38 bakar [6]. Karena itu, bahan bakar sebaiknya memiliki kandungan abu yang
rendah. Kadar abu yang tinggi dalam bahan bakar biasanya mengarah ke emisi debu yang lebih tinggi dan mempengaruhi efisiensi. Semakin tinggi kadar abu
maka semakin rendah nilai kalor suatu briket [6]. Tabel 4.3 Data Kadar Abu Briket berbagai Perlakuan
No. Konsentrasi
Perekat Tekanan
Pengempaan kgcm
2
Proses Pengarangan
Kadar Abu
1 10
85 PP1
21,5470 2
PP2 22,9050
3 105
PP1 25,0000
4 PP2
23,0769 5
12,5 85
PP1 19,5652
6 PP2
21,6667 7
105 PP1
21,2291 8
PP2 21,9101
9 15
85 PP1
19,1489 10
PP2 21,0811
11 105
PP1 21,0227
12 PP2
21,7143 13
20 85
PP1 17,0330
14 PP2
20,0000 15
105 PP1
19,4286 16
PP2 20,1149
Keterangan : PP = Proses Pengarangan
4.1.4 Analisis Kandungan Fixed Carbon
Pada bagian ini, akan dibahas pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan, dan proses pengarangan terhadap kandungan fixed carbon briket.
Konsentrasi perekat yang digunakan adalah 10, 12,5, 15, dan 20 dengan tekanan pengempaan 85 kgcm
2
dan 105 kgcm
2
dengan proses pengarangan PP 1 dan 2.
4.1.4.1 Analisis Pengaruh Konsentrasi Perekat terhadap Kandungan Fixed Carbon
Pengaruh konsentrasi perekat terhadap kandungan fixed carbon briket pada berbagai tekanan pengempaan yaitu 85 kgcm
2
dan proses pengarangan PP yaitu PP1 dan PP2 dapat dilihat pada Gambar 4.8.
39 Keterangan : TP = Tekanan Pengempaan
PP = Proses Pengarangan Gambar 4.7 Hubungan Konsentrasi Perekat terhadap Kandungan Fixed Carbon
Briket Dari Gambar 4.7 terlihat bahwa kandungan fixed carbon briket pada
masing-masing perlakuan mengalami kenaikan dan penurunan seiring dengan penambahan konsentrasi perekat dimana variasi konsentrasi perekat yang
digunakan pada penelitian ini yaitu 10, 12,5, 15, 20. Kandungan fixed carbon
tertinggi pada briket mencapai angka adalah 21,128 yaitu pada briket dengan perlakuan PP1, TP=85 kgcm
2
dan konsentrasi perekat 15. Sedangkan kandungan fixed carbon terendah pada briket adalah 11,022 yaitu pada briket
dengan perlakuan PP1, TP=85 kgcm
2
dan konsentrasi 12,5. Kadar fixed carbon dapat dihitung setelah nilai kadar air, kadar senyawa
volatil dan kadar abu diketahui seusai dengan persamaan 3.4
4.1.4.2 Analisis Pengaruh Tekanan Pengempaan terhadap Kandungan Fixed Carbon
Selain pengaruh konsentrasi perekat, tekanan pengempaan juga mempengaruhi kandungan fixed carbon briket. Pengaruh tekanan pengempaan
terhadap kandungan fixed carbon pada berbagai konsentrasi perekat yaitu 10, 5
10 15
20 25
10 12,5
15 20
F ixed
Car b
on
Konsentrasi Perekat
TP=85 kgcm2; PP1 TP=105 kgcm2;
PP1 TP=85kgcm2;PP2
TP=105kgcm2;PP2
TP = 85 kgcm
2
; PP1 TP = 105 kgcm
2
; PP1 TP = 85 kgcm
2
; PP2 TP = 105 kgcm
2
; PP2
40 12,5, 15 dan 20 dan kedua proses pengarangan PP yaitu PP1 dan PP2
dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Keterangan : KP = Konsentrasi Perekat PP = Proses Pengarangan
Gambar 4.8 Hubungan Tekanan Pengempaan terhadap Kandungan Fixed Carbon Briket
Dari Gambar 4.8 terlihat bahwa kandungan fixed carbon pada briket pada masing-masing beberapa mengalami penurunan dan sebagiannya lagi mengalami
kenaikan seiring dengan penambahan tekanan pengempaan. Pada Gambar 4.7 dan 4.8 dapat dilihat perbedaan kandungan fixed carbon
yang mengalami kenaikan dan penurunan. Konsentrasi perekat dan tekanan pengempaan mempengaruhi kualitas briket seperti kadar air dan senyawa volatil.
Kandungan kadar air dan senyawa volatil itulah yang mempengaruhi kandungan fixed carbon
pada suatu briket. Seperti yang telah diketahui, kandungan fixed carbon
dapat dihitung dengan persamaan 3.4 Dari persamaan 3.4 diketahui kadar air, kadar abu dan kadar senyawa
volatil dapat dipengaruhi dari perlakuan tekanan pengempaan dan konsentrasi perekat. Oleh sebab itu, tekanan pengempaan dan konsentrasi perekat
mempengaruhi kandungan fixed carbon. 5
10 15
20 25
85
F ixed
Car b
on
Tekanan kgcm
2
KP=10; PP1 KP=12,5;PP1
KP=15;PP1 KP=20;PP1
KP=10;PP2 KP=12,5;PP2
KP=15;PP2 KP=20;PP2
105
41 4.1.4.3 Analisis Pengaruh Proses Pengarangan terhadap Kandungan Fixed
Carbon Berikut ini akan dibahas pengaruh proses pengarangan terhadap
kandungan fixed carbon briket pada berbagai konsentrasi perekat yaitu 10, 12,5, 15 dan 20 dan tekanan pengompakan 85 kgcm
2
dan 105 kgcm
2
yang terlihat pada Tabel 4.4.
Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa kandungan fixed carbon briket pada masing- masing perlakuan rata-rata mengalami penurunan ketika diarangkan dengan
metode pengarangan 2 meskipun terdapat titik dimana kadar fixed carbon briket mengalami penurunan. Kadar fixed carbon briket tertinggi mencapai angka
21,128 yaitu pada briket dengan perlakuan PP1, TP=85 kgcm
2
dan konsentrasi perekat 15. Dari data tersebut terlihat jelas bahwa briket yang diarangkan
dengan proses pengarangan 1 memiliki kandungan fixed carbon yang lebih banyak dibandingkan dengan briket yang diproses dengan proses pengarangan 2.
Tabel 4.4 Data Kandungan Fixed Carbon Briket berbagai Perlakuan
No. Konsentrasi
Perekat Tekanan
Pengempaan kgcm
2
Proses Pengarangan
Kadar Fixed Carbon
1 10
85 PP1
13,1519
2 PP2
13,5223
3 105
PP1
15,3696
4 PP2
16,5495
5 12,5
85 PP1
11,0217
6 PP2
13,3333
7 105
PP1
13,5223
8 PP2
13,1573
9 15
85 PP1
21,1277
10 PP2
19,5270
11 105
PP1
13,5682
12 PP2
16,0714
13 20
85 PP1
19,0220
14 PP2
17,2222
15 105
PP1
14,3571
16 PP2
16,3103
Keterangan : PP = Proses Pengarangan
42 Proses pengarangan 2 mempengaruhi proses pengarangan yang berakibat
pada naiknya kandungan abu pada sampel. Selain meningkatkan kandungan abu, kemungkinan lain adalah salah satu bahan baku sekam padi atau ketaman kayu
menahan atau menghambat proses karbonisasi bahan baku lainnya sehingga bahan baku tersebut tidak terkarbonisasi secara maksimal.
Dari Gambar 4.8 dan 4.9 serta Tabel 4.4 terlihat bahwa kandungan fixed carbon
briket sangat rendah jika dibandingkan dengan standar. Standar kandungan fixed carbon briket Indonesia adalah 77. Fixed carbon adalah fraksi
karbon yang terdapat di dalam arang selain fraksi air, senyawa volatil, dan abu. Kandungan fixed carbon mempengaruhi nilai kalor sebuah briket. Semakin tinggi
kandungan fixed carbon maka semakin tinggi pula nilai kalor sebuah briket [44]. Oleh karena itu, briket diharapkan memiliki kandungan fixed carbon yang tinggi.
4.1.5 Analisis Nilai Kalor