Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Perawat dalam Memilah Limbah Medis dan Non Medis di IGD RSUD Prof.Dr.W.Z.Johannes Kupang.
SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PERILAKU PERAWAT DALAM MEMILAH
LIMBAH MEDIS DAN NON MEDIS DI
IGD RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES
KUPANG
OLEH
BERGITA OLIVIA HALI SAMON
NIM. 1302115011
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(2)
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PERILAKU PERAWAT DALAM MEMILAH
LIMBAH MEDIS DAN NON MEDIS DI
IGD RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES
KUPANG
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan
OLEH
BERGITA OLIVIA HALI SAMON
NIM. 1302115011
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
(3)
PERI{YA.TAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
NIM Fakultas Program Strdi
Bedta Olivia }Iali Sannon 1302115011
Kedokteran Universitas Udayana IlmuKeperawatan
,dengan sebenamya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis
id
bsntr-benar hasil karya saya sendiri, brrkan ffieflrpakan peugambilalihan tulisaa atau pikiran orlng lain yang saya aku sebagai tutisan atau pikiran saya sendiri. Apabila di kemudian
hd
dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakaa maka saya bersedia menedma sanksi atas perbuatan ttrsebut.(4)
LEMBAR PERSETUJUAFI SKRIPSI
TAKTOR.FAKTOR YANG BERI{UBUNGAN DENGAN
PERILAKU PERAWAT
DALAM
MEMILAH
LIiviBAii
FyiEBiSDAii
iiON
MEDIS
DEIGD
RST]DPROF.DR.W.Z.JOHANNES
KTIPAIYG
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarj ana Keperawatan
OLEII :
BERGITA OLTVIA
IIALI
SAMONr{rM. 1302115011
TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI
Pem Pembimbing Utama
Ns. A.A. Istri Putra Kusumawati. S.Keg.M.Ng
NIP. 1971
l2l5
199302 2 001ping
Ns. Luh Mira Puspita. S.Kep.. M.Kep rbimbing
(5)
dt-1.
2. J.
HALAMAN PENGESAHAI\
SKRIPSI
FAKTOR-FAKTOR
YAh{G
BERIIUBT]NGAI{
DENGAIY
PERILAKU PERAWAT
DALAM
MEMILAH
LIMBAH
MEDIS
DA1YNON
MEDIS
DI
IGD RS{'D
PROtr"DR .W.Z.JOHAFINES
KT]PANG
OLEH:
BERGIIA OLIVIA HALI SAMON I\trM. 1302115011
TELAH DIUJIKAN
I}I
HADAPAN TIM PENGUJIPADA
HARI
: RABUTANGGAL
: 18 FEBRUARI2015TIM PENGUJI
Ns. A.A. Istri Putra Kusumawati, S.Kep,
M.Ng
(Ketua) Ns. Luh Mira Puspita, S. Kep.,M.Kep
(Sekretaris) Ns.Ika WidiAstuti,M.Kep.,Sp.Kep.Mat
(Pembahas)MENGETAHUI
KETUA
Z_+e:\I4.S
f=Y"f,ffi
v"
xw
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, dan
karuniaNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi berjudul Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Perawat dalam Memilah Limbah Medis dan Non Medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih peneliti berikan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes, sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan peneliti kesempatan
menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.
2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa MS, AIF sebagai Ketua PSIK Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana Denpasar yang memberikan pengarahan dalam proses
pendidikan.
3. Ns. A.A. Istri Putra Kusumawati, S.Kep., M.Ng, sebagai Pembimbing Utama
yang telah sabar membimbing, menuntun serta memberikan saran perbaikan
kepada peneliti sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai tepat waktu.
4. Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep. M.Kep, sebagai Pembimbing Pendamping yang
telah sabar membimbing, menuntun serta memberikan saran perbaikan
kepada peneliti sehingga penyusunan skripsi ini dapat selesai tepat waktu.
5. Ns. I Made Suindrayasa, S.Kep, sebagai Pembimbing Pendamping yang telah
sabar membimbing, menuntun serta memberikan saran perbaikan kepada
(7)
6. Ns. Ika Widi Astuti, M.Kep., Sp.Kep.Mat., sebagai Pembahas yang telah
memberikan kritik dan saran untuk menyempurnakan penyusunan skripsi ini.
7. dr. Alphonsius Anapaku, SpOG, sebagai Direktur RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang yang telah mengijinkan peneliti untuk melakukan
penelitian di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang dan membantu dalam
penyediaan data sekunder yang diperlukan dalam melengkapi skripsi ini.
8. Ibu Theresia Surat Bayo, S.Kep, Ns., sebagai Kepala Sub Bagian Diklit
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang yang telah membantu peneliti dalam
mengurus surat ijin penelitian ke IGD.
9. Ns. Eirene Bilaut, S.Kep, sebagai Kepala Ruangan IGD RSUD Prof. Dr. W.
Z. Johannes Kupang yang telah menerima peneliti untuk melakukan
penelitian di IGD.
10. Ibu Agustina Tatu, SST, sebagai Anggota Tim Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang yang telah memberikan
informasi tentang pengelolaan limbah medis dan non medis di RSUD Prof.
Dr. W. Z. Johannes Kupang untuk pembahasan skripsi ini.
11. Ibu Mada Kedang, sebagai staf administrasi IGD RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang yang telah menyediakan dan memberikan data untuk
pembahasan skripsi ini.
12. Seluruh perawat IGD yang telah mendukung peneliti dengan menjadi
responden dalam penelitian ini.
13. Keluarga tercinta, Yohanes Tenggas, Pak Daniel, Ibu Lusia, adik-adik (Noldi,
(8)
smangat kepada peneliti sesara moril dan nnateril sehingga penulisan skipsi
iri
selesai tepatwaktu-14. Teman-teman seperjuaogan (Simsoa Astitr, Oche, Niaq Micks, Enettu Dor, Sytvia) yang telah banyak membanto serta msmkrikaa dukungan moril
kepada peneliti dalam menyelesaikan penulisan stripsi ini.
15. Selrruh teffrr-t€,man PSIK
B
angkatan 2013 yang telah memberikan dukungan moril kepada peneliti.16" Semuapih* yang telah membant* dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini
yaag tidak dryatdisebulkaa sdt persafir
Peneliti menyadari bahrra penulisan tugas akhir
ini
masih jauh dari semputna"oleh krena ihr peaeliti membuka diri uuqrk menerima segala saran dan txitik yang membangrm.
Alfiimya
semoga skripsiini
dapt bermanfa* bag yans membutuhkan.(9)
ABSTRAK
Hali Samon, Bergita Olivia. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Perawat dalam Memilah Limbah Medis dan Non Medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ns.A.A Istri Putra Kusumawati, S.Kep., M.Ng (2) Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep., M.Kep
Limbah medis dan non medis di rumah sakit perlu dipilah dan ditempatkan pada wadah sesuai jenisnya. Perilaku pemilahan limbah medis dan non medis dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pemilahan limbah medis dan non medis dengan menggunakan desain analitik korelasional, pendekatan cross sectional. Sampel penelitian berjumlah 39 orang yang dipilih secara total sampling. Data dianalisa dengan uji korelasi lambda. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara pengetahuan dan perilaku pemilahan limbah dengan kekuatan korelasinya sangat lemah (r=0,067), ada hubungan antara sikap dengan perilaku pemilahan limbah dengan kekuatan korelasinya sangat lemah (r=0,133), ada hubungan antara fasilitas dengan perilaku pemilahan limbah dengan kekuatan korelasinya sangat lemah (r=0,000), dan ada hubungan antara peran kepala ruangan dengan perilaku pemilahan limbah tetapi kekuatan korelasinya sangat lemah (r=0,133). Kesimpulan, ada hubungan yang sangat lemah antara pengetahuan, sikap, fasilitas, dan peran kepala sebagai role model dengan perilaku perawat dalam memilah limbah medis dan non medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Perlu dilakukan pendidikan, pelatihan, manajemen supervisi, dan pengawasan terhadap proses pemilahan limbah medis dan non medis untuk meningkatkan upaya pencapaian hasil dari pelaksanaan program PPI.
(10)
ABSTRACT
Hali Samon, Bergita Olivia. 2015. Factors Which are Related to the Behaviour of Nurses in Separating Medical and Non-medical Waste Materials at The Emergency Care Unit of the Public Hospital of Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Thesis, Nursing Study Program, Faculty of Medical Sciences, Udayana University, Denpasar. Supervisors: (1)Ns.A.A Istri Putra Kusumawati, S.Kep. M.Ng (2) Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep., M.Kep.
Medical and non-medical waste materials at a hospital must be separated properly and bedisposedin a proper container according to their types. The action of separating medical and non-medical waste materials can be affected by several factors. The aim of this research is to know the factors which are related to the action of separating medical and non-medical waste materials by implementing a correlational analytic design, cross sectional approach.Samples on this research were 39 people who were picked based on a total sampling method. The data were then analyzed with correlation lambda test. The result of the research showed that there are a very weak relationship between knowledge and the action of separating waste materials (r=0,067), a very weak relationship between behavior and the action of separating waste materials (r=0,133), a very weak relationship between facility and the action of separating waste materials (r=0,000), and a very weak relationship between the role of the head of divison and the action of separating waste materials (r=0,133). In conclusion, there is a very weak relationship between knowledge, behavior, facility, and the role of head of division as the role model with the behavior of the nurses in separating medical and non-medical waste materials in Emergency Care Unit of the Public Hospital of Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Theremust be an education and training, supervision management and monitoring towards the process of separating medical and non-medical waste materials to increase the achievement of the PPI program target.
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Sampul...
Halaman Judul... i
Pernyataan Keaslian Penulisan... ii
Lembar Persetujuan... iii
Halaman Pengesahan... iv
Kata Pengantar... v
Abstrak... viii
Abstract... ix
Daftar Isi... x
Daftar Tabel... xii
Daftar Gambar... xiii
Daftar Lampiran... xiv
Daftar Singkatan... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah... 1
1.2Rumusan Masalah... 7
1.3Tujuan Penelitian... 7
1.4Manfaat Penelitian... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi... 10
2.2 Pemilahan Limbah Rumah Sakit... 13
2.3 Perilaku Perawat dalam Memilah Limbah Medis dan Non Medis...,... 23
BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep... 32
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 34
3.3 Hipotesis Penelitian... 37
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian... 38
4.2 Kerangka Kerja... 39
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian... 39
4.4 Populasi, Teknik Sampling dan Sampel Penelitian... 40
4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data... 40
4.6 Pengolahan dan Analisa Data... 47
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian... 52
(12)
5.3 Keterbatasan Penelitian... 76
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan... 77 6.2 Saran... 78
Daftar Pustaka Lampiran-lampiran
(13)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Detail Warna dan Lambang Label Wadah Limbah Medis... 20 Tabel 3.1 Defenisi Operasional Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Perawat dalam Memilah Limbah Medis dan Non Medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang... 35 Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di IGD RSUD Prof. Dr.
W. Z. Johannes Kupang Tahun 2015... 55 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di IGD RSUD
Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2015... 55 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di IGD
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2015... 56 Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja di IGD RSUD
Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2015... 56 Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang
Pemilahan Limbah Medis dan Non Medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2015... 56 Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang Pemilahan
Limbah Medis dan Non Medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2015... 57 Tabel 5.7 Distribusi Fasilitas Pemilahan Limbah Medis dan Non Medis di
IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2015... 57 Tabel 5.8 Gambaran Peran Kepala Ruangan dalam Pemilahan Limbah
Medis dan Non Medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2015... 58 Tabel 5.9 Gambaran Perilaku Responden dalam Memilah Limbah Medis
dan Non Medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2015... 58 Tabel 5.10 Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Responden dalam
Memilah Limbah Medis dan Non Medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2015... 59 Tabel 5.11 Hubungan Sikap dengan Perilaku Responden dalam Memilah
Limbah Medis dan Non Medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2015... 60 Tabel 5.12 Hubungan Fasilitas dengan Perilaku Responden dalam Memilah
Limbah Medis dan Non Medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2015... 61 Tabel 5.13 Hubungan Peran Kepala Ruangan dengan Perilaku Responden
dalam Memilah Limbah Medis dan Non Medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang Tahun 2015... 62
(14)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Perawat dalam Memilah Limbah Medis dan Non Medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang... 33 Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Perilaku Perawat dalam Memilah Limbah Medis dan Non Medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang... 39
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Penelitian
Lampiran 2 : Penjelasan Penelitian
Lampiran 3 : Surat Persetujuan Menjadi Responden Penelitian
Lampiran 4 : Kisi-kisi Instrumen Penelitian
Lampiran 5 : Lembar Kuisioner
Lampiran 6 : Lembar Check List
Lampiran 7 : Surat Permohonan Ijin Melakukan Uji Validitas dan Reliabilitas 1
Lampiran 8 : Surat Permohonan Ijin Melakukan Uji Validitas dan Reliabilitas 2
Lampiran 9 : Surat Permohonan Ijin Melakukan Pengumpulan Data Penelitian
Lampiran 10 : Surat Pengantar Penelitian
Lampiran 11 : Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 12 : Lembar Konsultasi Pembimbing 1
Lampiran 13 : Lembar Konsultasi Pembimbing 2
Lampiran 14 : Realisasi Dana Penelitian dan Skripsi
Lampiran 15 : Master Tabel Penelitian
Lampiran 16 : Hasil Uji Univariat
Lampiran 17 : Hasil Uji Bivariat
(16)
DAFTAR SINGKATAN
AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome
APD : Alat Pelindung Diri
CSSD : Central Sterile Supply Departement
Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DTT : Desinfeksi Tingkat Tinggi
FK : Fakultas Kedokteran
IGD : Instalasi Gawat Darurat
IPCN : Infection Prevention Controle Nurse
IPSRS : Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
MRS : Masuk Rumah Sakit
PKU : Pembina Kesejahteraan Umat
PPI : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
PSIK : Program Studi Ilmu Keperawatan
RSU : Rumah Sakit Umum
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
TBC : Tuberkulosis
UNUD : Universitas Udayana
UPF : Unit Pelayanan Fungsional
WC : Water Closet
(17)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini
tidak hanya berkaitan dengan rumah sakit sebagai tempat pelayanan medis namun
juga sebagai tempat yang paling mungkin menularkan infeksi (nosokomial) baik
pada pasien, petugas kesehatan maupun masyarakat yang berkunjung. Hal ini
terjadi karena rumah sakit mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi
dengan jenis virulen yang resisten terhadap antibiotik (Potter & Perry, 2006).
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di sarana pelayanan kesehatan baik
rumah sakit, rumah perawatan, panti jompo, dan klinik kesehatan lainnya (Rohani
dan Setio, 2010). Suatu penelitian yang dilakukan oleh World Health
Organization (WHO) tahun 2006 mencatat angka kejadian infeksi nosokomial
sekitar 8,7% pada 55 rumah sakit di 14 negara di Eropa, Timur Tengah, Asia
Tenggara, dan Pasifik. Angka kejadian infeksi nosokomial di Asia Tenggara
tercatat sebanyak l0% (Nugraheni, dkk, 2012).
Sepuluh Rumah Sakit Umum (RSU) pendidikan di Indonesia pada tahun 2010
mencatat angka kejadian infeksi nosokomial yang terjadi sekitar 6-16% dengan
rata-rata 9,8% (Nugraheni, dkk, 2012). Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof.
Dr. W. Z. Johannes Kupang sebagai salah satu rumah sakit rujukan di Nusa
(18)
2
pada tahun 2014. Angka infeksi nosokomial yang terjadi pada Bulan Februari
2014 adalah 0,17%, pada Bulan Maret 0,15%, pada Bulan Mei sekitar 0,04%,
pada Bulan Juni terjadi peningkatan menjadi 0,69% (RSUD Kupang, 2014).
Jenis infeksi nosokomial yang paling banyak terjadi di RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang adalah kejadian infeksi pada pasien-pasien pasca operasi yaitu
sebanyak 0,92%. Infeksi nosokomial lain yang terjadi sejak Bulan Januari hingga
Juni 2014 adalah Plebitis sebanyak 4 kasus (RSUD Kupang, 2014). Oleh karena
itu, perlu diupayakan suatu tindakan pencegahan dan pengendalian terhadap
penularan infeksi.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah suatu upaya yang ditujukan
untuk mencegah transmisi penyakit menular di semua tempat pelayanan kesehatan
(Minnesota Department of Health, 2014). Aktivitas pengendalian infeksi berfokus
pada upaya memotong mata rantai infeksi dengan cara mengendalikan jumlah dan
jenis agen, tempat penyimpanan mikroorganisme penyakit di rumah sakit, serta
mencegah perpindahan mikroorganisme tersebut, baik pada pasien maupun
petugas kesehatan (Rohani & Setio, 2010).
Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007 telah mengeluarkan Surat
Keputusan Nomor 382/Menkes/SK/III/2007 sebagai bentuk dukungan dalam
upaya pencegahan terjadinya infeksi nosokomial. Surat Keputusan ini
menyebutkan tentang Pelaksanaan Program PPI di Rumah Sakit maupun fasilitas
pelayanan kesehatan lain melalui pembentukan Panitia Medik Pengendalian
(19)
3
pemutusan siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan,
pengunjung, serta masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan (Darmadi,
2008; Kemenkes RI, 2011).
Hasil wawancara peneliti dengan perawat anggota Panitia Medik Program PPI di
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang menyatakan bahwa pelaksanaan program
PPI sudah mulai berjalan dengan baik. Petugas dari Panitia Medik PPI Rumah
Sakit melakukan sosialisasi tentang cara-cara pencegahan dan pengendalian
infeksi, misalnya cara mencuci tangan yang benar, pemakaian Alat Pelindung Diri
(APD), dan sebagainya.
Salah satu bentuk pelaksanaan program PPI adalah pengelolaan limbah rumah
sakit secara baik dan benar (Kemenkes RI, 2011). Pengelolaan limbah rumah sakit
perlu dilakukan karena semua hasil kegiatan pelayanan medis di rumah sakit akan
menghasilkan produk samping berupa limbah yang dapat diindikasikan sebagai
reservoar kuman infeksi. Reservoar ini akan menjadi sumber mikroba patogen
penyebab penyakit infeksi (Darmadi, 2008).
Pengelolaan limbah rumah sakit adalah suatu upaya yang dilakukan terhadap
limbah, mulai dari tahap pemilahan dan pengumpulan di tempat sumber,
pengangkutan, penampungan hingga tahap pemusnahan (Djohan & Halim, 2013).
Peran perawat dalam pengelolaan limbah terletak pada tahap pemilahan
(Indonesia Public Health Information, 2014). Perawat harus memilah limbah
(20)
4
berdasarkan jenis limbah dan/atau sesuai ketentuan yang ada di rumah sakit
(Djohan & Halim, 2013).
Limbah medis adalah limbah sarana medis yang habis terpakai atau terbuang
setelah digunakan sebagai alat bantu diagnosis, pengobatan, prosedur dan
tindakan medis atau perawatan pada pasien, misalnya kassa, plester, jarum suntik,
set infus/botol infus, kantung darah, sarung tangan, dan sebagainya. Limbah non
medis adalah limbah hasil kegiatan rumah tangga rumah sakit (kantor/tata usaha,
dapur, taman, gudang, rekam medis, dan sebagainya), misalnya kertas, plastik,
kaleng, sayur/buah yang terbuang, daun, ranting, dan lain-lain (Darmadi, 2008).
Tahap pemilahan kedua jenis limbah ini dilakukan mulai dari tempat sumber
limbah, yakni unit perawatan/unit pelayanan medis (Djohan & Halim, 2013).
Salah satu tempat penghasil limbah terbanyak adalah Instalasi Gawat Darurat
(IGD). IGD adalah salah satu instalasi perawatan yang pertama dilalui pasien saat
diindikasikan Masuk Rumah Sakit (MRS). Ruangan IGD merupakan tempat awal
pasien mendapatkan prosedur dan/atau tindakan medis sehingga ruangan IGD
menjadi salah satu tempat yang banyak menghasilkan limbah hasil prosedur dan
tindakan medis yang dilakukan serta salah satu tempat yang paling mungkin
menularkan infeksi (Darmadi, 2008).
IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang mencatat jumlah kunjungan pasien
baik pasien yang menjalani rawat jalan biasa dan pasien yang diindikasikan rawat
inap dalam tahun 2014 sebanyak 15.138 pasien. Pasien-pasien yang datang ini
(21)
5
emergensi, urgen, dan non urgen. Tindakan dan prosedur medis yang diterima
pasien tergantung pada jenis penyakit dan dapat berupa tindakan atau prosedur
pemasangan oksigen, pengambilan darah, pemasangan infus, pemasangan kateter,
tindakan hecting, dan lain sebagainya. Beragamnya tindakan dan prosedur medis
yang ada di IGD ini, tentunya akan menghasilkan banyak limbah baik medis dan
non medis (RSUD Kupang, 2014; Musliha, 2010).
Upaya pemilahan limbah medis dan non medis merupakan kegiatan yang
memerlukan pengetahuan, pemahaman yang benar-benar baik, kesadaran, dan
keterampilan yang benar dari perawat (Darmadi, 2008; Rohani & Setio, 2010).
Namun pada kenyataannya, masih ada perawat yang mengabaikan hal ini. Hasil
wawancara peneliti dengan petugas Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
(IPSRS) RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang menyebutkan bahwa saat akan
melakukan proses pemusnahan limbah, masih ditemukan adanya limbah medis
dan non medis yang tercampur. Peneliti juga mewawancarai seorang perawat yang
bertugas dalam Panitia Medik Pengendalian Infeksi RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang yang menyatakan bahwa saat melakukan inspeksi mendadak ke
setiap ruangan perawatan, kadang-kadang masih ditemukan limbah medis dan non
medis yang tercampur.
Hasil wawancara peneliti dengan Kepala Ruangan dan seorang perawat Instalasi
Gawat Darurat (IGD) RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang, dikatakan bahwa
perilaku perawat dalam membuang limbah medis dan non medis masih tergolong
(22)
6
ke kantong hitam yang seharusnya kantong tersebut digunakan untuk menyimpan
sampah non medis. Contoh lainnya adalah jarum-jarum bekas dari pasien dibuang
begitu saja di dalam tempat sampah padahal sudah disediakan safety box untuk
membuang benda-benda tajam. Ini menunjukkan bahwa masih ada perilaku
perawat yang kurang baik dalam melakukan pemilahan limbah medis dan non
medis.
Perilaku perawat yang kurang baik ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor.
Berbagai teori dikembangkan untuk menentukan determinan perilaku. Kholid
(2012) menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu usia,
jenis kelamin, pengetahuan, pendidikan, sikap, nilai (keyakinan). Notoadmodjo
(2010) menuliskan teori dari Green (1980), yang menyebutkan bahwa determinan
perilaku mencakup faktor predisposisi (misalnya pengetahuan, sikap, tradisi, nilai
kepercayaan), faktor pemungkin/enabling, dan faktor penguat/reinforcing.
Marmi dan Margayati (2013) menambahkan faktor lain yang mempengaruhi
perilaku adalah sarana dan fasilitas serta dukungan sosial. Penelitian Kusnaryanti
(2005) dan Maironah, dkk (2011) menuliskan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan, sikap, ketersediaan fasilitas, peran kepala ruangan sebagai role
model dengan praktek petugas kesehatan khususnya perawat dalam hal
pengelolaan limbah rumah sakit. Sedangkan hasil penelitian Jasmwati, dkk (2011)
menentang dua hasil penelitian ini yang menyebutkan tidak ada hubungan antara
pengetahuan, sikap dan ketersediaan fasilitas dengan perilaku pengelola limbah
(23)
7
Berdasarkan hasil penelusuran peneliti, di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang, penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
perawat dalam memilah limbah medis dan non medis ini belum pernah dilakukan
serta masih ada pro dan kontra tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku perawat dalam pengelolaan limbah rumah sakit. Hal ini menarik
perhatian peneliti untuk mengetahui lebih dalam faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku perawat dalam memilah limbah medis dan non medis di IGD
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang penulis angkat
adalah “Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan perilaku perawat dalam memilah limbah medis dan non medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang?”
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku perawat dalam memilah limbah medis dan non
(24)
8
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Mengidentifikasi pengetahuan perawat tentang pemilahan limbah medis dan
non medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
b. Mengidentifikasi sikap perawat dalam pemilahan limbah medis dan non medis
di IGD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
c. Mengidentifikasi ketersediaan fasilitas untuk proses pemilahan limbah medis
dan non medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
d. Mengidentifikasi peran Kepala Ruangan dalam pemilahan limbah medis dan
non medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
e. Mengidentifikasi perilaku perawat dalam memilah limbah medis dan non
medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
f. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku perawat dalam
pemilahan limbah medis dan non medis di IGD RSUD Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang.
1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis a. Bagi perawat
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi perawat dalam
upaya mencegah dan mengendalikan infeksi melalui pemilahan limbah medis
(25)
9
b. Bagi pihak manajemen Rumah Sakit
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk manajemen rumah
sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit melalui
peningkatan pengetahuan, sikap perawat dan pengadaan sarana prasarana yang
mendukung proses pemilahan limbah rumah sakit sehingga program PPI dapat
terlaksana dengan baik.
1.4.2 Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dan pemikiran bagi pengembangan
ilmu pengetahuan di bidang PPI khususnya dalam pemilahan limbah medis
dan non medis.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar kepustakaan dan informasi awal
untuk melakukan penelitian selanjutnya sehubungan dengan pengelolaan
(26)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) 2.1.1 Konsep Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) adalah suatu upaya yang ditujukan
untuk mencegah transmisi penyakit menular di semua tempat pelayanan kesehatan
(Minnesota Department of Health, 2014). Pencegahan memiliki arti mencegah
agar tidak terjadi infeksi, sedangkan pengendalian memiliki arti meminimalisasi
resiko terjadinya infeksi. Dengan demikian, tujuan utama dari pelaksanaan
program ini adalah mencegah dan mengendalikan infeksi dengan cara
menghambat pertumbuhan dan transmisi mikroba yang berasal dari sumber di
sekitar penderita yang sedang dirawat (Darmadi, 2008).
2.1.2 Cakupan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya
Kemenkes RI (2011), menuliskan bahwa ada sepuluh hal yang perlu dilakukan
dalam pelaksanaan PPI, yaitu:
a. Kebersihan tangan
Praktek membersihkan tangan adalah upaya mencegah infeksi yang disebarkan
melalui tangan dengan menghilangkan semua kotoran dan debris serta
menghambat dan membunuh mikroorganisme pada kulit. Menjaga kebersihan
tangan ini dilakukan segera setelah sampai di tempat kerja, sebelum kontak
(27)
11
tindakan (jika secara tidak sengaja terkontaminasi) dan setelah kontak atau
melakukan tindakan untuk pasien. Secara garis besar, kebersihan tangan
dilakukan pada air mengalir, menggunakan sabun dan/atau larutan antiseptik,
dan diakhiri dengan mengeringkan tangan dengan kain yang bersih dan kering
(Kemenkes RI, 2011).
b. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) telah lama digunakan untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun, dengan munculnya
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dan Hepatitis C, serta
meningkatnya kembali kasus Tuberculosis (TBC), pemakaian APD juga
menjadi sangat penting dalam melindungi petugas. Alat pelindung diri
mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi, gaun, apron,
pelindung kaki, dan alat pelindung lainnya (Kemenkes RI, 2011).
c. Penatalaksanaan peralatan pasien dan linen
Konsep ini meliputi cara memproses instrumen yang kotor, sarung tangan,
linen, dan alat yang akan dipakai kembali dengan menggunakan larutan klorin
0,5%, mengamankan alat-alat kotor yang akan tersentuh serta memilih proses
penanganan yang akan digunakan secara tepat. Penatalaksanaan ini dapat
dilakukan dengan precleaning, pencucian dan pembersihan, Desinfeksi Tingkat
(28)
12
d. Pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan PPI berupa
pengelolaan limbah rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, baik limbah
yang terkontaminasi maupun yang tidak terkontaminasi (Kemenkes RI, 2011).
e. Pengendalian lingkungan rumah sakit
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya
adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih, aman, dan nyaman.
Pengendalian lingkungan secara baik dapat meminimalkan atau mencegah
transmisi mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung
dan masyarakat di sekitar rumah sakit atau fasilitas kesehatan (Kemenkes RI,
2011).
f. Kesehatan karyawan/perlindungan pada petugas kesehatan
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terpapar kuman saat bekerja. Upaya
rumah sakit atau fasilitas kesehatan untuk mencegah transmisi ini adalah
membuat program pencegahan dan pengendalian infeksi pada petugasnya,
misalnya dengan pemberian imunisasi (Kemenkes RI, 2011).
g. Penempatan/isolasi pasien
Penerapan program ini diberikan pada pasien yang telah atau sedang dicurigai
menderita penyakit menular. Pasien akan ditempatkan dalam suatu ruangan
tersendiri untuk meminimalkan proses penularan pada orang lain (Kemenkes
(29)
13
h. Hygiene respirasi/etika batuk
Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan perlu memperhatikan
kebersihan pernapasan dengan cara selalu menggunakan masker jika berada di
fasilitas pelayanan kesehatan. Saat batuk, sebaiknya menutup mulut dan hidung
menggunakan tangan atau tissue (Kemenkes RI, 2011).
i. Praktik menyuntik yang aman
Jarum yang digunakan untuk menyuntik sebaiknya jarum yang steril dan sekali
pakai pada setiap kali suntikan (Kemenkes RI, 2011).
j. Praktik lumbal pungsi
Saat melakukan prosedur lumbal pungsi sebaiknya menggunakan masker untuk
mencegah transmisi droplet flora orofaring (Kemenkes RI, 2011).
2.2 Pemilahan Limbah Rumah Sakit 2.2.1 Pengertian Limbah Rumah Sakit
Limbah rumah sakit adalah semua limbah hasil dari kegiatan rumah sakit dalam
bentuk padat, cair, pasta (gel), serta gas yang dapat mengandung mikroorganisme
patogen bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagian bersifat radioaktif.
Limbah rumah sakit bisa mengandung berbagai macam mikroorganisme
tergantung pada jenis rumah sakit dan tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang (Djohan & Halim, 2013).
2.2.2 Jenis-jenis Limbah Rumah Sakit
Djohan & Halim (2013) membagi jenis-jenis limbah berdasarkan bentuk dan
(30)
14
A.Berdasarkan bentuk
1. Limbah padat
Limbah padat rumah sakit adalah limbah berbentuk padat hasil kegiatan
rumah sakit yang terdiri atas limbah non medis, limbah medis padat,
limbah infeksius, dan limbah sangat infeksius (Djohan & Halim, 2013).
2. Limbah cair
Limbah cair adalah semua bentuk air buangan termasuk tinja hasil kegiatan
rumah sakit, yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan
kimia beracun, dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan (Rohani &
Setio, 2010).
3. Limbah gas
Limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas yang merupakan hasil
kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur,
perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat sitotoksik (Rohani &
Setio, 2010).
B.Berdasarkan bahaya
1. Limbah Non Medis
Limbah non medis merupakan limbah hasil kegiatan rumah sakit di luar
kegiatan medis. Limbah ini bisa berasal dari dapur, perkantoran, taman dan
halaman, serta unit pelayanan. Contohnya: karton, kaleng dan botol, serta
sampah dari ruangan pasien yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada
(31)
15
2. Limbah Medis
Limbah medis merupakan limbah hasil kegiatan pelayanan medis,
perawatan gigi, farmasi, atau sejenis, pengobatan, serta penelitian atau
pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun dan infeksius
berbahaya atau bisa membahayakan jika tidak dilakukan pengamanan
tertentu (Djohan & Halim, 2013).
Limbah medis dapat digolongkan, sebagai berikut: (Djohan & Salim, 2013)
a. Golongan A
Dressing bedah (kasa/perban, kapas, plester), swab (kain/kasa
penyeka), dan semua limbah terkontaminasi, bahan linen kasus penyakit
infeksi, seluruh jaringan tubuh manusia, hewan dari laboratorium, serta
hal lain yang berkaitan dengan swab dan dressing.
b. Golongan B
Syringe (suntikan) bekas, jarum, catridge (kemasan yang keras untuk
obat), pecahan gelas, dan benda tajam lainnya.
c. Golongan C
Limbah laboratorium dan postpartum kecuali yang masuk golongan A
d. Golongan D
Limbah bahan kimia dan farmasi tertentu
e. Golongan E
Pelapis bed-pan disposable, urinoir, incontinence-pad dan stamag
(32)
16
2.2.3 Pengelolaan Limbah Rumah sakit A.Konsep Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Pengelolaan limbah rumah sakit adalah salah satu upaya kegiatan pencegahan
infeksi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2011).
Pengelolaan limbah rumah sakit dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang
dilakukan terhadap limbah, dimulai dari tahap pengumpulan di tempat sumber,
pengangkutan, penyimpanan/penampungan serta tahap pengolahan akhir
(pemusnahan/pembuangan) (Djohan & Halim, 2011). Pengelolaan limbah yang
benar dimulai dari pemilahan limbah di tempat yang menjadi sumber limbah
tersebut dihasilkan (Rohani & Setio, 2010).
Semua petugas harus mengerti dan pernah dilatih tentang cara penanganan limbah
yang benar. Pemberian warna dan label pada tempat limbah yang telah disepakati
bersama dalam satu institusi kesehatan akan memudahkan pengelolaan sehingga
biaya yang digunakan lebih efisien (Rohani & Setio, 2010).
B.Tujuan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Rohani & Setio (2010), menyebutkan bahwa tujuan dari pengelolaan limbah
rumah sakit adalah:
1. Melindungi petugas dari perlukaan
2. Melindungi petugas kesehatan dan masyarakat sekitar terhadap penyebaran
infeksi
3. Membuang bahan-bahan berbahaya (bahan toksik dan radioaktif) dengan
(33)
17
C.Ketentuan-ketentuan dalam Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Djohan & Salim (2013), menuliskan tentang ketentuan-ketentuan yang perlu
diperhatikan dalam pengelolaan limbah rumah sakit, antara lain:
1. Bangsal harus memiliki minimal dua macam tempat limbah, satu untuk limbah
medis (dilapisi kantung plastik kuning) dan satunya lagi untuk limbah non
medis (dilapisi kantung plastik warna hitam).
2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah medis.
3. Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis dianggap sebagai
limbah non medis
4. Semua limbah yang keluar dari unit patologi dianggap sebagai limbah medis
dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.
Persyaratan tempat/wadah penampung limbah non medis, sebagai berikut:
(Djohan & Salim, 2013)
1. Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan
mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan pada bagian dalamnya,
misalnya fiberglass.
2. Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan.
3. Terdapat minimal satu buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan kebutuhan.
4. Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi 3x24 jam atau apabila
2/3 bagian kantong sudah terisi oleh limbah sudah harus diangkut supaya tidak
(34)
18
Persyaratan tempat/wadah penampung limbah medis, sebagai berikut: (Rohani &
Setio, 2010).
1. Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan
mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan pada bagian dalamnya,
misalnya fiberglass
2. Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan
yang terpisah dengan limbah non medis
3. Kantung plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3 bagian telah
terisi limbah.
4. Untuk benda-benda tajam hendaknya ditampung pada tempat khusus (safety
box) seperti botol atau karton yang aman.
5. Tempat pewadahan limbah padat medis infeksius dan sitotoksis yang tidak
langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan
desinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong
plastik yang telah dipakai dan kontak langsung dengan limbah tidak boleh
digunakan lagi.
D.Pemilahan Limbah Rumah Sakit
Pengelolaan limbah dilakukan mulai dari identifikasi limbah,
pemisahan/pemilahan dan pengumpulan, pengangkutan, penyimpanan, serta
(35)
19
1. Identifikasi limbah
Pada tahap ini, limbah diidentifikasi berdasarkan jenisnya, yaitu padat, cair,
tajam, infeksius, non infeksius, gas, bahan beracun, atau radioaktif (Djohan &
Salim, 2013; Kemenkes RI, 2011).
2. Pemilahan dan pengumpulan limbah
Pemisahan limbah harus dimulai dari unit atau sumber penghasil limbah, serta
dipisahkan dan ditempatkan berdasarkan jenisnya (Kemenkes RI, 2011).
a) Limbah non medis
Limbah non medis anorganik (kertas, plastik, botol kemasan, dan lain-lain)
dikumpulkan dalam bak sampah berwarna kuning yang sudah dilapisi
plastik hitam sedangkan limbah non medis organik (sisa-sisa
makanan/minuman, daun-daun kering) dikumpulkan dalam bak sampah
berwarna hijau yang telah dilapisi dengan plastik hitam. Limbah non medis
dengan volume besar baik organik maupun anorganik dapat langsung
diangkut ke tempat penampungan sementara jika tidak memungkinkan
untuk ditampung di bak sampah (Djohan & Halim, 2013).
b) Limbah medis
Limbah medis terdiri atas limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda
tajam, limbah kontainer bertekanan, dan limbah kandungan logam berat
tinggi (Djohan & Halim, 2013). Tabel 2.1 berikut ini adalah tabel yang
(36)
20
Tabel 2.1. Detail Warna dan Lambang Label Wadah Limbah Medis
No Kategori Warna Kantung
Plastik
Lambang Keterangan
1 Radioaktif Merah
Kantung boks timbal
dengan simbol
radioaktif
2 Sangat Infeksius Kuning
Kantung plastik kuat
dan antibocor atau
kontainer yang dapat
disterilisasi dengan
otoklaf
3 Infeksius Kuning
Plastik kuat dan
antibocor atau kontainer
4 Sitotoksik Ungu - Kontainer plastik kuat
dan antibocor
5 Limbah kimia dan farmasi Cokelat - Kantung plastik atau
kontainer Sumber: Rohani & Setio, 2010
3. Pengangkutan
Prinsip pengangkutan limbah baik medis maupun non medis adalah sama.
Berikut cara-cara pengangkutan limbah menurut Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2011: Djohan & Halim, 2013):
a) Setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan sementara
b) Limbah diangkut menggunakan kereta dorong khusus
c) Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
d) Tidak boleh ada limbah yang tercecer
e) Sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien
f) Petugas yang menangani limbah harus menggunakan pelindung diri
g) Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia dan
(37)
21
4. Penyimpanan/penampungan
Kemenkes RI (2011) menuliskan tentang ketentuan penyimpanan limbah
rumah sakit sebagai berikut:
a) Limbah disimpan di tempat penampungan sementara khusus
b) Limbah ditempatkan di dalam kantung plastik dan diikat dengan kuat
c) Setiap kantung plastik limbah atau bak penampung diberi label sesuai
dengan kategori limbah
d) Tempat penyimpanan atau penampungan sementara limbah harus di area
yang terbuka, terjangkau oleh kendaraan, aman dan selalu dijaga
kebersihannya, serta berada dalam kondisi kering.
5. Pemusnahan
Kemenkes RI (2011) menuliskan tentang ketentuan pemusnahan limbah rumah
sakit sebagai berikut:
a. Limbah infeksius dan limbah benda tajam dimasukkan dalam insinerator
b. Limbah non infeksius dibawa ke tempat pembuangan limbah umum
c. Limbah cair dibuang dalam wastafel di ruang spoelhok
d. Limbah faeces dan urine dibuang di dalam Water Closet (WC)
2.2.4 Peran Perawat dalam Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) pada dasarnya merupakan tanggung
jawab semua pihak yang ada di dalam lingkungan rumah sakit. Darmadi (2008),
menyebutkan bahwa dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi tenaga
keperawatan merupakan pelaksana terdepan. Hal ini disebabkan oleh petugas
(38)
22
Indonesia Public Health Information (2014) juga menyebutkan bahwa perawat
memiliki peran pertama dalam tugas pengelolaan limbah rumah sakit, yaitu tugas
memilah limbah medis dan non medis. Hal ini didukung pula oleh Djohan &
Halim (2013), yang menyatakan bahwa tenaga perawat merupakan salah satu
tenaga pengelola limbah padat dimana perawat bertugas memisahkan limbah
medis dan non medis di setiap unit pelayanan fungsional tempat perawat
bersangkutan bekerja.
Perawat harus memilah sampah medis, sampah non medis, sampah/limbah
infeksius, limbah patologi, benda tajam, dan menempatkannya pada wadah sesuai
jenisnya atau sesuai ketentuan yang ada di rumah sakit (Djohan & Halim, 2013).
Pendapat ini didukung oleh Sudiharti & Solikhah (2012) melalui suatu studi
pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta
yang menyatakan bahwa proses pemisahan limbah rumah sakit dilakukan oleh
petugas kesehatan khususnya perawat yang berada di setiap unit pelayanan
sedangkan pengolahan sampah selanjutnya dilakukan oleh petugas kebersihan
yang berada di rumah sakit.
Sebuah survei pendahuluan oleh Muchsin, dkk (2013) di RSUD Aceh Tamiang
khususnya pada ruangan yang menghasilkan limbah medis, menunjukkan bahwa
perawat memiliki peran yang cukup banyak dalam melakukan pelayanan
keperawatan (misalnya, menyuntik, memasang selang infus, mengganti cairan
infus, melakukan perawatan luka, memasang selang urine, perawatan dalam
(39)
23
pertama yang berperan memastikan limbah medis akan berada pada tempat yang
aman atau tidak (wadah penampungan limbah medis), sebelum limbah ini
diangkut ke tempat pemusnahan.
2.3 Perilaku Perawat dalam Memilah Limbah Medis dan Non Medis 2.3.1 Perilaku
A.Konsep Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan (Notoatmodjo, 2012). Perilaku manusia dapat timbul karena adanya
stimulus dan respons serta dapat diamati baik secara langsung maupun tidak
langsung. Stimulus ini bisa berasal dari dalam diri (internal) ataupun dari luar diri
(eksternal) manusia yang bersangkutan (Sunaryo, 2010).
B.Jenis-jenis Perilaku
Notoatmodjo (2010), mengelompokkan perilaku menjadi dua, yaitu:
1. Perilaku Tertutup (Covert behaviour)
Perilaku tertutup terjadi bila reaksi terhadap stimulus masih belum dapat diamati
oleh orang lain secara jelas. Respon seseorang masih terbatas pada perhatian,
perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.
Misalnya, seorang perawat tahu tentang limbah medis dan non medis serta cara
pemilahannya (pengetahuan) kemudian perawat tersebut berusaha memberikan
(40)
24
2. Perilaku Terbuka (Overt behaviour)
Perilaku terbuka terjadi apabila reaksi terhadap stimulus tersebut sudah berupa
tindakan atau praktik yang bisa diamati orang lain dari luar. Misalnya, perawat
membuang limbah medis dan non medis pada tempatnya sesuai ketentuan
pemilahan limbah.
2.3.2 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Perawat dalam Memilah Limbah Medis dan Non Medis
Perilaku seseorang dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal
baik dari dalam maupun dari luar subyek. Faktor-faktor ini disebut determinan.
Green (1980) menyebutkan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi
perilaku, yaitu: (Notoatmodjo, 2010)
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)
Faktor–faktor ini adalah faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,
tradisi, dan sebagainya. Contohnya, seorang perawat mau memilah limbah
medis dan non medis karena perawat tersebut tahu dan yakin bahwa
tindakannya itu dapat meminimalkan resiko terjadinya penularan infeksi.
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap suatu obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Sebagian besar penginderaan seseorang didapatkan
(41)
25
Pengetahuan seseorang akan suatu obyek memiliki tingkat yang
berbeda-beda. Pengetahuan dibagi menjadi enam tingkat, yaitu: (Notoatmodjo, 2010)
1) Tahu (know) dan mengingat kembali (recall) diartikan sebagai
kemampuan mengingat kembali sesuatu yang pernah diketahui.
Misalnya, perawat tahu bahwa limbah medis dan non medis dapat
menjadi wadah berkembangbiaknya mikroorganisme.
2) Pemahaman (Comprehension) merupakan suatu kemampuan untuk
memahami tentang suatu objek atau materi. Pada tingkatan ini, individu
diminta untuk bisa menginterpretasikan secara benar tentang obyek yang
dilihatnya. Misalnya, perawat yang memahami tentang cara pemilahan
limbah medis dan non medis tidak hanya bisa menyebutkan jenis-jenis
sampah dan cara membuangnya, tetapi perawat tersebut juga bisa
menjelaskan kenapa tindakan pemilahan ini perlu dilakukan.
3) Penerapan (Application) diartikan sebagai kemampuan untuk
menerapkan secara benar mengenai suatu hal yang diketahui dalam
situasi yang sebenarnya. Misalnya, seorang perawat yang telah paham
tentang proses pengelolaan limbah, perawat tersebut harus dapat
membuat perencanaan program pengelolaan limbah di tempat perawat
tersebut bekerja.
4) Analisis (Analisis) diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan
materi atau objek ke dalam suatu struktur atau bagan yang masih ada
(42)
26
mencapai tahap ini adalah apabila individu tersebut sudah dapat
mengelompokkan atau membuat diagram tentang suatu obyek.
5) Sintesis (Syntesis) diartikan sebagai kemampuan untuk menghubungkan
bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain sintesis adalah suatu kemampuan individu membuat rangkuman dari
formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, seseorang dapat meringkas
dan membuat dengan kata-kata sendiri tentang hal yang didengar atau
dilihatnya.
6) Evaluasi (Evaluation) diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu objek atau materi.
Penelitian Rogers (1974) dalam Indriyani dan Asmudji (2014),
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, orang
tersebut mengalami beberapa proses dalam dirinya, yakni:
a) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari atau mengetahui
adanya stimulus (obyek) terlebih dahulu. Misalnya, menyadari tentang
pentingnya pemilahan limbah medis dan non medis.
b) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus (obyek), misalnya mulai
tertarik pada proses pemilahan limbah medis dan non medis.
c) Evaluation, yakni orang tersebut mulai menimbang-nimbang baik tidaknya
stimulus (proses pemilahan limbah medis dan non medis) tersebut bagi
dirinya.
d) Trial, yakni orang tersebut mulai mencoba perilaku baru tersebut (memilah
(43)
27
e) Adoption, yakni orang tersebut telah mampu berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Perilaku baru atau adopsi perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran yang positif akan bersifat langgeng (long lasting) dibandingkan
dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran.
Contohnya, perawat memilah limbah medis dan non medis di tempat yang
benar karena diperintahkan oleh atasannya tanpa mengetahui makna dan tujuan
pemilahan tersebut, maka dengan segera perilaku pemilahan ini tidak akan
dilakukan jika atasan dari perawat tidak ada (Notoatmodjo, 2012).
Berbagai penelitian dilakukan untuk melihat hubungan antara pengetahuan
dengan perilaku. Penelitian-penelitian tersebut menggambarkan bahwa
pengetahuan memiliki hubungan yang kuat dan positif dengan perilaku.
Pengetahuan yang tinggi akan meningkatkan perilaku yang baik (Kusnaryanti,
2005; Maironah, dkk, 2011; Sudiharti & Solikhah, 2012). Hasil-hasil penelitian
ditentang oleh penelitian dari Jasmawati, dkk (2012) yang menyatakan bahwa
tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku. Pada penelitian
Naktika (2010), peneliti masih menyarankan perlunya peningkatan
pengetahuan perawat melalui sosialisasi, penyuluhan maupun pelatihan tentang
pemilahan sampah.
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menyatakan
(44)
28
b. Sikap (Attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang stimulus atau obyek tertentu yang
sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang (senang-tidak senang,
setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Sikap melibatkan pikiran,
perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan lainnya (Notoatmodjo, 2010).
Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa sikap terdiri atas tiga komponen
pokok, yaitu:
1) Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep orang terhadap suatu obyek.
Misalnya bagaimana pendapat perawat tentang proses pemilahan limbah
medis dan non medis.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap obyek. Misalnya
bagaimana penilaian perawat terhadap pemilahan limbah medis dan non
medis, apakah perawat tersebut menganggap pemilahan limbah ini adalah
sesuatu hal yang penting atau tidak penting dalam upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi.
3) Kecenderungan untuk bertindak. Misalnya, tindakan yang akan dilakukan
perawat bila melihat limbah medis dan non medis.
Ketiga komponen tersebut diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo,
2010). Contoh, seorang perawat mendengar (tahu) tentang limbah medis dan
(45)
29
dengan baik). Pengetahuan ini akan membuat perawat berpikir dan berusaha
agar akibat yang timbul karena pemilahan limbah yang kurang baik tidak
terjadi. Saat proses berpikir ini komponen emosi dan keyakinan perawat ikut
bekerja sehingga perawat tersebut berniat (kecenderungan bertindak)
melakukan pemilahan limbah. Perawat ini mempunyai sikap tertentu (berniat
melakukan pemilahan) terhadap objek tertentu yakni limbah medis dan non
medis.
Penelitian Kusnaryanti (2005) menyatakan bahwa ada hubungan antara sikap
dengan praktek perawat dalam mengelola limbah rumah sakit. Hasil penelitian
ini didukung pula oleh penelitian dari Maironah, dkk (2011) dan Sudiharti &
Solikhah (2012). Namun, penelitian Jasmawati, dkk (2011), menentang bahwa
ada hubungan antara sikap dengan perilaku petugas pengumpul sampah.
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menggunakan skala Likert dengan
pilihan jawaban sangat setuju (5), setuju (4), ragu-ragu (3), tidak setuju (2), dan
sangat tidak setuju (1).
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor-faktor ini adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi
perilaku atau tindakan seperti sarana dan prasarana yang dapat menunjang
terjadinya perilaku (Notoatmodjo, 2012). Contoh perilaku akibat faktor
pemungkin ini adalah perawat-perawat sebuah ruangan di rumah sakit atau
fasilitas kesehatan yang sudah tahu tentang limbah medis dan pemilahannya
(46)
30
apabila ruangan tersebut tidak mampu mengadakan fasilitas wadah
penampungan ini, maka ruangan tersebut terpaksa menggunakan wadah atau
sarana yang ada dan tidak sesuai untuk membuang sampah medis dan non
medis.
Sarana prasarana yang diperlukan sehubungan dengan proses pemilahan
limbah medis adalah tempat sampah yang mudah dibuka tutup tanpa mengotori
tangan, tempat sampah yang terbuat dari bahan yang cukup kuat, ringan, tahan
karat, kedap air, dan mudah dibersihkan, kantung plastik kuning untuk
menampung limbah medis/infeksius, kantung hitam untuk menampung limbah
non medis, dan safety box untuk menampung limbah tajam (Rohani dan Setio,
2010).
Pentingnya sarana dan prasarana dalam perubahan perilaku, didukung oleh
hasil penelitian dari Kusnaryanti (2005) dan Maironah, dkk (2011). Dua
penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat dan positif antara
ketersediaan fasilitas dengan perilaku pengelolaan limbah rumah sakit. Namun,
hasil penelitian ini ditentang oleh Jasmawati, dkk (2012) yang menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan fasilitas dengan praktik petugas
pengumpul limbah medis.
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Pengetahuan, sikap, dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum
menjamin terjadinya perilaku seseorang. Sering terjadi seseorang tahu manfaat
(47)
31
sarana untuk pengolahan limbah, namun orang tersebut tetap tidak mengelola
limbah dengan baik karena orang yang dipercaya atau orang yang dihormatinya
(kepala ruangan) belum melakukan pengelolaan limbah yang baik. Contoh ini
menjelaskan bahwa seseorang yang menjadi role model merupakan faktor
penguat bagi terjadinya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010).
WHO dalam Notoatmodjo (2012), menambahkan bahwa apabila ada seseorang
yang dipercaya, maka apa yang dikatakan atau perbuatan orang itu cenderung
dicontoh. Orang-orang yang dianggap penting ini disebut kelompok referensi,
misalnya kepala ruangan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari
Kusnaryanti (2005) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara praktik
kepala ruangan sebagai role model dengan praktik perawat dalam pengelolaan
sampah medis.
Dalam hal pemilahan limbah medis dan non medis, kepala ruangan memiliki
peran antara lain: memberikan penjelasan tentang limbah medis dan non medis
serta cara pemilahannya, memberikan contoh atau menunjukkan cara memilah
limbah medis dan non medis secara benar, mengingatkan dan memperhatikan
tindakan staf dalam memilah limbah medis dan non medis secara benar,
memberikan kesempatan pada staf untuk menyampaikan permasalahan dan
membantu staf dalam mencari solusi untuk permasalahan yang berhubungan
dengan pemilahan limbah medis dan non medis, serta memberikan pujian
terhadap staf yang melakukan pemilahan limbah medis dan non medis secara
(1)
mencapai tahap ini adalah apabila individu tersebut sudah dapat mengelompokkan atau membuat diagram tentang suatu obyek.
5) Sintesis (Syntesis) diartikan sebagai kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan individu membuat rangkuman dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, seseorang dapat meringkas dan membuat dengan kata-kata sendiri tentang hal yang didengar atau dilihatnya.
6) Evaluasi (Evaluation) diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek atau materi.
Penelitian Rogers (1974) dalam Indriyani dan Asmudji (2014), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, orang tersebut mengalami beberapa proses dalam dirinya, yakni:
a) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari atau mengetahui
adanya stimulus (obyek) terlebih dahulu. Misalnya, menyadari tentang pentingnya pemilahan limbah medis dan non medis.
b) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus (obyek), misalnya mulai
tertarik pada proses pemilahan limbah medis dan non medis.
c) Evaluation, yakni orang tersebut mulai menimbang-nimbang baik tidaknya
stimulus (proses pemilahan limbah medis dan non medis) tersebut bagi dirinya.
d) Trial, yakni orang tersebut mulai mencoba perilaku baru tersebut (memilah
(2)
e) Adoption, yakni orang tersebut telah mampu berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Perilaku baru atau adopsi perilaku yang didasari oleh pengetahuan dan kesadaran yang positif akan bersifat langgeng (long lasting) dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran. Contohnya, perawat memilah limbah medis dan non medis di tempat yang benar karena diperintahkan oleh atasannya tanpa mengetahui makna dan tujuan pemilahan tersebut, maka dengan segera perilaku pemilahan ini tidak akan dilakukan jika atasan dari perawat tidak ada (Notoatmodjo, 2012).
Berbagai penelitian dilakukan untuk melihat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku. Penelitian-penelitian tersebut menggambarkan bahwa pengetahuan memiliki hubungan yang kuat dan positif dengan perilaku. Pengetahuan yang tinggi akan meningkatkan perilaku yang baik (Kusnaryanti, 2005; Maironah, dkk, 2011; Sudiharti & Solikhah, 2012). Hasil-hasil penelitian ditentang oleh penelitian dari Jasmawati, dkk (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku. Pada penelitian Naktika (2010), peneliti masih menyarankan perlunya peningkatan pengetahuan perawat melalui sosialisasi, penyuluhan maupun pelatihan tentang pemilahan sampah.
Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden (Notoatmodjo, 2010).
(3)
b. Sikap (Attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang stimulus atau obyek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi seseorang (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Sikap melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan lainnya (Notoatmodjo, 2010).
Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa sikap terdiri atas tiga komponen pokok, yaitu:
1) Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep orang terhadap suatu obyek. Misalnya bagaimana pendapat perawat tentang proses pemilahan limbah medis dan non medis.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap obyek. Misalnya bagaimana penilaian perawat terhadap pemilahan limbah medis dan non medis, apakah perawat tersebut menganggap pemilahan limbah ini adalah sesuatu hal yang penting atau tidak penting dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi.
3) Kecenderungan untuk bertindak. Misalnya, tindakan yang akan dilakukan perawat bila melihat limbah medis dan non medis.
Ketiga komponen tersebut diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2010). Contoh, seorang perawat mendengar (tahu) tentang limbah medis dan non medis (jenis-jenisnya, cara pemilahannya dan akibat jika tidak dipilah
(4)
dengan baik). Pengetahuan ini akan membuat perawat berpikir dan berusaha agar akibat yang timbul karena pemilahan limbah yang kurang baik tidak terjadi. Saat proses berpikir ini komponen emosi dan keyakinan perawat ikut bekerja sehingga perawat tersebut berniat (kecenderungan bertindak) melakukan pemilahan limbah. Perawat ini mempunyai sikap tertentu (berniat melakukan pemilahan) terhadap objek tertentu yakni limbah medis dan non medis.
Penelitian Kusnaryanti (2005) menyatakan bahwa ada hubungan antara sikap dengan praktek perawat dalam mengelola limbah rumah sakit. Hasil penelitian ini didukung pula oleh penelitian dari Maironah, dkk (2011) dan Sudiharti & Solikhah (2012). Namun, penelitian Jasmawati, dkk (2011), menentang bahwa ada hubungan antara sikap dengan perilaku petugas pengumpul sampah.
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menggunakan skala Likert dengan pilihan jawaban sangat setuju (5), setuju (4), ragu-ragu (3), tidak setuju (2), dan sangat tidak setuju (1).
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor-faktor ini adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan seperti sarana dan prasarana yang dapat menunjang terjadinya perilaku (Notoatmodjo, 2012). Contoh perilaku akibat faktor pemungkin ini adalah perawat-perawat sebuah ruangan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang sudah tahu tentang limbah medis dan pemilahannya mengupayakan tempat/wadah penampungan limbah sesuai ketentuan tetapi
(5)
apabila ruangan tersebut tidak mampu mengadakan fasilitas wadah penampungan ini, maka ruangan tersebut terpaksa menggunakan wadah atau sarana yang ada dan tidak sesuai untuk membuang sampah medis dan non medis.
Sarana prasarana yang diperlukan sehubungan dengan proses pemilahan limbah medis adalah tempat sampah yang mudah dibuka tutup tanpa mengotori tangan, tempat sampah yang terbuat dari bahan yang cukup kuat, ringan, tahan karat, kedap air, dan mudah dibersihkan, kantung plastik kuning untuk menampung limbah medis/infeksius, kantung hitam untuk menampung limbah non medis, dan safety box untuk menampung limbah tajam (Rohani dan Setio, 2010).
Pentingnya sarana dan prasarana dalam perubahan perilaku, didukung oleh hasil penelitian dari Kusnaryanti (2005) dan Maironah, dkk (2011). Dua penelitian ini menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat dan positif antara ketersediaan fasilitas dengan perilaku pengelolaan limbah rumah sakit. Namun, hasil penelitian ini ditentang oleh Jasmawati, dkk (2012) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan fasilitas dengan praktik petugas pengumpul limbah medis.
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Pengetahuan, sikap, dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum menjamin terjadinya perilaku seseorang. Sering terjadi seseorang tahu manfaat tentang pengolahan limbah yang baik dan juga telah mampu menyediakan
(6)
sarana untuk pengolahan limbah, namun orang tersebut tetap tidak mengelola limbah dengan baik karena orang yang dipercaya atau orang yang dihormatinya (kepala ruangan) belum melakukan pengelolaan limbah yang baik. Contoh ini menjelaskan bahwa seseorang yang menjadi role model merupakan faktor penguat bagi terjadinya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2010).
WHO dalam Notoatmodjo (2012), menambahkan bahwa apabila ada seseorang yang dipercaya, maka apa yang dikatakan atau perbuatan orang itu cenderung dicontoh. Orang-orang yang dianggap penting ini disebut kelompok referensi, misalnya kepala ruangan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Kusnaryanti (2005) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara praktik kepala ruangan sebagai role model dengan praktik perawat dalam pengelolaan sampah medis.
Dalam hal pemilahan limbah medis dan non medis, kepala ruangan memiliki peran antara lain: memberikan penjelasan tentang limbah medis dan non medis serta cara pemilahannya, memberikan contoh atau menunjukkan cara memilah limbah medis dan non medis secara benar, mengingatkan dan memperhatikan tindakan staf dalam memilah limbah medis dan non medis secara benar, memberikan kesempatan pada staf untuk menyampaikan permasalahan dan membantu staf dalam mencari solusi untuk permasalahan yang berhubungan dengan pemilahan limbah medis dan non medis, serta memberikan pujian terhadap staf yang melakukan pemilahan limbah medis dan non medis secara benar (Sugiyono, 2013).