17
Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Hutan dan Lahan di Indonesia
II.5. KELEMBAGAAN PELAYANAN INfORMASI
Setidaknya terdapat dua syarat utama dalam membangun infrastruktur kelembagaan pelayanan
informasi publik, sebagaimana yang dimandatkan dalam UU Keterbukaan Informasi Publik,
yaitu adanya Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi PPID, dan standar pelayanan
informasi publik. PPID adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan,
pendokumentasian, penyediaan, danatau pelayanan informasi di badan publik. PPID dan
standar pelayanan informasi merupakan dua hal penting dalam menopang pelayanan informasi
publik. Oleh karena itu keduanya menjadi salah satu indikator transparansi dalam studi ini.
Mayoritas Kabupaten belum memiliki PPID dan lebih banyak lagi yang belum memiliki
standar pelayanan informasi. Hanya dua daerah yang sudah menunjuk PPID dan ditetapkan
dengan Surat Keputusan Kepala Daerah, yaitu Berau dan Musi Banyuasin, sementara Bulungan
dan Musi Rawas sudah menunjuk PPID namun belum ditetapkan hingga masa studi ini berakhir.
Hal serupa juga terjadi pada penyusunan standar pelayanan informasi publik. Hanya Pemerintah
Kabupaten Musi Banyuasin dan Banyuasin yang sudah memiliki standar pelayanan informasi.
4 2
5 7
1 2
3 4
5 6
7 8
9
PPID SOP informasi
publik
Ju m
lah D
ae ra
h
Mandat UU KIP
Belum Tersedia Tersedia
Komitmen pimpinan daerah merupakan kunci kemudahan akses dokumen pengelolaan hutan
dan lahan. Fakta lapangan di mayoritas daerah studi menunjukan bahwa keberhasilan memperoleh
dokumen pengelolaan hutan dan lahan dipengaruhi “memo” pimpinan, bukan karena adanya PPID.
Ini tentu bukan kondisi yang ideal karena sangat tergantung pada diskresi pimpinan yang tentunya
dapat berubah sewaktu-waktu. Setiap permintaan dokumen harus dikonsultasikan kepada pimpinan
daerah, beberapa diantaranya mengkonsultasikan kepada Sekretaris Daerah, sementara lainnya hingga
ke tingkat Kepala Daerah. Pembentukan PPID dan standar pelayanan informasi tentu lebih menjamin
kepastian transparansi karena lebih jelas kewenangan pejabatnya serta kategorisasi informasinya, mana
yang terbuka dan yang tertutup.
Buruknya transparansi di tingkat Kabupaten yang terjadi di setiap tahapan pengelolaan sektor
kehutanan, pertambangan, dan perkebunan bersumber dari buruknya tingkat aksesibilitas
informasi serta tertutupnya proses pengambilan keputusan. Jika hal ini dibiarkan, tentu keberadaan
hutan di Indonesia terancam. Besar kemungkinan, deforestasi dan degradasi hutan akan terus berlanjut
tanpa pelibatan dan pengawasan semua pemangku kepentingan dalam pengelolaan hutan.
Gambar 2.9. Kelembagaan Pelayanan Informasi Publik
18
Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Hutan dan Lahan di Indonesia