PENGARUH KARAKTERISTIK PERUSAHAAN DAN MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE SERTA DAMPAKNYA PADA NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris pada Perusahaan Intellectual Capital Intensive di Indonesia dan Singapura pada tahun 2015)

(1)

CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP INTELLECTUAL CAPITALDISCLOSURE SERTA DAMPAKNYA

PADA NILAI PERUSAHAAN

(Studi Empiris pada Perusahaan Intellectual Capital Intensive di Indonesia dan Singapura pada tahun 2015)

THE INFLUENCE OF COMPANY CHARACTERISTICS AND CORPORATE GOVERNANCE MECHANISM OF THE

INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE AND THE EFFECT ON FIRM VALUE

(Empirical Study on Intellectual Capital Intensive Company listed on the Indonesia Stock Exchange and Singapore Stock Exchange 2015)

Oleh

MUCHAMAD HAIKAL AKBAR PRATAMA 20130420198

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

Singapura pada tahun 2015)

THE INFLUENCE OF COMPANY CHARACTERISTICS AND CORPORATE GOVERNANCE MECHANISM OF THE

INTELLECTUAL CAPITAL DISCLOSURE AND THE EFFECT ON FIRM VALUE

(Empirical Study on Intellectual Capital Intensive Company listed on the Indonesia Stock Exchange and Singapore Stock Exchange 2015)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

MUCHAMAD HAIKAL AKBAR PRATAMA 20130420198

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(3)

(4)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila telah selesai dari suaru urusan kerjakanlah urusan lainnya dengan sungguh-sungguh dan

hanya kepada Tuhanlah hendaknya berharap”.(QS. Al-Insyirah: 6-8)

“Sesuatu yang belum dikerjakan seringkali tampak mustahil, kita baru yakin kalau kita berhasil melakukannya dengan baik” (Evelyn Underhill)


(5)

vi

Skripsi ini kupersembahkan untuk

1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya kepada penulis. 2. Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan teladan kepada seluruh

umatnya.

3. Kedua orang tuaku tercinta Ibunda Tita Hanurani dan Ayahanda Billy Bilyana serta adikku Tubagus Iqbal Fadilah yang selalu memberikan doa, kasih sayang, motivasi, dan semangat selama hidupku.

4. Anisa Nur Fitria yang selalu memberikan semangat, motivasi, perhatian, dan doa selama proses penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Evi Rahmawati, M.Acc., Ak., CA yang selalu sabar, memberi motivasi, solusi, dan tidak pernah lelah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Dr. Ietje Nazaruddin, M.Si., Ak., CA yang selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Dosen-dosen muda (Mba Kiki, Mas Ilham, Mba Fitri, dan Mba Evy). Terimakasih atas bantuan, ilmu, dan segalanya yang telah diberikan kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat terbaik (Andre, Rima, Dimas, Anes, Tio, Desi, Aka, Yoga, Adit, Faqih, Ditya, Ilya, Wulan, Fifi, Cua) yang selalu membuat tertawa baik dalam keadaan suka maupun duka.

9. Para Asisten (Hana, Atika, Mitha, Afiqa, Faqih, Vina, Ratna, Ageng) yang selalu menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi.


(6)

10.Keluarga besar HIMA FEB UMY dari periode 2013-2014, 2014-2015 dan 2015-2016 yang telah memberikan banyak pengalaman dan ilmu yang sangat berharga bagi penulis.

11.Para penghuni Kos (Priyo, Fajar, Dedi, Virza) yang telah menyemangati dan menemani penulis selama kuliah di Jogja.

12.Keluarga besar Akuntansi kelas E 2013 yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.


(7)

xiii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING……….ii

HALAMAN PENGESAHAN DOSEN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah Penelitian... 7

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Landasan Teori ... 11

B. Penelitian Terdahulu dan Perumusan Hipotesis ... 21

C. Model Penelitian ... 31

BAB III METODE PENELITIAN... 33

A. Obyek/ Subyek Penelitian ... 33

B. Jenis Data ... 33

C. Teknik Pengambilan Sampel... 33

D. Teknik Pengumpulan Data ... 34

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 34


(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Gambaran Umum Objek/Subyek Penelitian ... 42

B. Analisis Statistik Deskriptif ... 43

C. Uji Asumsi Klasik ... 46

D. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 54

E. Pembahasan (Interpretasi) ... 67

BAB V SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 75

A. Simpulan ... 75

B. Saran ... 76

C. Keterbatasan Penelitian ... 77 DAFTAR PUSTAKA


(9)

xv

Tabel 2.1.Dasar Klasifikasi Perusahaan dalam IC Intensity Menurut GICS ... 21

Tabel4.1. Prosedur Pemilihan Sampel di Indonesia ... 42

Tabel4.2. Prosedur Pemilihan Sampel di Singapura ... 43

Tabel 4.3. Statistik Deskriptif Indonesia ... 43

Tabel4.4. Statistik Deskriptif Singapura ... 45

Tabel4.5. Uji Normalitas Indonesia Model 1 ... 46

Tabel4.6. Uji Normalitas Singapura Model 1 ... 47

Tabel4.7. Uji Normalitas Indonesia Model 2 ... 47

Tabel4.8. Uji Normalitas Singapura Model 2 ... 48

Tabel4.9. Uji Autokorelasi Indonesia Model 1 ... 48

Tabel4.10. Uji Autokorelasi Singapura Model 1 ... 49

Tabel 4.11. Uji Autokorelasi Indonesia Model 2 ... 49

Tabel4.12. Uji Autokorelasi Singapura Model 2 ... 50

Tabel4.13. Uji Multikolinearitas Indonesia Model 1 ... 50

Tabel4.14. Uji Multikolinearitas Singapura Model 1 ... 51

Tabel4.15. Uji Multikolinearitas Indonesia Model 2 ... 51

Tabel4.16. Uji Multikolinearitas Singapura Model 2 ... 52

Tabel4.17. Uji Heteroskedastisitas Indonesia Model 1 ... 52

Tabel4.18. Uji Heteroskedastisitas Singapura Model 1 ... 53

Tabel 4.19. Uji Heteroskedastisitas Indonesia Model 2 ... 53

Tabel4.20. Uji Heteroskedastisitas Singapura Model 2 ... 54

Tabel4.21. Uji Koefisien Determinasi Indonesia Model 1 ... 54

Tabel4.22. Uji Koefisien Determinasi Singapura Model 1 ... 55

Tabel4.23. Uji Koefisien Determinasi Indonesia Model 2 ... 55

Tabel4.24. Uji Koefisien Determinasi Singapura Model 2 ... 56

Tabel4.25. Uji f Indonesia Model 1 ... 56

Tabel 4.26. Uji f Singapura Model 1 ... 57

Tabel4.27. Uji f Indonesia Model 2 ... 57


(10)

Tabel4.29. Uji t Indonesia Model 1 ... 58

Tabel4.30. Uji t Singapura Model 1 ... 61

Tabel4.31. Uji t Indonesia Model 2 ... 63

Tabel4.32. Uji t Singapura Model 2 ... 64

Tabel 4.33. Uji Beda Indonesia –Singapura………. 65

Tabel4.34. Group Statistic ... 65


(11)

xvii

Gambar 2.1. Model Penelitian 1 ... 31 Gambar 2.2. Model Penelitian 2 ... 31 Gambar 2.3. Model Penelitian 3 ... 32


(12)

(13)

(14)

of this research used the disclosure index by Meca and Martinez (2007). The independent variable in this research is size, leverage, age, the number of commissioner, the number of audit committee, and intellectual capital disclosure. The dependent variable in this research is intellectual capital disclosure and firm value. The population of this research is intellectual capital (IC) intensive companies that listed in Indonesia Stock Exchange and Singapore Stock Exchange. The sampling technique used in this study is purposive sampling. With these method, the study using top high IC intensive companies in Indonesian and Singapore. The analysis of this study uses multiple linear regression, simple linear regression, and independent sample t-test using SPSS 15.0. The results of this study indicate that size, leverage, the number of commissioner, has positive influence on intellectual capital disclosure and intellectual capital disclosure has positive influence on firm value in Indonesian. The number of commissioner, has positive influence on intellectual capital disclosure and intellectual capital disclosure has positive influence on firm value in Singapore. There is a difference level of intellectual capital disclosure between Indonesian and Singapore.

Keywords: size, leverage, age, the number of commissioner, the number of audit committee, intellectual capital disclosure, and firm value


(15)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi, persaingan global di bidang ekonomi semakin ketat. Diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2015 menyebabkan para pelaku bisnis melakukan berbagai cara agar dapat mempertahankan keberlangsungan hidup perusahaan. MEA membuat perusahaan harus mengeksplorasi strategi yang tepat agar dapat bersaing. Perusahaan yang tidak memiliki keunggulan bersaing dan salah dalam menetukan strategi akan mudah kehilangan pangsa pasar.

Beberapa tahun lalu terdapat perusahaan besar yang menghentikan operasi dan mundur dari persaingan bisnis. Salah satu contohnya yaitu Perusahaan Ford Motor Indonesia (FMI). Managing Director FMI mengatakan bahwa perusahaan mengambil keputusan untuk menghentikan seluruh operasi, penjualan, menutup dealer dan impor resmi semua kendaraan Ford karena perusahaan tidak mampu bersaing secara efektif serta tidak memiliki jalan untuk mendapatkan keuntungan yang berkesinambungan di Indonesia (Ford Motor Indonesia, 2016)

Keunggulan bersaing suatu perusahaan tidak hanya terletak pada aktiva berwujud melainkan pada aktiva tidak berwujud. Intellectual capital (IC) yang menjadi proksi untuk aktiva tidak berwujud berperan besar dalam memberi nilai tambah dan pembeda dengan perusahaan lain. Hal ini sejalan dengan Sawarjuwono dan Kadir (2003) menyatakan bahwa perusahaan yang awalnya


(16)

hanya berfokus pada aktiva berwujud sekarang berpindah fokus ke arah pengetahuan yang dimiliki serta menjadikan perusahaan berbasis ilmu pengetahuan. Rupert (1998) menyatakan bahwa dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi akan dapat diperoleh bagaimana cara menggunakan sumber daya lain secara efisien dan ekonomis, yang akan memberikan keunggulan bersaing. Di berbagai negara, fenomena mengenai aktiva tidak berwujud telah lama berkembang untuk diteliti serta dilihat dampaknya terhadap perusahaan.

Di Indonesia sendiri meskipun tidak dikatakan langsung tentang IC, fenomena ini mulai berkembang sejak munculnya PSAK No. 19 (revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud. Menurut IAI (2007) aktiva tidak berwujud adalah suatu aktiva non-moneter yang tidak memiliki bentuk wujud (fisik) serta dimiliki untuk menghasilkan suatu pendapatan, di sewakan untuk pihak lainya, atau untuk tujuan administratif. Dalam PSAK 19 paragraf 9 dan 10 (Revisi 2010) memberikan contoh yang termasuk aktiva tidak berwujud seperti: ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), sistem informasi, lisensi, hak atas kekayaan intelektual (HAKI), pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang (brand names).

Dalam rangka membantu perusahaan dalam mencapai tujuannya terdapat beberapa modal utama yang dibutuhkan perusahaan seperti: financial capital, physical capital, serta intellectual capital. Nahapiet dan Ghoshal (1998) mendefinisikan IC sebagai kemampuan bertindak suatu organisasi berdasarkan pengetahuan. Dibandingkan dengan modal keuangan dan modal fisik, IC ini sulit untuk diukur secara akurat. Hal ini terjadi karena IC berupa aset tidak berwujud,


(17)

belum adanya aturan dan pedoman tentang tata cara pengukuran serta pelaporan secara spesifik mengenai IC (Bruggen et al., 2009)

Pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan jika dilihat secara konseptual. Secara teknis, pengungkapan adalah langkah akhir dalam proses akuntansi yang berupa penyajian informasi dalam bentuk statemen keuangan (Suwardjono, 2014). Pada laporan tahunan perusahaan menggunakan beberapa pengungkapan yaitu: pengungkapan wajib (mandatory disclosure), dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan sukarela dijelaskan dalam SAK No.1 paragraf 12 (IAI, 2009) yaitu:

Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna informasi yang memegang peranan penting

Berdasarkan penjelasan tersebut IC dapat dikategorikan sebagai pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan karena memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Maka intellectual capital disclosure (ICD) pada laporan tahunan perusahaan dibutuhkan sebagai salah satu cara untuk menarik minat investor. Wallman (1995) memberikan saran yaitu demi memenuhi kebutuhan informasi para stakeholders, ICD dapat dilakukan secara sukarela dalam laporan tahunan. Laporan tahunan dibuat untuk memberikan informasi atas seluruh kegiatan perusahaan. Selain itu laporan ini juga berfungsi sebagai alat pertanggungjawaban kepada pihak internal maupun pihak eksternal serta untuk memenuhi kebutuhan para stakeholders.


(18)

Berbagai macam pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan tentu diinginkan oleh para investor karena mereka merasa terlindungi dengan adanya informasi perusahaan yang detail dan rinci. Aida dan Rahmawati (2015) menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia dinilai masih minim dalam mengungkapkan informasi IC. Dalam Q.S An-Nahl ayat 90 yang berbunyi:

َنِإ۞ ه َّٱ ِب ُ ُ ۡأهي ِلۡ هعۡلٱ هو ِ ٰ هسۡحِۡٱۡ يِم ِيٓاهتيِ

ٰهبۡ ُقۡلٱ ِ هع ٰ هَۡنهيهو ِءٓا هشۡحهفۡلٱ

هو ِهكنُ ۡ ٱ هو يِ ۡغهۡٱۡ ۡ ُكَ هعهل ۡ ُك ُظِعهي

هنوُ َكه هت ٠

Pada ayat ini Allah SWT memerintahkan untuk berbuat adil dan melakukan kebenaran. Sikap adil dan benar sangat penting bagi manajemen dalam menjalankan tugas. Keadilan yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan informasi sedetail mungkin kepada para pengguna laporan keuangan, salah satunya informasi mengenai ICD. Sehingga hak pengguna laporan keuangan untuk mendapatkan informasi perusahaan secara detail dapat terpenuhi dan tidak salah dalam mengambil keputusan. Akan menjadi suatu kerugian bagi perusahaan apabila informasi mengenai IC tidak terdapat dalam laporan tahunan. Hal ini karena ICD dapat meningkatkan nilai perusahaan serta untuk meminimalkan asimetri informasi. Untuk membuktikan hal tersebut perlu dilakukan pengujian mengenai pengaruh ICD terhadap nilai perusahaan.

Fenomena mengenai ICD juga telah diteliti di salah satu negara Asia yaitu Singapura. Perubahan dari ekonomi industri menjadi ekonomi pengetahuan menyebabkan perusahaan menyadari pentingnya IC sehingga semakin banyak diungkapkan dalam laporan tahunan. Penelitian yang membandingkan tingkat


(19)

ICD antara negara maju dengan negara berkembang dilakukan oleh Velycia (2014), dan Bhasin (2014). Hasil penelitian tersebut menunjukan tingkat ICD yang berbeda-beda di setiap negara.

Suatu negara atau wilayah dapat menjadi salah satu faktor dalam menjelaskan tingkat pengungkapan sukarela (Meek et al., 1995). Setiap negara tentu menganut sistem hukum yang berbeda-beda. Web et al., (2008) meneliti hubungan antara globalisasi dengan pengungkapan sukarela yang dikaitkan pada lingkungan hukum negara asal perusahaan. Perusahaan yang berasal dari lingkungan hukum kuat (common law system) lebih mendapatkan tekanan dibandingkan perusahaan dari lingkungan hukum lemah (civil law system) dalam melakukan pengungkapan yang baik. Adanya globalisasi tentu dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan pengungkapan, baik untuk negara penganut common law maupun civil law system. Indonesia sebagai negara berkembang menganut civil law system.

Indonesia dan Singapura sama-sama berada di wilayah negara Asia Tenggara. Dilihat dari sistem hukum yang dianut, terdapat perbedaan antara negara Indonesia dengan Singapura. Indonesia sebagai negara berkembang menganut civil law system sedangkan Singapura sebagai negara maju menganut common law system. Perbedaan tersebut akan menarik untuk diteliti ketika dikaitkan dengan suatu perusahaan dalam melakukan ICD. Sehingga akan diketahui mana yang lebih baik tingkat ICD apakah perusahaan yang berasal dari civil law system atau common law system.


(20)

Perusahaan dalam meningkatkan relevansi laporan tahunan dengan melakukan ICD dapat dipengaruhi oleh berbagai karakteristik perusahaan (Utomo dan Chariri, 2015). Penelitian yang menguji pengaruh karakteristik perusahaan terhadap ICD telah dilakukan oleh Whiting and Woodcock (2011), Fatimah dan Purnamasari (2013), Susilowati et al., (2015), dan (Utomo dan Chariri, 2015). Selain dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan, ICD juga dipengaruhi oleh adanya mekanisme corporate governance (CG). Menurut Organization for Economic Cooperation & Development (OECD) corporate governance adalah :

“Salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kepercayaan investor yang melibatkan satu set hubungan antara manajemen perusahaan, dewan, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya dan juga menyediakan struktur melalui mana tujuan perusahaan, sarana mencapai tujuan tersebut dan memantau kinerja” (OECD, 2015)

Penelitian yang membuktikan adanya pengaruh antara mekanisme CG terhadap ICD telah dilakukan oleh Li et al., (2008), Arifah (2012), Li et al., (2012), dan Haji (2015). Hasil penelitian Li et al., (2008) menemukan bahwa ICD berpengaruh signifikan terhadap komposisi dewan, struktur kepemilikan, komite audit, ukuran dan frekuensi pertemuan komite audit. Hanya peran ganda CEO yang tidak bepengaruh. Hasil berbeda ditemukan oleh Arifah (2012) yang menemukan bahwa yang berpengaruh positif terhadap ICD hanya komite audit, sedangkan ukuran dewan komisaris, komisaris independen, dan kesibukan komisaris independen tidak berpengaruh. Perbedaan yang terdapat dalam beberapa penelitian terdahulu terkait pengaruh karakteristik dan mekanisme CG membuat menarik untuk diuji kembali.


(21)

Fokus utama dalam penelitian ini yaitu melihat pengaruh karakteristik perusahaan dan mekanisme CG terhadap ICD serta dampaknya terhadap nilai perusahaan. Penelitian terdahulu hanya menguji karakteristik perusahaan terhadap ICD saja, sedangkan penelitian ini menambahkan umur perusahaan, serta mekanisme CG yang ditunjukan oleh ukuran dewan komisaris dan jumlah komite audit. Sampel yang digunakan pada penelitian terdahulu adalah perusahaan baik di sektor keuangan maupun non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2013, sedangkan pada penelitian ini menggunakan sampel perusahaan intellectual capital intensive yang terdaftar di BEI dan Bursa Efek Singapura (SGX) pada tahun 2015.

Melihat penelitian sebelumnya serta mengembangkan model penelitian Bhasin (2014) dan Utomo dan Chariri (2015), maka penelitian ini mencoba untuk mengkombinasikan dan membandingkan pengaruh dari variable terkait dengan 2 negara di Asia, yaitu Indonesia dan Singapura dengan judul “Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Mekanisme Corporate Governance terhadap Intellectual Capital Disclosure serta Dampaknya pada Nilai Perusahaan” (Studi Empiris pada Perusahaan Intellectual Capital Intensive di Indonesia dan Singapura pada tahun 2015).

B. Batasan Masalah Penelitian

Batasan masalah dalam penelitian ini, berfokus pada pengaruh karakteristik perusahaan meliputi: ukuran perusahaan, leverage, umur perusahaan serta mekanisme corporate governance meliputi: ukuran dewan komisaris, dan


(22)

jumlah komite audit terhadap Intellectual Capital Disclosure (ICD) serta dampaknya pada nilai perusahaan. Penelitian ini juga membandingkan tingkat ICD di dua negara yaitu: Indonesia dan Singapura.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia dan Singapura ?

2. Apakah leverage berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia dan Singapura ?

3. Apakah umur perusahaan berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia dan Singapura ?

4. Apakah ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia dan Singapura ?

5. Apakah jumlah komite audit berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia dan Singapura ?

6. Apakah intellectual capital disclosure berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan di Indonesia dan Singapura ?

7. Apakah terdapat perbedaan tingkat intellectual capital disclosure di Indonesia dan Singapura ?


(23)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memperoleh bukti empiris, yaitu:

1. Untuk menguji dan mencari bukti empiris pengaruh positif ukuran perusahaan terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia dan Singapura.

2. Untuk menguji dan mencari bukti empiris pengaruh positif leverage terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia dan Singapura.

3. Untuk menguji dan mencari bukti empiris pengaruh positif umur perusahaan terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia dan Singapura.

4. Untuk menguji dan mencari bukti empiris pengaruh positif ukuran dewan komisaris terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia dan Singapura. 5. Untuk menguji dan mencari bukti empiris pengaruh positif jumlah komite audit

terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia dan Singapura.

6. Untuk menguji dan mencari bukti empiris pengaruh positif intellectual capital disclosure terhadap nilai perusahaan di Indonesia dan Singapura.

7. Untuk menguji dan mencari bukti empiris perbedaan tingkat intellectual capital disclosure di Indonesia dan Singapura.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris mengenai faktor faktor yang mempengaruhi intellectual capital disclosure.


(24)

b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah serta mengembangkan konsep atau teori yang berkaitan dalam bidang akuntansi khususnya intellectual capital disclosure.

c. Penelitian ini diharapkan menjadi bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya dengan hasil penelitian-penelitian mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap intellectual capital disclosure.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih tentang pentingnya mengungkapkan informasi intellectual capital dalam laporan tahunan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat mendorong perusahaan agar lebih rinci dan detail dalam melakukan pengungkapkan khususnya intellectual capital disclosure untuk memberikan informasi bagi stakeholders dan meminimalisir asimetri informasi.


(25)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Agency Theory

Agency theory merupakan hubungan dua pihak antara principal dan agent (Jensen and Meckling, 1976). Dalam hubungan ini principal memberikan suatu tugas kepada agent untuk melakukan suatu aktivitas atas nama primcipal. Kemudian dalam melanjalankan tugasnya, agent diberikan kewenangan oleh principal untuk mengambil keputusan. Principal mengeluarkan biaya keagenan (agency cost) sebagai biaya pengawasan terhadap segala tindakan yang dilakukan oleh agent. Kemudian Jensen and Meckling (1976) membagi agency cost ke dalam 3 jenis.

Pertama the monitoring expenditure by the principal yang merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh principal dalam rangka mengawasi perilaku agent. Kedua the bonding cost yang merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh principal dalam rangka menjamin agar agent selalu melakukan tindakan yang seharusnya serta tidak merugikan principal. Dan terakhir the residual loss yang merupakan suatu pengorbanan nilai uang yang ekuivalen, hal ini dikarenakan menurunnya kemakmuran pihak principal akibat adanya perbedaan kepentingan antara principal dan agent.

Agency theory menjadi dasar dalam pengungkapan informasi secara sukarela. Pengungkapan dapat dijadikan suatu cara untuk mengurangi agency cost dari konflik antara principal dan agent serta antara perusahaan dan


(26)

stakeholders. Sehingga pengungkapan dapat dijadikan pengontrol kinerja agent. Salah satu konsekuensinya, agent didorong untuk mengungkapkan voluntary disclosure seperti intellectual capital disclosure (ICD).

2. Signalling Theory

Pada teori ini, signal merupakan suatu tanda yang diberikan perusahaan dalam memberikan sinyal bagi para stakeholders. Menurut Suwardjono (2014) perusahaan akan berusaha untuk mengungkapkan informasi yang dianggap dapat menarik minat para stakeholders, khusunya jika informasi tersebut merupakan sinyal positif (good news). Teori ini muncul karena adanya asimetri informasi dalam pasar (Morris, 1987). Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana stakeholders tidak memiliki informasi yang sama dengan manajemen baik dari segi keuangan maupun non-keuangan dalam perusahaan. Berdasarkan teori ini, sangat penting bagi perusahaan untuk memberikan informasi yang diperlukan oleh stakeholders.

Informasi merupakan unsur penting karena pada intinya menyajikan gambaran atau keadaan yang terjadi baik di masa lalu, saat ini, maupun masa yang akan datang. Salah satu contohnya dalam rangka memberi kebutuhan informasi bagi investor, perusahaan dapat mengungkapkan intellectual capital (IC) pada laporan keuangannya. Informasi mengenai ICD dapat memberikan gamabaran akan strategi perusahaan, kualitas SDM, dan lain sebagainnya guna kelangsungan hidup perusahaan. Sehingga dengan informasi tersebut dapat mengurangi tingkat asimetri informasi. Adanya sinyal positif dari informasi tersebut memungkinkan para stakeholder akan lebih baik dalam menilai masa


(27)

depan perusahaan serta dapat mengurangi persepsi resiko yang ada. Selain itu hal tersebut akan memberikan keunggulan bersaing dan meningkatkan penilai stakeholders terhadap perusahaaan.

3. Resources Based Theory

Resource Based Theory adalah suatu pemikiran yang berkembang dalam teori manajemen strategik dan merupakan keunggulan bersaing perusahaan. Teori ini beranggapan bahwa perusahaan akan mencapai keunggulan bersaing apabila perusahaan memiliki sumber daya yang unggul, dikatakan sumber daya yang unggul apabila sumber daya tersebut langka, sulit untuk ditiru oleh para pesaing bahkan tidak dapat tergantikan (Barney, 1991). Pedekatan teori ini berkaitan dengan analisis keunggulan bersaing suatu perusahaan yang mengutamakan pengetahuan atau aktiva tidak berwujud. Pulic (1998) mengatakan bahwa tujuan utama perekonomian yang berbasis pengetahuan adalah menciptakan nilai tambah. Keunggulan bersaing suatu perusahaan dapat bertahan, jika mampu untuk menciptakan nilai tambah dan didukung oleh sumber daya yang tidak mudah ditiru oleh perusahaan pesaing.

Suatu perusahaan akan dapat berkompetisi apabila mampu memiliki, menguasai, serta memanfaatkan aset baik berwujud maupun tidak berwujud termasuk IC secara efektif dan efisien (Belkaoui, 2003). Kinerja suatu perusahaan dapat meningkat dengan menggunakan strategi, salah satunya dengan menggabungkan aset berwujud dan aset tidak berwujud. Bedasarkan pedekatan teori ini, suatu sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan akan


(28)

berpengaruh terhadap kinerja perusahaan dan pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan.

4. Stakeholders Theory

Teori stakeholders menyatakan bahwa setiap stakeholders memiliki suatu hak untuk mendapatkan seluruh informasi terkait berbagai aktivitas yang dilakukan perusahaan yang mempengaruhi stakeholders tersebut. Stakeholders terdiri atas pemegang saham, karyawan, pelanggan, pemasok, kreditor, pemerintah, dan masyarakat. Ulum et al., (2008) mengatakan bahwa kelompok tersebut yang dijadikan pertimbangan oleh perusahaan untuk mengungkapkan atau tidak mengungkapkan suatu informasi dalam laporan keuangan.

Untuk memenuhi yang diharapkan stakeholders, organisasi akan secara sukarela memberikan informasi mengenai sosial, lingkungan, intelektual organisasi di atas permintaan wajib (Sirojodin dan Nazaruddin, 2014). Teori ini lebih mempertimbangkan posisi para stakeholders yang dianggap powerfull. Maka stakeholders memiliki kewenangan untuk mempengaruhi manajemen dalam memanfaatkan segala potensi yang dimiliki oleh organisasi. Nilai tambah bagi perusahaan akan terbentuk jika pengelolaan dilakukan secara baik serta terus memaksimalkan seluruh potensi yang dimiliki. Sehingga dengan adanya nilai tambah dapat meningkatkan nilai perusahaan yang menjadi orientasi stakeholders dalam melakukan intervensi terhadap manajemen. 5. Intellectual Capital Disclosure

Pengungkapan secara umum terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu: pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela


(29)

(voluntary disclosure). Mandatory disclosure adalah pengungkapan informasi yang berkaitan dengan aktivitas/keadaaan perusahaan yang bersifat wajib dan dinyatakan dalam peraturan hukum. Peraturan tersebut ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan merujuk pada Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Salah satunya terdapat pada peraturan Nomor VIII. G. 7 tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten atau perusahaan publik berdasarkan SK Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-347/BL/2012 pada tanggal 25 Juni 2012.

Sedangkan voluntary disclosure adalah pengungkapan berbagai informasi yang berkaitan dengan aktivitas keadaan perusahaan yang diungkapkan secara sukarela. Secara umum pengungkapan sukarela dilakukan sebagai salah satu strategi yang digunakan untuk menarik minat investor. Berbeda dengan pelaporan yang bersifat voluntary, pelaporan yang bersifat mandatory lebih mendapati sorotan dan control dari lembaga yang berwenang serta memiliki standar yang menjamin kesamaan bentuk secara relatif dalam praktik pelaporan dan juga terdapat persyaratan minimum yang harus dipenuhi. ICD merupakan bagian dari voluntary disclosure. ICD merupakan pemberian informasi yang berhubungan dengan modal intelektual suatu perusahaan yang terdiri atas: karyawan, pelanggan, teknologi informasi, penelitian dan pengembangan, serta strategi yang digunakan oleh perusahaan. Jika dikaitkan dengan agency theory, pengungkapan dianggap dapat mengurangi biaya serta menjadi pengontrol agent. Sedangkan dari sisi


(30)

signaling theory pengungkapan ini dapat mengurangi asimetri informasi. Menurut Bukh et al., (2005) mengatakan bahwa tujuan dari ICD untuk dapat meningkatkan efektivitas operasi perusahaan.

6. Karakteristik Perusahaan

Terdapat tiga karakteristik perusahaan yang dipakai dalam penelitian ini yang bertujuan untuk berpengaruh terhadap ICD, yaitu:

a. Ukuran perusahaan

Ukuran perusahaan adalah skala yang digunakan untuk menentukan besar atau kecil suatu perusahaan. Salah satu tolok ukur yang menunjukkan ukuran perusahaan dilihat dari total aset yang dimiliki oleh perusahaan. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapan informasi yang lebih besar daripada perusahaan kecil.

Perusahaan yang besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil. Meningkatnya pengungkapan informasi akan mengurangi asimetri informasi. Sehingga perusahaan besar dimungkinkan akan lebih banyak mengungkapkan informasi khusunya mengenai ICD di dalam laporan tahunan.

b. Leverage

Leverage merupakan suatu alat untuk mengukur perbandingan seberapa besar perusahaan bergantung pada dana yang berasal dari eksternal perusahaan (kreditur) dengan dana yang disediakan oleh pemilik perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage tinggi berarti


(31)

sangat bergantung pada dana eksternal perusahaan untuk membiayai aset perusahaan dan sebaliknya.

Maka tingkat leverage perusahaan menggambarkan risiko keuangan perusahaan. Whiting and Woodcock (2011) mengatakan bahwa agency theory dapat menimbulkan masalah agency ketika leverage dihubungkan dengan ICD. Agency theory memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi. c. Umur Perusahaan

Umur perusahaan dapat menunjukkan perusahaan tersebut tetap eksis, dapat bersaing serta mampu memanfaatkan peluang bisnis dalam suatu perekonomian. Dengan mengetahui umur perusahaan, maka dapat diketahui sejauh mana perusahaan tersebut dapat survive.

Semakin panjang umur suatu perusahaan maka akan cenderung memberikan pengungkapan informasi yang lebih luas dibanding perusahaan lain yang umurnya lebih pendek. Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut memiliki pengalaman lebih dalam pengungkapan laporan tahunan.

7. Mekanisme Corporate Governance

Menurut Organization for Economic Cooperation & Development (OECD) corporate governance adalah salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kepercayaan investor yang melibatkan satu set hubungan antara manajemen perusahaan, dewan, pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya dan


(32)

juga menyediakan struktur melalui mana tujuan perusahaan, sarana mencapai tujuan tersebut dan memantau kinerja (OECD, 2015).

Prinsip-prinsip corporate governance menurut OECD adalah: (1) perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham, (2) persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham, (3) peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan, (4) keterbukaan dan transparansi, dan (5) akuntabilitas dewan komisaris. Terdapat dua mekanisme corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini yang bertujuan untuk berpengaruh terhadap ICD, yaitu:

a. Dewan Komisaris

Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Dewan komisaris bertanggungjawab atas pengawasan dalam perusahaan, serta memberi nasehat kepada manajemen (direksi) untuk kepentingan para pemegang saham. Adanya pengawasan tersebut akan menambah keyakinan bahwa manajemen telah bertindak sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan.

Dalam mengawasi tindakan manajemen, dewan komisaris harus mewakili kepentingan para pemegang saham karena dewan komisaris diangkat oleh pemegang saham. Kerangka tata kelola perusahaan harus memastikan pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif dari manajemen oleh dewan komisaris dan akuntabilitas dewan komisaris untuk


(33)

perusahaan dan para pemegang saham (OECD, 2015). Pengukuran dewan komisaris yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jumlah dewan komisaris yang ada dalam perusahaan.

b. Komite Audit

Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggungjawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris. Berdasarkan kerangka dasar hukum di Indonesia perusahaan-perusahaan publik diwajibkan untuk memiliki komite audit. Hal ini tercantum dalam peraturan Nomor IX. I. 5 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit berdasarkan SK Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-643/BL/2012 pada tanggal 7 Desember 2012.

Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab, komite audit bertindak secara independen. Salah satu tugasnya yaitu melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan kepada publik dan/atau pihak otoritas antara lain: laporan keuangan, proyeksi, dan laporan lainnya terkait dengan informasi keuangan. Pengukuran komite audit yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jumlah komite audit yang ada dalam perusahaan.

8. Nilai Perusahaan

Setiap perusahaan memiliki tujuan utama yaitu memaksimalkan nilai perusahaan. Fungsi dari manajemen keuangan dapat digunakan untuk mengoptimalisasi nilai perusahaan. Bagi para investor nilai tersebut menjadi


(34)

konsep penting karena dijadikan indikator dalam menilai perusahaan secara keseluruhan. Nilai perusahaan merupakan hal yang sangat penting, karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham.

Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, karena nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Penciptaan dan peningkatan nilai perusahaan salah satunya dapat terjadi dengan menyediakan berbagai informasi berupa laporan tahunan yang terperinci dan menyeluruh. Laporan tersebut memberikan informasi berupa sumber daya perusahaan, salah satunya IC.

9. Global Industry Classification Standard (GICS)

Global Industry Classification Standard (GICS) adalah sebuah taksonomi industri yang dikembangkan oleh Morgan Stanley Capital Internasional (MSCI) dan Standard & Poors’ (S&P) untuk digunakan oleh komunitas keuangan global. Berdasarkan IC intensity, GICS mengelompokkan industri menjadi 2, yaitu: industri yang padat intellectual capital (high-IC intensive industries) dan industri yang tidak padat intellectual capital (low-IC intensive industries).

High-IC intensive industries merupakan perusahaan yang memiliki nilai tambah besar yang berasal dari aset intelektual (teknologi dan pengetahuan) sehingga terbentuk keunggulan bersaing. Sedangkan low-IC intensive industries merupakan perusahaan yang lebih memanfaatkan sumber daya alam dan masih menerapkan sistem tradisional.


(35)

Daftar klasifikasi perusahaan dalam GICS dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah ini:

Tabel 2.1.

Dasar Klasifikasi Perusahaan dalam IC Intesity Menurut GICS High-IC Intensive Industries Low-IC Intensive Industries Automobile and Components Commercial Services and Supplies

Banks Consumer Durables and Apparels

Capital Goods Consumer Services Commercial Services and

Supplies

Energy

Consumer Services Food, Beverage and Tobacco Diversified Financials Food, Staples and Retailing Health Care Equipment and

Services

Materials

Insurance Retail

Media Transportation

Pharmaticel, Biotechnology, and Life Science

Utilities Real estate

Semi Conductors and Semi Conductors

Software and Services Technology, Hardware and Equipment

Telecommunication Services

Sumber: Global Industry Classification Standard dalam Whiting and Woodcock (2011)

B. Hasil Penelitian Terdahulu dan Perumusan Hipotesis

1. Pengaruh Ukuran Perusahaanterhadap Intellectual Capital Disclosure Ukuran perusahaan dapat menunjukan besar atau kecil suatu perusahaan. Semakin besar perusahaan maka semakin banyak aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Selain itu perusahaan yang besar cenderung mendapatkan penilaian yang besar dari stakeholders. Jensen and Meckling


(36)

(1976) menyatakan bahwa perusahaan yang besar memiliki agency cost yang lebih besar daripada perusahaan kecil.

Semakin besar perusahaan tentu akan semakin kompleks kegiatan usaha yang dilakukan. Hal tersebut akan menimbulkan dampak yang lebih bagi para stakeholders. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu pengungkapan informasi sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan, salah satunya dengan memberikan informasi terkait ICD. ICD dalam laporan keuangan dapat digunakan untuk mengurangi asimetri informasi antara perusahaan dengan stakeholders.

Penelitian mengenai ukuran perusahaan terhadap ICD telah dilakukan Fatimah dan Purnamasari (2013), Susilowati et al., (2015), Utomo dan Chariri (2015). Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut, seluruhnya menemukan hasil pengaruh positif antara ukuran perusahaan dengan ICD. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini:

H1a: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia.

H1b: Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Singapura.

2. Pengaruh Leverage terhadap Intellectual Capital Disclosure

Leverage adalah perbandingan antara dana yang dipakai untuk membelanjai atau membiayai perusahaan atau perbandingan antara dana yang diperoleh dari pihak eksternal perusahaan dengan dana yang disediakan


(37)

pemilik perusahaan. Teori agensi berhubungan dengan pengaruh leverage perusahaan. Perusahaan dengan leverage yang tinggi memiliki dorongan untuk mengungkapkan informasi yang lebih banyak mengenai keunggulan bersaing perusahaan (Jensen and Meckling, 1976). Purnomosidhi (2005) menyatakan biaya keageanan yang timbul karena konflik antara manajer dan pemegang saham dapat diturunkan dengan meningkatkan tingkat leverage.

Selain itu dengan leverage yang tinggi, perusahaan akan mendapatkan perhatian lebih dari stakeholders khususnya investor dan kreditur. Hubungan dengan investor, perusahaan harus mampu meyakinkan para investor tentang jaminan keamanan dana mereka serta dana tersebut digunakan untuk menciptakan keunggulan bersaing perusahaan. Sedangkan dengan kreditur, perusahaan harus dapat meyakinkan bahwa perusahaan tidak akan melanggar perjanjian hutang. Maka dengan melakukan pengungkapan informasi, salah satunya dengan voluntary disclosure dapat mengurangi asimetri informasi antara manajer, investor dan kreditur. ICD yang merupakan voluntary disclosure dapat digunakan untuk meminimalisir asimetri informasi.

Penelitian mengenai tingkat leverage terhadap ICD telah dilakukan White et al., (2007), Whiting and Woodcock (2011), Ferreira et al., (2012) dan Susilowati et al., (2015). Hasil penelitian yang mengenai tidak ada pengaruh antara leverage dengan ICD ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Whiting dan Woodcock (2011) dan Ferreira et al., (2012). Disisi lain penelitian yang dilakukan oleh Purnomosidhi (2005), White et al., (2007) dan Susilowati et al., (2015) menemukan hasil pengaruh positif antara leverage dengan ICD.


(38)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini:

H2a: Leverage perusahaan berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia.

H2b: Leverage perusahaan berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Singapura.

3. Pengaruh Umur Perusahaanterhadap Intellectual Capital Disclosure Umur perusahaan dapat menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mampu bertahan dengan kemampuan bersaingnya sehingga tetap eksis (Istanti, 2009). Sutanto dan Supatmi (2011) mengakatakan bahwa perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengetahuan yang lebih mendalam tentang kebutuhan konstituen akan informasi mengenai perusahaan yang harus diungkapkan. Khususnya pengungkapan yang dapat meningkatkan nilai perusahaan seperti ICD.

Pendapat lain mengatakan bahwa perusahaan yang umur listing lebih muda akan berupaya untuk mendapatkan tambahan modal dengan melakukan pengungkapan informasi perusahaan termasuk intellectual capital (Barnes and Walker, 2006). Penelitian mengenai umur perusahaan terhadap ICD telah dilakukan Barnes and Walker (2006), Whiting and Woodcock (2011), Fatimah dan Purnamasari (2013) dan Susilowati et al., (2015).

Hasil penelitian yang mengenai tidak ada pengaruh antara umur perusahaan dengan pengungkapan intellectual capital ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Barnes and Walker (2006) dan Whiting and


(39)

Woodcock (2011). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Fatimah dan Purnamasari (2013) dan Susilowati et al., (2015) menemukan hasil pengaruh positif antara umur perusahaan dengan ICD Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini:

H3a: Umur perusahaan berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia.

H3b: Umur perusahaan berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Singapura.

4. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Intellectual Capital Disclosure

Dalam suatu negara atau wilayah, ukuran dewan komisaris dalam suatu perusahaan memiliki dampak terhadap kinerja yang dihasilkan. Dampak pertama yaitu timbul masalah dalam hal komunikasi dan koordinasi yang disebabkan oleh banyaknya dewan komisaris. Lalu dampak kedua yaitu timbul masalah agency serta berkurangnya kemampuan dewan komisaris untuk mengawasi pihak manajemen (Cerbioni dan Parboneti, 2007). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) dan Abeysekera (2008). Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa ukuran dewan komisaris yang besar akan berdampak pada pengungkapan yang lebih besar.

Hal ini terjadi karena semakin besar ukuran dewan komisaris, pengawasan yang dilakukan terhadap manajemen akan semakin ketat. Selain itu tekanan tinggi yang diberikan oleh dewan komisaris akan membuat manajemen menyajikan informasi sedetail mungkin termasuk mengenai ICD


(40)

khususnya strategi kompetitif perusahaan. Sehingga dapat mengatasi kemungkinan kecurangan manajemen dalam pelaporan pertanggungjawaban dan akuntabilitas terkait dengan aktivitas terhadap ICD yang ada pada perusahaan dan juga diharapkan dapat melindungi kepentingan perusahaan maupun stakeholders.

Penelitian mengenai ukuran dewan komisaris terhadap ICD telah dilakukan oleh Collier and Gregory (1999), Beasley (2001), Sembiring (2005), Cerboni and Parboneti (2007), Abeysekera (2008) dan Arifah 2012. Hasil penelitian yang mengenai tidak ada pengaruh antara ukuran dewan komisaris dengan ICD ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Cerboni and Parboneti (2007) dan Arifah (2012). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Collier and Gregory (1999), Beasley (2001), Sembiring (2005), dan Abeysekera (2008) menemukan hasil pengaruh positif antara ukuran dewan komisaris dengan ICD. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini:

H4a: Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia.

H4b: Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Singapura.

5. Pengaruh Jumlah Komite Auditterhadap Intellectual Capital Disclosure Komite audit berperan dalam memastikan proses yang berkaitan dengan pengungkapan keuangan berjalan sesuai dengan aturan yang ada (PwC, 2000). Selain itu komite audit berperan sebagai alat pengendali dalam mekanisme


(41)

corporate governance yang memiliki kekuatan untuk meningkatkan pengungkapan yang berhubungan dengan nilai perusahaan. Salah satu tugas komite audit adalah melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan seperti laporan keuangan, proyeksi, dan informasi keuangan lainnya.

Selain itu, komite audit juga berwenang untuk mengakses catatan atau informasi tentang karyawan, dana, aset, serta sumber daya lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya (Bapepam, 2012). Sehingga dalam hal ini komite audit memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam mengawasi praktik ICD. Penelitian mengenai jumlah komite audit terhadap ICD telah dilakukan Felo et al., (2003), Li et al., (2007), Li et al., (2012) dan Haji (2015).

Hasil penelitian yang mengenai tidak ada pengaruh antara jumlah komite audit dengan ICD ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Li et al., (2012). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Felo et al., (2003), Li et al., (2007) dan Haji (2015) menemukan hasil pengaruh positif antara jumlah komite audit dengan ICD. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini:

H5a: Jumlah Komite Audit berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Indonesia.

H5b: Jumlah Komite Audit berpengaruh positif terhadap intellectual capital disclosure di Singapura.


(42)

6. Pengaruh Intellectual Capital Disclosure terhadap Nilai Perusahaan

Nilai perusahaan dapat diciptakan dan ditingkatkan dengan cara menyediakan berbagai informasi berupa laporan tahunan yang terperinci dan menyeluruh. Laporan dapat memberikan informasi berupa sumber daya perusahaan, salah satunya modal intelektual. Berkaitan dengan signaling theory, perusahaan melakukan intellectual capital disclosure dengan harapan dapat mengirimkan sinyal good news kepada pihak eksternal perusahaan.

Hal ini menunjukan bahwa perusahaan pada masa sekarang sedang berinvestasi dalam bentuk intellectual capital yang diharapkan akan memberikan keuntungan ekonomi untuk perusahaan di masa yang akan datang sehingga pada akhirnya meningkatkan nilai perusahaan (Aida dan Rahmawati, 2015). Penelitian mengenai ICD terhadap nilai perusahaan telah dilakukan Orens et al., (2009) dan Ferchichi and Paturel (2013), Aida dan Rahmawati (2015), Utomo dan Chariri (2015).

Hasil penelitian tersebut menemukan hasil pengaruh positif antara ICD terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini:

H6a: Intellectual Capital Disclosure berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan di Indonesia.

H6b: Intellectual Capital Disclosure berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan di Singapura.


(43)

7. Intellectual Capital Disclosure di Indonesia dan Singapura

Intellectual Capital merupakan modal inti suatu perusahaan yang dapat berupa sumber daya manusia dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki perusahaan yang dapat memberikan nilai tambah sehingga dapat menciptakan keunggulan dari kompetitor. ICD merupakan suatu pengungkapan sukarela yang dapat digunakan oleh manajemen guna mengurangi asimetri informasi. Wilayah suatu negara dan sistem hukum yang dianutnya dapat menjadi salah satu faktor yang menjelaskan tingkat pengungkapan sukarela. Web et al., (2008) meneliti hubungan antara globalisasi dengan pengungkapan sukarela yang dikaitkan pada lingkungan hukum negara asal perusahaan.

Perusahaan yang berasal dari lingkungan hukum kuat (common law system) lebih mendapatkan tekanan dibandingkan perusahaan dari lingkungan hukum lemah (civil law system) dalam melakukan pengungkapan yang baik. Adanya globalisasi tentu dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan pengungkapan, baik untuk negara penganut common law maupun civil law system. Indonesia sebagai negara berkembang menganut civil law system.

Penelitian mengenai ICD dengan membandingkan 2 negara telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan Bhasin (2014) meneliti dan membandingkan tingkat ICD dalam laporan tahunan pada perusahaan teknolgi informasi di Australia dan India. Hasilnya tidak terdapat perbedaan yang signifikan, keduanya dinilai masih minim dalam melakukan ICD. Hasil berbeda terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Velycia (2014).


(44)

Hasil penelitiannya dengan sampel perusahaan sektor farmasi, makanan & minuman membuktikan bahwa terdapat perbedaan tingkat ICD antara negara berkembang (Indonesia) dengan negara maju (Singapura). Perusahaan yang berasal dari negara berkembang memiliki tingkat ICD yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang berasal dari negara maju. Di Indonesia, perusahaan melakukan ICD untuk meningkatkan minat investor agar berinvestasi. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini:

H7a: Terdapat perbedaan Intellectual Capital Disclosure di Indonesia dan Singapura.

H7b: Rata-rata tingkat Intellectual Capital Disclosure di Indonesia lebih tinggi dibandingkan di Singapura.


(45)

C. Model Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Model Penelitian 1

Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Corporate Governance terhadap ICD

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Model Penelitian 2

Dampak ICD terhadap Nilai Perusahaan Ukuran Perusahaan

Leverage

Umur Perusahaan

Ukuran Dewan Komisaris

Jumlah Komite Audit

Intellectual Capital Disclosure (ICD) H1a (+)

H2a (+)

H3a (+)

H4a (+)

H5a (+)

Nilai Perusahaan H6a (+)

Intellectual Capital Disclosure

H1b (+)

H2b (+)

H3b (+)

H4b (+)

H5b (+)


(46)

H7a (+)

H7b (+)

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.3. Model Penelitian 3

Perbedaan Tingkat ICD di Indonesia dan Singapura

Intellectual Capital Disclosure di Singapura Intellectual Capital


(47)

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Obyek/Subyek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan Intellectual Capital (IC) intensive yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Bursa Efek Singapura (SGX). Sedangkan sampel yang digunakan adalah perusahaan terbesar high IC intensive. Periode penelitian mencakup data pada tahun 2015, hal ini di maksudkan agar periode penelitian menggunakan data yang paling update.

2. Jenis Data

Data merupakan bagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi serta teknik pengambilan data historis. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan dari penelitian ini diambil dalam annual report perusahaan high IC intensive yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Singapura pada tahun 2015.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purpossive sampling, yaitu pemilihan sampel dengan menggunakan pertimbangan dan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan peneliti. Teknik pengambilan sampel perusahaan dalam penelitian dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: a. Perusahaan yang mempublikasikan laporan tahunan secara lengkap untuk


(48)

b. Perusahaan yang memiliki data-data lengkap yang terkait dengan variabel penelitian.

c. Perusahaan High-IC intensive terbesar yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Singapura pada tahun 2015.

4. Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan menggunakan penelusuran data sekunder melalui metode dokumentasi. Dokumentasi dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber data dokumenter seperti laporan tahunan dan summary of financial statement perusahaan yang menjadi sampel penelitian.

5. Definisi Operasional Variabel Penelitian a. Variabel Dependen

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah ICD dan nilai perusahaaan. ICD adalah bentuk kontribusi atau peran dari perusahaan dalam menginformasikan aktivitas-aktivitas perusahaan yang berasal dari aktiva tidak berwujud, yang akan dilaporkan pada laporan tahunan guna transparansi dan akuntabilitas publik oleh berbagai pihak yang berkepentingan. ICD sebagai variabel dependen digunakan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi ICD. Teknik analisis konten sederhana digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur ICD. Penelitian ini menggunakan indeks pengungkapan sejumlah 60 item yang dikembangkan oleh Meca and Martinez (2007), indeks tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Indeks ini dikembangkan dari Bukh et al., (2005) dan indeks ini sudah disesuaikan untuk negara berkembang dan negara industri maju.


(49)

Prosentase dari indeks pengungkapan sebagai total dihitung menurut rumusan:

Score = (∑di/M) x 100% Keterangan:

Score = variabel dependen indeks intellectual capital disclosure (ICDIndex)

di = diberi angka 1 jika suatu diungkapkan dalam laporan tahunan, 0 jika suatu tidak diungkapkan dalam laporan tahunan.

M = total jumlah item yang diukur (60 item).

Nilai perusahaan merupakan nilai suatu entitas yang dianggap penting oleh pihak-pihak tertentu. Nilai ini menjadi cerminan atas seluruh kegiatan perusahaan. Investor lebih menyukai ketika nilai perusahaan semakin tinggi. Nilai perusahaan (FIVA) pada penelitian ini diukur

menggunakan logaritma natural Tobin’s Q. Hal ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Nahar et al., (2016) dengan rumus:

FIVA = Total aset − nilai buku ekuitas + nilai pasar ekuitas

b. Variabel Independen

1) Intellectual Capital Disclosure

ICD sebagai variabel independen digunakan untuk menguji kerangka pemikiran kedua yaitu pengaruh ICD terhadap nilai perusahaan. Teknik analisis konten sederhana digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur ICD. Indeks ICD yang digunakan disesuaikan dengan indeks penelitian oleh Meca dan Martinez (2007).


(50)

2) Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan pada penelitian ini diukur menggunakan nilai logaritma natural dari total aset yang dimiliki perusahaan.

3) Leverage

Leverage perusahaan pada penelitian ini diukur menggunakan rasio total hutang dengan total ekuitas (DER). Rasio leverage merupakan alat untuk mengukur ketergantungan perusahaan terhadap penggunaan dana dari pihak eksternal (kreditur) yang digunakan untuk membiayai aset perusahaan.

�� � ��� = � � � � �� � � � �

4) Umur Perusahaan

Umur perusahaan perusahaan pada penelitian ini diukur dengan lamanya perusahaaan tersebut mulai listing di BEI dan di SGX

5) Ukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris perusahaan pada penelitian ini diukur dengan jumlah anggota dewan komisaris pada masing-masing perusahaan sampel.

6) Jumlah Komite Audit

Jumlah komite audit perusahaan pada penelitian ini diukur dengan jumlah anggota komite audit pada masing-masing perusahaan sampel.


(51)

6. Analisis Data

Metode analisis data adalah suatu teknik atau prosedur untuk menguji hipotesis penelitian. Metode ini menggunakan pengujian seperti, analisis statistik, uji asumsi klasik, model persamaan regresi berganda dan uji hipotesis. a. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriftif memberikan gambaran suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan swekness (Nazaruddin dan Basuki, 2016). Analisis statistik deskriptif biasanya digunakan untuk menggambarkan profil data sampel sebelum memanfaatkan teknik analisis statistik yang berfungsi untuk menguji hipotesis.

b. Uji Asumsi Klasik

Uji asusmsi klasik dilakukan agar dalam penelitian diperoleh hasil analisis data yang memenuhi syarat pengujian. Tujuan dari asumsi klasik ini yaitu untuk mengetahui apakah pada hasil regresi berganda terdapat penyimpangan dari asumsi klasik. Uji asumsi klasik terdiri dari uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. 1) Uji Normalitas

Uji Normalitas dilakukan untuk menguji apakah data yang dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Data yang baik merupakan data yang berdistribusi normal atau mendekati normal. Normalitas dapat dideteksi dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Kolmogrov Smirnov.


(52)

Dasar pengambilan keputusannya adalah:

a) Jika Asymp Sig 2 tailed > tingkat signifikansi (α = 0,05), maka data berdistribusi normal.

b) Jika Asymp Sig 2 tailed < tingkat signifikansi (α = 0,05), maka data tidak berdistribusi normal.

2) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah terdapat korelasi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain (Nazaruddin dan Basuki, 2016). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan problem autokorelasi. Data penelitian dapat dikatakan baik jika tidak terkena autokorelasi. Pada penelitian ini untuk mendeteksi terjadinya autokorelasi dengan menggunakan metode pengujian Durbin–Watson (DW test).

3) Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas untuk menguji apakah terjadi korelasi antar variabel bebas/independen (Nazaruddin dan Basuki, 2016). Data penelitian dapat dikatakan baik jika tidak terkena multikolinearitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas yaitu dengan melihat nilai variance inflation factor (VIF). Jika nilai VIF < 10, maka tidak terdapat multikolinearitas, sedangkan jika nilai VIF > 10, maka terjadi multikolinearitas diantara variabel independen.


(53)

4) Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Data penelitian dapat dikatakan baik jika tidak terkena heteroskedastisitas. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas digunakan uji Glejser. Apabila nilai sig > 0,05 maka dapat dikatakan tidak terkena heteroskedastisitas.

c. Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini, untuk melihat perbandingan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat menggunakan analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis). Model regresi berganda yaitu metode statistik berfungsi untuk menguji pengaruh beberapa variabel independen terhadap satu variabel dependen. Analisis ini bertujuan untuk menguji besarnya pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Pada penelitian ini menggunakan dua model regresi. Regresi model pertama digunakan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, leverage, umur perusahaan, ukuran dewan komisaris, dan jumlah komite audit terhadap ICD dalam penelitian ini adalah:


(54)

Regresi model kedua menggunakan analisis regresi sederhana. Model kedua untuk menguji pengaruh tingkat ICD terhadap nilai perusahaan. Model persamaan yang digunakan adalah :

FIVA = α0 + α1ICD + e

Keterangan Persamaan Regresi:

FIVA = Logaritma Natural Nilai Perusahaan ICD = Pengungkapan Intellectual Capital

α0 = Konstanta

α1α2α3α4α5 =Koefisien Regresi

SIZE = Logaritma Natural Ukuran Perusahaan LEV = Leverage

AGE = Umur Perusahaan

NBOD = Jumlah Dewan Komisaris COMA = Jumlah Komite Audit e = Standar error

d. Uji Signifikansi Simultan (Uji f)

Uji statistik f pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas/independen yang dimaksudkan dalam model mempunyai pengaruh secara simultan terhadap variabel dependen. Jika nilai sig < alpha 0,05, maka terdapat pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap dependen.

e. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)

Uji statistik t digunakan untuk menguji apakah pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Hipotesis diterima jika nilai sig < alpha 0,05 dan koefisien regresi searah dengan hipotesis.


(55)

f. Koefisien determinasi (Adjusted R2)

Uji koefisien determinasi yaitu untuk melihat kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi perubahan variabel dependen. Koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai Adjusted R2, dimana untuk

menginterpretasikan besarnya nilai koefisien determinasi harus diubah dalam bentuk persentase. Kemudian sisanya (100% persentase koefisiean determinasi) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak masuk dalam model. g. Independent Sample t test

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat intellectual capital disclosure di Indonesia dan Singapura. Sebelum dilakukan uji t test sebelumnya dilakukan uji kesamaan varian (homogenitas) dengan F test (Levene,s Test), artinya jika varian sama maka uji t menggunakan Equal Variance Assumed dan jika varian berbeda menggunakan Equal Variance Not Assumed. Pengambilan keputusan hipotesis jika H0 > 0,05, maka hipotesis diterima. Jika H0 <


(56)

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel seluruh perusahaan High-Intellectual Capital Intensive yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Bursa Efek Singapura (SGX). Tahun penelitian mencakup data pada tahun 2015, hal ini dimaksudkan agar periode penelitian menggunakan data yang paling update. Berdasarkan metode purposive sampling yang telah ditetapkan pada bab III, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 79 di Indonesia dan 35 di Singapura perusahaan High-IC Intensive yang memenuhi kriteria. Adapun rincian pemilihan sampel dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

Tabel 4.1.

Prosedur Pemilihan Sampel di Indonesia

No Uraian Total

1. Perusahaan High-IC Intensive yang listed di BEI 214

2. Perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sampel dan tidak memiliki lengkap terkait dengan variabel penelitian

(114)

3. Data outlier (21)

Total sample perusahaan yang diteliti 79

Berdasarkan Tabel 4.1 perusahaan yang termasuk High-IC Intensive sebanyak 214 perusahaan. Perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sampel sebanyak 114. Ditemukan data yang outlier sebanyak 21 sampel, sehingga sampel sebanyak 79 perusahaan.


(57)

Tabel 4.2.

Prosedur Pemilihan Sampel di Singapura

No Uraian Total

1. Perusahaan High-IC Intensive yang listed di SGX 176

2. Perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sampel terkait dengan variabel penelitian

(126)

3. Data outlier (15)

Total sample perusahaan yang diteliti 35

Berdasarkan Tabel 4.2 perusahaan yang termasuk High-IC Intensive sebanyak 176 perusahaan. Perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sampel sebanyak 126. Ditemukan data yang outlier sebanyak 15 sampel, sehingga sampel sebanyak 35 perusahaan.

B. Uji Kualitas Data

1. Analisis Statistik Deskriptif

Hasil statistik deskriptif untuk model 1 ditunjukkan dalam Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.

Tabel 4.3. Statistik Deskriptif

Indonesia

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

ICD 79 0,45 0,93 0,7010 0,10091

SIZE 79 28,90 32,12 30,1640 0,76184

LEV 79 -3,33 18,21 3,0770 3,46559

AGE 79 0 35 13,65 8,464

NBOD 79 1 15 2,81 1,882

COMA 79 3 6 3,34 0,658

FIVA 79 29,09 32,14 30,4485 0,76791

Valid N


(58)

Berdasarkan Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pengamatan dalam penelitian sebanyak 79 sampel, adapun hasil statistik deskriptif sebagai berikut: variabel intellectual capital disclosure (ICD) memiliki nilai minimum sebesar 0,45; nilai maksimum sebesar 0,93 nilai rata-rata (mean) sebesar 0,7170 dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 0,10091.

Variabel ukuran perusahaan (SIZE) memiliki nilai minimum sebesar 28,90; nilai maksimum sebesar 32,12; nilai rata-rata (mean) sebesar 30,1640; dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 0,76184. Variabel leverage (LEV) memiliki nilai minimum sebesar -3,33; nilai maksimum sebesar 18,21; nilai rata-rata (mean) sebesar 3,0770; dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 3,46559. Variabel umur perusahaan (AGE) memiliki nilai minimum sebesar 0,00; nilai maksimum sebesar 35 nilai rata-rata (mean) sebesar 13,65; dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 8,464.

Variabel jumlah dewan komisaris (NBOD) memiliki nilai minimum sebesar 1,00; nilai maksimum sebesar 15,00 nilai rata-rata (mean) sebesar 2,81; dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 1,882. Variabel jumlah komite audit (COMA) memiliki nilai minimum sebesar 3,00; nilai maksimum sebesar 6,00 nilai rata-rata (mean) sebesar 3,34; dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 0,658. Variabel nilai perusahaan (FIVA) memiliki nilai minimum sebesar 29,09; nilai maksimum sebesar 32,14; nilai rata-rata (mean) sebesar 30,4485; dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 0,76791.


(59)

Tabel 4.4.

Statistik Deskriptif Singapura

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

ICD 35 0,22 0,68 0,4597 0,13452

SIZE 35 29,30 36,25 31,0559 1,66471

LEV 35 0,00 28,87 1,7771 4,95974

AGE 35 1 47 18,46 13,727

NBOD 35 1 10 4,57 2,367

COMA 35 3 6 3,69 0,832

FIVA 35 29,17 36,34 31,1179 1,77151

Valid N

(listwise) 35

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pengamatan dalam penelitian sebanyak 35 sampel, adapun hasil statistik deskriptif sebagai berikut: variabel intellectual capital disclosure (ICD) memiliki nilai minimum sebesar 0,22; nilai maksimum sebesar 0,68; nilai rata-rata (mean) sebesar 0,4597 dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 0,13452.

Variabel ukuran perusahaan (SIZE) memiliki nilai minimum sebesar 29,30; nilai maksimum sebesar 36,25; nilai rata-rata (mean) sebesar 31,0559; dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 1,66471. Variabel leverage (LEV) memiliki nilai minimum sebesar 0,00; nilai maksimum sebesar 28,87; nilai rata-rata (mean) sebesar 1,7771; dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 4,95974. Variabel umur perusahaan (AGE) memiliki nilai minimum sebesar 1; nilai maksimum sebesar 47; nilai rata-rata (mean) sebesar 18,46; dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 13,727.

Variabel jumlah dewan komisaris (NBOD) memiliki nilai minimum sebesar 1; nilai maksimum sebesar 10; nilai rata-rata (mean) sebesar 4,57; dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 2,367. Variabel jumlah komite


(60)

audit (COMA) memiliki nilai minimum sebesar 3; nilai maksimum sebesar 6; nilai rata-rata (mean) sebesar 3,69; dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 0,832. Variabel nilai perusahaan (FIVA) memiliki nilai minimum sebesar 29,17; nilai maksimum sebesar 36,34; nilai rata-rata (mean) sebesar 31,1179; dan simpangan baku (standar deviation) sebesar 1,77151.

C. Analisis Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas

Hasil uji normalitas untuk model 1 ditunjukkan dalam Tabel 4.5 dan Tabel 4.6. Sedangkan untuk model 2 ditunjukkan dalam Tabel 4.7 dan Tabel 4.8.

Tabel 4.5.

Uji Normalitas Indonesia Model 1

Unstandardized Residual

N 79

Normal

Parameters(a,b)

Mean

.0000000

Std. Deviation .07581838

Most Extreme Differences

Absolute

.061

Positive .055

Negative -.061

Kolmogorov-Smirnov Z .539

Asymp. Sig. (2-tailed) .933

Berdasarkan Tabel 4.5 besarnya nilai Asymp. Sig (2-tailed) yang diperoleh melalui uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test sebesar 0,933


(1)

2. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan variabel yang lebih luas, menambah beberapa proksi dari karakteristik perusahaan lainnya seperti profitabilitas.

3. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan variabel yang lebih luas, menambah beberapa proksi dari mekanisme corporate governance seperti komite-komite yang ada di dalam perusahaan, dapat pula mempertimbangakan pengukuran dari good corporate governanceindex atau rating good corporate governance.

4. Penelitian selanjutnya diharapkan bisa membandingkan dengan negara lain yang masih serumpun (studi komparatif).

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Al-Karim.

Abeysekera, I., 2008, “Intellectual Capital Disclosure Trends: Singapore and Sri Lanka”, Journal of Intellectual Capital, Vol 9 (4), hal. 723-737.

Aida, R. N., dan Rahmawati, E., 2015, “Pengaruh Modal Intelektual dan Pengungkapannya Terhadap Nilai Perusahaan: Efek Intervening Kinerja Perusahaan”, Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol. 16(2), hal. 96-109.

Arifah, D. A., 2012, “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Pengungkapan Intellectual Capital: Pada Perusahaan IC Intensive”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 9(2), hal. 189-211.

BAPEPAM, No KEP-643/BL/2012, Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit.

BAPEPAM, No KEP-347/BL/2012, Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik.

Barnes, E., dan Walker, M., 2006, “The Seasoned‐Equity Issues of UK Firms: Market Reaction and Issuance Method Choice”, Journal of Business Finance & Accounting, Vol. 33(1‐2), hal. 45-78.

Barney, J., 1991, “Firm Resources and Sustained Competitive Advantage”, Journal of Management, Vol. 17(1), hal. 99-120.

Beasley, M., 2001, Relationship Between Board Characteristics and Voluntary Improvement in Audit Committee Composition and Experience. Contemporary Accounting Research, Vol. 18 (4), hal. 539 - 570.

Belkaoui, A. R., 2003, “Intellectual capital and firm performance of US multinational firms: a study of the resource-based and stakeholder views”, Journal of Intellectual capital, Vol. 4(2), hal. 215-226.

Bukh, P. N., Nielsen, C., Gormsen, P., dan Mouritsen, J., 2005, “Disclosure of Information on Intellectual Capital in Danish IPO Prospectuses”, Accounting, Auditing & Accountability Journal, Vol. 18(6), hal. 713-732.

Cerbioni, F., dan Parbonetti, A., 2007, “Exploring the Effects of Corporate Governance on Intellectual Capital Disclosure: An Analysis of European Biotechnology Companies”. European Accounting Review, Vol. 16 (4), hal. 791-826.


(2)

Collier, P., dan Gregory, A., 1999, “Research Note Audit Committee Activity and Agency Costs”, Journal of Accounting and Public Policy, Vol. 18 (1999), hal. 311-332.

Fatimah, N., dan Purnamasari., 2013, Pengaruh Krakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan Modal Intelektual, Skripsi , Universitas Pendidikan Indonesia. Felo, A. J., Krishnamurthy, S., dan Solieri, S. A., 2003, “Audit Committee

Characteristics and The Perceived Quality of Financial Reporting: An Empirical Analysis”, Available at SSRN 401240.

Ferreira, A. L., Branco., M. C., dan Moreira, J. A., 2012, “Factors Influencing Intellectual Capital Disclosure by Portuguese Companies”, International Journal of Accounting and Financial Reporting, Vol. 2(2), hal. 278.

Ferchichi, J., dan Paturel, R., 2013, “The Effect of Intellectual Capital Disclosure on the Value Creation: An Empirical Study Using Tunisian Annual Reports”. International Journal of Accounting and Financial Reporting, Vol. 3(1), hal. 81-107.

Haji, A. A., 2015, “The Role of Audit Committee Attributes in Intellectual Capital Disclosures: Evidence from Malaysia”, Managerial Auditing Journal, Vol. 30(8/9), hal. 756-784.

Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 tahun 2007.

Istanti, S. L. W., 2009, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Sukarela Modal Intelektual (Studi Empiris Pada Perusahaan Non Keuangan Yang Listing di BEI)”, Dissertation, Universitas Diponegoro.

Jensen, M. C., dan Meckling, W. H., 1976, “Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of financial economics, Vol. 3(4), hal. 305-360.

Li, J., Pike, R., dan Haniffa, R., 2007, “Intellectual Capital Disclosurein Knowledge Rich Firms: The Impact of Market and Corporate Governance Factors”. Working paperseries.

Li, J., Pike, R., dan Haniffa, R., 2008, “Intellectual Capital Disclosure and Corporate Governance Structure in UK Firms”, Accounting and Business Research, Vol. 38(2), hal. 137-159.

Li, J., Mangena, M., dan Pike, R., 2012, “The Effect of Audit Committee Characteristics on Intellectual Capital Disclosure”, The British Accounting Review, Vol. 44(2), hal. 98-110.

Meca, E. G., Martínez, I., 2007, The Use of Intellectual Capital Information in Investment Decisions An Empirical Study Using Analyst Reports. The International Journal of Accounting, Vol. 42, hal. 57–81.

Meek, G. K., Roberts, C. B., dan Gray, S. J., 1995, “Factors Influencing Voluntary Annual Report Disclosures by US, UK and Continental European Multinational Corporations. Journal of international business studies, Vol. 26(3), hal. 555-572. Nahar, S., Jubb, C., dan Azim, M. I., 2016, Risk Governance and Performance: A

Developing Country Perspective. Managerial Auditing Journal, Vol. 31(3), hal. 250-268.

Orens, R., Aerts, W., dan Lybaert, N., 2009, Intellectual Capital Disclosure, Cost of Finance and Firm Value. Management Decision, Vol., 47(10), hal. 1536-1554. Organization for Economic Coperation and Development, G20/OECD Principles of

Corporate Governance, http://dx.doi.org/10.1787/9789264236882-en. Diakses tanggal 10 Juni 2016 pukul 20.35.


(3)

Purnomosidhi, B., 2005, “Analisis Empiris Terhadap Determinan Praktik Pengungkapan Modal Intelektual Pada Perusahaan Publik di BEJ”, Telaah Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi, Vol. 6(2).

PricewaterhouseCoopers (PwC), 2000, Audit Committee Effectiveness – What Works Best,3rd Edition. The Institute of Internal Auditors Research Foundation.

Sembiring, E. R., 2005, “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Study Empiris pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta”, Simposium Nasional Akuntansi VII.

Sirojudin, G. A., dan Nazaruddin, I., 2014, “Pengaruh Modal Intelektual dan Pengungkapannya terhadap Nilai dan Kinerja Perusahaan”, Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol. 15(2), hal. 77-89.

Sutanto, F. D., dan Supatmi., 2011, “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tingkat Pengungkapan Modal intelektual Di Dalam Laporan Tahunan”, Seminar Nanional.

Susilowati, Y., Wachid, N., Aini, N., Anggana, L. 2015, “Konsekuensi Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Pengungkitan, Umur Perusahaan, Struktur Kepemilikan, Komisaris Independen terhadap Pengungkapan Modal Intelektual”, Management Dynamics Conference.

Suwardjono, 2014, Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan, Edisi 3, BPFE, Yogyakarta.

Ulum, I., Ghozali, I., dan Chariri, A, 2008, Intellectual Capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan; Suatu Analisis Dengan Pendekatan Partial Least Squares (PLS), Simposium Nasional Akuntansi XI.

Utomo, A. I., dan Chariri, A., 2015, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Modal Intelektual dan Dampaknya terhadap Nilai Perusahaan, Simposium Nasional Akuntansi XVIII.

Velycia, 2014, Analisis Pengungkapan Intellectual Capital Pada Laporan Tahunan dan Social Media dengan Metode Content Analysis di Indonesia dan Singapura. Skripsi, Universitas Bina Nusantara.

Web, K. A., Cahan, S. F., dan Sun, J., 2008, “The Effect of Globalization and Legal Environment on Voluntary Disclosure”, The International Journal of Accounting, Vol. 43, hal. 219–245.

White, G., Lee, A., dan Tower, G., 2007. “Drivers of Voluntary Intellectual Capital Disclosure in Listed Biotechnology Companies”, Journal of intellectual capital, Vol. 8(3), hal. 517-537.

Whiting, R. H., dan Woodcock, J., 2011, “Firm Characteristics and Intellectual Capital Disclosure by Australian Companies”, Jurnal of Human Resourche Costing & Accounting, Vol. 15(2), hal. 102-126.


(4)

Lampiran 1

Dasar Klasifikasi Perusahaan dalam IC Intesity Menurut GICS High-IC Intensive Industries Low-IC Intensive Industries Automobile and Components Commercial Services and Supplies

Banks Consumer Durables and Apparels

Capital Goods Consumer Services

Commercial Services and Supplies

Energy

Consumer Services Food, Beverage and Tobacco Diversified Financials Food, Staples and Retailing Health Care Equipment and

Services

Materials

Insurance Retail

Media Transportation

Pharmaticel, Biotechnology, and Life Science

Utilities Real estate

Semi Conductors and Semi Conductors

Software and Services Technology, Hardware and Equipment

Telecommunication Services

Sumber: Global Industry Classification Standard dalam Whiting and Woodcock (2011)

Lampiran 2

Indeks Intellectual Capital Disclosure

Keterangan Item Kode

Human Capital (16

item)

Pengalaman/Kemampuan Manajemen HC 1

Perubahan jumlah karyawan HC 2

Perjanjian dengan karyawan HC 3

Laporan karyawan berdasarkan usia atau

pengalaman HC 4

Pengalaman karyawan HC 5

Kebijakan perekrutan HC 6

Deskripsi program pengembangan kompetensi HC 7

Produksi/pendapatan setiap karyawan HC 8

Sistem remunerasi HC 9

Pendidikan dan kebijakan pelatihan HC 10

Pensiun HC 11

Peluang rotasi pekerjaan HC 12

Ketergantungan pada karyawan utama HC 13


(5)

Keterangan Item Kode

Peluang berkarir HC 15

Polis asuransi HC 16

Customers (13 item)

Laporan pelanggan dari produk atau bisnis C1

Segmen Pasar/Produk C2

Laporan penjualan dari produk atau bisnis C3

Pelanggan baru C4

Hubungan dengan pelanggan C5

Saham relatif terhadap pesaing C6

Laporan penjualan dari pelanggan C7

Pangsa Pasar C8

Ketergantungan pada pelanggan utama C9

Nilai tambah dari pelanggan atau bisnis C10

Penddikan dan pelatihan pelanggan C11

Produksi oleh pelanggan C12

Pelanggan olehs karyawan C13

Organizational

(13 item) Efisiensi

O1

Kapasitas terpasang O2

Investasi di bidang teknologi O3

Model bisnis O4

Sistem IT O5

Pemanfaatan energy dan barang masukan lainnya O6

Struktur organisasi O7

Informasi dan komunikasi dalam perusahaan O8

Budaya perusahaan O9

Kebijikan lingkungan O10

Litigasi O11

Upaya yang berkaitan dengan tanggungjawab O12

Gangguan internal dan eksternal O13

Innovation, research, and development

(6 item)

Paten dan lisensi IRD 1

Strategi, tujuan dari inovasi, penelitian dan

pengembangan IRD 2

Inovasi, penelitian dan pengembangan dalam

dasar penelitian IRD 3

Inovasi, penelitian dan pengembangan daam

desain produk IRD 4

Proyek masa depan tentang inovasi, penelitian dan

pengembangan IRD 5

Paten tertunda IRD 6

Strategy (12 item)

Investasi pada bisnis baru S1

Kredibilitas dan konsistensi atas strategi S2

Produk baru S3


(6)

Keterangan Item Kode

Kepemimpinan dan merk dagang S5

Kebijakan harga S6

Informasi tentang pemasaran S7

Jaringan pemasok dan distributor S8

Kualitas produk S9

Investasi lingkungan S10

Praktik yang baik S11