Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

5 Metode lain 4 3 Ganjil 20112012 Metode Ceramah, latihan, tugas 15 Metode lain 6 4 Genap 20112012 Metode Ceramah, latihan, tugas 19 Metode lain 2 5 Ganjil 20122013 Metode Ceramah, latihan, tugas 17 Metode lain 4 Sumber : FKIP – Prodi Pend. Matematika UGN Disisi lain, aktivitas pembelajaran di kelas kurang berfokus pada pemecahan masalah dengan memberikan tugas yang melatih pemahaman konsep dan penalaran mahasiswa, termasuk mata kuliah kalkulus II sangat diperlukan dalam pengembangan pengetahuan dengan menemukan ataupun mengkreasikan pengetahuannya melalui aktivitas yang diberikan. Begitu juga halnya dalam mempelajari buku teks secara mandiri, kerja sama secara kelompok sehingga interaksi maupun komunikasi yang dapat mengkonstruk pengetahuan dari masing- masing mahasiswa sangat minim. Kecenderungan belajar secara pasif diiringi dengan ketidak berdayaan dalam mengerjakan berbagai tugas rumah yang diberikan oleh dosen. Mahasiswa hanya mengacu pada hasil perkuliahan terbatas dari dosen dan beberapa contoh sederhana yang tersedia, bukan mengupayakan kreasi yang bervariasi dalam mengatasi masalah yang ada dengan tingkat pengertian yang tinggi. Kebiasaan buruk yang dirasakan, bahwa dalam pembelajaran kalkulus II selalu berpusat pada dosen belaka yang mengakibatkan hasil yang kurang memuaskan. Secara umum, kesulitan yang dialami sebagian besar mahasiswa tidak memahami konsep, karena pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar mahasiswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Hal ini sesuai dengan “pembelajaran spiral”, sebagai konsekuensi dalil Bruner. Dalam matematika, setiap konsep berkaitan dengan konsep lain, dan suatu konsep menjadi prasyarat bagi konsep yang lain. Oleh karena itu mahasiswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut. Berdasarkan keterkaitan antarkonsep dalam teori belajar Ausubel, „belajar‟ dapat diklasifikasikan dalam dua mensi. Pertama, berhubungan dengan cara 6 informasi atau konsep pelajaran yang disajikan pada mahasiswa melalui penerimaan atau penemuan. Kedua, menyangkut cara bagaimana mahasiswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada telah dimiliki dan diingat mahasiswa tersebut. Mahasiswa harus dapat menghubungkan apa yang telah dimiliki dalam struktur berpikirnya yang berupa konsep matematika, dengan permasalahan yang ia hadapi. Hal ini sesuai dengan perkataan Suparno 1997 tentang belajar bermakna, yaitu “…kegiatan mahasiswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan berupa konsep- konsep yang telah dimilikinya”. Akan tetapi, mahasiswa dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan informasi baru tersebut, tanpa menghubungkan pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya. Dari uraian diatas mahasiswa tidak akan dapat menghubungkan apa yang telah dimiliki dalam struktur berpikirnya tentang konsep matematika bila mana pembelajaran masih berpusat pada dosen belaka senada dengan pendapat tersebut dari dokumen jawaban mahasiswa pada soal ujian bentuk pemahaman konsep dengan indikator mengklasifikasikan objek yang diuji terhadap 162 mahasiswa, 73 mahasiswa tidak ada jawaban atau tidak ada ide matematika yang muncul sesuai dengan soal, 61 mahasiswa ide matemtika telah muncul namun belum dapat menganalisis suatu objek dan mengklasifikasikannya menurut sifat yang dimiliki sesuai dengan konsepnya, 20 mahasiswa dapat menganalisis suatu objek dan mengklasifikasikannya menurut sifat dan konsepnya tertentu namun masih melakukan kesalahan operasi matematika, dan 8 mahasiswa dapat menganallisis suatu objek dan mengklasifikasikannya menurut sifatciri dan konsepnya tertentu yang dimiliki dengan tepat. Dengan bentuk soal sebagai berikut : Tentukan nilai dx x  5 dengan menggunakan sub interval panjang yang sama dan : a Pilihalah x k sebagai titik ujung sebelah kiri dari sub interval b Pilihlah titik x k sebagai titik tengah dari sub interval 7 Jawaban mahasiswa Gambar. 1.1 Hasil Kerja Mahasiswa Alternatif jawaban mahasiswa diantaranya a X k adalah titik ujung kiri, maka: X 1 = 0, x 2 =∆x, x 3 =2∆x, …, x n = n- 1∆x F x = x, maka fx n = n- 1∆x      2 1 1 1 x k x x f S n k n k k k n               2 1 .... 2 1 x n S n                                      n n n n n n n S n 1 1 2 25 2 25 5 2 1 2 2 2 1 12 1 1 2 25 lim lim 5                n s xdx n n n b x n x x x x x n              2 1 ,...., 2 1 1 , 2 1 2 1 8   2 1 2 1 x k x x f S n k k k n           2 1 12 5 2 1 2 1 2 1 2 2 2                         n n x n n n 2 1 12 2 1 12 lim lim 5         n n n s xdx Dari gambaran hasil belajar di atas khususnya pada pokok bahasan integral tertentu yang bersifat abstrak memerlukan pola berpikir yang lebih tinggi begitu juga halnya pada pokok bahasan yang lain. Sehubungan dengan hal itu penggunaan model pembelajaran sangat penting agar mahasiswa dapat meningkatkan pemahaman konsep. Begitu juga halnya pada penalaran matematika sangat diperlukan kemampuan berpikir mahasiswa. Menurut Kusnadi dalam file.upi.edu...MATEMATIKA...Penalaran_ Matematika_SMP.pdf Juni 2012 Shefer dan Foster 1997 mengajukan tiga tingkat kemampuan berpikir matematika yaitu tingkatan reproduksi, tingkatan koneksi, dan tingkatan analisis. Masing-masing tingkatan terdiri atas komponen-komponen sebagai indikatornya, Tingkatan I Reproduksi : Mengetahui fakta dasar, Menerapkan algoritma standar, Mengembangkan keterampilan teknis. Tingkatan II Koneksi : Mengintegrasikan informasi, Membuat koneksi dalam dan antar domain matematika, Menetapkan rumus yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah, Memecahkan masalah tidak rutin. Tingkatan III Analisis : Matematisasi situasi, Melakukan analisis, Melakukan interpretasi, Mengembangkan model dan strategi baru, Mengembangkan argumen matematika, Membuat generalisasi. Pada intinya penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasarkan beberapa pertanyaan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Menurut Shconfeld dalam Sumarno 2004, matematika merupakan proses yang aktif, dinamik, generative dan eksploratif. Artinya bahwa proses matematika dalam penarikan kesimpulan merupakan kegiatan yang membutuhkan pemikiran dan penalaran tingkat tinggi. Pada kenyataannya kemampuan penalaran mahasiswa prodi pendidikan 9 matematika UGN Padangsidimpuan dilihat dari dokumen hasil ujian semester genap T.A. 20112012 mata kuliah kalkulus II dapat dikatakan bahwa mahasiswa memiliki penalaran matematika yang rendah. Hal ini diperoleh dari kemampuan jawaban soal tentang penalaran dengan menggunakan indikator memberi penjelasan dengan menggunakan model dari 162 mahasiswa, 79 mahasiswa tidak ada jawabanmenjawab tidak ada yang benar, 52 mahasiswa menjawab sebagian dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal dan menarik kesimpulan salah, 20 mahasiswa menjawab sebagian dari penjelasan menggunakan gambar , fakta hubungan dalam menyelesaikan soal , mengikuti argumen logis dan menarik kesimpulan dengan benar dan 11 mahasiswa menjawab penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen logis menarik kesimpulan dengan lengkapjelas dan benar. dengan bentuk soal sebagai berikut : Soal : Dengan menggunakan integral tentukan luas segitiga yang titik-titik sudutnya adalah -1,4, 2,-2 dan 5,1. Jawaban mahasiswa Gambar 1.2 Hasil Kerja Mahasiswa Alternatif jawaban soal Titik-titik pada garis pertemuan garis -1,4 dan 5,1 y = -12x + 72 -1,4 dan 2,-2 y = -2x + 2 2,-2 dan 5,1 y = x – 4 Luas segitiga = A I + A II                                           5 2 2 1 4 2 7 2 1 2 2 2 7 2 1 dx x x dx x x 10 5 2 2 2 1 2 5 2 2 1 2 15 4 3 2 3 4 3 2 15 2 3 2 3 2 3                                      x x x x dx x dx x     5 , 13 2 27 15 3 2 75 4 75 2 3 4 3 3 3                                     Departemen Pendidikan Nasional Depdiknas, 2003 menyatakan bahwa “ciri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya. Namun demikian, dalam pembelajaran, pemahaman konsep sering diawali secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi. Proses induktif-deduktif dapat digunakan untuk mempelajari konsep matematika. Berkaitan dan peningkatkan kemampuan bernalar ini National Council of Teacher of Mathematics NCTM, 2003 lebih mengoperasionalkannya dengan menyatakan pada salah satu tampilan di situsnya www.nctm.org bahwa program pembelajaran dari taman kanak-kanak TK sampai kelas 12 hendaknya memungkinkan semua siswa di Amerika Serikat untuk : 1. Mengenali penalaran dan pembuktian sebagai kemampuan mendasar pada matematika 2. Melakukan dan menginvestigasi dugaan-dugaan matematika 3. Mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan bukti matematika 4. Memilih dan menggunakan berbagai tipe penalaran dan berbagai metode pembuktian berbeda dengan model ceramah yang dinilai tidak atau kurang meningkatkan kemampuan bernalar para siswa. Selanjutnya dari minimnya penalaran matematika dari mahasiswa tersebut yang mengakibatkan menurunnya motivasi belajar terutama bagi mahasiswa yang berkemampuan rendah, sedang bahkan berkurangnya rasa percaya diri atau self-efficacy , sikap yang kurang positif terhadap mata kuliah kalkulus II dan rasa cemas yang tinggi. Asesmen lebih berfokus pada recall informasi dan fakta, sehingga mahasiswa jarang dihadapkan dengan pemahaman yang membutuhkan tingkatan kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Akibatnya, mahasiswa memiliki suatu pandangan belajar yang naif dan berfungsi hanya sebagai penerima pengetahuan yang pasif, dan tanggung jawab pengajar hanya sebatas mengajarkan konten materi. 11 Disisi lain, berdasarkan hasil wawancara dengan dosen mata kuliah kalkulus II juga menunjukkan bahwa selama ini dosen jarang melakukan kegiatan remedial terhadap mahasiswa yang mempunyai daya serap kurang dan hasil belajar rendah. Ini sesuai dengan data yang diperoleh dari hasil kelulusan ujian semester II prodi pendidikan matematika bahwa hasil belajar pada mahasiswa yang memiliki dibawah nilai “A dan B” lebih sedikit dari “nilai C, D, E”, artinya kemampuan mahasiswa dalam pembelajaran matematika mata kuliah kalkulus II dikategorikan rendah. Perolehan nilai dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.2. Hasil Ujian Semester II Mata Kuliah Kalkulus II No. SemesterT.A Nilai Kalkulus II Jlh A B C D E 1 Genap 20082009 2 26 41 11 - 70 2 Genap 20092010 4 36 50 18 2 110 3 Genap 20102011 3 16 102 21 1 143 4 Genap 20112012 5 50 93 8 6 162 Jumlah 14 128 286 58 9 485 Sumber : Prodi Pend. Matematika UGN Padangsidimpuan Catatan : A = 85 – 100 B = 80 - 84 C = 70 – 79 D : 60 – 69 E = 59 Adapun kegiatan yang biasa dilakukan adalah memantapkan pemahaman mahasiswa terhadap materi yang telah disampaikan atau membahas soal-soal menjelang ujian akhir semester. Sebagai bagian dari upaya meningkatkan hasil belajar pada Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan maka salah satu yang perlu dilakukan mengembangkan perangkat pembelajaran. Dalam pengembangan perangkat pembelajaran yang diperlukan saat ini adalah pembelajaran yang inovatif dan kreatif yaitu antara lain mengembangkan pembelajaran yang berorientasi pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Dengan model ini mahasiswa dimungkinkan terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak yang positif terhadapa kemampuan mahasiswa dalam memahami suatu konsep. Hal ini sejalan dengan pendapat Hudoyo 1979, “… jika siswa aktif melibatkan dirinya di didalam menemukan 12 suatu prinsip dasar, siswa itu akan mengerti konsep itu akan lebih baik, mengingat lebih lama, dan mampu menggunaka n konsep tersebut dalam konteks yang lain”. Untuk itu model pembelajaran tipe jigsaw membantu mahasiswa menumbuhkan penalarannya dan juga memahami konsep. Di samping itu, keterampilan menjadi semakin penting untuk keberhasilan dalam menghadapi tuntutan lapangan kerja yang sekarang ini berorientasi pada kerja sama dalam tim. Karena pentingnya interaksi dalam tim, maka penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sangat diperlukan dalam membangun karakter mahasiswa. Karena pembelajaran ini dapat mengembangkan potensi mahasiswa secara aktif dengan membuat kelompok yang terdiri dari empat sampe enam orang anggota, menciptakan pola interaksi yang optimal semangat kebersamaan dan mendapatkan penilaian dan penghargaan yang terstruktur dan terus menerus pada akhirnya menciptakan kegembiraan tersendiri kepada mahasiswa. Dalam model pembelajaran jigsaw, kelompok-kelompok siswa mempelajari materi yang dibagi menjadi bagin-bagian yang lebih kecil. Setelah masing-masing kelompok mempelajari materinya, tiap-tiap anggota kelompok mendapat tanggung jawab satu bagian materi. Anggota-anggota dari tiap-tiap kelompok berkumpul untuk membahas bagian mereka, dan setelah itu mereka kembali ke kelompok mereka masing-masing untuk membantu anggota-anggota kelompok lainnya belajar lebih banyak tentang bagian mereka. Pembelajaran jigsaw ini mengombinasikan banyak karakteristik pembelajaran kooperatif yang diharapkan, termasuk kerja kelompok tanggung jawab individu, dan tujuan-tujuan yang jelas. Pada kelompok mahasiswa yang sebaya. Hal ini senada dengan pendapat Dale H. Schunk 2012 . “pembelajaran dengan bantuan sebaya selaras kontruktivisme. Pembelajaran dengan bantuan sebaya mengacu pada pendekatan- pendekatan pengajaran dimana teman sebaya berperan sebagai pelaku aktif dalam proses pembelajaran menekankan pentingnya bantuan teman sebaya antaralain tutoring teman sebaya, pengajaran timbal balik, dan pembelajaran kooperatif”. Dengan demikian pembelajran ini dapat mendorong motivasi akademik dan sosial dalam belajar, teman-teman sebaya yang menonjolkan pembelajaran akademis dapat memotifasi oranglain dalam lingkungannya karena prinsip 13 pengajaran konstruktif mahasiswa dapat aktif melaksanakan tutorial bebas berpartisivasi yang melahirkan kerja sama antar mahasiswa. Para dosen hendaknya terus berusaha menyusun dan menerapkan berbagai cara variasi agar mahasiswa tertarik dan bersemangat dalam mengikuti perkuliahan, salah satunya melalui model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw, karena manusia secara kodrat telah mampu berfikir untuk menghadapi problema kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain menusia secara alamiah telah memiliki kemampuan bernalar terutama soal-soal yang sederhana. Melalui model pembelajaran Kooperatif tipe jigsaw yaitu mengajak mahasiswa untuk belajar aktif, konstruktivistik dan kooperatif yang berkaitan dengan materi, mahasiswa diberi kesempatan untuk berdiskusi, mengemukakan pendapat dan idenya, melakukan eksplorasi terhadap materi yang sedang dipelajari serta menafsirkan hasilnya secara bersama-sama di dalam kelompok, dosen sebagai fasilisator menciptakan proses belajar aktif, kreatif dan menyenangkan. Di samping berbagai model pembelajaran menurut Jica 1997 bahwa faktor dominan yang juga mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa adalah kemampuan berpikir penalaran formal mahasiswa merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses belajar mahasiswa, utamanya dalam mempelajari matematika karena matematika merupakan salah satu ilmu yang diperoleh dengan bernalar yang menekankan aktivitas dalam dunia rasio. Selanjutnya Suriasumantri 1999 menyatakan Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Penalaran sebagai kegiatan berpikir mempunyai ciri-ciri tertentu yang sangat terkait dengan karakteristik matematika, yakni adanya pola berpikir logis dan sifat analitis. Berpikir logis berarti berpikir menurut logika tertentu dan sifat analitik menunjukkan bahwa penalaran merupakan kegiatan berpikir yang menyandarkan diri pada suatu analisis. Kemudian dapat dikatakan penalaran atau reasoning merupakan suatu konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk sampai pada suatu kesimpulan sebagai pernyataan baru dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Sementara istilah penalaran jalan pikiran atau 14 reasoning menurut Keraf 1982 sebagai: “Proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta atu evidensi-evidensi yang diketahui menuju ke suatu kesimpulan”. Kemampuan penalaran mahasiswa merupakan salah satu unsur yang sangat diperlukan dalam perkuliahan. Dari uraian di atas, perlu untuk melakukan penelitian dengan mengembangkan perangkat pembelajaran yang bercirikan model pembelaajaran kooperatif tipe jigsaw sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi permasalahan pembelajaran kalkulus II pada prodi pendidikan matematika Universitas Graha Nusantara Padangsidempuan. Dengan judul: “Perbedaan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Konsep Mahasiswa Yang Dibelajarkan Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Pembelajaran Konpensional “.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan kajian pada latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi hasil perkuliahan, antara lain : 1. Rendahnya kemampuan penalaran matematika mahasiswa 2. Rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematika mahasiswa 3. Hasil belajar mahasiswa di prodi pendidikan matematika pada mata kuliah Kalkulus II belum memuaskan 4. Aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran matematika masih rendah 5. Respon mahasiswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika masih rendah 6. Dosen kurang melakasanakan model pebelajaran yang berpariasi dalam pembelajaran 7. Pelaksanaan pembelajara matematika yang dilakukan dosen kurang relevan dengan karakteristik pembelajaran dan tujuan pembelajaran matematika.

C. Pembatasan Masalah

Berbagai masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas dan kompleks serta cakupan materi matematika yang sangat banyak. Agar penelitian ini lebih terarah, efektik dan efisien serta memudahkan dalam melaksanakan penelitian maka penulis membatasi masalah sebagai berikut: 15 1. Perbedaan kemampuan penalaran matematika mahasiswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran konvensional 2. Perbedaan pemahaman konsep matematika mahasiswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran konvensional 3. Aktivitas mahasiswa selama pembelajaran kooperatif tipe jigsaw 4. Respon mahasiswa terhadap kegiatan pembelajaran matematika dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana perbedaan kemampuan penalaran matematika mahasiswa antara mahasiswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan mahasiswa yang diberi pembelajaran konvensional? 2. Bagaimana perbedaan pemahaman konsep matematika mahasiswa antara mahasiswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan mahasiswa yang diberi pembelajaran konvensional? 3. Bagaimana kadar aktivitas mahasiswa terhadap pembelajaran matematika yang diberi model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe jigsaw? 4. Bagaimana respon mahasiswa terhadap komponen dan proses pembelajaran matematika yang diberi model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe jigsaw?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan penalaran matematika mahasiswa antara mahasiswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan mahasiswa yang diberi pembelajaran konvensional 2. Untuk mengetahui perbedaan pemahaman konsep matematika mahasiswa antara mahasiswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan mahasiswa yang diberi pembelajaran konvensional 16 3. Untuk mendiskripsikan aktivitas mahasiswa terhadap pembelajaran matematika yang diberi model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe jigsaw 4. Untuk mendiskripsikan respon mahasiswa terhadap komponen dan proses pembelajaran matematika yang diberi model pembelajaran pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

F. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Memberi gambaran atau informasi tentang perbedaan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep matematika mahasiswa, aktivitas dan respon mahasiswa selama pembelajaran berlangsung. 2. Bagi Mahasiswa Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw selama penelitian pada dasarnya memberi pengalaman dan mendorong mahasiswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan harapan membantu mahasiswa menguasai pembelajaran matematika secara optimal tentang kemampuan penalaran dan pemahaman konsep serta menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan bermamfaat. 3. Bagi Dosen Memberi alternatif atau variasi model pembelajaran matematika untuk dikembangkan agar menjadi lebih baik dalam pelaksanaannya dengan cara memperbaiki kelemahan atau kekurangannya dan mengoptimalkan hal-hal yang telah baik. 4. Bagi Prodi Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan mutu pembelajaran matematika agar dapat menghasilkan hasil belajar mahasiswa yang lebih baik. 17

G. Defenisi Operasional.

Untuk menghdihindari kesalah pahaman dalam memahami konteks permasalahan penelitian, maka perlu adanya penjelasan mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa konsep dan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perbedaan adalah perbedaan kemampuan penalaran dan pemahaman konsep matematika mahasiswa yang diberi pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw dengan pembelajaran konvensional menggunakan analisis kovarian dan datanya dideskripsikan secara kuantitatif. 2. Pengertian model dalam penelitian ini adalah suatu pola atau kerangka konseptual sebagai pedoman merencanakan dan mewujudkan suatu proses untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. 3. Model pembelajaran adalah suatu pola atau kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman merencanakan dan mewujudkan proses pembelajaran di kelas sebagai pedoman dosen dalam mendesain pembelajaran membantu mahasiswa agar tujuan tercapai. 4. Model Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang mencakup kelompok kecil mahasiswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan bersama. 5. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu pembelajaran kelompok kecil yang terdiri dari dari 4 sampai 6 orang dengan latar belekang anggotanya heterogen. Para mahasiswa ditugaskan membaca buku mahasiswa BM dan mengerjakan lembar aktivitas mahasiswa LAM yang berisi maslah matematika. Tiap angota ditugaskan secara acak menjadi ahli setelah membaca materi para ahli dari tim berbeda bertemu untuk mendiskusikan topik yang mereka bahas lalu kembali ketimnya untuk mengajarkan topik tersebut kepada teman satu timnya. 6. Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran menggunakan metode ekspositori secara klasikal. Disini dosen berperan sebagai sumber informasi, menjelaskan defenisi, teorema dan contoh-contoh soal, serta memberikan soal-soal latihan yang harus dikerjakan mahasiswa. 18 7. Kemampuan Ability adalah kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atas tindakan seseorang. 8. Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indra pengamatan empirik yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui yang dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. 9. Kemampuan Penalaran Matematika KPM adalah proses kegiatan berpikir logis dengan logika ilmiah untuk menemukan pernyataan baru yaitu kemampuan mahasiswa membuat sebuah keputusan tentang cara menangani masalah matematika yang meliputi : a. kemampuan membuat analogi dan generalisasi b. memberikan penjelasan dengan menggunakan model c. menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika d. menyusun dan menguji konjenktur dan e. memeriksa validitas argumen. 10. Konsep dalam matematika adalah abstrak yang memungkinkan kita untuk mengelompokkan mengklasifikasi objekkejadian. Konsep yang tingkat tinggi dapat berupa hubungan antara konsep-konsep dasar. Konsep dapat dipelajari melalui defenisipengamatan langsung. Disamping itu juga konsep dapat dipelajari dengan melihat, mendengar, mendiskusikan dan memikirkan tentang bermacam-macam contoh. 11. Pemahaman adalah proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan yang dapat diartikan sebagai proses pembelajaran yang diikuti hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran atau bagaimana seseorang mempertahankan, membedakan, menduga, menerangkan, memperluas, menyimpulkan, mengeneralisasikan, memberikan contoh, menulis kembali dan memperkirakan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif metode make A match terhadap pemahaman konsep matematika siswa

4 18 201

Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Antara Siswa Yang Diajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Konsep Protista

0 18 233

Pengaruh Model Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Novick Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Relasi dan Fungsi pada Siswa SMP

0 6 191

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN THINK PAIR SHARE (TPS).

0 4 44

PERBEDAAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK SISWA YANG DIAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DAN STAD DI KELAS VII SMP SWASTA YPK MEDAN.

0 1 29

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA SMA ANTAR YANG DIBELAJARKAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK DAN TIPE SNOWBALL THROWING PADA POKOK BAHASAN KONSEP MOL.

0 9 14

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA YANG BELAJAR DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL DI KELAS VIII SMP PRIMBANA MEDAN.

0 5 23

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-TALK-WRITE DENGAN PEMBELAJARAN LANGSUNG.

0 1 48

Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematis Siswa.

1 3 25

PENGARUH PERBEDAAN ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TTW DAN KONVENSIONAL TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP DAN MINAT BELAJAR MAHASISWA.

0 0 12