FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUANG PERAWATAN RSUD KOTA MAKASSAR

  Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531

  128 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUANG PERAWATAN RSUD KOTA MAKASSAR Nurhidayah

   STIKES Nani Hasanuddin Makassar

  (Alamat Korespondensi: nurhidayah_nrns@yahoo.co.id / 081243346559)

  ABSTRAK

  Kinerja perawat adalah bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. (Cecep, 2013). Menurut Gibson dalam Mangkunegara (2010) ada beberapa hal yang mampu mempengaruhi kinerja yaitu individu, organisasi, dan psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat diruang perawatan RSUD Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan rancangan Cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive Sampling jumlah populasi sebanyak 56 dan sampel dalam penelitian ini adalah 49 responden. Pengumpulan data menggunakan kuisioner yang diisi oleh perawat dan lembar observasi yang diisi oleh peneliti. Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan komputer Microsoft Exel dan Program Statistic (SPSS) versi 22 yang disajikan dalam bentuk tabel. Analisis data mencakup analisis univariat dengan mencari distribusi frekuensi, analisis bivariat dengan uji Chi-Square (ρ<0,05) untuk mengetahui hubungan antar variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi dengan kinerja perawat (ρ= 0,006), reward dengan kinerja perawat (ρ= 0,043), pelatihan & pengembangan dengan kinerja perawat (ρ= 0,008) dan kerjasama dengan kinerja perawat (ρ= 0,007), hubungan kepribadian (p=0,022) dan persepsi (p=1,000) dengan kinerja perawat. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah dari faktor budaya organisasi terdapat hubungan antara komunikasi, reward, pelatihan & pengembangan, dan kerjasama dengan kinerja perawat. Dan yang paling mempengaruhi kinerja adalah faktor komunikasi sedangkan dari faktor psikologis terdapat hubungan kepribadian dengan kinerja perawat dan tidak ada hubungan persepsi dengan kinerja perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar.

  Kata Kunci : Budaya Organisasi, Psikologis, Kinerja Perawat.

  PENDAHULUAN

  Kinerja keperawatan didasari atas pedoman dan standar yang menjadi acuan dalam pelayanan keperawatan. Kinerja keperawatan diukur berdasarkan hasil pencapaian pelaksanaan standar kinerja dalam pelayanan keperawatan. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pada tahun 2010 telah mensahkan standar profesi keperawatan sebagaimana tercantum dalam

  pasal 24 ayat (2) UU No. 36 tahun 2009 yang terdiri dari standar kompetensi dan standar praktik keperawatan. Standar praktik merupakan komitmen perawat dalam melindungi masyarakat terhadap praktik yang dilakukan oleh anggota profesi. Standar praktik keperawatan meliputi standar asuhan dan standar kinerja profisional yang dipakai sebagai evaluasi dalam menilai asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Lestari, 2015).

  Kinerja perawat adalah bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. (Cecep, 2013).

  Dalam sistem asuhan keperawatan, kinerja dapat diartikan melalui kepatuhan perawat profesional dalam melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar Departemen Kesehatan RI mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi (Cecep, 2013). Menurut Gibson dalam Mangkunegara (2010) ada beberapa hal yang mampu mempengaruhi kinerja yaitu individu, organisasi, dan psikologis.

  Budaya didefinisikan sebagai cara hidup orang yang dipindahkan dari generasi ke generasi melalui berbagai proses pembelajaran untuk menciptakan cara hidup tertentu yang paling cocok dengan lingkungannya (Wibowo, 2016). Webster’s New Collegiate Dictionary mendefinisikan budaya sebagai pola terintegrasi dari manusia termasuk pikiran, pembicaraan, tindakan, dan artifak setra tergantung pada kapasitas orang untuk menyimak, dan meneruskan pengetahuan pada generasi penerus (Wibowo, Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531 2016). Adapun penerapan budaya tersebut kedalam organisasi menjadi budaya organisasi menurut James L. Gibson, John M.

  Ivancevich, dan James H. Donnelly, Jr. (2000: 30) dalam (Wibowo, 2016) memberikan pengertian budaya organisasi sebagai apa yang dirasakan pekerja dan bagaimana persepsi ini menciptakan pola keyakinan, nilai- nilai, dan harapan.

  45 8,2

  Tabel 1: Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur, Lama Kerja dan Pendidikan di Ruang perawatan RSUD Kota Makassar.

  Karakteristik n % Umur 17 - 25 Tahun

  26 - 35 Tahun

  31

  18 63,3 36,7

  Jenis Kelamin Laki-laki

  Perempuan

  4

  91,8 Lama Kerja

  Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir. Faktor psikologis ini adalah faktor internal yang sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya perilaku (Notoatmodjo, 2014). Variabel psikologis, dikelompokkan pada subvariabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi (Triwibowo, 2013).

  ≤ 3 Tahun >3 Tahun

  18

  31 36,7 63,3

  Pendidikan D III

  S1 + Ners

  23

  26 46,9 53,1

  Berdasarkan tabel 1, menunjukkan bahwa responden terbanyak umur 17-25 tahun dengan jumlah 31 responden (63,3). Berdasrkan jenis kelamin terbanyak

  2. Analisis bivariat Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan (Notoatmodjo, 2014). Analisis bivariat menggunakan software SPSS 22 dengan tingkat kesalahan α=(0,05) menggunakan uji Chi-square.

  1. Analisis univariat Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini menghasilkan distribusi frekuensi dan 2014).

  Analisa data

  4. Tabulasi Yakni membuat table-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti(Notoatmodjo, 2014).

  3. Data entry Yakni mengisi kolom atau kotak-kotak lembar atau kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

  2. Coding sheet Lembaran atau kartu kode adalah instrument berupa kolom-kolom untuk merekam data secara manual. Lembaran atau kartu kode berisi nomor responden, dan nomor-nomor pertanyaan.

  Berdasarkan uraian di atas,maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Perawat Di Ruang Perawatan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar”

BAHAN DAN METODE

  Lokasi, Populasi, dan Sampel

  Penelitian ini menggunakan metode

  deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional study.

  Penelitian ini dilakukan di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar pada tanggal 12 juni sampai 10 juli 2017. Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar dan jumlah sampel sebanyak 49 perawat dengan teknik Purposive Sampling. Sampel tersebut kemudian dipilah berdasarkan karakteristik dan kriteria sampel :

  1. Kriteria inklusi

HASIL PENELITIAN

  b. Perawat yang bersedia/setuju untuk diteliti.

  a. Perawat di ruang perawatan RSUD Kota Makassar

  2. Kriteria Ekslusi a. Perawat yang menolak untuk diteliti.

  b. Perawat yang izin, sakit, cuti dan tidak ada saat penelitian.

  Pengumpulan data

  1. Data primer diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan kuesioner yang telah disediakan.

  2. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar.

  Pengolahan Data

  1. Editing Hasil wawancara atau angket yang diperolehkan atau dikumpulkan melalui kuesioner perlu disunting (edit) terlebih dahulu. Kalau tenyata masih ada data atau informasi yang tidak lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka kuesioner tersebut dikeluarkan (drop out).

  c. Perawat yang ada saat penelitian Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531

  130 perempuan yaitu sebanyak 45 orang (91,8%).

  Total Baik Kurang n % n % n %

  Kerjasama Kinerja Perawat

  Total Baik

  Kurang Baik n % n % n %

  Baik 20 40,8 9 18,4 29 59,2 Kurang Baik 20 40,8 0 0 20 40,8

  Total 40 81,6 9 18,4 49 100,0

  ρ = 0,007 α = 0,05

  Berdasarkan tabel 5 hasil uji chi-square dengan menggunakan fisher exact diperoleh nilai ρ=0,007 yang berarti nilai ρ lebih kecil dari nilai (α) 0,05, dengan demikian Ha diterima dan H0 ditolak atau ada hubungan bermakna (signifikan) antara kerjasama dengan kinerja perawat di ruang perawatan RSUD Kota Makassar. Tabel 6 Hubungan Kepribadian dengan Kinerja Perawat di Ruang RSUD Kota Makassar.

  Kepribadian Kinerja perawat

  Baik 27 93,1 2 6,9 29 100,0 Kurang 13 65,0 7 35,0 20 100,0

  ρ = 0,008 α = 0,05

  Total 40 81,6 9 18,4 49 100,0

  p=0,022

  Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi-

  square diperoleh nilai p=0,022. Karena nilai p<α = 0,05 maka Ha diterima dan H0 ditolak

  atau ada hubungan bermakna (signifikan) antara kepribadian dengan kinerja perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar. Tabel 6 Hubungan Persepsi dengan Kinerja Perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar.

  Persepsi Kinerja perawat

  Total Baik Kurang n % n % n %

  Positif 33 80,5 8 19,5 41 100,0 Negatif 7 87,5 1 12,5 8 100,0

  Total 40 81,6 9 18,4 49 100,0

  Berdasarkan tabel 4 hasil uji chi-square dengan menggunakan fisher exact diperoleh nilai ρ=0,008 yang berarti nilai ρ lebih besar dari nilai (α) 0,05, dengan demikian Ha diterima dan H0 ditolak atau ada hubungan bermakna (signifikan) antara pelatihan & pengembangan dengan kinerja perawat di ruang perawatan Rumah Sakit Daerah Kota Makassar. Tabel 5 Hubungan Kerjasama dengan Kinerja Perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar.

  Total 40 81,6 9 18,4 49 100,0

  Berdasarkan pendidikan jumlah terbanyak S1+Ners terdapat 26 responden (46,9). Dan berdasarkan lama kerja >3 Tahun sebanyak 31 orang (63,3%).

  Tabel 3 Hubungan Reward dengan Kinerja Perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar.

  Tabel 2 Hubungan Budaya Kerja Komunikasi dengan Kinerja Perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar.

  Komunikasi Kinerja Perawat

  Total Baik

  Kurang Baik n % n % n %

  Baik 19 38,8 9 18,4 28 57,1 Kurang Baik 21 42,9 0 0 21 42,9

  Total 40 81,6 9 18,4 49 100,0

  ρ = 0,006 α = 0,05

  Berdasarkan tabel 2 hasil uji chi-square dengan menggunakan fisher exact diperoleh nilai ρ=0,006 yang berarti nilai ρlebih besar dari nilai (α) 0,05, dengan demikian Ha diterima dan H0 ditolak atau ada hubungan bermakna (signifikan) antara komunikasi dengan kinerja perawat di ruang perawatan RSUD Kota Makassar.

  Reward Kinerja Perawat

  Pernah 21 42,9 9 18,4 30 61,2 Tidak Pernah 19 38,8 0 0 19 38,8

  Total Baik

  Kurang Baik n % n % n %

  Baik 8 16,3 5 10,2 13 26,5 Kurang Baik 32 65,4 4 8,2 36 73,5

  Total 40 81,6 9 18,4 49 100,0

  ρ = 0,043 α = 0,05

  Berdasarkan tabel 3 hasil uji chi-square dengan menggunakan fisher exact diperoleh nilai ρ=0,043 yang berarti nilai ρ lebih besar dari nilai (α) 0,05, dengan Ha diterima dan H0 ditolak atau ada hubungan bermakna (signifikan) antara reward dengan kinerja perawat di ruang perawatan RSUD Kota Makassar. Tabel 4 Kerja Pelatihan & Pengembangan dengan Kinerja Perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar.

  Pelatihan & Pengembangan

  Kinerja Perawat Total

  Baik Kurang Baik n % n % n %

  p=1,000 Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531 Berdasarkan hasil uji statistik dengan Chi-

  square diperoleh nilai p=1,000. Karena nilai p>α = 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak

  rewardnya baik dengan kinerja yang baik

  profesionalisme dan kemampuan perawat sehingga ada atau tidaknya reward tersebut tidak mempengaruhi kinerja.

  reward belum mampu menyentuh aspek

  Hasil penelitian didapatkan ada 5 responden (10,2%) yang reward nya baik tapi kurang baik kinerjanya, hal ini diakibatkan karna cepatnya berpuas diri dan tidak adanya rasa dedikasi yang tinggi dalam hal pekerjaan. Berbeda dengan 32 responden (65,%) yang reward nya buruk tapi kinerjanya baikini disebabkan karna

  berarti nilai ρ lebih kecil dari nilai (α) 0,05 yang menunjukkan ada hubungan antara budaya kerja reward dengan kinerja perawat.

  Square diperoleh nilai ρ =0,043 yang

  perawat kurang baik sebanyak 4 responden (8,2%). Hasil uji dengan menggunakan Chi

  rewardnyakurang baik dengan kinerja

  sebanyak 8 responden (16,3%) dan yang sebanyak 5 responden (10,2%). Sedangkan yang rewardnya kurang baik dengan kinerja perawat yang baik sebanyak 32 responden (65,3%) dan yang

  2. Hubungan Reward dengan Kinerja Perawat Dari hasil analisis bivariat pada tabel 3 menunjukkkan bahwa responden yang

  atau tidak ada hubungan bermakna (signifikan) antara persepsi dengan kinerja perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar.

  Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi bahwa ada hubungan budaya kerja komunikasi dengan kinerja perawat, dimana kemampuan berkomunikasi kepala bidang yang baik berpengaruh terhadap kinerja perawat sebaliknya kemampuan berkomunikasi yang kurang maka kinerja perawat juga kurang. budaya kerja komunikasi menjadi perananan penting dalam kinerja sesesorang baik itu secara lisan maupun tulisan.

  Penelitian lain yang dilakukan Londok (2016) melalui 66 responden didapatkan hasil uji chi-square nilai ρ= 0,007 yang artinya terdapat hubungan antara komunikasi dengan kinerja perawat di Rumah Sakit umum GMIM Pancaran Kasih Manado. Perawat yang berkomunikasi baik mempunyai peluang 4,5 kali lebih besar untuk mempunyai kinerja baik dibandingkan dengan perawat yang berkomunikasi kurang baik.

  Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rudianti (2011) yang berjudul hubungan komunikasi organisasi dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RS Surabaya. Melalui 156 responden yang diteliti didapatkan hasil uji Chi square diperoleh nilai ρ= 0,046<0,05 yang membuktikan adanya hubungan antara komunikasi dengan kinerja perawat. Upaya meningkatkan komunikasi organisasi dengan cara melakukan supervise dan pengarahan sesuai pedoman sehingga dihasilkan kinerja yang semakin baik.

  Pengembangan model praktik keperawatan professional merupakan sarana peningkatan komunikasi antara perawat dan tim kesehatan lainnya. Komunikasi yang dimaksud di sini adalah adanya suatu kejelasan dalam pemberian informasi dari masing-masing individu sesuai dengan kedudukannya. (Nursalam, 2016).

  Hasil penelitian ini didapatkan 9 responden (18,4%) yang komunikasinya baik tapi masih kurang dalam hal kinerja ini dikarenakan untuk mengukur suatu kinerja tidak hanya dengan komunikasi yang baik tapi pengetahuan dan pengalaman juga dibutuhkan, hal ini dibuktikan dengan ada 21 responden (42,9%) yang komunikasinya kurang baik tapi baik dalam hal kinerja.

  Dari hasil analisis bivariat pada tabel 2 menunjukkkan bahwa responden yang komunikasinya baik dengan kinerja yang baik sebanyak 19 responden (38,8%) dan yang komunikasinya baik dengan kinerja kurang baik sebanyak 9 responden (18,4%). Sedangkan yang komunikasinya kurang baik dengan kinerja perawat yang baik sebanyak 21 responden (42,9%) dan yang komunikasinya kurang baik dengan kinerja perawat kurang baik sebanyak 0 responden (0%). Hasil uji dengan menggunakan Chi Square diperoleh nilai ρ =0,006 yang berarti nilai ρ lebih kecil dari nilai (α) 0,05 yang menunjukkan ada hubungan antara budaya kerja komunikasi

  1. Hubungan Komunikasi dengan Kinerja Perawat

  PEMBAHASAN

  Robbins & Judge dalam Wibowo (2016) menekankan jika manajemen menginginkan karyawan memberikan pelayanan yang bagus, karyawan harus di berikan imbalan yang layak. Pemberian imbalan tidak selalu dalam bentuk uang sebab bentuk materi akan sampai pada titik jenuh. Manajemen keperawatan harus Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531

  132

  memperhatikan imbalan non material, misalnya suasana kerja yang kondusif.

  Hasil yang diperoleh berbeda dengan penelitian Royani (2011) yang berjudul hubungan sistem penghargaan dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di rumah sakit umum cilegon. Berdasarkan uji Chi-square hasil yang didapatkan nilai (ρ= 0,716) artinya, tidak ada hubungan antara sistem penghargaan dengan kinerja perawat. Sistem penghargaan akan efektif meningkatkan kinerja apabila didukung dengan sistem yang terstruktur jelas dan didasarkan pada kompetensi, masa kerja, dan pendidikan.

  Berbeda dengan hasil penelitian Putri Rahmawati (2012) yang berjudul analisis kinerja pegawai kantor dinas kesehatan kabupaten bintan provinsi kepulauan riau.Melalui 75 responden yang diteliti didapatkan hasil uji kolmogrovdiperoleh nilai (ρ= 0,0000) yang membuktikan adanya hubungan antara komunikasi dengan kinerja perawat.Hubungan antara variable reward dengan kinerja pegawai dinas kesehatan Kabupaten Bintan berpola positif artinya semakin besar imbalan yang diterima pegawai semakin tinggi kinerjanya.

  Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa ada hubungan budaya kerja reward dengan kinerja perawat, akan tetapi berpengaruh atau tidaknya pemberian reward pada individu tergantung dari persepsi mereka terhadap reward itu sendiri, karna dalam penilaian kinerja ada banyak aspek yang dilihat untuk mengetahui kemampuan kinerja seseorang. Reward secara menyeluruh hanya sebagai pembangkit motivasi dalam kinerja individu.

  3. Hubungan Pelatihan & Pengembangan dengan Kinerja Perawat Dari hasil analisis bivariat pada tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang pernah mengikuti pelatihan & pengembangan dengan kinerja yang baik sebanyak 21 responden (42,9%) dan yang pernah mengikuti pelatihan & pengembangan dengan kinerja kurang baik sebanyak

  9 responden (18,4%). Sedangkan yang tidak pernah mengikuti pelatihan & pengembangan dengan kinerja perawat yang baik sebanyak 19 responden (38,8%) dan yang tidak pernah mengikuti pelatihan & pengembangan dengan kinerja perawat kurang baik sebanyak 0 responden (0,0%). Hasil uji dengan menggunakan Chi

  Square diperoleh nilai ρ =0,008 yang

  berarti nilai ρ lebih kecil dari nilai (α) 0,05 yang menunjukkan ada hubungan antara pelatihan & pengembangan dengan kinerja perawat.

  Hasil penelitian yang didapatkan ada 9 responden (18,4%) yang pernah mengikuti pelatihan &pengembangan tapi kinerjanya kurang baik, hal ini disebabkan karna kurangnya perhatian pada saat mengikuti pelatihan & pengembangan sehingga penerapannya dalam bekerja tidak sebanding dengan apa yang diberikan pada saat pelatihan. Berbeda dengan 19 responden (38,8%) yang tidak pernah ikut pelatihan & pengembangan tapi kinerjanya baik, hal ini disebabkan karena adanya rasa ingin tahu yang tinggi dan keinginan untuk belajar kepada teman sejawat atau yang pernah mengikuti pelatihan & pengembangan yang juga baik kinerjanya.

  Pelatihan dan pengembangan merupakan bagian dari proses pendidikan yang dilaksanakan secara sistematik dan terorganisir untuk meningkatkan kualitas produktifitas karyawan. Yani (2012) menjelaskan peningkatan kinerja karyawan dan keterampilan. Keterampilan yang diperoleh melalui pelatihan ditujukan agar karyawan bisa paham dan mengerti dengan pekerjaan mereka sehingga apa yang menjadi tujuan perusahaan dapat terlaksana sesuai target yang diharapkan. Sejalan dengan hasil penelitian Fahriani (2011) yang mengemukakan bahwa uji statistik menunjukan perawat pelaksana yang mempunyai persepsi pelatihan baik berpeluang 2,314 kali dibanding yang kurang pelatihan & pengembangannya.

  Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rarasati (2016). Berdasarkan hasil analisis jalur diperoleh nilai (ρ=0,000) yang menyatakan ada hubungan pelatihan & pengembangan dengan kinerja perawat. Pelatihan dan pengembangan mempsunyai pengaruh positif artinya semakin sering diadakan pelatihan dan pengembangan maka kinerja perawat juga meningkat, hal ini yang dilakukan pengelola rumah sakit Semen Gresik.

  Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Kurniawan (2015). Penelitian yang dilakukan di RSUD Cideres Kabupaten Majalengka melibatkan 108 perawat, diperoleh hasil uji chi-square nilai (ρ=0,018) yang artinya ada hubungan antara pelatihan & pengembangan dengan kinerja perawat. Hal ini disebabkan karena pernahnya perawat di RSUD Cideres Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531 Kabupaten Majalengka mengikuti pelatihan keperawatan yang dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilan di dalam bekerja.

  4. Hubungan Kerjasama dengan Kinerja Perawat

  Dari hasil analisis bivariat pada tabel diatas menunjukkan bahwa responden yang kerjasamanya baik dengan kinerja yang baik sebanyak 20 responden (40,8%) dan yang kerjasamanya baik dengan kinerja kurang baik sebanyak 9 responden (18,4%). Sedangkan yang kerjasamanya kurang baik dengan kinerja perawat yang baik sebanyak 20 responden (40,8%) dan yang kerjasamanya kurang baik dengan kinerja perawat kurang baik sebanyak 0 responden (0,0%). Hasil uji dengan menggunakan Chi Square diperoleh nilai ρ =0,007 yang berarti nilai ρ lebih kecil dari nilai (α) 0,05 yang menunjukkan ada hubungan antara kerjasama dengan kinerja perawat.

  Hasil Penelitian yang di dapatkan 9 responden (18,4%) yang kerjasamanya baik tapi kinerjanya kurang baik ini diakibatkan karna responden tersebut dengan benar tanpa campur tangan orang lain atau lebih senang dalam mengerjakan hal yang melibatkan kelompok / grup. Berbeda dengan 20 responden (40,8%) yang kerjasamanya kurang baik tapi baik dalam hal kinerja, yang seperti ini adalah mereka yang ingin bekerja sendiri dan ingin lebih menonjolkan kemampuan individu tanpa melibatkan orang lain.

  Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Rahmawati (2012) menyatakan bahwa dari hasil uji statistik didapatkan nilai ρ=0,392 yang berarti nilai p lebih kecil dari nilai (α) 0,05 dengan demikian tidak ada hubungan antara kerjasama dengan kinerja perawat.

  Tidak ada hubungan signifikan antara kerjasama yang dilakukan antar staf, maupun atasan dengan kinerja pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan. Hal ini dikarenakan bahwa hubungan antar sesama pegawai maupun atasan adalah hubungan kekeluargaan sehingga tidak ada ditemukan masalah berarti dalam bekerjasama

  5. Hubungan kepribadian dengan kinerja perawat Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di ruang perawatan bedah dan interna RSUD Kota Makassar menunjukkan responden yang kepribadiannya baik berjumlah 29 responden, dimana terdapat 27 responden (93,1%) yang kinerjanya baik dan 2 responden (6,9%) yang kinerjanya kurang. Sedangkan responden yang kepribadiannya kurang berjumlah 20 responden, dimana terdapat 13 responden (65,0%) yang kinerjanya baik dan 7 responden (35,0%) yang kinerjanya kurang. Hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh nilai p=0,022. Karena nilai p<α = 0,05 maka hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Interpretasi ada hubungan kepribadian dengan kinerja perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar.

  Dalam penelitian ini terdapat 2 responden yang kepribadiannya baik tapi kinerjanya kurang. Hal ini disebabkan karena kepribadian responden kurang tenang dalam menghadapi suatu masalah dan sering menghadiri acara atau undangan apabila sedang menjalani shift sehingga dapat berpengaruh pada kinerja perawat dalam bekerja. Dalam penelitian ini pula terdapat 13 responden yang kepribadiannya kurang tapi kinerjanya baik. Hasil ini dipengaruhi karena perawat melakukan pengecekan penggunaan alat kesehatan dan obat-obatan, melaksanakan keterlibatan perawat dalam proses evaluasi praktik keperawatan rekan diri sendiri dan rekan perawat dan pencapain kualifikasi dari program jenjang karir perawat di RS.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kepribadian dengan kinerja perawat. Karena perawat yang keperibadiannya baik lebih cenderung menunjukkan kinerja yang baik pula. Kepribadian yang baik sangat dibutuh oleh perawat dalam pelaksaan asuhan keperawatan, karena dengan adanya kepribadian yang baik akan membuat responden lebih terbuka dalam bekerja sama dengan perawat yang lain maupun pasien sehingga dapat terlakssana asuhan keperawatan yang baik dan akan berdampak pada kinerja perawat itu sendiri.

  Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dillakukan oleh Illustri(2015), yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepribadian dengan kinerja perawat di

  IRNA Utama RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Kepribadian extrovert ini harus dimiliki oleh seorang perawat, mengapa karena perawat merupakan orang pertama yang memberikan pelayanan langsung terhadap pasien. Sehingga baik buruknya mutu pelayanan terhadap pasien bergantung pada pelayanan yang diberikan perawat Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531

  134

  PenelItian lain yang telah dilakukan oleh Amalia(2015), menunjukkan bahwa kepribadian berpengaruh signifikan terhadap kinerja, dengan artian lain bahwa perawat di RSD Balung bersikap terbuka dan berinteraksi baik terhadap sesama, mereka juga selalu bersikap ramah kepada siapapun, mereka selalu berhati-hati dan bertanggung jawab terhadapa pekerjaannya, para perawat di RSD Balung sudah mampu menstabilkan emosi ketika sedang mengalami stres, sehingga hal tersebut tidak mengganggu pekerjaan mereka dan untuk menjadi lebih baik, mereka selalu menerima kritik dan saran, hal tersebut menunjukkan bahwa mereka terbuka dalam pengalaman agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Kepribadian yang baik sangat diperlukan oleh seorang perawat karena perawat berperan penting dalam penyembuhan pasien.

  Menurut Adolf Heuken S.J dalam Pradja (2012), kepribadian adalah pola menyeluruh kemampuan, perbuatan serta kebiasaan seseorang, baik jasmani, mental, rohani, emosional maupun sosial.

  Semua ini telah ditata dalam caranya yang Pola ini terwujudnya dalam tingkah lakunya, dalam usahanya menjadi manusia sebagaimana dikehendakinya.

  Menurut asumsi peneliti, kepribadian mempunyai hubungan yang erat dengan kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Kepribadian dalam organisasi merupakan hal yang penting yang dapat mempengaruhi perilaku kerja. Kepribadian yang baik oleh perawat dapat membentuk pula perilaku perawat yang baik sehingga mempengaruhi kinerja perawat. Jadi semakin baik kepribadian perawat, maka semakin baik pula kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

  6. Hubungan persepsi dengan kinerja perawat Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di ruang perawatan bedah dan interna RSUD Kota Makassar menunjukkan responden yang persepsinya positif berjumlah 41 responden, dimana terdapat 33 responden (80,5%) yang kinerjanya baik dan 8 responden (19,5%) yang kinerjanya kurang. Sedangkan responden yang persepsinya negatif berjumlah

  8 responden, dimana terdapat 7 responden (87,5%) yang kinerjanya baik dan 1 responden (12,5%) yang kinerjanya kurang. Hasil uji statistik dengan Chi-square diperoleh nilai p=1,000. Karena nilai p>α = 0,05 maka hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatif ditolak. Interpretasi tidak ada hubungan persepsi dengan kinerja perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar.

  Dalam penelitian ini terdapat 8 responden yang persepsinya positif tetapi kinerjanya kurang, hal ini disebabkan oleh kurangnya pemakaian jumlah dan jenis alat kesehatan, komplain pasien terhadap perawat, dan kurangnya pengetahuan perawat pada budaya care and trust. Dalam penelitian ini pula terdapat 7 responden persepsinya negatif tetapi kinerjanya baik, hal ini disebabkan oleh perawat memperhatikan kelengkapan status pasien, kegiatan update data, diagnosis, rencana tindakan keperawatan yang baik dan pencapain kualifikasi dari program jenjang karir perawat di RS.

  Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Hastuti(2014), menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara persepsi perawat pelaksana tentang kemampuan supervisi kepala ruang dengan kinerja perawat artinya perawat yang cenderung mempunyai persepsi yang baik

  Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Illustri (2015), menunjukkan bahwa bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan kinerja perawat di IRNA Utama RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Persepsi kerja yang baik dapat memberikan pengaruh yang baik pula terhadap tampilan kinerjanya. Dimana perawat harus memiliki persepsi yang baik dulu terhadap pekerjaannya. Mengapa karena persepsi merupakan proses kognitif yang komplek yang dapat memberikan gambaran yang unik tentang dunia yang sangat berbeda dengan realitasnya. Faktor penting yang menentukan pandangan seseorang terhadap dunia adalah relevansinya dengan kebutuhan-kebutuhan dirinya, ini berarti bahwa dunia itu tergantung bagaimana kita melihatnya sesuai dengan kaca mata dan sudut pandang masing-masing. Hal inilah yang menjadikan adanya pengaruh perbedaan persepsi pada setiap orang.

  Menurut Jalaludin Rakhmat (1908: 51) dalam Marliani (2014), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan, pengertian ini memberi pemahaman bahwa dalam persepsi terdapat pengalaman tertentu yang telah diperoleh individu. Di sini, peristiwa yang Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531 dialami serta dilakukannya suatu proses menghubung hubungkan pesan yang datang dari pengalaman atau peristiwa yang dimaksudkan, kemudian ditafsirkan menurut kemampuan daya pikimya sendiri.

  Menurut asumsi peneliti, tidak ada hubungan persepsi dengan kinerja perawat. karena responden menganggap konsep dan teori tidak begitu penting untuk pelayanan keperawatan karena tidak begitu bermanfaat saat dilapangan. Kurangnya pengetahuan responden turut mempengaruhi kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Pengetahuan sangat dibutuhkan oleh perawat untuk membentuk persepsi perawat terhadap kinerja kerja. Jadi semakin baik pengetahuan perawat maka semakin positif pula persepsi perawat sehingga dapat membentuk kinerja kerja yang baik pula.

  KESIMPULAN

  1. Ada Hubungan Budaya Kerja Komunikasi,

  Reward, Pelatihan & Pengembangan dan

  Kerjasama dengan Kinerja Perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar. perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar.

  3. Tidak ada hubungan persepsi dengan kinerja perawat di Ruang Perawatan RSUD Kota Makassar.

  SARAN

  1. Untuk pihak Rumah Sakit Kepada pihak pimpinan rumah sakit dalam rangka meningkatkan kinerja para perawat agar diberikan kesempatan kepada perawat untuk melanjutkan pendidikan atau mengikuti pelatihan terkait bidang tugasnya, serta mengupayakan pemberian penghargaan terhadap perawat yang berprestasi dengan kinerja yang baik untuk meningkatkan motivasi perawat dalam mempertahankan atau meningkatkan kinerja

  2. Untuk Responden Kepada perawat yang ada diruangan perawatan selalu mencari informasi yang berhubungan dengan pelayanan terbaru untuk meningkatkan pengetahuan., meningkatkan komunikasi dan hubungan antar perawat juga tenaga medis lainnya, memperbaiki kepribadian ektrovert antara sesema perawat dan lebih disiplin dalam bekerja demi meningkatkan mutu pelayanan yang baik bagi rumah sakit terutama di ruang perawatan RSUD Kota Makassar. .

  3. Untuk Peneliti selanjutnya selanjutnya dan dapat dijadikan data dasar untk penelitian yang lebih kompleks dan spesifik dengan menggunakan metode yang berbeda dan mengembangkan variable – variable yang belum diteliti pada penelitian selanjutnya sehingga dapat diketahui factor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kerja perawat.

DAFTAR PUSTAKA

  Hartiti Tri. 2012. “Program Orientasi Dan Karakteristik Dengan Kinerja Perawat Pelaksana di RS Islam Roemani PKU Muhammadiyah Semarang”. Kus Sri Setiarini. 2012. “Analisis Hubungan Karakteristik Individu, Faktor Organisasi,dan Motivasi Terhadap

  Kinerja Perawat Pelaksana dan Bidan di Rumah Sakit Bhayangkara TK. Raden Said Sukanto Tahun 2011” Sunardi. 2014. “Analisis Perilaku Caring Perawat Pelaksana”.

  Widaningsih. 2016. ”Pengaruh Karakteristik Terhadap Kinerja Perawat Pelaksana di Ruang Perawatan Intensif Rumah Sakit Kelas A dan B di Indonesia”

  Yani Indraastuti, 2010. Analisis Hubungan Perilaku Caring dan Motivasi dengan Kinerja Perawat Pelaksana Menerapkan Prinsip Etik Keperawatan dalam Asuhan Keperawatan di RSUD Sragen. Dinkes Sulsel (2015) Profil kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014. Makassar; Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. Dinda A. rarasati (2016). Pengaruh pelatihan dan pengembangan serta lingkungan kerja terhadap kinerja perawat rawat inap melalui motivasi di Rumah Sakit Semen Gresik. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember.

  Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531

  136 Fahriani, R. (2011) Analisis faktor budaya organisasi yang berhubungan dengan perilaku caring perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo. Tesis Program Magister Ilmu Keperawatan FIK UI.

  Kesmas. 2013. Kinerja pelayanan kesehatan, (online), http://www.indonesian-publichealth.com/kinerja- pelayanan-kesehatan/, diakses pada 02 Maret 2017. Khaerunnisa, S.K (2014). Hubungan faktor organisasi dengan kinerja perawat ruang rawat inap RSUD Kabupaten Sinjai. FKM Unhas. Kurniawan, 2015. Hubungan Pendidikan dan Pelatihan dengan Kinerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Cideres Kabupaten Majalengka. Tahun 2015 : Akper YPIB Majalengka. Londok (2016) Hubungan antara kepemimpinan komunikasi dengan kinerja perawat di rumah sakit umum GMIM Pancaran Kasih manado. FKM Universitas Sam Ratulangi. Nursalam, (2016) Manajemen keperawatan: aplikasi dalam praktik keperawatan profesional. Edisi: 3. Jakarta.

  Salemba Medika. Rahmawati, 2012. Analsis Kinerja Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Tahun 2012 : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat UI.

  Rarasati (2016). Pengaruh pelatihan dan pengembangan serta lingkungan kerja terhadap kinerja perawat rawat inap melalui motivasi di Rumah Sakit Semen Gresik. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember. Rudianti. (2011). Hubungan komunikasi organisasi dengan kinerja perawat pelaksana di ruang rawat inap salah satu rumah sakit swasta surabaya Sulistyawati, A. (2012). Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika.

  Setiawan, D. & Prasetyo, H. (2015). Metedologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu Wibowo, S. (2010). Budaya organisasi: Sebuah kebutuhan untuk meningkatkan kinerja jangka panjang. Jakarta: Rajawali Pers. Amalia, K. R., Sulianti, D., & Sunardi. (2015). Pengaruh Budaya Organisasi, Kepribadian dan Kompensasi

  Terhadap Kinerja Perawat Perempuan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Daerah Balung (RSD Balung). Artikel Ilmiah Mahasiswa.http://repository.unej.ac.id. Diakses tanggal 01 Agustus 2017.

  Dinkes Sulsel. (2015). Profil Kesehatan Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2014. Makassar: Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. Hastuti, A. T. (2014). Hubungan Persepsi Perawat Pelaksana tentang Kemampuan Supervisi Kepala Ruang dengan Kinerja Perawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Umum Daerah Kota Semarang. Jurnal Keperawatan, Vol. 7 No. 2.http://download.portalgaruda.org. Diakses tanggal 01 Agustus 2017.

  Illustri. (2015). Faktor-Faktor Psikologis Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat Di Irna Utama RSUP Dr.

  Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Bina Husada Volume.10 No.4 .http://pskb.binahusada.ac.id. Diakses tanggal 17 Mei 2017.

  Kementerian Kesehatan RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Lestari, T. (2015). Kumpulam Teori Untuk Kajian Pustaka Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Marliani, R. (2014). Psikologi Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia. Pradja, J. S. (2012). Psikologi Kepribadian. Bandung: CV. Pustaka Setia. Triwibowo, C. (2013). Manajemen Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta: Trans Info Media.