akan berkembang menjadi kokon dengan mengambil nutrisi dalam tubuh inang. Inang yang terparasit C. flavipes akan mati setelah parasitoid keluar dari tubuh
inangnya. Inang akan mati secara perlahan-lahan selama parasitoid hidup di dalamnya. Setelah parasitoid keluar dari tubuh inang, maka inang tidak akan dapat
melanjutkan fase hidupnya lagi dan perlahan-lahan akan mati.
4. Jumlah Imago C. flavipes Cam. Yang Muncul
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ukuran larva berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah imago C. flavipes pada C. sacchariphagus Tabel 5
dan Lampiran 6. Tabel 5. Pengaruh ukuran larva terhadap jumlah imago C. flavipes yang muncul.
Perlakuan Rataan hari
B1 Larva kecil 1-1,5cm C. sacchariphagus 0.00 c
B2 Larva sedang 1,5cm-2cm C. sacchariphagus 16.67 b
B3 Larva besar 2cm-2,5cm C. sacchariphagus 56.00 a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5.
Tabel 5 dan Lampiran 6 menunjukkan bahwa jumlah imago tertinggi 56 ekor terdapat pada perlakuan B3 dengan ukuran larva besar 2-2,5cm dan
terendah 16.67 ekor pada perlakuan B2 dengan ukuran larva sedang 1,5-2cm. Hal ini menunjukkan bahwa kumpulan kokon yang terbentuk merupakan hasil
dari pertahanan parasitoid terhadap inangnya karena mampu bertahan hidup dan bersaing di dalam inangnya sehingga dihasilkan imago C. flavipes. Hal ini sesuai
dengan sifat parasitoid C. flavipes yang merupakan parasitoid gregarious artinya menghasilkan banyak keturunan dari satu inang dan satu kali pemarasitan. Hal ini
sebanding dengan penelitian Mesquito et al. 2011 yang menyatakan bahwa parasitoid C. flavipes adalah endoparasitoid gregarious koinobiont yang
menyimpan telurnya di dalam inang dengan mengakomodasi perkembangan
Universitas Sumatera Utara
stadia telur sampai larva. Kompetisi dalam sistem inang-parasitoid menunjukkan bahwa parasitoid mengalahkan sistem pertahanan inangnya. Kemunculan
parasitoid tidak 100 karena kondisi suhu dan populasi dalam satu kumpulan kokon. Hal ini sesuai dengan penelitian Abraha 2003 kemunculan parasitoid
dipengaruhi oleh suhu dan populasi. Semakin banyak populasinya maka semakin tinggi suhu yang menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam pemarasitan
parasitoid di laboratorium Lampiran 9.
5. Nisbah Kelamin Jantan Dan Betina C. flavipes
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa ukuran larva berpengaruh sangat nyata terhadap nisbah kelamin jantan dan betina C. flavipes pada
C. sacchariphagus Tabel 6, Lampiran 7 dan Lampiran 8. Tabel 6. Pengaruh jumlah larva terhadap nisbah kelamin jantan dan betina
C. flavipes Perlakuan
Jumlah Parasitoid C. flavipes Nisbah Kelamin
Jantan Betina Jantan
Betina B1 larva kecil
0.00 c 0.00 c
B2 larva sedang 13.11 b
3.55 b 3,70
1 B3 larva besar
16.78 a 39.22 a
1 2,34
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5.
Tabel 6 dan Lampiran 7 menunjukan bahwa jumlah parasitoid C. flavipes jantan tertinggi 16.78 ekor pada perlakuan B3 dengan ukuran larva besar
2-2,5cm dan terendah 13.11 ekor pada perlakuan B2 dengan ukuran larva sedang 1,5-2cm sedangkan pada perlakuan B1 larva kecil parasitoid tidak
berhasil melanjutkan fase hidupnya sehingga tidak diperoleh keturunan parasitoid. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu ukuran larva dan adanya pengaruh
lingkungan. Ukuran larva meliputi ketersediaan nutrisi dan ruang Lampiran 10 sedangkan pengaruh lingkungan meliputi populasi dan suhu Lampiran 9.
Universitas Sumatera Utara
Semakin tinggi suhu semakin cepat metabolisme didalam tubuh berlangsung, sehingga semakin tinggi persaingan didalam tubuh inang. Hal ini sesuai dengan
penelitian Jumar 2000 yang menyatakan bahwa kepadatan populasi dipengaruhi oleh kondisi nutrisi inang. Perbandingan jenis kelamin terjadi apabila kondisi
makanan kurang, yang menyebabkan keturunannya hampir 90 adalah jantan, sehingga populasi selanjutnya menurun. Jika keadaan kembali, maka
perbandingan kelamin berubah kembali. Tabel 6 dan Lampiran 8 menunjukkan bahwa jumlah parasitoid C. flavipes
betina tertinggi 39.22 ekor pada perlakuan B3 dengan ukuran larva besar 2-2,5cm dan terendah 3.55 ekor pada perlakuan B2 dengan ukuran larva
sedang 1,5-2cm. Perbanyakan parasitoid di laboratorium bertujuan untuk pengendalian hama di lapangan karena hanya parasitoid betina yang memarasit
hama tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Hasriyanty et al. 2007 yang menyatakan bahwa jumlah inang terparasit dan persentase keturunan betina
semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah inang, begitu pula sebaliknya. Sehingga dalam perbanyakan massal parasitoid di laboratorium harus digunakan
parasitoid betina yang telah kawin. Dari hasil analisis kadar nitrogen dan protein menunjukkan bahwa kadar nitrogen dan protein semakin tinggi akan
meningkatkan jumlah parasitoid betina Lampiran 11. Tabel 6, Lampiran 7 dan Lampiran 8 menunjukan bahwa jumlah parasitoid
betina lebih tinggi dibandingkan jumlah parasitoid jantan hal ini terdapat pada perlakuan B3 dengan ukuran larva besar 2-2,5cm dengan persentase nisbah
kelamin jantan dan betina C. flavipes diperoleh 269 ekor 41.13 dan 385 ekor 58.86 dengan perbandingan 1 : 1,43. Perbedaan nisbah kelamin ini terjadi
Universitas Sumatera Utara
karena adanya proses kopulasi atau perkawinan parasitoid. Selain itu faktor suhu dapat mempengaruhi ketahanan parasitoid pada saat fase larva, sehingga
mempengaruhi terbentuknya jenis kelamin jantan dan betina. Parasitoid jantan lebih rentan terhadap suhu ekstrim, rendah maupun tinggi, dimana pada saat fase
kokon suhu rata-rata di dalam laboratorium sekitar 27,55 C dan kelembaban nisbi
70,5 Lampiran 9 sehingga kemunculan imago parasitoid jantan menjadi terhambat dan ada beberapa parasitoid yang gagal menjadi imago. Hal ini sesuai
dengan penelitian Scaglia et al. 2005 yang menyatakan bahwa rasio jenis kelamin bias betina 60 – 70. Selanjutnya Yunus 2005 proses oviposisi dan
pemilihan inang akan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis kelamin yang dihasilkan tergantung dari ukuran inang, umur, kesesuaian nutrisi, dan parasitasi
sebelumnya. Namun hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian oleh Purnomo 2006 dengan perbandingan nisbah kelamin jantan dan betina
parasitoid C.flavipes 1: 2. Perbedaan ini disebabkan oleh ketersediaan nutrisi Lampiran 10 yang memicu terjadinya perbedaan nisbah kelamin jantan dan
betina, yang berhubungan dengan sistem reproduksi parasitoid arrhenotoki yaitu tipe reproduksi dimana telur yang tidak dibuahi akan menghasilkan keturunan
jantan dan telur yang dibuahi menghasilkan keturunan betina.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Persentase parasititasi tertinggi pada perlakuan larva besar B3 yaitu 77.78
dan terendah pada perlakuan larva sedang B2 yaitu 37.03. 2.
Hari terbentuknya kokon C. flavipes adalah 15-16 hari. 3.
Ukuran terlebar kokon pada perlakuan larva besar B3 yaitu 6.17 mm dan terpendek pada perlakuan larva sedang B2 yaitu 3.26 mm.
4. Ukuran terpanjang kokon pada perlakuan larva besar B3 yaitu 14.51 mm
dan terpendek pada perlakuan larva sedang B2 yaitu 6.63 mm. 5.
Jumlah imago C. flavipes tertinggi pada perlakuan larva besar B3 yaitu 56 ekor dan terendah pada perlakuan larva sedang B2 yaitu 16.67 ekor.
6. Nisbah kelamin yang dihasilkan antara jantan dan betina adalah 1 : 1.43.
7. Parasitoid C. flavipes tidak berhasil melanjutkan fase hidupnya pada
perlakuan B1 dengan ukuran larva kecil 1-1,5cm.
8. Faktor jumlah larva C. sacchariphagus dan interaksi antara jumlah larva dan
ukuran larva tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah amatan. Saran
Perbanyakan massal parasitoid C. flavipes sangat baik menggunakan larva dengan ukuran sedang dan besar dan dengan panjang 1,5 cm.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
1. Chilo sacchariphagus Boj. Lepioptera: Crambidae