Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
5
Metode lain 4
3 Ganjil 20112012 Metode Ceramah, latihan, tugas
15 Metode lain
6 4
Genap 20112012 Metode Ceramah, latihan, tugas 19
Metode lain 2
5 Ganjil 20122013 Metode Ceramah, latihan, tugas
17 Metode lain
4 Sumber : FKIP
– Prodi Pend. Matematika UGN
Disisi lain, aktivitas pembelajaran di kelas kurang berfokus pada pemecahan masalah dengan memberikan tugas yang melatih pemahaman konsep
dan penalaran mahasiswa, termasuk mata kuliah kalkulus II sangat diperlukan dalam pengembangan pengetahuan dengan menemukan ataupun mengkreasikan
pengetahuannya melalui aktivitas yang diberikan. Begitu juga halnya dalam mempelajari buku teks secara mandiri, kerja sama secara kelompok sehingga
interaksi maupun komunikasi yang dapat mengkonstruk pengetahuan dari masing- masing mahasiswa sangat minim. Kecenderungan belajar secara pasif diiringi
dengan ketidak berdayaan dalam mengerjakan berbagai tugas rumah yang diberikan oleh dosen. Mahasiswa hanya mengacu pada hasil perkuliahan terbatas
dari dosen dan beberapa contoh sederhana yang tersedia, bukan mengupayakan kreasi yang bervariasi dalam mengatasi masalah yang ada dengan tingkat
pengertian yang tinggi. Kebiasaan buruk yang dirasakan, bahwa dalam pembelajaran kalkulus II
selalu berpusat pada dosen belaka yang mengakibatkan hasil yang kurang memuaskan. Secara umum, kesulitan yang dialami sebagian besar mahasiswa
tidak memahami konsep, karena pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar mahasiswa sebelumnya dengan konsep
yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan “pembelajaran spiral”, sebagai konsekuensi dalil Bruner. Dalam matematika, setiap konsep berkaitan dengan
konsep lain, dan suatu konsep menjadi prasyarat bagi konsep yang lain. Oleh karena itu mahasiswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan
keterkaitan tersebut. Berdasarkan keterkaitan antarkonsep dalam teori belajar Ausubel, „belajar‟
dapat diklasifikasikan dalam dua mensi. Pertama, berhubungan dengan cara
6
informasi atau konsep pelajaran yang disajikan pada mahasiswa melalui penerimaan atau penemuan. Kedua, menyangkut cara bagaimana mahasiswa dapat
mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada telah dimiliki dan diingat mahasiswa tersebut.
Mahasiswa harus dapat menghubungkan apa yang telah dimiliki dalam struktur berpikirnya yang berupa konsep matematika, dengan permasalahan yang
ia hadapi. Hal ini sesuai dengan perkataan Suparno 1997 tentang belajar bermakna,
yaitu “…kegiatan mahasiswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan berupa konsep-
konsep yang telah dimilikinya”. Akan tetapi, mahasiswa dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi
baru tersebut, tanpa menghubungkan pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya.
Dari uraian diatas mahasiswa tidak akan dapat menghubungkan apa yang telah dimiliki dalam struktur berpikirnya tentang konsep matematika bila mana
pembelajaran masih berpusat pada dosen belaka senada dengan pendapat tersebut dari dokumen jawaban mahasiswa pada soal ujian bentuk pemahaman konsep
dengan indikator mengklasifikasikan objek yang diuji terhadap 162 mahasiswa, 73 mahasiswa tidak ada jawaban atau tidak ada ide matematika yang muncul
sesuai dengan soal, 61 mahasiswa ide matemtika telah muncul namun belum dapat menganalisis suatu objek dan mengklasifikasikannya menurut sifat yang
dimiliki sesuai dengan konsepnya, 20 mahasiswa dapat menganalisis suatu objek dan mengklasifikasikannya menurut sifat dan konsepnya tertentu namun masih
melakukan kesalahan operasi matematika, dan 8 mahasiswa dapat menganallisis suatu objek dan mengklasifikasikannya menurut sifatciri dan konsepnya tertentu
yang dimiliki dengan tepat. Dengan bentuk soal sebagai berikut : Tentukan nilai
dx x
5
dengan menggunakan sub interval panjang yang sama dan : a
Pilihalah x
k
sebagai titik ujung sebelah kiri dari sub interval b
Pilihlah titik x
k
sebagai titik tengah dari sub interval
7
Jawaban mahasiswa
Gambar. 1.1 Hasil Kerja Mahasiswa
Alternatif jawaban mahasiswa diantaranya a
X
k
adalah titik ujung kiri, maka: X
1
= 0, x
2
=∆x, x
3
=2∆x, …, x
n
= n- 1∆x
F
x
= x, maka fx
n
= n- 1∆x
2 1
1
1 x
k x
x f
S
n k
n k
k k
n
2
1 ....
2 1
x n
S
n
n n
n n
n n
n S
n
1 1
2 25
2 25
5 2
1
2 2
2 1
12 1
1 2
25 lim
lim
5
n s
xdx
n n
n
b
x n
x x
x x
x
n
2 1
,...., 2
1 1
, 2
1
2 1
8
2 1
2 1
x k
x x
f S
n k
k k
n
2 1
12 5
2 1
2 1
2 1
2 2
2
n n
x n
n n
2 1
12 2
1 12
lim lim
5
n n
n
s xdx
Dari gambaran hasil belajar di atas khususnya pada pokok bahasan integral tertentu yang bersifat abstrak memerlukan pola berpikir yang lebih tinggi begitu
juga halnya pada pokok bahasan yang lain. Sehubungan dengan hal itu penggunaan model pembelajaran sangat penting agar mahasiswa dapat
meningkatkan pemahaman konsep. Begitu juga halnya pada penalaran matematika sangat diperlukan
kemampuan berpikir
mahasiswa. Menurut
Kusnadi dalam
file.upi.edu...MATEMATIKA...Penalaran_ Matematika_SMP.pdf Juni 2012
Shefer dan Foster 1997 mengajukan tiga tingkat kemampuan berpikir matematika yaitu
tingkatan reproduksi, tingkatan koneksi, dan tingkatan analisis. Masing-masing tingkatan terdiri atas komponen-komponen sebagai indikatornya, Tingkatan I
Reproduksi : Mengetahui fakta dasar, Menerapkan algoritma standar, Mengembangkan keterampilan teknis. Tingkatan II Koneksi : Mengintegrasikan
informasi, Membuat koneksi dalam dan antar domain matematika, Menetapkan rumus yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah, Memecahkan masalah
tidak rutin. Tingkatan III Analisis : Matematisasi situasi, Melakukan analisis, Melakukan
interpretasi, Mengembangkan
model dan
strategi baru,
Mengembangkan argumen matematika, Membuat generalisasi. Pada intinya penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu
aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan beberapa pertanyaan yang kebenarannya telah
dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Menurut Shconfeld dalam Sumarno 2004, matematika merupakan proses yang aktif, dinamik, generative dan
eksploratif. Artinya bahwa proses matematika dalam penarikan kesimpulan merupakan kegiatan yang membutuhkan pemikiran dan penalaran tingkat tinggi.
Pada kenyataannya kemampuan penalaran mahasiswa prodi pendidikan
9
matematika UGN Padangsidimpuan dilihat dari dokumen hasil ujian semester genap T.A. 20112012 mata kuliah kalkulus II dapat dikatakan bahwa mahasiswa
memiliki penalaran matematika yang rendah. Hal ini diperoleh dari kemampuan jawaban soal tentang penalaran dengan menggunakan indikator memberi
penjelasan dengan menggunakan model dari 162 mahasiswa, 79 mahasiswa tidak ada jawabanmenjawab tidak ada yang benar, 52 mahasiswa menjawab sebagian
dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal dan menarik kesimpulan salah, 20 mahasiswa menjawab
sebagian dari penjelasan menggunakan gambar , fakta hubungan dalam menyelesaikan soal , mengikuti argumen logis dan menarik kesimpulan dengan
benar dan 11 mahasiswa menjawab penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen logis menarik
kesimpulan dengan lengkapjelas dan benar. dengan bentuk soal sebagai berikut : Soal :
Dengan menggunakan integral tentukan luas segitiga yang titik-titik sudutnya adalah -1,4, 2,-2 dan 5,1.
Jawaban mahasiswa
Gambar 1.2 Hasil Kerja Mahasiswa
Alternatif jawaban soal Titik-titik pada garis pertemuan garis
-1,4 dan 5,1 y = -12x + 72 -1,4 dan 2,-2 y = -2x + 2
2,-2 dan 5,1 y = x – 4
Luas segitiga = A I + A II
5
2 2
1
4 2
7 2
1 2
2 2
7 2
1 dx
x x
dx x
x
10
5 2
2 2
1 2
5 2
2 1
2 15
4 3
2 3
4 3
2 15
2 3
2 3
2 3
x x
x x
dx x
dx x
5 ,
13 2
27 15
3 2
75 4
75 2
3 4
3 3
3
Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas, 2003 menyatakan bahwa “ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep
atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Namun demikian, dalam pembelajaran, pemahaman konsep sering diawali secara
induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika.
Berkaitan dan peningkatkan kemampuan bernalar ini National Council of Teacher of Mathematics NCTM, 2003 lebih mengoperasionalkannya dengan
menyatakan pada salah satu tampilan di situsnya www.nctm.org
bahwa program pembelajaran dari taman kanak-kanak TK sampai kelas 12 hendaknya
memungkinkan semua siswa di Amerika Serikat untuk : 1. Mengenali penalaran dan pembuktian sebagai kemampuan mendasar pada matematika 2. Melakukan
dan menginvestigasi dugaan-dugaan matematika 3. Mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan bukti matematika 4. Memilih dan menggunakan
berbagai tipe penalaran dan berbagai metode pembuktian berbeda dengan model ceramah yang dinilai tidak atau kurang meningkatkan kemampuan bernalar para
siswa. Selanjutnya dari minimnya penalaran matematika dari mahasiswa tersebut
yang mengakibatkan menurunnya motivasi belajar terutama bagi mahasiswa yang berkemampuan rendah, sedang bahkan berkurangnya rasa percaya diri atau
self-efficacy , sikap yang kurang positif terhadap mata kuliah kalkulus II dan rasa
cemas yang tinggi. Asesmen lebih berfokus pada recall informasi dan fakta, sehingga mahasiswa jarang dihadapkan dengan pemahaman yang membutuhkan
tingkatan kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Akibatnya, mahasiswa memiliki suatu pandangan belajar yang naif dan berfungsi hanya sebagai penerima
pengetahuan yang pasif, dan tanggung jawab pengajar hanya sebatas mengajarkan konten materi.
11
Disisi lain, berdasarkan hasil wawancara dengan dosen mata kuliah kalkulus II juga menunjukkan bahwa selama ini dosen jarang melakukan
kegiatan remedial terhadap mahasiswa yang mempunyai daya serap kurang dan hasil belajar rendah. Ini sesuai dengan data yang diperoleh dari hasil kelulusan
ujian semester II prodi pendidikan matematika bahwa hasil belajar pada mahasiswa yang memiliki dibawah nilai “A dan B” lebih sedikit dari “nilai C, D,
E”, artinya kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran matematika mata kuliah
kalkulus II dikategorikan rendah. Perolehan nilai dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.2. Hasil Ujian Semester II Mata Kuliah Kalkulus II
No. SemesterT.A
Nilai Kalkulus II Jlh
A B
C D
E 1
Genap 20082009
2 26
41 11
- 70
2 Genap
20092010 4
36 50
18 2
110 3
Genap 20102011
3 16
102 21
1 143
4 Genap
20112012 5
50 93
8 6
162 Jumlah
14 128
286 58
9 485
Sumber : Prodi Pend. Matematika UGN Padangsidimpuan Catatan :
A = 85 – 100 B = 80 - 84 C = 70 – 79 D : 60 – 69 E = 59
Adapun kegiatan yang biasa dilakukan adalah memantapkan pemahaman mahasiswa terhadap materi yang telah disampaikan atau membahas soal-soal
menjelang ujian akhir semester. Sebagai bagian dari upaya meningkatkan hasil belajar pada Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan maka salah satu yang
perlu dilakukan mengembangkan perangkat pembelajaran. Dalam pengembangan perangkat pembelajaran yang diperlukan saat ini
adalah pembelajaran yang inovatif dan kreatif yaitu antara lain mengembangkan pembelajaran yang berorientasi pada penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw. Dengan model ini mahasiswa dimungkinkan terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak yang positif terhadapa kemampuan
mahasiswa dalam memahami suatu konsep. Hal ini sejalan dengan pendapat Hudoyo 1979, “… jika siswa aktif melibatkan dirinya di didalam menemukan
12
suatu prinsip dasar, siswa itu akan mengerti konsep itu akan lebih baik, mengingat lebih lama, dan mampu menggunaka
n konsep tersebut dalam konteks yang lain”. Untuk itu model pembelajaran tipe jigsaw membantu mahasiswa menumbuhkan
penalarannya dan juga memahami konsep. Di samping itu, keterampilan menjadi semakin penting untuk keberhasilan dalam menghadapi tuntutan lapangan kerja
yang sekarang ini berorientasi pada kerja sama dalam tim. Karena pentingnya interaksi dalam tim, maka penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
sangat diperlukan dalam membangun karakter mahasiswa. Karena pembelajaran ini dapat mengembangkan potensi mahasiswa secara aktif dengan membuat
kelompok yang terdiri dari empat sampe enam orang anggota, menciptakan pola interaksi yang optimal semangat kebersamaan dan mendapatkan penilaian dan
penghargaan yang terstruktur dan terus menerus pada akhirnya menciptakan kegembiraan tersendiri kepada mahasiswa.
Dalam model
pembelajaran jigsaw,
kelompok-kelompok siswa
mempelajari materi yang dibagi menjadi bagin-bagian yang lebih kecil. Setelah masing-masing kelompok mempelajari materinya, tiap-tiap anggota kelompok
mendapat tanggung jawab satu bagian materi. Anggota-anggota dari tiap-tiap kelompok berkumpul untuk membahas bagian mereka, dan setelah itu mereka
kembali ke kelompok mereka masing-masing untuk membantu anggota-anggota kelompok lainnya belajar lebih banyak tentang bagian mereka. Pembelajaran
jigsaw ini mengombinasikan banyak karakteristik pembelajaran kooperatif yang diharapkan, termasuk kerja kelompok tanggung jawab individu, dan tujuan-tujuan
yang jelas. Pada kelompok mahasiswa yang sebaya. Hal ini senada dengan pendapat Dale H. Schunk 2012
. “pembelajaran dengan bantuan sebaya selaras kontruktivisme. Pembelajaran dengan bantuan sebaya mengacu pada pendekatan-
pendekatan pengajaran dimana teman sebaya berperan sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran menekankan pentingnya bantuan teman sebaya antaralain
tutoring teman sebaya, pengajaran timbal balik, dan pembelajaran kooperatif”. Dengan demikian pembelajran ini dapat mendorong motivasi akademik dan sosial
dalam belajar, teman-teman sebaya yang menonjolkan pembelajaran akademis dapat memotifasi oranglain dalam lingkungannya karena prinsip
13
pengajaran konstruktif mahasiswa dapat aktif melaksanakan tutorial bebas berpartisivasi yang melahirkan kerja sama antar mahasiswa.
Para dosen hendaknya terus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai cara variasi agar mahasiswa tertarik dan bersemangat dalam mengikuti
perkuliahan, salah satunya melalui model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw, karena manusia secara kodrat telah mampu berfikir untuk menghadapi problema
kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain menusia secara alamiah telah memiliki kemampuan bernalar terutama soal-soal yang sederhana. Melalui model
pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw yaitu mengajak mahasiswa untuk belajar aktif, konstruktivistik dan kooperatif yang berkaitan dengan materi, mahasiswa
diberi kesempatan untuk berdiskusi, mengemukakan pendapat dan idenya, melakukan eksplorasi terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan
hasilnya secara bersama-sama di dalam kelompok, dosen sebagai fasilisator menciptakan proses belajar aktif, kreatif dan menyenangkan.
Di samping berbagai model pembelajaran menurut Jica 1997 bahwa faktor dominan yang juga mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa adalah
kemampuan berpikir penalaran formal mahasiswa merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses belajar mahasiswa, utamanya dalam mempelajari
matematika karena matematika merupakan salah satu ilmu yang diperoleh dengan bernalar yang menekankan aktivitas dalam dunia rasio. Selanjutnya Suriasumantri
1999 menyatakan Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Penalaran sebagai kegiatan
berpikir mempunyai ciri-ciri tertentu yang sangat terkait dengan karakteristik matematika, yakni adanya pola berpikir logis dan sifat analitis. Berpikir logis
berarti berpikir menurut logika tertentu dan sifat analitik menunjukkan bahwa penalaran merupakan kegiatan berpikir yang menyandarkan diri pada suatu
analisis. Kemudian dapat dikatakan penalaran atau reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk
sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Sementara istilah penalaran jalan pikiran atau
14
reasoning menurut Keraf 1982
sebagai: “Proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atu evidensi-evidensi yang diketahui
menuju ke suatu kesimpulan”. Kemampuan penalaran mahasiswa merupakan salah satu unsur yang sangat diperlukan dalam perkuliahan.
Dari uraian di atas, perlu untuk melakukan penelitian dengan mengembangkan perangkat pembelajaran yang bercirikan model pembelaajaran
kooperatif tipe jigsaw sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi permasalahan pembelajaran kalkulus II pada prodi pendidikan matematika Universitas Graha
Nusantara Padangsidempuan. Dengan judul: “Perbedaan Kemampuan Penalaran
dan Pemahaman Konsep Mahasiswa Yang Dibelajarkan Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Pembelajaran Konpensional
“.