Teori Kepemimpinan Managerial Grid

3) Teori Kepemimpinan Managerial Grid

Teori ini dikembangkan oleh Robert K. Blake dan Jane S. Mouton yang mengidentifikasi variasi gaya dan hasil kombinasi antara “perhatian pada orang” (concern for people) dan “perhatian pada hasil” (concern for production). Berdasarkan kombinasi tersebut dihasilkan lima gaya kepemimpinan sebagai berikut: (1) gaya kurang efektif (impoverish), dengan ciri rendahnya hubungan

dengan orang dan hasil (2) gaya moderat (middle-of-the Road), dengan ciri memperhatikan keseimbangan antara perhatian pada human relation dan prestasi kerja pada tingkat yang cukup memuaskan;

(3) gaya yang menekankan pada kepuasan orang dengan mengorbankan penyelesaian tugas (country club); (4) gaya yang menekankan pada prestasi kerja dengan mengorbankan human relation (task); (5) gaya yang memperhatikan peningkatan prestasi kerja dan human relation (team).

b. Pendekatan kontingensi (Contingency approach)

Seorang pemimpin dalam setiap melakukan pengambilan keputusan selalu dipengaruhi oleh faktor situasi. Pendekatan kontingensi menitik beratkan pentingnya situasi dalam menggunakan gaya kepemimpinan yang sesuai setiap masalah yang dihadapi. Fiedler dan Chemers mengembangkan teori kepemimpinan yang disebut dengan Leadership Contingency Model. Menurut pendekatan ini kepemimpinan yang berhasil bergantung kepada penerapan gaya seorang pemimpin terhadap tuntutan situasi. Suatu gaya kepemimpinan akan efektif apabila gaya. tersebut digunakan pada situasi yang tepat. Menurut Fiedler ada tiga faktor yang menentukan apakah suatu situasi dapat membantu pemimpin dalam menetapkan gaya kepemimpinannya secara efektif :

(1). Hubungan antara pemimpin dengan para anggota. Hubungan ini dianggap merupakan faktor yang penting sebab akan menentukan kekuasaan dan pengaruh-pengaruh seorang pemimpin. Otoritas pemimpin tergantung pada diterima atau tidaknya seorang pemimpin oleh anggota. Apabila karena kepribadiannya seorang pemimpin disenangi anggota kelompoknya maka tidak diperlukan dukungan organisasi melalui struktur tugas atau kekuasaan karena kedudukan;

(2). Struktur tugas. Seberapa besar ruang lingkup dan terperincinya tugas-tugas yang dihadapi, akan menentukan sejauh mana seorang

memberikan instruksi dan mengendalikan para bawahannya. Makin besar ruang lingkup dan makin terperinci tugas-tugas yang ada maka akan makin besar dukungan organisasi kepada seorang pemimpin. Pada tugas yang tidak terstruktur, pemimpin harus mengetahui masalahnya lebih banyak dibandingkan dengan para bawahan;

pemimpin

dapat

(3) Kuasa dalam posisinya sebagai pemimpin, yaitu kekuasaan yang dimiliki pemimpin karena kedudukannya. Kombinasi dan ketiga hal tersebut dapat menghasilkan dimensi baru yang disebut dengan “The Situational Favorableness Dimension”, seperti terlihat pada

gambar berikut :

Hubungan

Tidak Baik Pemimpin anggota

Baik

Struktur Tugas

Tinggi Rendah Kekuasaan

Tinggi

Rendah

Kuat Lemah Kuat Lemah Kuat Lemah Kuat Lemah (Karena Posisi

Gambar: The Situational Favorableness Dimension, Fiedler

Berbicara tentang kuasa (power), yaitu potensi untuk mempengaruhi orang lain, menurut French dan Raven yang dikembangkan oleh Hersey dan Goldsmith bersumber dari tujuh faktor :

a) Kuasa paksaan, didasarkan pada rasa takut. Potensi seorang pemimpin untuk mempengaruhi para pengikutnya didasarkan pada ancaman-ancaman atau paksaan. Makin tinggi kuasa paksaan yang dimiliki seorang pemimpin atau semakin besar kemampuan pemimpin untuk dapat memaksa para pengikutnya maka akan semakin besar kemampuan pemimpin untuk dapat mempengaruhi pengikutnya.

b) Kuasa ganjaran, didasarkan kemampuan seorang pemimpin untuk dapat menyediakan imbalan bagi para pengikutnya. Makin tinggi kuasa ganjaran yang dimiliki pemimpin, berarti makin besar mereka dapat menyediakan imbalan bagi para pengikutnya, maka makin besar pula pengaruh seorang pemimpin terhadap para pengikutnya.

c) Kuasa legitimasi, berdasarkan posisi jabatan yang dipegang seorang pemimpin. Makin tinggi kuasa legitimasi yang dimiliki seorang pemimpin, yang berarti semakin tinggi posisi seseorang maka akan semakin besar pula potensi mempengaruhi orang lain.

d) Kuasa keahlian, didasarkan atas keahlian, keterampilan den pengetahuan yang dimiliki seorang pemimpin. Pemimpin yang tinggi kuasa keahliannya, berarti akan banyak dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi pare pengikutnya; sehingga akan memudahkan jalan kehidupan para pengikut. Keadaan ini akan menimbulkan kepatuhan para pengikut terhadap pemimpin tersebut.

e) Kuasa referen, didasarkan sifat-sifat pribadi seorang pemimpin. Pemimpin yang tinggi kuasa referensinya, berarti mempunyai sifat- sifat kepribadian yang baik dan dikagumi, sehingga dapat membantu orang lain dalam menghadapi masalah, akan semakin besar potensi untuk mempengaruhi orang lain.

f) Kuasa informasi, didasarkan informasi yang dimiliki seorang pemimpin. Pemimpin yang tinggi kuasa informasinya, berarti makin banyak orang yang memerlukan informasi tersebut, karena bernilai baginya akan semakin besar potensi untuk mempengaruhi orang lain.

g) Kuasa koneksi, didasarkan pada koneksi yang dimiliki seorang pemimpin terhadap orang penting atau berpengaruh baik di dalam maupun di luar organisasi. Pemimpin yang tinggi kuasa koneksinya, berarti makin banyak mempunyai koneksi, maka akan semakin besar potensi mempengaruhi orang lain.