11
Sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasari karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori dipergunakan untuk
menjadi alat pemecahan masalah pada penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teori sosiologi sastra dan teori positivisme moral.
2.2.1 Sosiologi sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata bahasa Yunani yaitu sosio, berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman
serta logi atau logos, berarti sabda, perkataan, dan perumpamaan. Selanjutnya Ratna 2003:1 menyatakan perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, soio
atau socius berarti masyarakat, logi atau logos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal- usul dan pertumbuhan evolusi masyarakat, ilmu pengetahuan
yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat, bersifat umum, dan empiris.
Sosiologi sastra merupakan interdisiplin dari dua ilmu yang berbeda, yaitu sosiologi dan sastra. Keduanya memiliki objek kajian yang sama, yaitu manusia dan
masyarakat. Meski objek kajian dari kedua ilmu tersebut sama, tetapi ada perbedaan dalam hal memandang persoalannya. Ratna 2003:2 menjelaskan sosiologi lebih
cenderung kepada hal yang bersifat objektif dan faktual, sementara sastra adalah kebalikannya, yaitu bersifat subjektif dan rekaan. Adapun defenisi dari sosiologi
sastra sangat beragam tetapi defenisi yang paling mendekati dengan penelitian ini adalah pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan aspek-aspek
Universitas Sumatera Utara
12
kemasyarakatan yang terkadung di dalamnya. Endraswara 2011:20 menyebutkan bahwa sosiologi sastra akan meneliti sastra sebagai 1 ungkapan historis, ekspresi
suatu waktu, sebagai sebuah cermin, 2 karya sastra memuat aspek sosial dan budaya yang memiliki fungsi sosial berharga. Aspek fungsi sosial sastra berkaitan dengan
cara manusia hidup bermasyarakat Penelitian ini mengangkat novel Jasmine sebagai objek kajian dengan
menggunakan teori sosiologi sastra dan positivisme moral.
2.2.2 Positivisme Moral.
Positivisme moral sebagai teori yang mengatakan bahwa semua bentuk moralitas ditentukan oleh konvensi dan merupakan resultan dari kehendak seseorang yang
dengan sekehendak hatinya memerintahkan atau melarang perbuatan-perbuatan tertentu tanpa mendasarkan atas sesuatu intrinsik dalam perbuatan manusia sendiri
atau pada hakikat manusia Poespoprodjo 1998:119. Menurut teori tersebut, perbuatan yang baik atau salah dapat dinilai, salah satunya berdasarkan kebiasaan
manusia. August Comte, merupakan pendiri teori positivisme. Menurut Comte,
kebiasaan moral itu muncul dari kebiasaan sosial dan terus berubah bersama perbuatan-perbuatan yang terdapat dalam masyarakat. Moekijat, 1995:57. Adapun
menurut MacIver dan Page dalam Soekanto, 2009:175 kebiasaan merupakan perilaku yang diakui dan diterima oleh masyarakat. Selanjutnya, kebiasaan tersebut
tidak semata-mata dianggap sebagai cara perilaku saja. Akan tetapi, bahkan diterima
Universitas Sumatera Utara
13
sebagai norma-norma pengatur, maka kebiasaan itu disebutkan sebagai mores atau
tata kelakuan. Tata kelakuan memberikan batas-batas pada perilaku individu. Tata kelakuan
juga merupakan alat yang memerintahkan dan sekaligus melarang seorang anggota masyarakat melakukan perbuatan. Dalam hal ini, setiap masyarakat mempunyai tata
kelakuan masing-masing yang sering kali berbeda dengan yang lainnya karena tata kelakuan timbul dari pengalaman masyarakat yang berbeda-beda dari masyarakat
yang bersangkutan Soekanto, 2009:175. Mengenai nilai moral, menurut Suseno 1987:141 ada 7 macam nilai-nilai
moral yang menunjukkan sikap dan kepribadian yang kuat, di antaranya yaitu: 1.
Kejujuran 2.
Nilai-nilai otentik 3.
Kesediaan bertanggung jawab 4.
Kemandirian moral 5.
Keberanian moral 6.
Kerendahan hati 7.
Realisitik dan kritis. Akan tetapi, pada penelitian ini, peneliti hanya mengkaji 4 nilai moral sebagai
data dalam penelitian yaitu, nilai moral kejujuran, kesediaan bertanggung jawab, keberanian moral, dan kerendahan hati.
Universitas Sumatera Utara
14 Selanjutnya, peneliti mengaitkan data nilai moral tersebut dengan prinsip kaidah
dasar moral yang meliputi 1 prinsip hormat, 2 prinsip kerukunan, dan 3 prinsip keadilan.
1. Prinsip hormat mengatakan bahwa setiap orang dalam cara bicara dan
membawa diri harus menunjukkan sikap hormat terhadap oranglain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya Suseno, 2003:60.
2. Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam
keadaan yang harmonis. Rukun adalah keadan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam semua hubungan sosial, dalam keluarga, dalam
rukun tetangga, dan dalam setiap pengelompokkan tetap. Rukun mengandung usaha terus menerus oleh semua individu untuk bersikap
tenang satu sama lain dan untuk menyingkirkan unsur-unsur yang mungkin menimbulkan perselisihan dan keresahan Suseno, 2003:39.
3. Prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan
sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk menghormati hak semua pihak yang bersangkutan. Secara singkat
keadilan menuntut agar manusia tidak mencapai tujuan-tujuan dengan melanggar hak seseorang Suseno, 1987:132.
2.3 Tinjauan Pustaka