyang Subali seorang putra yang