PERANG SEGI TIGA PERTAMA
BAB VI: PERANG SEGI TIGA PERTAMA
-
Dengan ditanda-tanganinja Naskah Renville 17 Djanuari 1948, tentara Republik Indonesia mengalir masuk daerah Djogja dan sekitarnja –8 karesidenan, dengan pusat Djogja, dengan batas2 demarkasi Van Mook.– Ummat Islam di Djawa sebelah Barat tidak menjetudjui naskah tersebut, karena dianggap:
A. Membunuh api revolusi nasional dan
B. Memperketjil kekuasaan negara R.I. Sebulan kemudian daripada itu, 17 Februari 1948, Ummat Islam di Djawa sebelah Barat bangun dan bangkit, angkat sendjata, menentang dan melawan Belanda pendjadjah, melandjutkan perdjuangan kemerdekaan, jang telah setengah kandas itu. Perlu didjelaskan di sini, arti istilah “Djawa sebelah Barat”, ja’ni: daerah mulai batas demarkasi Van Mook –Gom-bong keutara– (Djawa-Tengah) ke djurusan Barat terutama jang mengenai Djawa Barat sebelah Timur (Karesidenan Tjirebon dan Priangan) dan Djawa Tengah sebelah Barat (Karesidenan Pekalongan dan Banjumas).
-
Pada waktu aksi polisionil kedua (tentara Belanda) pada bulan Desember 1948, maka Ummat Islam jang angkat sendjata itu, —dengan induk organisasi, bernamakan: Madjlis Islam; dan alat perdjuangan, bernamakan Tentara Islam Indonesia– sudahlah memiliki, menduduki dan menguasai beberapa bagian daerah jang disebutkan di atas, daerah de facto. Pada waktu itu Tentara RI (TRI-TNI) –jang tadinja masuk Jogja, meninggalkan Djawa sebelah Barat– “kembali keempat jang semula”, dengan membawa pemerintah RI dlarurat. Adapun pihak komunis, pada waktu itu masih tetap sebadju dan sepakaian, sebulu dan sekelakuan, setjorak dan seragam, dengan pihak nasional. Sehingga Tentara RI jang liar itu –dan memang sungguh2 “liar”– beserta pemerintah RI dlarurat merupakan sarang dan tempat perlindungan bagi komunis Indonesia, jang dengan bersiul-siul menaiki bachtera RI jang telah kandas itu.
-
Waktu mereka (ja’ni RI dlarurat dan komunis gadungan) itu masuk didaerah de facto Madjlis Islam, maka dengan sombong dan tjongkaknja mereka mengindjak-indjak hak dan memperkosa ke’adilan “tuan-rumah” (N.I.I.), sehingga terdj’adilah insiden Pertama, dengan mempergunakan sendjata, jang terkenal dengan nama “Pe-ristiwa Antralina” dan terdjadi pada tanggal 25 Djanuari 1949. Dengan peristiwa ini, maka berkobarlah dengan hebatnja “Perang Segi Tiga Pertama di Indonesia”, antara (1) Madjlis Islam beserta Tentara Islam Indonesia, (2) pihak pemerintah RI dlarurat beserta tentara liarnja, dan (3) pemerintah pendudukan Belanda, beserta tentara pendudukan, KNIL dan KL.
-
Untuk menghiasi halaman hitam daripada sedjarah Indonesia, baiklah ditjatat:
A. Dimana tempat dan setiap sa’at ketiga pihak itu bertemu satu dengan jang lainnja, di sanalah terdjadi pertempuran;
B. Pada ‘umumnja, tentara liar RI selalu di dalam kedudukan lemah dan kalah; se-babnja jang terutama ialah, karena mereka tidak mempunjai akar pengaruh tidak mempunjai kepertjajaan dan penghargaan ra’jat, dan kelakuannja, dimasa perdju-angan jang lampau;
C. Tentara liar ini menundjukkan kedjatuhan achlak dan budi-pekertinja (degradasi dan demoralisasi), dengan satu sikap jang rendah: ta’ malu2 menjerah kepada pihak Belanda pendjadjah, seperti tjontohnja Ahmad Wiranatakusumah dan kesatuannja, Sudarman (major) –Kmd. Batalijon, Pesindo– beserta kawan2nja dan lain2 pengchianat bangsa dan pendjual negara lainnja.
D. Tentara Liar (TL) itu lebih suka menjerah kepada Belanda pendjadjah, daripada ta’luk kepada Madjlis Islam atau Tentara Islam Indonesia; apa gerangan sebab-nja?
1) Karena Belanda, terutama tentara pendudukan Belanda waktu itu “tidak ba-njak” mengetahui, dan mungkin “sama sekali tidak” mengerti akan “isi hakiki dan kedudukan pemerintah RI dlarurat itu: sedang
2) Madjlis Islam beserta Tentara Islam Indonesia tahu dan jakin akan isi djan-tung-hati dan kedok pemerintah RI dlarurat beserta tentara liarnja, ialah: sa-rang daripada kutu2 komunis Indonesia; mereka memakai “nama” RI dan “seragam tentara” hanjalah untuk “menutup dan menjelimuti” maksud dan tudjuan mereka jang djahanam itu.
Adapun Perang Segi Tiga Pertama itu berhenti, setelah dilangsungkan statement Rum-Royen, pada pertengahan tahun 1949, pada masa mana tentara liar itu dimasuk-kan di dalam kantong2, dibeberapa daerah. Sementara itu, pertarungan dilandjutkan antara NI dan TII, menghadapi kekuasaan pendudukan Belanda. Sedang pengubur-an resmi, kesudahan Perang Segi Tiga tsb., terdjadi pada achir tahun 1949 (27 Desember), dikala turunnja “daulat hadiyah.”
------------