emergensi, urgen, dan non urgen. Tindakan dan prosedur medis yang diterima pasien tergantung pada jenis penyakit dan dapat berupa tindakan atau prosedur
pemasangan oksigen, pengambilan darah, pemasangan infus, pemasangan kateter, tindakan hecting, dan lain sebagainya. Beragamnya tindakan dan prosedur medis
yang ada di IGD ini, tentunya akan menghasilkan banyak limbah baik medis dan non medis RSUD Kupang, 2014; Musliha, 2010.
Upaya pemilahan limbah medis dan non medis merupakan kegiatan yang
memerlukan pengetahuan, pemahaman yang benar-benar baik, kesadaran, dan keterampilan yang benar dari perawat Darmadi, 2008; Rohani Setio, 2010.
Namun pada kenyataannya, masih ada perawat yang mengabaikan hal ini. Hasil wawancara peneliti dengan petugas Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
IPSRS RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang menyebutkan bahwa saat akan melakukan proses pemusnahan limbah, masih ditemukan adanya limbah medis
dan non medis yang tercampur. Peneliti juga mewawancarai seorang perawat yang bertugas dalam Panitia Medik Pengendalian Infeksi RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang yang menyatakan bahwa saat melakukan inspeksi mendadak ke setiap ruangan perawatan, kadang-kadang masih ditemukan limbah medis dan non
medis yang tercampur. Hasil wawancara peneliti dengan Kepala Ruangan dan seorang perawat Instalasi
Gawat Darurat IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang, dikatakan bahwa perilaku perawat dalam membuang limbah medis dan non medis masih tergolong
kurang baik misalnya balutan-balutan bekas dari pasien sampah medis dibuang
ke kantong hitam yang seharusnya kantong tersebut digunakan untuk menyimpan sampah non medis. Contoh lainnya adalah jarum-jarum bekas dari pasien dibuang
begitu saja di dalam tempat sampah padahal sudah disediakan safety box untuk membuang benda-benda tajam. Ini menunjukkan bahwa masih ada perilaku
perawat yang kurang baik dalam melakukan pemilahan limbah medis dan non medis.
Perilaku perawat yang kurang baik ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor.
Berbagai teori dikembangkan untuk menentukan determinan perilaku. Kholid 2012 menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu usia,
jenis kelamin, pengetahuan, pendidikan, sikap, nilai keyakinan. Notoadmodjo 2010 menuliskan teori dari Green 1980, yang menyebutkan bahwa determinan
perilaku mencakup faktor predisposisi misalnya pengetahuan, sikap, tradisi, nilai kepercayaan, faktor pemungkinenabling, dan faktor penguatreinforcing.
Marmi dan Margayati 2013 menambahkan faktor lain yang mempengaruhi
perilaku adalah sarana dan fasilitas serta dukungan sosial. Penelitian Kusnaryanti 2005 dan Maironah, dkk 2011 menuliskan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas, peran kepala ruangan sebagai role model dengan praktek petugas kesehatan khususnya perawat dalam hal
pengelolaan limbah rumah sakit. Sedangkan hasil penelitian Jasmwati, dkk 2011 menentang dua hasil penelitian ini yang menyebutkan tidak ada hubungan antara
pengetahuan, sikap dan ketersediaan fasilitas dengan perilaku pengelola limbah medis rumah sakit.
Berdasarkan hasil penelusuran peneliti, di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang, penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
perawat dalam memilah limbah medis dan non medis ini belum pernah dilakukan serta masih ada pro dan kontra tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku perawat dalam pengelolaan limbah rumah sakit. Hal ini menarik perhatian peneliti untuk mengetahui lebih dalam faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku perawat dalam memilah limbah medis dan non medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang penulis angkat adalah “Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan perilaku perawat dalam
memilah limbah medis dan non medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang?”
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku perawat dalam memilah limbah medis dan non
medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a.
Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang pemilahan limbah medis dan non medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
b. Mengidentifikasi sikap perawat dalam pemilahan limbah medis dan non medis
di IGD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang c.
Mengidentifikasi ketersediaan fasilitas untuk proses pemilahan limbah medis dan non medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
d. Mengidentifikasi peran Kepala Ruangan dalam pemilahan limbah medis dan
non medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang e.
Mengidentifikasi perilaku perawat dalam memilah limbah medis dan non medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
f. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku perawat dalam
pemilahan limbah medis dan non medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
a. Bagi perawat
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi perawat dalam upaya mencegah dan mengendalikan infeksi melalui pemilahan limbah medis
dan non medis.
b. Bagi pihak manajemen Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk manajemen rumah sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit melalui
peningkatan pengetahuan, sikap perawat dan pengadaan sarana prasarana yang mendukung proses pemilahan limbah rumah sakit sehingga program PPI dapat
terlaksana dengan baik.
1.4.2 Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dan pemikiran bagi pengembangan
ilmu pengetahuan di bidang PPI khususnya dalam pemilahan limbah medis
dan non medis.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar kepustakaan dan informasi awal
untuk melakukan penelitian selanjutnya sehubungan dengan pengelolaan
limbah medis dan non medis.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi PPI
2.1.1 Konsep Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi PPI adalah suatu upaya yang ditujukan untuk mencegah transmisi penyakit menular di semua tempat pelayanan kesehatan
Minnesota Department of Health, 2014. Pencegahan memiliki arti mencegah agar tidak terjadi infeksi, sedangkan pengendalian memiliki arti meminimalisasi
resiko terjadinya infeksi. Dengan demikian, tujuan utama dari pelaksanaan program ini adalah mencegah dan mengendalikan infeksi dengan cara
menghambat pertumbuhan dan transmisi mikroba yang berasal dari sumber di sekitar penderita yang sedang dirawat Darmadi, 2008.
2.1.2 Cakupan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya
Kemenkes RI 2011, menuliskan bahwa ada sepuluh hal yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan PPI, yaitu:
a. Kebersihan tangan
Praktek membersihkan tangan adalah upaya mencegah infeksi yang disebarkan melalui tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan debris serta
menghambat dan membunuh mikroorganisme pada kulit. Menjaga kebersihan tangan ini dilakukan segera setelah sampai di tempat kerja, sebelum kontak
dengan pasien atau melakukan tindakan untuk pasien, selama melakukan
11
tindakan jika secara tidak sengaja terkontaminasi dan setelah kontak atau melakukan tindakan untuk pasien. Secara garis besar, kebersihan tangan
dilakukan pada air mengalir, menggunakan sabun danatau larutan antiseptik, dan diakhiri dengan mengeringkan tangan dengan kain yang bersih dan kering
Kemenkes RI, 2011. b.
Penggunaan Alat Pelindung Diri APD Alat Pelindung Diri APD telah lama digunakan untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun, dengan munculnya Acquired Immunodeficiency Syndrome AIDS dan Hepatitis C, serta
meningkatnya kembali kasus Tuberculosis TBC, pemakaian APD juga menjadi sangat penting dalam melindungi petugas. Alat pelindung diri
mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi, gaun, apron, pelindung kaki, dan alat pelindung lainnya Kemenkes RI, 2011.
c. Penatalaksanaan peralatan pasien dan linen
Konsep ini meliputi cara memproses instrumen yang kotor, sarung tangan, linen, dan alat yang akan dipakai kembali dengan menggunakan larutan klorin
0,5, mengamankan alat-alat kotor yang akan tersentuh serta memilih proses penanganan yang akan digunakan secara tepat. Penatalaksanaan ini dapat
dilakukan dengan precleaning, pencucian dan pembersihan, Desinfeksi Tingkat Tinggi DTT, serta sterilisasi Kemenkes RI, 2011.