Prinsip-Prinsip Penentuan Kewarganegaraan Aspek Hukum Status Kewarganegaraan Anak Hasil Perkawinan Campuran Yang Lahir Sebelum Dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia

Sedang menurut M. Said Nizar, seorang anggota KOMNAS HAM R.I mengemukakan bahwa hubungan antara negara dengan warganegara tidak mungkin dapat dibahasakan secara lengkap tanpa diikutsertakan pembahasan soal nasionalisme. Nasionalisme adalah suatu state of mind atau suatu sikap kejiwaan yang mengikat rakyat menjadi suatu bangsa dengan satu tanah air. Tali pengikat ini menuju kepada suatu cita-cita masa depan dengan cakrawala luas. Seorang sastrawan Perancis Ernest Renan menjelaskan bahwa nasionalisme itu adalah suatu jiwa dan suatu prinsip spiritual Une ame, un principe spiritual. 62 Jika konsep kewarganegaraan itu adalah suatu Jiwa berarti citizenship bukanlah symbol. Sebab dia adalah jiwa yang menyatu dan berkualitas. Tetapi pemahaman seperti ini tidak pernah dibicarakan secara rinci. Bahkan di zaman kolonial diskusi tentang kewarganegaraan tidak pernah menyentuh apa yang dikatakan oleh Ernest Renan yaitu soal keterikatan jiwa. Diskusi kewarganegaraan tersebut dikerdilkan dan disederhanakan, dipatok dalam pemahaman yang sempit. 63

2. Prinsip-Prinsip Penentuan Kewarganegaraan

Tiap-tiap negara adalah berdaulat untuk menentukan tentang siapa-siapa yang dapat menjadi warganegaranya dan siapa pula yang tidak atau tentang perolehan dan kehilangan kewarganegaraan dari warganegaranya. Dalam hal kedaulatan negara ini termasuk juga, bahwa tidak ada negara yang berhak mengatur masalah-masalah 62 M. Said Nizar, Aspek Anti Diskriminasi Terhadap Undang-Undang Kewarganegaraan dan Kebijakan Pemerintah RI-Suatu Tinjauan Hukum Internasional, Makalah pada Seminar’Mencari Pemahaman Komprehensif Tentang Kewarganegaraan yang Diperlukan untuk Membangun dalam Konteks Nation and Character Building”, Jakarta: KOMNAS HAM RI, 20 Februari 2006, hlm. 31. 63 Ibid, hlm. 4. Universitas Sumatera Utara kewarganegaraan negara lain. Pembatasan ini berdasarkan kepada general international law, yaitu asas pacta sunt servanda dan of mutual recognition of each other souvereignity berupa konvensi-konvensi internasional, kebiasaan internasional dan prinsip-prinsip hukum yang umum dan secara internasional telah diakui di bidang kewarganegaraan. 64 Pelaksanaan peraturan lalu lintas orang tersebut merupakan derivasi dari hak negara untuk memberi izin atau melarang orang asing masuk kedalam wilayahnya dan merupakan atribut esencial dari pemerintahan negara yang berdaulat. Oleh karena itu orang asing yang memasuki wilayah suatu negara akan tunduk pada hukum negara tersebut sebagaimana halnya warganegara itu sendiri. 65 Dalam ketentuan-ketentuan kewarganegaraan terdapat dua asas yang utama yaitu: 66 a.Asas daerah kelahiran lus Soli Ditinjau dari istilah bahasa latin, maka ius berarti hukum, sedangkan soli berarti tanah, sehingga dalam pengertian sepenuhnya maka ius soli adalah hukum yang mengikuti tanah kelahiran. Maksudnya adalah kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat kelahirannya yaitu seseorang adalah warganegara dari suatu negara berdasarkan tempat dimana ia dilahirkan. Jadi asas ini merupakan asas dalam pewarganegaraan yang mengikuti di tempat mana seseorang itu dilahirkan. Asas kelahiran ius soli di dalam wilayah Republik Indonesia juga diterapkan 64 Sudargo Gautama, Op. Cit., hlm. 5. 65 J G Strake, Pengantar Hukum Internasional, ter. Bambang Iriana Djajaatmadja, Jakarta: Sinar Grafika 2000., hal. 467. 66 Abdul Bari Azed, Op. Cit., hlm. 4. Universitas Sumatera Utara untuk menghindarkan adanya orang yang tanpa kewarganegaraan Stateless. Apabila anak yang dilahirkan di Indonesia tidak memperoleh kewarganegaraan ibunya maupun dari ayahnya, maka anak itu dapat memiliki kewarganegaraan RI untuk menghindari anak menjadi tanpa kewarganegaraan. 67 Asas ius soli lazim dimanfaatkan oleh negara-negara yang jumlah rakyatnya kecil atau sedikit, kebanyakan penduduk di negara itu adalah pendatang yang diterima untuk melaksanakan berbagai pekerjaan bagi perkembangan perekonomiannya, atau para imigran yang diterima dengan baik di negara yang bersangkutan. Menurut Sudargo Gautama bahwa kepentingan negara-negara yang termasuk negeri-negeri imigran adalah bagaimana kepentingan warga-warga asing yang telah masuk dalam negeri mereka secepat mungkin diasimilasi menjadi rakyat mereka. Terutama dalam negeri-negeri yang masih kekurangan warga. Hubungan pertalian dengan negara asal secepat mungkin harus dilepaskan. Para imigran ini secepat mungkin harus dijadikan warganegara dari Negara baru yang telah dipilih oleh mereka sebagai tempat mencari kehidupan. Jadi untuk negeri-negeri semacam ini sudah tentu ius soli adalah yang paling tepat . 68 Orang-orang yang tadinya termasuk warga asing menetap dalam wilayah negara yang menganut ius soli dan melahirkan anak-anaknya disitu, maka anak-anak tersebut haruslah dipandang sebagai warga dari negara bersangkutan dan negara dimana ia dilahirkan dan hidup. Anak-anak yang dilahirkan di negara itu lazimnya 67 R.G. Kartasapoetra, Sistematika Hukum Tata Negara, Cetakan 2, Jakarta: Rineka Cipta, 1993, hlm. 216. 68 Sudargo Gautama, Op. Cit., hlm. 16. Universitas Sumatera Utara diberi pewarganegaraan pasif. Sehingga dalam hal ini ius soli selalu dikaitkan dengan pewarganegaraan pasif. Dalam pewarganegaraan pasif sendiri adalah bahwa seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh sesuatu negara atau tidak mau diberi dan dijadikan warganegara sesuatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi. Jika diperhatikan negara Amerika Serikat, Kanada, Australia termasuk negara yang menerapkan asas ius soli dan memanfaatkan asas tersebut dalam pewarganegaraan pasif terhadap keturunan-keturunan berbagai suku bangsa yang berimigran ke negara-negara tersebut. Negara Indonesia pada masa penjajahan Hindia Belanda membuat peraturan kewarganegaraan dengan menganut asas ius soli. Walaupun demikian Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia No.62 Tahun 1958 yang berlaku sekarang menganut juga asas ius soli terbatas dengan tujuan untuk menghindari terjadinya seseorang menjadi tanpa kewarganegaraan stateless. b. Asas Keturunan Ius Sanguinis Menurut istilah bahasa latin, ius berarti hukum, sedangkan sanguinis dapat berarti keturunan atau darah, jadi asas ini mengikuti hukum atau ketentuan-ketentuan dari keturunan atau darah orangtuanya. Artinya bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh keturunan dari pada orang yang bersangkutan. Penganutan asas ius sangunis ini memang sangat penting apalagi pada masa sekarang dimana hubungan antara suatu negara dengan negara lainnya berlangsung dengan pesat dan sangat baik, yang memungkinkan orang-orang untuk berpindah atau bermukim sementara waktu di negara lain dalam rangka pekerjaan, pendidikan atau Universitas Sumatera Utara tugas tugas kenegaraan yang diembannya. Terlebih bila diperhatikan bahwa negara-negara yang memilih asas ius sanguinis pada umumnya termasuk negara-negara emigran. 69 Sebagai contoh negara yang menganut asas ini adalah negara RRC, India, Indonesia yang terkenal sebagai negara yang banyak jumlah warganya. Dalam kaitannya sebagai konsekuensi asas ius sanguinis ini, apabila adanya keinginan seseorang warganegara untuk berpindah kewarganegaraan harus ditempuh melalui proses pewarganegaraan atau naturalisasi. Jika persyaratan-persyaratan tersebut dapat dipenuhi oleh yang bersangkutan maka terkabullah kehendaknya. Dalam penentuan apakah seseorang menjadi warganegara suatu negara ataukah tidak, dengan menggunakan asas ius sanguinis atau ius soli tidak dapat dilepaskan dari keadaan-keadaan yang menjadi latar belakang penentuan itu, yaitu keinginan pembentuk negara atau pemerintah masing-masing negara untuk menjadikan warganegaranya sebagaimana yang mereka kehendaki dan dicita- citakan. 70 Tetapi tidak jarang dalam kenyataannya kita menemui negara-negara yang memanfaatkan kedua asas tersebut. Artinya tidak memilih salah satu asas secara konsekuen taat asas melainkan dipakai suatu kombinasi dari kedua asas. Kedua asas dipergunakan namun hanya saja yang satu lebih dikedepankan dari yang lain. Negara- negara yang pertama-tama mementingkan asas ius sanguinis keturunan juga tak mengabaikan sama sekali asas ius soli tempat kelahiran. 69 Sudaro Gautama, Op. Cit., hlm. 15. 70 B.P. Paulus, Op. Cit., hlm. 50. Universitas Sumatera Utara Juga karena masing-masing negara berdaulat untuk menentukan siapakah warganegaranya, maka dalam kenyataannya terdapat ketidakseragaman peraturan- peraturan mengenai kewarganegaraan. Ketidakseragaman ini dapat terjadi bahwa apabila seseorang yang telah ditentukan menjadi warganegara dari suatu negara tertentu adalah pula warganegara dari negara lain, berdasarkan asas penentuan kewarganegaraan dari negara itu atau dapat pula terjadi seseorang menjadi tanpa kewarganegaraan. Di sinilah akan timbul permasalahan benturan asas yang mengakibatkan seseorang memiliki dwikewarganegaraandual citizenshipbipatridie kewarganegaraan ganda atau bahkan multipatridie memiliki . lebih dari dua kewarganegaraan dan atau menjadi tanpa kewarganegaraan apatridiestateless.

3. Apatridie dan Bipatridie

Dokumen yang terkait

AKIBAT HUKUM STATUS KEWARGANEGARAAN GANDA ANAK YANG LAHIR DARI PERKAWINAN CAMPURAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN

2 213 16

PPELAKSAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN UNTUK MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN YANG LAHIR SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA.

0 2 11

PENDAHULUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN UNTUK MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN YANG LAHIR SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA.

0 14 29

PENUTUP PELAKSANAAN PENDAFTARAN UNTUK MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN YANG LAHIR SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA.

0 2 5

PENULISAN HUKUM/SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN PENDAFTARAN MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 BAGI ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN YANG LAHIR SEBELUM TANGGAL 1 AGUSTUS 2006.

0 3 13

PENDAHULUAN PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN PENDAFTARAN MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 BAGI ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN YANG LAHIR SEBELUM TANGGAL 1 AGUSTUS 2006.

0 2 15

PENUTUP PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN PENDAFTARAN MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 BAGI ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN YANG LAHIR SEBELUM TANGGAL 1 AGUSTUS 2006.

0 4 5

STATUS DAN KEDUDUKAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN RI.

0 0 76

STATUS DAN KEDUDUKAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN RI SKRIPSI

0 0 44

STATUS DAN KEDUDUKAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN RI SKRIPSI

0 0 44