15
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A. RENCANA STRATEGIS 2010 – 2014
Rencana Strategis
Renstra Pengadilan
Tinggi merupakan
gambaran atau visionable
dari kinerja
dan rencana
kerja kinerja
lembaga Pengadilan
TinggiTipikor Banda Aceh, yang
lingkupnya dalam
kurun waktu
5 tahunan
sehingga dengan Rencana
Strategis Renstra
tahun 2010-2014 merupakan
suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai sebagai sarana atau proses untuk tercapainya Visi, Misi, Tujuan, Sasaran yang telah ditetapkan organisasi
yang dapat dijabarkan menjadi :
1. Visi dan Misi Pengadilan TinggiTipikor Banda Aceh V i s i
Dengan sistem peradilan satu atap one roof system dari empat lingkungan
Peradilan, maka
Pengadilan TinggiTipikor Banda Aceh mempunyai
Visi yang
sama dengan Mahkamah Agung RI yakni: “TERWUJUDNYA BADAN PERADILAN YANG AGUNG”
Visi Badan
Peradilan tersebut
di atas,
dirumuskan dengan
merajuk pada Pembukaan UUD 1945, terutama alinea kedua dan alinea keempat, sebagai tujuan
Negara Republik Indonesia. Visi
merupakan harapan
dan cita-cita
Pengadilan TinggiTipikor Banda Aceh khususnya dan
Mahkamah Agung
pada umumnya.
Untuk mewujudkan
Visi tersebut, maka
perlu peningkatan
Sumber Daya
Manusia baik dari
segi kuantitas maupun kualitas. serta sarana dan prasarana pendukung yang memadai.
M i s i
16
Untuk Visi dari suatu organisasi,
maka perlu dijabarkan dalam bentuk
Misi yang
harus dijalankan.
Adapun Misi
Pengadilan TinggiTipikor Banda Aceh,sesuai dengan misi Mahkamah Agung Republik Indonesia yaitu:
1 Menjaga kemandirian badan peradilan; 2 Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan;
3 Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan; 4 Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.
Penjelasan keempat
misi Badan
Peradilan yang
digagas, dalam
rangka memastikan “Terwujudnya Badan Peradilan Yang Agung” dua puluh lima tahun
mendatang, adalah sebagai berikut: 1 Menjaga Kemandirian Badan Peradilan
Syarat utama
terselenggaranya suatu
proses peradilan
yang obyektif adalah adanya kemadirian lembaga yang menyelenggarakan peradilan, yaitu kemandirian
badan peradilan
sebagai sebuah
lembaga kemandirian instutional,
serta kemandirian
hakim dalam
menjalankan fungsinya kemandirian
individualfungsional. Kemandirian
menjadi kata kunci dalam usaha melaksanakan tugas pokok dan fungsi badan peradilan secara efektif.
Sebagai konsekuensi dari penyatuan atap, dimana badan peradilan telah mendapatkan kewenangan atas urusan organisasi, administrasi dan finansial konsep
satu atap, maka fungsi perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan organisasi,
administrasi dan finansial seluruh badan peradilan di Indonesia harus dijalankan secara baik.
Hal ini dimaksudkan agar tidak mengganggu pelaksanaan tugas kekuasaan kehakiman yang
diembannya. Hal penting
lain yang perlu diperjuangkan adalah kemandirian pengelolaan anggaran berbasis kinerja dan penyediaan sarana pendukung dalam
bentuk alokasi yang pasti dari APBN. Kebutuhan adanya kepastian ini untuk
memberikan jaminan penyelenggaraan pengadilan di seluruh Indonesia. Selain kemandirian Instutional, kemadirian badan peradilan iuga mengandung aspek
17
kemandirian hakim untuk memutus kemandirian individualfungsional yang
terkait erat
dengan tujuan
penyelenggaraaan peradilan. Tujuan penyelenggaraan
peradilan yang
dimaksud adalah
untuk menjamin adanya
pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil setiap manusia. Selain itu juga perlu
dibangun pemahaman dan kemampuan yang
setara diantara
hakim mengenai
masalah-masalah hukum yang berkembang.
2 Memberikan Pelayanan Hukum yang Berkeadilan kepada Pencari Keadilan.
Tugas badan
peradilan adalah
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan. Oleh karenanya orientasi perbaikan yang dilakukan oleh MA harus mempertimbangkan kepentingan pencari keadilan dalam memperoleh keadilan.
Dengan demikian adalah keharusan bagi setiap badan peradilan
untuk meningkatkan pelayanan publik
dan memberikan jaminan proses peradilan yang
adil. Keadilan, bagi para pencari keadilan pada dasarnya merupakan suatu nilai yang subyektif, karena adil menurut satu pihak belum tentu adil bagi pihak lain.
Penyelenggaraan peradilan
atau penegakan
hukum harus
dipahami sebagai sarana untuk menjamin adanya suatu proses yang adil, dalam rangka menghasilkan
putusan yang
mempertimbangkan kepentingan keadilan menurut kedua belah
pihak. Perbaikan
yang dilakukan
oleh MA,
selain menyentuh
aspek yudisial, yaitu
substansi putusan
yang dapt
dipertanggungjawabkan, juga
akan meliputi peningkatan pelayanan
administratif sebagai penunjang
berjalannya proses yang adil. Sebagai contoh adalah adanya pengumuman jadwal sidang secara terbuka
dan pemberian salinan putusan, sebagai bentuk jaminan akses bagi pencari keadilan. 3 Meningkatkan Kualitas Kepemimpinan Badan Peradilan
Kualitas kepemimpinan badan peradilan akan menentukan kualitas dan kecepatan pergerakan perubahan badan peradilan. Dalam sistem satu atap, peran
Pimpinan badan peradilan,
selain mengusai aspek teknis yudisial, diharuskan juga mampu
18
merumuskan kebijakan-kebijakan non teknis yudisial. Terkait
aspek yudisial,
seorang pimpinan
pengadilan bertanggungjawab untuk
menjaga adanya
kesatuan hukum di pengadilan yang dipimpinnya. Untuk
area non-teknis,
secara operasional,
Pimpinan badan
peradilan di bantu oleh
pelaksana urusan administrasi. Dengan kata lain Pimpinan badan peradilan harus
memiliki kompetensi yudisial dan non-yudisial. Demi terlaksananya upaya-upaya tersebut, MA akan menitikbaratkan peningkatan
kualitas kepemimpinan badan peradilan dengan membangun dan mengembangkan kompetensi teknis yudisial dan non-yudisial.
4 Meningkatkan kredibilitas dan Transparansi Badan Peradilan Kredibilitas
dan transparansi badan
peradilan merupakan
factor penting untuk
mengembalikan kepercayaan pencari keadilan kepada badan peradilan. Upaya menjaga
kredibilitas akan
dilakukan dengan mengefektifkan system pembinaan,
pengawasan, serta publikasi putusan-putusan yang dapat dipertanggungjawabkan. Selain
sebagai bentuk
pertanggungjawaban public, adanya
pengelolaan organisasi yang terbuka, juga akan membangun kepercayaan pengemban kepentingan
di dalm
badan peradilan
itu sendiri.
Melalui keterbukaan informasi dan
pelaporan internal,
personil peradilan
akan mendapatkan kejelasan mengenai
jenjang karir, kesempatan pengembangan diri dengan pendidikan dan pelatihan,
serta penghargaan
ataupun hukuman
yang mungkin mereka dapatkan. Terlaksananya
prinsip transparansi,
pemberian perlakuan yang
setara, serta jaminan proses
yang jujur dan adil,
hanya dapat dicapai dengan usaha para personil peradilan untuk bekerja secara professional dan menjaga integritasnya.
2. Tujuan Dan Sasaran Strategis Tujuan Strategis
Tujuan strategis merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan visi
19
yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 satu sampai 5 lima tahun. Tujuan Strategis yang termuat di dalam rencana Strategis sebagai berikut :
1. Peningkatan penyelesaian perkara; 2. Peningkatan tertib administrasi perkara pidana dan perdata;
3. Peningkatan kualitas sumber daya manusia; 4. Peningkatan kualitas pengawasan;
5. Peningkatan akseptabilitas masyarakat terhadap peradilan acces to justice
Dengan diformulasikannya tujuan strategis, Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh akan dapat secara tepat mengetahui apa yang harus dilaksanakan oleh organisasi
dalam memenuhi visi misinya untuk kurun waktu satu sampai lima tahun ke depan dan memungkinkan untuk mengukur sejauh mana visi misi organisasi telah
dicapai mengingat tujuan strategis dirumuskan berdasarkan visi misi organisasi.
Sasaran Strategis
Lebih lanjut, tujuan tersebut dijabarkan melalui penetapan sasaran yang ingin dicapai yaitu :
a. Tercapainya prosentase peningkatan tertib administrasi kesekretariatan dan
kepaniteraan; b.
Tercapainya prosentase peningkatan penyampaian laporan yang efektif dan akurat
c. Tercapainya prosentase peningkatan penyelesaian perkara
d. Peningkatan terpenuhinya Inventaris dan Sarana Gedung PT. Banda Aceh, PN.
Simpang Tiga Redelong dan Pengadilan Tipikor. e.
Tercapainya prosentase sumber daya manusia yang profesional dalam pelaksanaan tugas
f. Tercapainya prosentase peningkatan aksebilitas masyarakat terhadap peradilan
acces to justice
20
3. Program Utama dan Kegiatan Pokok Program Utama
Dalam menjalankan arah kebijakan sesuai visi dan misi Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh ditentukan oleh penyediaan anggaran dari tahun ke tahun melalui
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran DIPA yang terdiri dari 2 dua DIPA, yaitu DIPA Badan Urusan Administrasi BUA dan DIPA Direktorat Jendral Badan
Peradilan Umum Badilum. Pada Tahun Anggaran 2012 Pengadilan TinggiTipikor Banda Aceh menerima
anggaran sebesar
Rp. 13. 707.907.000,- tiga belas milyard tujuh ratus tujuh juta sembilan ratus tujuh ribu rupiah dari DIPA Badan
Urusan Administrasi yang terdiri dari 3 tiga program yaitu : 1. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Mahkamah Agung sebesar Rp. 4. 774.069.000,- 2. Program
Peningkatan Manajemen
Peradilan Umum
sebesar Rp.
8.491.172.000,- 3. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Mahkamah Agung
sebesar Rp. 5.216.735.000,- Sedangkan untuk DIPA Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Pengadilan
TinggiTipikor Banda Aceh menerima Anggaran sebesar Rp. 381.500.000,- tiga ratus delpan puluh satu juta lima ratus ribu rupiah yang terdiri dari 2 dua program
kegiatan yaitu: 1. Program Pembinaan dan Penyelesaian Perkara sebesar Rp. 129.900.000,-
2. Aparatur yang mengikuti Bimbingan Teknis Aministrasi Peradilan Umu sebesar Rp. 251. 600.000,-
Kegiatan Pokok
Dari Program Utama sebagaimana tertuang dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran DIPA Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh Tahun 2012 dalam
21
pelaksanaannya diuraikan dalam beberapa kegiatan pokok yang merupakan satu kesatuan dari Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan TinggiTipikor Banda Aceh yaitu:
a. Program Peningkatan Manajemen Peradilan Umum
Manajemen yang baik akan menentukan kualitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi suatu lembaga. Demikian pula halnya dengan badan peradilan umum yang
melaksanakan tugas pokok pengadilan umum. Badan peradilan umum merupakan ujung tombak dalam memberikan pelayanan yang bersifat teknis peradilan kepada
masyarakat pencari keadilan oleh karena itu dalam melaksanakan tugasnya tidak dapat dipisahkan dengan unit lainnya.
Keberhasilan suatu lembaga dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya terletak pada kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu peningkatan
kualitas dan kuantitas aparatur pengadilan sangat ditentukan dari bagaimana lembaga tersebut mempersiapkan aparatnya dengan pendidikan dan pelatihan
yang mamadai. Pada sisi yang lain, pengembangan kapasitas lembaga juga sangat dipengaruhi oleh hasil penelitian yang memadai untuk meningkatkan
kemampuan dalam melayani masyarakat. Hal ini sejalan dengan prioritas RPJMN yaitu dalam rangka Peningkatan Profesionalisme Aparat Hukum serta Peningkatan
Pelayanan Hukum dan Bantuan Hukum kepada Masyarakat. Sejalan dengan itu maka Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh selaku Pengadilan
Tingkat Banding secara aktif melakukan program pembinaan dan pengawasan serta konsultasi koordinasi ke seluruh Pengadilan Tingkat Pertama yang berada dalam
wilayah hukumnya. Program pembinaan pengawasan dan konsultasi -koordinasi dilaksanakan
baik secara kunjungan langsung
ke Satker ataupun dengan
mengadakan pertemuan pelatihan dan pembinaan, baik teknis maupun non teknis.
b. Program Peningkatan Dukungan Manajemen Dan Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya.
22
Peningkatan profesionalisme Aparat Hukum, Pelayanan hukum dan Bantuan hukum kepada masyarakat tidak dapat dihitung hanya dari kinerja Hakim dalam memeriksa
dan memutus perkara. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, pengadilan harus
didukung oleh manajemen dan pelaksanaan Tugas Teknis lainnya sehingga dapat mendukung kelancaran pelaksanaan Tugas Pokok Pengadilan.
Maka untuk itu perlu didukung dengan Program Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis lainnya.
Program Peningkatan Dukungan Manajemen Dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya meliputi Belanja Pegawai untuk kesejahteraan Apatur Pemerintahan, baik
berupa Gaji dan Tunjangan, Uang lembur, Uang Makan dan Belanja Barang berupa tersedianya
Kebutuhan Penyelenggaraan
Operasional dan
Pemeliharaan Perkantoran berupa Pemeliharaan Gedung, Rumah Dinas, inventaris kantor,
Langganan daya dan jasa, Keperluan Pokok, Honor operasional satuan kerja, Perjalanan Pembinaan Pengawasan dan Konsultasi Koordinasi, Perpustakaan,
serta Sewa Rumah dan Operasional Tipikor.
c. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana
Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara sarana prasarana dikelola berdasarkan sistem yang disebut dengan SABMN
adalah suatu sistem terpadu yang merupakan gabungan prosedur manual dan komputerisasi dalam rangka menghasilkan data transaksi untuk mendukung
penyusunan neraca, disamping itu SIMAK-BMN juga didukung oleh Buku Inventaris dan Laporan Barang Milik Negara BMN dan berbagai Kartu Kontrol
yang berguna untuk menunjang fungsi pengelolaan barang milik negara. Dalam pelaksanaan akuntansi barang milik negara dibantu dengan perangkat
lunak software yang memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan mengurangi tingkat kesalahan dalam pelaksanaannya.
23
Peningkatan sarana dan prasarana Aparatur
Negara Mahkamah Agung
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana Mahkamah Agung dalam mendukung pelaksanaan tugas pokok Mahkamah Agung dan badan-badan
peradilan dibawahnya dalam menegakkan supremasi hukum dan keadilan. Sarana dan prasarana baik terkait langsung dengan fungsi pengadilan maupun
untuk kebutuhan aparatur Mahkamah Agung. Khusus melaksanakan amanat undang-undang No 46 tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,
Mahkamah Agung memprioritaskan pembangunan gedung pengadilan tindak pidana korupsi pada ibukota propinsi secara bertahap dan sarana pendukungnya
dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.
d. Program Penyelesaian perkara
Proses penyelesaian perkara di Pengadilan pada prinsipnya melewati tiga tingkatan, yaitu Tingkat pertama Pengadilan Negeri Tingkat Banding Pengadilan
Tinggi dan Tingkat Kasasi serta peninjauan kembali di Mahkamah Agung. Dalam penyelesaian perkara tersebut secara garis besar terdapat dua proses
penting yang dilakukan, yang pertama proses administrasi perkara dan yang kedua proses pemeriksaan perkara itu sendiri. Kedua proses tersebut hakekatnya
saling melengkapi satu sama lain. Tanpa administrasi perkara yang baik, para hakim di pengadilan tentunya sulit untuk memeriksa perkara dengan maksimal.
Inilah yang terjadi di Pengadilan Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh. Proses pemberkasan perkara mulai dari penerimaan, pencatatan, penyusunan
jadwal persidangan, penyerahan berkas perkara kepada para hakim, panitera pengganti termasuk juga para pihak merupakan proses penting dalam
penyelesaian perkara di Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 14 Tahun 2005 tentang Kepaniteraan
Mahkamah Agung jo SK Ketua MA No. KMA018SKIII2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan MA secara umum saat ini struktur Kepaniteraan
24
bertugas untuk melaksanakan administrasi perkara yaitu pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi yustisial kepada Majelis Hakim dalam memeriksa,
mengadili dan memutus perkara, serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan.
Sedangkan berdasarkan Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2005 tentang Sekretariat Mahkamah Agung jo Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI No.
MASEK07SK III2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Mahkamah Agung RI maka tugas dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum, Agama,
Tata Usaha Negara dan Militer adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta standarisasi teknis di bidang pembinaan tenaga teknis, pembinaan
administrasi peradilan, pranata dan tata laksana perkara di lingkungan peradilan terkait termasuk Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh.
Direktorat Jenderal Badan Peradilan pada prinsipnya berada di bawah koordinasi Sekretariat Mahkamah Agung. Pasal 10 Undang-undang No. 4 tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman telah menegaskan bahwa Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya termasuk Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi. Badan Peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh termasuk kedalam Lingkungan Peradilan Umum.
Sebagai pengadilan Tinggi tingkat Banding , Pengadilan Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh akan mencoba untuk menyajikan keadaan perkara di lingkup
Pengadilan Tinggi Tipikor se Provinsi Aceh periode saat ini.
e. Program Tertib Administrasi
Pengelolaan Administrasi yang dilakukan Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh adalah sebagaimana Pola Administrasi dalam Pedoman pelaksanaan Tugas dan
25
Administrasi Pengadilan Buku I dan Buku II. Adapun kebijakan yang diambil selama tahun 2012 tentang administrasi masih sama dengan tahun sebelumnya
yaitu ONE DAY SERVICE. Dalam pengertian, surat-surat apapun dan administasi
putusan apapun yang ada di Pengadilan Tinggi Tipikor Banda Aceh haruslah diselesaikan dalam satu hari.
B. SUMBER DAYA MANUSIA YUDISIAL DAN NON YUDISIAL