Design integrated development approach for sustainable industry of indonesian eel fish (Anguilla spp) in Palabuhanratu, Sukabumi District, West Java Province

(1)

DISAIN TERPADU PENGEMBANGAN INDUSTRI

PERIKANAN SIDAT INDONESIA (Anguilla spp)

BERKELANJUTAN DI PALABUHANRATU

KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT

R.A. HANGESTI EMI WIDYASARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Disain Terpadu Pengembangan Industri Perikanan Sidat Indonesia (Anguilla spp) Berkelanjutan di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

R.A. Hangesti Emi Widyasari


(4)

RINGKASAN

R.A. HANGESTI EMI WIDYASARI. Disain Terpadu Pengembangan Industri Perikanan Sidat Indonesia (Anguilla spp) Berkelanjutan di Palabuhanratu

Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN. CLARA M KUSHARTO, EKO SRI WIYONO dan SUGENG HERI SUSENO.

Ikan sidat (Anguilla spp) sangat potensial, bernilai gizi penting dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendukung keberlanjutan usaha industri perikanan dan menjaga kelestarian ikan sidat dalam kontinuitas, kuantitas dan kualitas dengan mengidentifikasi sistem perikanan sidat di Palabuhanratu, Sukabumi. Aktivitas penangkapan glass eel di Palabuhanratu dilakukan malam hari pukul 18.00–05.00 WIB. Glass eel sidat ditemukan dari

bulan Oktober-Maret dan puncaknya terjadi pada bulan Januari. Sedangkan sidat konsumsi ditemukan pada bulan April-September, alat tangkap yang digunakan adalah anco dan sodok, pengoperasiannya dilakukan oleh seorang nelayan dengan

cara diangkat perlahan. Pasokan glass eel mutlak diperlukan untuk pengembangan

budidaya agar dapat memenuhi permintaan pasar. Tingginya permintaan ikan sidat mengakibatkan terjadinya usaha pembesaran pada budidaya ikan sidat. Sistem perikanan sidat di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi sudah ada sejak dulu dan memerlukan pengelolaan yang tepat, yaitu pengelolaan yang mempertimbangkan keberlanjutan sumberdaya ikan sidat. Keberhasilan penangkapan ikan sidat sangat ditentukan oleh ketersediaan benih yang selama ini hanya mengandalkan dari alam. Pemanfaatan ikan sidat untuk tujuan ekspor sangat tinggi. Limbah ikan sidat (bagian kepala, hati dan tulang ikan sidat) diolah menjadi tepung yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku atau bahan tambahan pada diversifikasi produk.

Analisis data menggunakan analisis deskriptif untuk kegiatan system perikanan, pengolahan dan pemanfaatan limbah ikan sidat. Penelitian dilaksanakan di Perusahaan industri pengolahan ikan sidat P.T. Jawa Suisan Indah di wilayah Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat, PT Carmelitha Lestari dan di Laboratorium Terpadu IPB, pada bulan November 2012 hingga Mei 2013.

Hasil analisis proksimat ikan sidat segar hidup terdiri dari protein, lemak, kadar air, kadar abu dan serat kasar berturut-turut 17.68%; 28,29%; 42,03%; 3,93; dan 0,30%. Kabayaki berturut-turut 32,70 %; 2,39%; 48,32%; 2.37% dan 0,55%. Asam lemak ikan sidat segar hidup SAFA 22,78%; MUFA 32,84%; PUFA 11,4%; serta nilai EPA 1.15%; dan DHA 5.16%. Kabayaki diperoleh jumlah SAFA 30,68%; MUFA 31,1% ; PUFA 10,39% serta nilai EPA 0.70% dan DHA 1,29% kabayaki. Pemanfaatan limbah industri pengolahan sidat ini dapat mengurangi dampak lingkungan di unit pengolahan, selain itu dari limbah industri dapat dimanfaatkan berupa tepung ikan sidat sebagai bahan baku untuk diversifikasi pangan yang dapat memberikan nilai tambah/ekonomi bagi masyarakat setempat. Hasil analisis proksimat tepung kepala, tepung hati dan tepung tulang mengandung protein berturut-turut sebesar 58,42%, 49,35% dan 39,78%; mengandung lemak sebesar 14,70% ;24,97% ;12,68%, karbohidrat sebesar 10,86% ;13,69%; 7,89%, kadar air sebesar 5,44%; 8,48%;3,01%, kadar abu 12,25%; 3,31%; 36,36% dan serat kasar 1,26%; 0,04%; 1,08%.


(5)

Hasil analisis keberlanjutan perikanan sidat yang terdiri dari enam dimensi yaitu; ekologi, sosial budaya, ekonomi, teknologi, kelembagaan, peraturan dan perundang-undangan serta multidimensional di lokasi penelitian, nilai indeks keberlanjutan Rapfish sebesar 43,01% dengan status kurang berkelanjutan merupakan potret terkini keberlanjutan industri perikanan sidat di Palabuhanratu Sukabumi dapat dijadikan acuan untuk mendukung kebijakan lokal.

Kata Kunci: Industri, terpadu, ikan sidat Indonesia (Anguilla spp), berkelanjutan, kabayaki, tepung ikan sidat, Proksimat, asam lemak, EPA, DHA, Omega-3, SAFA, MUFA, PUF, Rapfish.


(6)

SUMMARY

R.A. HANGESTI EMI WIDYASARI. Design Integrated Development Approach for Sustainable Industry of Indonesian Eel Fish (Anguilla spp) in Palabuhanratu, Sukabumi District, West Java Province Supervised by BUDY WIRYAWAN. CLARA M KUSHARTO, EKO SRI WIYONO and SUGENG HERI SUSENO.

Eel Fish (Anguilla spp) has very important nutritive and high economic value. This research aims to support the sustainability of fisheries industrial business and keep the sustainability of eel fish (continuity, quantity and quality) by eel fisheries system identify in Palabuhanratu, Sukabumi. Glass eel fishing activities conducted in Palabuhanratu in the night around 6:00 p.m. to 5:00 a.m.. Glass eel are found from October to March and a peak occurred in January. The consumption size eel are found in April-September, that caught by anco and liftnet fish gear. Glass eel supply is absolutely necessary for the development of aquaculture in order to meet market demand. The high demand resulted in the transfer of eels from the wild into cultivation procurement. Eel fishery system in Palabuhanrat, Sukabumi has been used since and require proper management which is the sustainability of resource management considering eel. Eel fishing success is largely determined by the availability of seeds that have only rely on nature. Fish waste is processed into flour that can be used as raw materiasl or additive in food product diversification.

This research used survey and direct observation in the field. Data analysis is using descriptive analysis to describe the activities of fishing and eel fisheries systems in the research area. Data analysis is using descriptive analysis

for processing and waste utilization of the eel’s head, heart and bone. PT.

Carmelitha Lestari in Bogor and laboratory of Integrated Chemical Laboratory, IPB and direct observation in PT Jawa Suisan Indah, Palabuhanratu Sukabumi district in November 2012-May 2013.

Proximate analysis results of fresh Eel fish were protein, fat, moisture content, ash, and crude fiber respectively 17.68%; 28,29%; 42,03%; 3,93; and 0,30%. Kabayaki respectively 32,70 %; 2,39%; 48,32%; 2.37% dan 0,55%. Fatty Acids profile of fresh Eel fish were SAFA 22.78%; MUFA 32.84%; PUFA 11.4%; EPA 1.15%; and DHA 5.16%. Kabayaki resulted value were SAFA 30.68%; MUFA 31.1%; PUFA 10.39% EPA 0.70% and DHA 1.29%.

Fish waste is processed into flour that can be used as raw materiasl or additive in food product diversification. Utilization of these eel industrial waste processing can reduce the environmental impact in the processing unit, as well as that can provide added value or economical impact for local people. While the results of the proximate analysis of flour head, liver powder and bone meal containing protein content 58.42%, 49.35% and 39.78%; fat content 14, 70%, 24.97%, 12.68%; carbohydrates content 10.86% ; 13.69%, 7.89%; water content 5.44%, 8.48%, 3.01%; ash content 12.25%, 3.31%, 36.36% and crude fiber content 1.26%, 0.04%, 1.08%, respectively.

This study aims to determine the status of the eel fishery sustainability in Palabuhanratu Sukabumi, according to the six dimensions or attributes that identify sensitive factors and provide recommendation and policy strategies in support of sustainability. The method used in this study is filling the questionnaire


(7)

survey method and the Rapfish technique. Status of the eel fisheries sustainability in index (IKP) of 43.01%, which meansless sustainable.

Key Words: Industry, Integrated, Indonesian Eel fish (Anguilla spp), suistainable kabayaki, Eel fish flourt, Proksimat, Fatty acis, EPA, DHA, Omega-3, SAFA, MUFA, PUFA, food diversification.


(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(9)

DISAIN TERPADU PENGEMBANGAN INDUSTRI

PERIKANAN SIDAT INDONESIA (Anguilla spp)

BERKELANJUTAN DI PALABUHANRATU

KABUPATEN SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT

R.A. HANGESTI EMI WIDYASARI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada

Program Studi Sistem dan pemodelan Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(10)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Ronny Irawan Wahyu, MPhil Dr Ir Etty Riani, MS

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof Dr Ir Mulyono S Baskoro, MSc Dr Ir H Syafril Fauzi, MSi


(11)

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 - Mei 2013 ini ialah keberlanjutan ikan sidat Indonesia, dengan judul “Disain Terpadu Pengembangan Industri Perikanan Sidat Indonesia (Anguilla spp) Berkelanjutan di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Budy Wiryawan, Msc, Ibu Prof Dr drh Clara M Kusharto MSc, Bapak Dr. Eko Sri Wiyono, SPi MSi dan Bapak Dr Sugeng Heri Suseno SPi MSi selaku pembimbing, yang telah banyak memberi saran. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada ibu Josephine Wiryanti, PhD yang selama ini memberikan arahan dan bimbingan, kepada Dosen penguji pada ujian tertutup ibu Dr. Ir. Etty Ryani MS dan Dr Ir Ronny Irawan Wahyu, MPhil, ujian terbuka Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro MSc dan Dr Ir H Syafril Fauzi, MSi, P.T. Jawa Suisan Indah; Bapak Hisayasu Ishitani beserta staf Sdr. Nana, Makmun, Joni, Endang dan Sdri Rani dan Intan dkk), Kepala Stasiun Lapang Fakultas Perikanan Institut pertanian Bogor BapakDr Totok Hestirianoto MSc (2011) dan kini Bapak Ir Ronny Irawan Wahyu, MPhil beserta staf, Sdr Syarif dkk, Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi khususnya Kepala Bappeda beserta satf, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi beserta staf, Kepala Badan Lingkungan Hidup beserta staf, Kepala Biro Pusat Statistik beserta staf, Ketua dan Wakil HNSI; Sdr Dede Ola dan Sdr Ujang seluruh Masyarakat nelayan Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi, yang telah membantu selama penelitian, untuk yang selalu memberikan semangat, doa dan dukungannya; sebagai matahariku, yang teristimewa ananda tercinta; Drucella Benala Dyahati dan Dipasena Yanuaresta beserta suamiku terkasih Endang Husaini AS, yang terhormat dan tercinta ibunda R.A. Setiati Karyokoesoemo (alm) dan ayahanda R.M. Soegiarto Prawirokoesoemo (alm), ibunda mertua Siti Hunah (alm) dan ayahanda mertua Yoesoef Akhmad Syah (alm), Bapak R.M. Wisnubroto Karyokoesoemo, kangmas-kangmasku, mbakyu-mbakyuku, ipar-iparku dan diajeng Amalia Imaniwati serta seluruh keluarga besarku, khususnya kakanda, Dr. P A Kodrat Pramudho M.Kes (Kepala Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular - Depkes RI), sahabat terbaikku Ir Yeni Widiyanti M.Si (Kaprodi Tehnik Industri Institut Teknologi Indonesia), Ibu Dr Titik Sumarti MS, Kepala Pusat Kajian Gender dan Anak LPPM IPB beserta staf dan Ibu Enny Herry Suhardiyanto SE, Ketua Agrianita IPB beserta pengurus, Dr Ir Suryahadi MSc Kapus Centras LPPM IPB, Dr Ir Pudji Muljono MSi Kapus P2SDM LPPM IPB keluarga besar anggota UKM Pramuka IPB dan Prof dr Azrul Azwar PhD Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Indonesia beserta staf. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Sdr Sukiman SPd, Sdr Riza Pasaribu SPi MSi, Sdri Risti Rosmiati SGz., Nunung Ciptadiani SGz MSi., Lia Yulistiana SKom dan Roosna SPt. MSi, Ir. Subtomi M.si., para sahabat dan rekan-rekan serta anak-anak asuhku atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013


(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

Novelty 6

Kerangka Pemikiran 6

Tinjauan Pustaka 9

SISTEM PERIKANAN SIDAT INDONESIA (Anguilla spp)

DI PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI 41

Abstract 41

Pendahuluan 42

Metode 43

Hasil dan Pembahasan 61

Simpulan dan Saran 118

Simpulan 118

Saran 119

Daftar Pustaka 119

KANDUNGAN GIZI DAN PROFIL ASAM LEMAK IKAN SIDAT INDONESIA (Anguilla bicolor bicolor.)

SEGAR DAN KABAYAKI 122

Abstrak 122

Pendahuluan 123

Metode 123

Hasil dan Pembahasan 128

Simpulan dan Saran 132

Simpulan 132

Saran 132

Daftar Pustaka 132

ANALISIA PEMANFAATAN LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN SIDAT INDONESIA (Anguilla bicolor bicolor)

DI PALABUHANRATU KABUPATEN SUKABUMI 134

Abstract 134

Pendahuluan 135

Metode 136

Hasil dan Pembahasan 138


(14)

Simpulan 142

Saran 142

Daftar Pustaka 142

ANALISIS KEBERLANJUTAN INDUSTRI PERIKANAN

SIDAT INDONESIA (Anguilla spp) DENGAN METODE RAPFISH 145

Abstract 145

Pendahuluan 146

Metode 148

Hasil dan Pembahasan 156

Simpulan dan Saran 172

Simpulan 172

Saran 172

Daftar Pustaka 172

PEMBAHASAN UMUM 175

SIMPULAN DAN SARAN 181

SIMPULAN 181

SARAN 182

DAFTAR PUSTAKA 182

LAMPIRAN 187

RIWAYAT HIDUP 217 ii


(15)

DAFTAR TABEL

1. Jenis-jenis ikan sidat (Anguilla spp) 16

2. Kelas kadar konsentrasi klorofil-a 23

3. Proyeksi kebutuhan ikan untuk masyarakat Indonesia 32 4. Luas wilayah Kabupaten Sukabumi menurut kemampuan tanah

(ketinggian) persen 52

5. Pergeseran pola penggunaan lahan Kabupaten Sukabumi 53 6. Potensi keragaan unit pengolahan ikan Kabupaten Sukabumi th 2011 54 7. Jumlah unit penangkapan ikan di Kabupaten Sukabumi, tahun 2012 58 8. Penerimaan glass eel di perusahaan budidaya ikan sidat Palabuhanratu 67

9. Analisis biaya unit penangkapan ikan sidat oleh pengusaha besar 76 10. Analisis biaya unit penangkapan ikan sidat oleh pengusaha sedang 77 11. Analisis biaya unit penangkapan ikan sidat oleh pengusaha kecil 78 12. Produksi budidaya sidat Eropa tahun 2003 - 2011(ton) 79 13. Data penerimaan ikan sidat pada unit pengolahan kabayaki tahun 2012 96 14. Hasil pengujian mikrobiologi dan organoleptik kabayaki tahun 2012 111

15. Distribusi ikan sidat dari pasca penangkapan, pasca budidaya,

pascapanen/pengolahan dan pasar di Palabuharatu Kab Sukabumi 113 16. Kandungan proksimat ikan sidat dalam 100 gram bahan segar dan

kabayaki (%) 129

17. Kandungan asam lemak ikan sidat (Anguilla bicolor bicolor) dalam

100 gram bahan segar dan kabayaki(%) 130

18. Hasil analisis kimia tepung ikan sidat 141

19. Selang indeks dan status keberlanjutan perikanan sidat tangkap 150 20. Kriteria penilaian atribut pada enam dimensi analisis rapfish 152


(16)

DAFTAR GAMBAR

1. Industri perikanan dalam pembangunan nasional 3

2. Kerangka pemikiran penelitian 8

3. Ikan sidat (Anguilla bicolor bicolor) 13

4. Sidat stadia leptochephalus 14

5. Tiga fase daur hidup ikan sidat; fase lautan, fase estuari, fase sungai 17 6. Glass eel ikan sidat (Anguilla spp) tidak berpigmen 18 7. Larva ikan sidat (glass eel) pada kotak penampungan 19

8. Perkembangan produksi perikanan budidaya 30

9. Hubungan antara pangan, gizi, kesehatan & pembangunan ekonomi 31 10.Perkembangan tingkat konsumsi ikan & kontribusi terhadap protein 32 11.Anguilla bicolor bicolor 34

12.Peta wilayah perairan perikanan 37

13.Peta wilayah perairan perikanan republik Indonesia 573 38

14.Peta administratif Kabupaten Sukabumi 51

15.Trend perkembangan volume produksi tahun 2012 59 16.Trend perkembangan produksi ikan di TPI-TPI (di luar PPNP)th 2012 60 17.Proporsi volume produksi ikan di PPN Palabuhanratu dan TPI-TPI

(di luar PPNP) Tahun 2012 60

18.Potensi sebaran benih sidat Indonesia 61

19.Gerakan industri perikanan sidat dalam konsep aquabisnis 62 20.Sistem perikanan sidat di Palabuhanratu Kab. Sukabumi 63

21.Siklus hidup ikan sidat 65

22.Bentuk muara sungai Cimandiri pada tahun 2006 (kiri), tahun 2009

(tengah) dan tahun 2013 (kanan) 66

23.Muara sungai Cimandiri diapit oleh pembangunan PLTU & sampah 68

24.Dampak negatif dalam habitat ikan sidat 71

25.Glass eel (Anguilla spp) di muara sungai Cimandiri Palabuhanratu 73

26.Ancok (sirib) dan sodok 74

27.Distribusi dan kelimpahan ikan sidat di perairan Indonesia 75

28.Alur distribusi hasil tangkapan elver sidat di muara sungai Cimandiri 75

29.Grafik penurunan produksi budidaya sidat Eropa tahun 2003-2011 80 30.Sistem budidaya perikanan sidat di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi 83 31.Siklus produksi ikan sidat (alami dan budidaya) 84

32.Kolam budidaya ikan sidat 92

33.Alur distribusi bahan baku pada perusahaan industri perikanan sidat 93 di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi

34.Proses pemingsanan ikan sidat di unit pengolahan ikan 94

35.Proses fillet ikan sidat 95

36.Pengemasan kabayaki dalam vaccum pack 95 37.Diagram pengendalian mutu internal pada pengolahan ikan sidat 98 38.Diagram pengendalian mutu eksternal pada pengolahan ikan sidat 99

39.Ikan sidat panggang (kabayaki) beku 100

40.Alur proses produksi pengolahan ikan sidat di Palabuhanratu 101

41.Mekanisme prosedur keluhan konsumen 109

42.Alur distribusi pemasaran ikan sidat di Palabuhanratu Sukabumi 114 43.Sistem pemasaran ikan sidat di Palabuhanratu Kab. Sukabumi 115


(17)

44.Disain integrasi keberlanjutan industri perikanan sidat 148 45.Hasil analisis rapfish dimensi ekologi 156 46.Nilai indeks keberlanjutan pada dimensi ekologi 157 47.Hasil analisis monte carlo dan leverage dimensi ekologi 158 48.Hasil analisis rapfish pada dimensi ekonomi 159 49.Nilai indeks keberlanjutan pada dimensi ekonomi 160 50.Hasil analisis monte carlo dan leverage dimensi ekonomi 160

51.Hasil analisis rapfish pada dimensi sosial budaya 161 52.Nilai indeks keberlanjutan ikan sidat pada dimensi sosial budaya 162 53.Hasil analisis monte carlo dan leverage pada dimensi sosial budaya 162

54.Hasil analisis rapfish ikan sidat pada dimensi teknologi 163 55.Nilai indeks kebelanjutan ikan sidat pada dimensi teknologi 164 56.Hasil analisis monte carlo dan leverage dimensi teknologi 164

57.Hasil analisis rapfish ikan sidat pada dimensi kelembagaan 165

58.Nilai indeks keberlanjutan ikan sidat pada dimensi kelembagaan 166 59.Hasil analisis monte carlo dan leverage pada dimensi kelembagaan 166

60.Hasil analisis rapfish pada dimensi peraturan dan perundang-undangan 168

61. Nilai indeks keberlanjutan ikan sidat pada dimensi peraturan

dan perundang-undangan 168

62.Hasil analisis monte carlo dan leverage pada dimensi peraturan

dan perundang-undangan 169

63.Hasil analisis rapfish multidimensi pada keberlanjutan ikan sidat

di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi 170

64.Grafik layang - layang hasil analisis rapfish multidimesi pd ikan sidat

di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi 171

65.Disain terpadu pengembangan industri perikanan sidat Indonesia

(Anguilla spp) berkelanjutan 176 v


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peraturan Menteri Kelautan dan perikanan Republik Indonesia No. 18/MEN/2009 tentang Larangan Pengeluaran Benih Sidat

(Anguilla spp) dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia 187

2 Peraturan menteri kelautan dan perikanan Republik Indonesia No.

19/MEN/2012 tentang larangan pengeluaran benih sidat (Anguilla spp)

dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Keluar Wilayah

Negara Republik Indonesia 191

3 Deskripsi dan Analisis Biaya Unit Penangkapan Ikan Sidat 194 4 Kuesioner Keberlanjutan Industri Perikanan Sidat di Palabuhanratu

Kabupaten Sukabumi dengan metode Rapfish 204

5 Depo penampungan dan alat tangkap (sirib) Glass Eel di

Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi 209

6 Perkembangan larva sidat dari leptocephalus dan tingkat

pertumbuhanyasampai menjadi glass eel (impun) 210

7 Analisa Bahaya Sidat Panggang Beku (Kabayaki /Frozen Grilled Eel) pertumbuhanyasampai menjadi glass eel (impun) 211 8 Identifikasi CCP Sidat Panggang Beku (Kabayaki /Frozen Grilled

Eel) 215

9 Pengawasan CCP Sidat Panggang Beku

(Kabayaki/Frozen Grilled Eel) 216


(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perikanan adalah salah satu sektor yang diandalkan untuk pembangunan masa depan Indonesia, karena dapat memberikan dampak ekonomi kepada sebagian penduduk Indonesia. Hasil perikanan merupakan sumber pangan berprotein tinggi yang dapat mencerdaskan bangsa, sehingga sektor perikanan menjadi salah satu sumber pendapatan negara disamping menjadi sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat nelayan di pesisir pantai dan sungai, untuk itu harus dipertahankan keberlanjutannya (KKP 2011).

Ikan sidat (eel fish) merupakan salah satu ikan komersial penting di banyak negara baik di negara bagian timur maupun barat. Ikan sidat selain memiliki rasa yang unik juga memiliki nilai gizi baik. Saat ini Jepang merupakan konsumen dan importir ikan sidat terbesar didunia. Ikan sidat (Anguilla spp) merupakan salah satu produk perikanan yang memiliki nilai jual tinggi dan telah dibudidayakan melalui sistem intensif atau ektensif terutama di Asia (Altun et al

2005; Heinsbroek 1991). Konsumsi rata-rata masyarakat Jepang pada tahun 1984 – 1988 sebesar 74.500 ton/tahun dari kebutuhan sebanyak 35.000 ton, diimpor dari berbagai negara, pada tahun yang sama masyarakat Eropa sebesar 32.300 ton/tahun dengan produksi sendiri sebesar 14.600 ton/tahun, khusus di negeri Belanda pada tahun 1988-1990, komoditas ikan sidat yang diimpor adalah sebesar 12.948 ton tetapi masih kekurangan pasokan baik dari hasil produksi domestik maupun impor produknya (Hamdani, 1994). Negeri China setiap tahunnya membutuhkan pasokan ikan sidat untuk bahan baku olahan tak kurang dari 70.000 ton, sementara saat ini mereka baru bisa memenuhi sekitar 20.000 ton saja. Kini kebutuhan ikan sidat konsumen Jepang mencapai 300.000 ton/tahun, Korea 15.000 ton/tahun dan Taiwan 5000 ton/tahun (KKP 2011). Sementara menurut FAO (2010) perkiraan produksi ikan sidat dunia sebesar 8.440 ton bernilai 36 juta US$. Fakta ini yang membuat tingginya permintaan ikan sidat di dunia.

Muara Sungai Cimandiri di Palabuhanratu merupakan tempat ruaya ikan sidat (Anguilla bicolor bicolor) yang sangat potensial sebagai fishing ground glass eel. Usaha perikanan tangkap adalah kegiatan yang sangat bergantung pada

ketersediaan dan daya dukung sumberdaya ikan dan lingkungannya. Keberlanjutan usaha perikanan memerlukan pengelolaan sumberdaya ikan yang tepat, yaitu pengelolaan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang mempertimbangkan keberlanjutan sumberdaya ikan, dalam konteks pembangunan perikanan berkelanjutan, (Charles 1994 dan Charles 2001). Kabupaten Sukabumi memiliki pantai sepanjang 117 km yang melintasi 9 kecamatan dan 51 desa. Berdasarkan kewenangan daerah sejauh 4 mil laut (702 Km2), potensi lestarinya mencapai 14.592 ton/tahun. Jumlah armada penangkapan yang digunakan masyarakat setempat sebanyak 1.173 unit dengan alat tangkap sebanyak 2.039 unit. Adapun jumlah RTP dan RTBP (nelayan) mencapai 12.206 orang, pembudidaya ikan sebanyak 25.945 orang dan pengolah ikan sebanyak 1.340 orang, pemasar ikan 2600 orang (DKP Kab. Sukabumi 2012).

Usaha perikanan tangkap adalah kegiatan yang sangat bergantung pada ketersediaan dan daya dukung sumberdaya ikan dan lingkungannya. Keberlanjutan usaha perikanan memerlukan pengelolaan sumberdaya ikan yang


(20)

2

tepat, yaitu pengelolaan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang mempertimbangkan keberlanjutan sumberdaya ikan. Dalam konteks pembangunan perikanan berkelanjutan, Charles (1994) dan Charles (2001) mengatakan bahwa keberlanjutan harus dilihat secara lengkap, tidak sekedar tingkat penangkapan perikanan tangkap atau biomas, tetapi aspek-aspek lain perikanan, seperti ekosistem, struktur sosial dan ekonomi, komunitas nelayan dan pengelolaan kelembagaannya. Kegiatan perikanan yang hanya mengutamakan salah satu dan mengabaikan aspek yang lainnya, akan menimbulkan ketimpangan dan akan mengakibatkan keberlanjutan usaha perikanan itu sendiri. Kenyataan pada beberapa dekade terakhir yaitu pemanfaatan sumberdaya alam (lingkungan) yang terfokus untuk pembangunan atau ekonomi dengan menguras sumberdaya alam tanpa mempertimbangkan keberlajutan sumberdaya dan tidak memperhatikan aspek sosial karena dipacu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, telah menimbulkan kerusakan, pencemaran, degradasi lingkungan bahkan penurunan stok sumberdaya ikan serta merebaknya berbagai persoalan sosial seperti konflik sosial antar nelayan karena perebutan sumberdaya yang semakin terbatas. Hal ini bertentangan dengan paradigma pembangunan berkelanjutan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan (Purba, 2002). Menurut Fauzi dan Buchary (2002) bahwa praktek perikanan yang unsustainable melalui destructive fishing practice di Indonesia,

menimbulkan kerugian negara mencapai US$ 386.000/tahun atau sama dengan 4x lebih besar dari manfaatnya. Selain itu disinyalir pada proses penangkapan ikan sidat di perairan terbuka banyak digunakan bahan kimia dan energi listrik, yang menyebabkan hasil tangkapan ikan sidat banyak mengalami stress dan tidak optimal pertumbuhannya pada saat ditempat penangkaran ataupun ketika di budidayakan karena ukurannya belum memenuhi syarat untuk dikonsumsi.

Pada kasus tersebut diatas bahwa sebagai modal kerja, teknologi juga akan menentukan apakah pendapatan dan keuntungan dari usaha perikanan tangkap akan mendukung kesejahteraan komunitas secara berkelanjutan. Pasaribu (1994) menyatakan bahwa ada empat faktor penting dalam teknologi penangkapan ikan yaitu jenis kapal, ukuran, jenis alat tangkap yang digunakan dan tingkat keahlian yang dimiliki. Disamping itu, pengelolaan perikanan juga harus mengacu pada konsep pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab seperti dituangkan dalam

Code of Conduct for Resopnsible Fisheries (FAO, 1995).

Penelitian tentang ikan sidat sudah cukup banyak dilakukan, akan tetapi penelitian yang dilakukan terhadap ikan sidat didominasi oleh penelitian yang mengkaji aspek teknis seperti pada aspek budidaya. Adapun penelitian tentang Disain Terpadu Pengembangan Industri Perikanan Sidat Indonesia (Anguilla spp) Berkelanjutan di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. ini dantaranya meliputi enam aspek, yaitu:

1) aspek keberlanjutan ekologi (memelihara keberlanjutan stok ikan/biomas dan meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistem),

2) keberlanjutan ekonomi (kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat individu),

3) keberlanjutan sosial dan budaya (keberlanjutan kesejahteraan komunitas), 4) keberlanjutan teknologi (penangkapan, budidaya dan pascapanen),

5) kelembagaan (pemeliharaan aspek finansial & administrasi yang sehat) dan 6) peraturan/perundang-undangan (kebijakan khusus sesuai dengan tujuan)


(21)

3 Jika kegiatan perikanan yang hanya mengutamakan salah satu dan mengabaikan aspek yang lainnya, akan menimbulkan ketimpangan dan akan mengakibatkan keberlanjutan usaha perikanan itu sendiri.

Sumber: Adaptasi dari FAO (1999)

Gambar 1 Industri perikanan dalam pembangunan Nasional

Berdasarkan berbagai pertimbangan dan pemaparan diatas, dimaksudkan agar pemanfaatan sumberdaya ikan sidat dapat mendukung terwujudnya keberlanjutan usaha industri perikanan, maka tujuan akhir dari penelitian ini adalah menghasilkan disain terpadu pengembangan industri perikanan sidat (Anguilla spp) berkelanjutan untuk menjaga kelestarian ikan sidat dalam jumlah

yang meningkat dengan tujuan keberlanjutan industri perikanan sidat, yaitu memperhatikan nilai-nilai keberlanjutan ekologi, sosial, ekonomi, kelembagaan dan peraturan perundang-undangan perikanan sidat.

Perumusan Masalah

Tingginya permintaan akan ikan sidat dalam kondisi hidup mengakibatkan terjadinya pengalihan pengadaan ikan sidat dari alam ke budidaya pembesaran. Kegiatan budidaya ikan sidat ini terdiri dari; budidaya glass eel dari penangkapan

alam dan budidaya elver dan fingerling pada pembesaran ikan yang biasanya

sudah dibudidayakan mulai dari glass eel, biasanya kegiatan ini berada pada lokasi yang terpisah dan berjauhan dengan lokasi daerah penangkapan. Sebagai contoh, saat ini lokasi budidaya hasil tangkapan glass eel ikan sidat terdapat

dibeberapa lokasi seperti di Palabuhanratu, Bogor, Karawang dan Cilacap. Adapun lokasi pembesaran ikan sidat diantaranya adalah, di Palabuhanratu, Bogor, Tangerang, Jember dan Surabaya. Sedangkan lokasi industri pascapanen


(22)

4

ikan sidat salah satunya terdapat di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.

Beberapa isu penting tentang keberlanjutan usaha perikanan tangkap diantaranya adalah isu sumberdaya, isu sosial budaya dan ekonomi serta isu kelembagaan. Isu sumberdaya meliputi kerusakan habitat, konflik penggunaan alat tangkap dan isu peningkatan upaya penangkapan (Kusnadi 2002; FAO 1999). Dalam konteks operasional, isu sumberdaya juga terkait dengan aspek teknologi (Monintja 1999; 2002). Isu sosial dan ekonomi meliputi isu konflik antar nelayan yaitu nelayan asli dan pendatang, perebutan sumberdaya antar nelayan asli dan pendatang, perebutan sumberdaya antar pengguna alat yang berbeda tingkat teknologinya dan faktor lainnya, sedangkan ekonomi dapat berupa rendahnya harga produk perikanan ditingkat nelayan. Mc Goodwin (1990) yang diacu dalam Alder et al, (2000) menyatakan bahwa dalam penilaian sistem manajemen

perikanan, konsekuensi ekologis, sosial dan ekonomi juga dipertimbangkan secara seimbang seperti halnya konsekuensi teknologi dan etika.

Isu komunitas antara lain adalah masih banyaknya komunitas nelayan yang belum sejahtera, bahkan menjadi masyarakat yang termarjinalkan. Masing-masing daerah mempunyai kapasitas kelembagaan yang berbeda dalam penanggulangan kemiskinan diantaranya diakibatkan oleh tingkat keterlibatan organisasi yang ada di daerah tersebut, kondisi kemiskinan, dan latar belakang geografis daerah. Melihat tantangan yang dihadapi masyarakat Indonesia dalam upaya penanggulangan kemiskinan, perlindungan sosial, perbaikan sektor sosial, pengembangan demokrasi, dan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, maka kajian independen sangat dibutuhkan.

Isu kelembagaan antara lain mencakup terbatasnya peran formal dari kelompok nelayan dalam menentukan kebijakan pengelolaan perikanan. Isu yang dilaporkan mengisyaratkan bahwa masyarakat nelayan sebagai pelaku utama dalam perikanan di wilayah pantai memiliki kapasitas yang rendah.

Rekomendasi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di Indonesia pada umumnya didasarkan pada hasil maksimum yang lestari (maksimum untuk menjaga keseimbangan biologi) dari sumberdaya ikan yaitu daya pulih dan laju exploitasi agar dapat dimanfaatkan secara maksimum dalam waktu yang panjang. Pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya perikanan tangkap, agar kelangsungan usahanya terjamin, sekurang-kurangnya harus mempertimbangkan aspek biologi, ekonomi, dan sosial. Pada aspek biologi harus memperhatikan beberapa hal sehingga dapat menjaga kelestarian sumberdaya, secara ekonomi harus layak dan menguntungkan khususnya dari segi ketahanan dan keamanan pangannya, dari aspek sosial dapat menyerap tenaga kerja dan pemerataan pendapatan.

Secara spesifik permasalahan mendasar yang berkaitan dengan keberlanjutan usaha perikanan sidat tangkap adalah belum adanya cara pandang yang komprehensif dari seluruh stakeholder tentang keadaan usaha perikanan sebagai suatu sistem. Sistem ini menyangkut permasalahan keadaan nelayan, produktivitas penangkapan, tingkat pendapatan, ketersediaan sumberdaya ikan dan kegiatan pengelolaan usaha perikanan sidat tangkap. Permasalahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat aspek besar yaitu: aspek ekologi, sosial (SDM), ekonomi dan teknologi. Selain untuk mempertahankan keberlanjutan usahanya, nelayan kecil sebagai pelaku usaha perikanan sidat tangkap masih


(23)

5 memiliki berbagai permasalahan klasik yaitu terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan nelayan, terbatasnya armada dan alat tangkap, kurangnya modal usaha, manajemen usaha bersifat tradisional dan dengan teknologi yang terbatas terhadap akses informasi dan pasar, prasarana, sarana dan institusi pendukung.

Berdasarkan hal tersebut perlu mendisain faktor-faktor yang dapat memaksimalkan hasil pasca panen pada rantai produksi mulai dari penangkapan, penangkaran, budidaya dan pasca panen, hingga pengolahannya untuk mendapatkan solusi dan optimasi pada industri perikanan sidat terpadu. Berdasarkan analisis berbagai masalah diatas, setidaknya dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

(1) Bagaimana sistem perikanan sidat di lokasi penelitian?

(2) Bagaimana cara mendapatkan sumberdaya ikan sidat agar dapat memenuhi kebutuhan industri perikanan sidat yang berkelanjutan (3) Apakah industri perikanan sidat di lokasi penelitian sudah optimal ? (4) Bagaimana keberlanjutan usaha industri perikanan sidat terpadu di

lokasi penelitian?

(5) Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keberlanjutan industri perikanan sidat di lokasi penangkapan?

(6) Apa dan siapa saja yang berpengaruh pada keberlanjutan usaha industri perikanan sidat terpadu di lokasi penelitian?

(7) Bagaimana penerapan teknologi perikanan sidat terhadap efisisensi usaha perikanan berdasarkan kualitas sumberdaya yang ada dilokasi penelitian?

(8) Upaya-upaya apa saja yang tepat dilakukan untuk mempertahankan keberlanjutan usaha industri perikanan sidat terpadu di lokasi penelitian?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mendisain integrasi pengembangan industri perikanan sidat (Anguilla spp) berkelanjutan di Palabuhanratu Kabupaten

Sukabumi Provinsi Jawa Barat dan menganalisis data primer.. Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1) Mengidentifikasi sistem perikanan sidat; penangkapan, budidaya, pascapanen/pengolahan dan pemasaran ikan sidat di lokasi penelitian, 2) Menganalisis kandungan gizi dengan metode proksimat dan profil asam

lemak ikan sidat Indonesia (Anguila bicolor bicolor) segar, kabayaki dan

tepung limbah ikan,

3) Mengoptimalkan industri perikanan sidat dengan memanfaatkan limbah menjadi tepung ikan,

4) Menganalisis keberlanjutan industri perikanan sidat di lokasi penelitian dengan memperhatikan enam dimensi kajian yaitu; ekologi, sosial budaya, ekonomi, teknologi, kelembagaan, peraturan dan perundang-undangan menggunakan metode Rapfish.


(24)

6

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan disain integrasi pengembangan industri perikanan sidat Indonesia yang berkelanjutan untuk menjaga kelestariannya. Pada akhirnya hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas industri perikanan sidat terpadu. Dari hasil temuan tersebut, diharapkan akan diperoleh rekomendasi teknis maupun kebijakan, upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mempertahankan keberlanjutan usaha industri perikanan sidat terpadu di Indonesia khususnya di Palabuhanratu.

Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan permasalahan industri perikanan sidat di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi, ruang lingkup dalam penelitian ini, adalah:

(1) Mendisain integrasi pengembangan industri perikanan sidat Indonesia sebagai sistem pada penangkapan, budidaya, pengolahan dan pemasaran ikan sidat yang berkelanjutan.

(2) Optimalisasi industri perikanan dan pemanfaatan limbah ikan sidat.

(3) Untuk mewujudkan keberlanjutan pada industri perikanan sidat terpadu, dengan cara meningkatkan peran stakeholder, agar keberlanjutan pada industri perikanan sidat semakin kuat.

(4) Menganalisis faktor-faktor yang paling mempengaruhi keberlanjutan industri perikanan sidat seperti faktor ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, kelembagaan serta peraturan dan perundang-undangan

Kebaruan (Novelty)

1) Disain pengembangan industri perikanan sidat (Anguilla spp.) terpadu yang berkelanjutan (meliputi; penangkapan, budidaya, pascapanen dan pengolahan, distribusi dan pemasaran) di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi

2) Hasil analisis kandungan gizi yaitu; komposisi kimia proksimat (protein, lemak, karbohidrat, kadar air, kadar abu, serat kasar) dan profil asam lemak (SAFA, PUFA,MUFA, Omega-3/ EPA dan DHA) ikan sidat Indonesia (Anguila bicolor bicolor) segar, kabayaki dan limbahnya berupa tepung kepala, tulang dan hati ikan.

3) Hasil analisis multidimesional.keberlanjutan industri perikanan sidat di lokasi

penelitian dengan enam dimensi kajian yaitu; ekologi, sosial budaya, ekonomi, teknologi, kelembagaan, peraturan dan perundang-undangan.

Kerangka Pemikiran

Secara empiris perkembangan teknologi eksploitasi sumberdaya perikanan di beberapa wilayah penangkapan ternyata telah memberikan dampak yang luas terhadap aspek-aspek keberlanjutan. Oleh karena itu penilaian keberlanjutan sumberdaya perikanan sekarang ini telah berkembang tidak hanya pada aspek biologi-ekologi dan teknik, tetapi juga aspek sosial budaya, ekonomi, kelembagaan dan etika (peraturan dan perundang-undangan). Kerangka dasar


(25)

7 pemikiran ini dapat dipahami bahwa status aspek bio-ekologis trend sumberdaya perikanan sidat adalah hasil akumulasi interaksi aspek sumberdaya perikanan dengan aspek-aspek lainnya. Berdasarkan alur pikir diatas dapat dikembangkan pola pemikiran bahwa kondisi status sumberdaya perikanan sangat dipengaruhi oleh hasil interaksi dengan teknologi penangkapan, budidaya dan pasca panen yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan. Aspek teknologi tersebut berhubungan aspek ekologi, ekonomi, sosial budaya, kelembagaan dan etika yang berkaitan dengan kondisi sosial nelayan dan masyarakat perikanan lainnya di lokasi penelitian. Hasil interaksi aspek-aspek tersebut, akan mencerminkan kondisi keberlanjutan usaha industri perikanan yang berbasis kelestarian/keberlanjutan sumberdaya perikanan.


(26)

8


(27)

9

TINJAUAN PUSTAKA

Disain Keberlanjutan

Disain merupakan perencanaan dalam pembuatan sebuah objek, sistem, komponen atau struktur. Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata “disain” dapat digunakan sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja, "disain" memiliki arti "proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru". Sebagai kata benda, "disain" digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah bentuk rencana, proposal, gambar, model, maupun deskripsi atau berbentuk obyek nyata. Dalam artian yang lebih luas, disain merupakan seni terapan dan rekayasa yang berintegrasi dengan teknologi.

Disain adalah sebuah aktifitas sebagai faktor utama inovasi manusia dalam teknologi dalam prosesnya berintegrasi dengan budaya, sosial dan ekonomi yang melahirkan konsep yang memperhitungkan aspek fungsi, estetik dan berbagai macam aspek lainnya, yang biasanya datanya didapatkan dari riset, pemikiran,

brainstorming, maupun dari disain yang sudah ada sebelumnya dari penerjemahan kepentingan, keperluan, data maupun jawaban atas sebuah masalah dengan metode-metode yang dianggap komprehensif, yang bertujuan untuk membangun kualitas multi elemen dalam sebuah objek, proses, layanan dan sistem mereka dalam siklus hidup produk tersebut. Disain sistem didefinisikan sebagai penggambaran, perencanaan dan pembuatan skestsa pengaturan dari beberapa elemen yang terpisah kedalam satu kesatuan yang utuh dan berfungsi.

Keberlanjutan perikanan dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas perikanan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang memenuhi kebutuhannya. Konsep pembangunan berkelanjutan menurut FAO Council (1988) yang diacu dalam FAO (2001) adalah sebagai pengelolaan, perlindungan sumberdaya alam, perubahan orientasi teknologi dan kelembagaan dalam beberapa cara yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan generasi sekarang dan yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan berusaha untuk melindungi tanah, air, tumbuhan serta sumberdaya genetik hewan, yang tidak menurunkan kualitas lingkungan dimana secara teknis tepat, secara ekonomis berguna, dan secara sosial dapat diterima. Keberlanjutan usaha perikanan, seperti sektor lainnya, merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang apabila dikelola dengan baik, dapat memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa. Upaya pengelolaannya memerlukan pendekatan yang penuh kehati-hatian (precautionary approach), karena meskipun sumberdaya

ikan bersifat dapat pulih (renewable), bukan berarti sumberdaya dimanfaatkan tanpa batas (unlimited). Pemanfaatan yang berlebihan, tidak hanya

mengakibatkan penurunan produksi, tetapi dapat juga menurunkan kemampuan pertumbuhan stock, bahkan dapat mengancam kelestarian sumberdaya ikan itu sendiri. Oleh karena itu pengelolaan sumberdaya ikan secara berkelanjutan menjadi suatu isu yang sangat penting dalam upaya-upaya pengelolaan sumberdaya ikan baik ditingkat nasional maupun internasional (FAO 1999).

Industri perikanan berkaitan dengan hal-hal tersebut diatas hendaknya dalam payung keberlanjutan ekologis, terutama dampak positif dan negatif dari industri perikanan terhadap masyarakat lokal dan lingkungan alam. Sebagaimana yang dilansir dalam kajian terakhir mengenai sumberdaya ikan global, yang dilakukan


(28)

10

oleh Food and Agriculture Organization (FAO 2010), hasilnya menyatakan bahwa 47% sumberdaya ikan di dunia mengalami pemanfaatan penuh (fully exploited), 19% dinyatakan sudah berlebihan (over exploited), dan 9% diantaranya

sudah terkuras (depleted). Dengan demikian, 75% sumberdaya ikan global sudah dalam kondisi kritis. Kapasitas lebih (overcapacity) merupakan ancaman serius yang melanda perikanan secara global. Pengelolaan sumberdaya ikan berkelanjutan adalah pengelolaan yang mengarah kepada bagaimana SDI yang ada saat ini mampu memenuhi kebutuhan sekarang dan kebutuhan generasi yang akan datang, dimana aspek keberlanjutan harus meliputi aspek ekologi, sosial-ekonomi, masyarakat dan institusi. Pengelolaan SDI berkelanjutan tidak melarang aktifitas penangkapan yang bersifat ekonomi atau komersial, tetapi menganjurkan dengan persyaratan bahwa tingkat pemanfaatan tidak melampaui daya dukung (carrying capacity) lingkungan perairan atau kemampuan pulih SDI.

Pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai tiga tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi (Mallawa 2006). Berkelanjutan secara ekologi merupakan kegiatan pengelolaan SDI harus dapat mempertahankan integritas ekosistim, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi sumberdaya ikan termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga pemanfaatan SDI dapat

berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial, dan pengembangan kelembagaan, sedangkan keberlanjutan secara ekonomi berarti bahwa kegiatan pengelolaan SDI harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan SDI serta investasi secara efisien (Bengen 2005). Inti dari kata keberlanjutan (sustainability) pembangunan perikanan di

seluruh dunia sebenarnya adalah dapat memperbaiki dan memelihara kondisi sumberdaya dan masyarakat perikanan itu sendiri (Fauzi dan Anna 2002).

Perikanan tangkap berkelanjutan merupakan bagian dari kegiatan pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) merupakan suatu proses perubahan, dimana eksploitasi

sumberdaya, orientasi pengembangan teknologi dan perubahan institusi adalah suatu proses yang harmonis dan menjamin potensi masa kini dan masa mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (Kementerian KLH/Bapedal yang diacu dalam Simbolon 2003). Lima alternatif konsep keberlanjutan yang diajukan Perman et al. (1996) diacu dalam Fauzi (2004) mengandung pengertian

sebagai berikut: 1) suatu kondisi dikatakan berkelanjutan jika utilitas yang diperoleh masyarakat tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu; 2) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi di masa mendatang; 3) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam tidak berkurang sepanjang waktu; 4) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan produksi jasa sumber daya alam; 5) keberlanjutan adalah kondisi keseimbangan minimum dan daya tahan ekosistem terpenuhi.

Ikan sidat (Anguilla spp) sebagai salah satu komoditi hasil perikanan yang

memiliki nilai ekonomis penting dengan peluang pasar yang terbuka, dari tahun ke tahun tingkat pemanfataannya cenderung semakin meningkat. Sebagai


(29)

11 kegiatan usaha (ekonomi), upaya pemanfaatan sumberdaya ikan sidat (Anguilla spp), bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya, namun tanpa pengelolaan yang baik, kegiatan usaha pemanfaatan sumberdaya ikan akan mendorong pengerahan upaya pada tingkat yang berlebihan. Upaya pemanfaatan sumberdaya ikan sidat yang berlebihan, tidak hanya akan menimbulkan pemborosan secara ekonomi akibat kelebihan tangkap (over fishing) yang dapat

menyebabkan penurunan kemampuan daya pulih (renewable) dari sumberdaya,

yang pada akhirnya mengancam kelestarian sumberdaya ikan sidat itu sendiri. Habitat dan sebaran benih ikan sidat alami tergantung pada sebaran induk. Jenis-jenis benih alami yang banyak dijumpai antara lain, ikan sidat dari genus Anguilla

meliputi: Anguilla ancentralis, A. bicolor bicolor, A. celebensis, A. borneonsis, A. mossambica, A. marmorata (Mallawa 2006).

Sistem Perikanan Sidat

Sistem sebagai suatu kesatuan usaha terdiri dari berbagai kesatuan yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks. Penelitian sistem akan menyangkut dua hal, yaitu (1) analisis komponen dan hubungannya serta (2) proses sintesa yang mungkin membentuk sistem baru atau mengefisiensienkan sistem aslinya (Dent dan Blackie 1979). Permasalahan yang muncul dalam realitas umumnya bersifat kompleks dan sangat terkait satu sama lain. Oleh sebab itu upaya pemecahan masalah tersebut tidak bisa dilakukan secara terpisah, namun harus menyeluruh sebagai suatu sistem yang saling terkait, berinteraksi dan berhubungan.

Seijo et al (1998) menyatakan bahwa sistem perikanan disusun atas tiga subsistem yang saling berinteraksi, yaitu: (1) subsistem sumberdaya, (2) pengguna sumberdaya dan (3) manajemen sumberdaya. Asumsi utama dari sistem adalah parameter eksogenus tidak berperan dalam sistem. Subsistem sumberdaya meliputi: (1) aspek daur hidup spesies, seperti biologi reproduksi dan rekruitmen, dinamika pertumbuhan dan mortalitas; (2) faktor ekologi.

Profil Usaha Perikanan di Indonesia

Didalam Renstra Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang merupakan penjabaran visi dan misi KKP Tahun 2010 – 2015 menjadi acuan bagi seluruh satuan kerja di lingkungan KKP, dengan visi Indonesia penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar tahun 2015 dan misi mensejahterakan masyarakat kelautan dan perikanam, bertujuan (1) memperkuat kelembagaan dan sumberdaya manusia secara terintegrasi, (2) mengelola sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, (3) meningkatkan produktivitas dan daya saing berbasis pengetahuan, (4) memperluasa akses pasar domestik dan internasional.

Profil usaha perikanan di Indonesia hendaknya seiring dengan arah kebijakan KKP yaitu: (1) Pro Poor; dilakukan melalui pemberdayaan sosial

ekonomi masyarakat pelaku usaha kelautan dan perikanan, (2) Pro Job; dilakukan melalui optimalisasi potensi perikanan budidaya yang belum tergarap untuk menurunkan tingkat pengangguran nasional. Usaha membuka lapangan kerja diiringi dengan dukungan pengembangan modal dan kepastian berusaha, (3) Pro Growth; dilakukan untuk mewujudkan pertumbuhan sektor kelautan dan


(30)

12

perikanan sebagai pilar ketahanan ekonomi nasional melalui transformasi pelaku ekonomi kelautan dan perikanan dari pelaku ekonomi subsistem menjadi pelaku ekonomi modern, melalui berbagai dukungan pengembangan infrastruktur, industrialisasi dan modernisasi, (4) Pro Sustainability; dilakukan melalui upaya pemulihan dan pelestarian lingkungan perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim (KKP 2010).

Penguasaan dan pengembangan teknologi untuk menghasilkan produk adalah merupakan persyaratan utama untuk membangun suatu industri nasional yang berkelanjutan dan kompetitif. Pemerintah Indonesia merumuskan empat langkah transfer teknologi menurut Biro Klasifikasi Indonesia (1989), antara lain: memanfaatkan teknologi yang ada untuk menghasilkan produk yang tersedia dipasaran dengan menggunakan lisensi teknologi; 2) mengintegrasikan teknologi yang ada untuk mendesain dan menghasilkan produk baru; 3) mengembangkan teknologi untuk menciptakan teknologi baru yang diarahkan pada hasil desain dan produk masa depan; 4) dan melaksanakan riset dasar skala besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka kebijakan perikanan tangkap (Dirjen Perikanan Tangkap, 2004) adalah:

1) Menjadikan perikanan tangkap sebagai salah satu andalan perekonomian dengan membangkitkan industri dalam negeri mulai dari penangkapan ikan sampai ke pengolahan dan pemasaran;

2) Rasionalisasi, nasionalisasi dan modernisasi armada perikanan tangkap secara bertahap dalam rangka menghidupkan industri dalam negeri dan keberpihakkan pada perusahan dalam negeri dan nelayan lokal;

3) Penerapan pengelolaan perikanan (fishery management) secara bertahap serta berorientasi pada kelestarian lingkungan dan terwujudnya keadilan.

Ikan Sidat (Anguilla spp)

Biologi Ikan Sidat

Ikan sidat di Indonesia dikenal dengan berbagai nama lokal, menurut bahasa daerah orang Betawi menyebutnya moa, Sulawesi; sogili, Sunda; lubang, Jawa; welus, Lampung; ikan pelus, Ambon dan Papua; massapi, menurut Kotellat et all

(1993) dan Sarwono (1993) ada yang menyebutnya menguling, ikan uling, lumbon, larak, elus, gateng, embu, denong, laro dan ikan luncah. Dalam bahasa Indonesia ikan ini disebut ikan sidat (Anguilla spp), sidat besar/big eels/big conger adalah nama lain dari sidat, unagi (Jepang dan Korea).

Sidat yang berasal dari Indonesia adalah salah satu yang banyak diburu untuk mengisi pasokan dunia. Indonesia memiliki potensi dan keragaman jenis ikan sidat yang tinggi, dari 19 spesies sidat di dunia 12 spesies diantaranya terdapat didaerah perairan Indonesia seperti pantai barat Sumatera, selatan Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Papua (Kottelat et al. 1993). Jenis Anguilla bicolour bicolor banyak dicari karena rasanya enak untuk dibuat ikan sidat

panggang atau kabayaki yang merupakan budaya kuliner masyarakat Jepang Sidat (ordo Anguilliformes) kelompok ikan ini berbentuk tubuh mirip ular, panjang dapat mencapai 50-125 cm, sirip punggung dan sirip dubur menyatu dengan sirip ekor, sisik sangat kecil yang terletak di dalam kulit, kepala lebih panjang dibandingkan jarak antara sirip punggung dengan anal. Sidat sekilas


(31)

13 mirip dengan belut, namun tubuh sidat lebih memanjang dan memiliki kepala berbentuk segi tiga serta memiliki empat sirip dibagian dada yang sering disebut telinga, dubur, punggung dan ekor. Menurut Heape (1931) dalam Lucas & Baras

(2001), ikan sidatmemiliki sisik yang sangat halus dan tubuhnya ditutupi lendir.

Gambar 3 Ikan sidat (Anguilla bicolor bicolor)

Migrasi dalam perikanan dikenal juga dengan ruaya yang berarti proses perpindahan ikan ke tempat yang memungkinkan untuk hidup, tumbuh, dan berkembang biak. Migrasi adalah sebuah proses siklus yang mendorong migran (hewan yang bermigrasi) untuk kembali ke wilayah dimana migrasi dimulai, tempat untuk bereproduksi, menemukan makanan serta tempat yang memiliki iklim tepat untuk situasinya. Setiap ikan melakukan kegiatan migrasi selalu berangkat dan menuju lokasi yang sama atau hampir sama dengan tempat dimana dilahirkan, namun migrasi yang dilakukan ikan yang masih kecil untuk mencari makan dapat dilakukan berulang kali hingga masa pemijahan dimulai (Fahmi 2010). Migrasi ikan dapat dibagi berdasarkan pola gerakan yaitu migrasi vertikal dan migrasi horizontal, sedangkan menurut waktu migrasi terbagi menjadi dua yaitu migrasi panjang dan migrasi pendek.

Migrasi ada yang terkait dengan salinitas yaitu migrasi ikan yang bergerak dari air tawar ke air laut dan sebaliknya (diadromus) (Myers 1949 diacu dalam

Lucas dan Baras 2001). McDowall (1997) membagi diadromus menjadi tiga

kelompok pergerakan ikan yaitu anadromus, katadromus, dan amphidromus.

Sidat adalah ikan yang beruaya anadromous dan menunjukkan prilaku hyperaktif

yang tinggi, sehingga bersifat reotropis (ruaya melawan arus) (Budimawan, 2003). Sidat mempunyai sifat katadromus yaitu ikan sidat dewasa akan melakukan

migrasi ke laut untuk melakukan pemijahan, sedangkan larva ikan sidat hasil pemijahan akan kembali lagi ke perairan tawar hingga mencapai dewasa, masa menjelang dewasa ikan sidat hidup di air tawar kemudian bermigrasi untuk bertelur atau berkembang biak di air laut. Ikan ini toleran terhadap salinitas, temperatur dan tekanan yang berbeda-beda. Wilayah penyebarannya meliputi perairan Indo-Pasifik, Atlantik dan Hindia. Ikan sidat merupakan ikan nokturnal,

sehingga keberadaannya lebih mudah ditemukan pada malam hari, terutama pada bulan gelap. Apabila sudah datang masa untuk mengadakan ruaya, ikan sidat


(32)

14

yang hidup dalam perairan tertutup akan keluar mencari sungai yang menuju ke laut. Selama perjalanan sampai ke tempat pemijahan, ikan sidat tidak makan dan mengalami perubahan akibat perjalanan tersebut. Perubahan tersebut diantaranya adalah tubuhnya menjadi kurus, matanya membesar sampai empat kali lipat, hidungnya semakin lancip dan warna tubuhnya berubah menjadi warna silver. Ikan sidat mampu mencapai jarak perjalanan ruaya hingga 4000 mil. Toleransi kedalaman untuk pemijahannya yaitu pada kedalaman 400 meter, dengan suhu 16° – 17° C. Ikan sidat betina lebih menyukai perairan estuaria, danau dan sungai-sungai besar yang produktif, sedangkan ikan sidat jantan menghuni perairan berarus deras dengan produktifitas perairan yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan produktifitas suatu perairan dapat mempengaruhi distribusi jenis kelamin dan rasio kelamin ikan sidat. Perubahan produktifitas juga sering dihubungkan dengan perubahan pertumbuhan dan fekunditas pada ikan sidat jantan tumbuh tidak lebih dari 44 cm dan matang gonad setelah berumur 3-10 tahun (EIFAC/ICES 2000). Helfman et al. (1987) mengatakan bahwa ikan sidat jantan tumbuh tidak lebih dari 44 cm dan matang gonad setelah berumur 3-10 tahun. Sidat (Anguilla spp) tergolong gonokhoris

yang tidak berdiferensiasi, yaitu kondisi seksual berganda yang keadaannya tidak stabil dan dapat terjadi intersex yang spontan (Effendi 2000).

Sumber: http://2.bp.blogspot.com

Gambar 4 Ikan Sidat stadia leptochephalus

Menurut Affandi (2005) di Indonesia ikan sidat diindikasikan berpijah di Selatan Pulau Jawa, hal ini didasarkan terdapatnya larva ikan tersebut di pantai Selatan Pulau jawa seperti Palabuhanratu dan Cilacap. Stadia perkembangan ikan sidat baik tropik maupun subtropik (temperate) umumnya sama, yaitu stadia leptochephalus, stadia metamorphosis, stadia glass eel atau elver, yellow eel dan silver eel (sidat dewasa atau matang gonad). Setelah tumbuh dan berkembang di perairan tawar, sidat dewasa (yellow eel) akan berubah menjadi sidat matang gonad (silver eel), dan selanjutnya akan bermigrasi ke laut untuk berpijah. Lokasi

pemijahan sidat tropis diduga berada di perairan Samudra Indonesia, tepatnya di perairan barat pulau Sumatera. Juvenil ikan sidat hidup selama beberapa tahun di sungai-sungai dan danau untuk melengkapi siklus reproduksinya. Selama


(33)

15 melakukan ruaya pemijahan, induk sidat mengalami percepatan pematangan gonad dari tekanan hidrostatik air laut, kematangan gonad maksimal dicapai pada saat induk mencapai daerah pemijahan. Proses pemijahan berlangsung pada kedalaman 400 m, induk sidat mati setelah proses pemijahan.

Klasifikasi, Morfologi dan Ciri-Ciri Ikan Sidat (Anguilla spp)

Ordo Anguilliformes terdiri atas 4 subordo, 19 famili, 110 genera, dan 400 spesies. Kebanyakan hidup di laut namun ada pula yang hidup di air tawar. Ikan sidat mempunyai bentuk morfologis yang relatif serupa dengan belut tetapi keduanya memiliki ordo yang berbeda. Menurut Deelder (1984) ikan sidat memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Phylum : Vertebrata Sub phylum : Craniata Superclas : Gnathostomata

Series : Pisces

Class : Teleostei

Subclass : Actynopterigii

Ordo : Anguiliformes

Sub Ordo : Anguilloidei Family : Anguillidae

Genus : Anguilla shaw (1983) Spesies : Anguillasp.

Ikan sidat termasuk dalam genus Anguilla, famili Anguillidae, seluruhnya berjumlah 19 spesies di wilayah Pasifik Barat (sekitar perairan Indonesia) dikenal ada tujuh spesies ikan sidat yaitu : Anguilla celebensis dan Anguilla borneensis,

yang merupakan jenis endemik di perairan sekitar pulau Kalimantan dan Sulawesi,

Anguilla interioris dan Anguilla obscura yang berada di perairan sebelah utara Pulau Papua, Anguilla bicolor pasifica yang dijumpai di perairan Indonesia

bagian utara (Samudra Pasifik), Anguilla bicolor pasifica yang berada di sekitar

Samudra Hindia (di sebelah barat Pulau Sumatra dan selatan Pulau Jawa), sedangkan Anguilla marmorata merupakan jenis yang memiliki sebaran sangat

luas di seluruh perairan tropis. Ikan sidat merupakan ikan yang penyebarannya sangat luas yakni di daerah tropis dan sub tropis sehingga dikenal adanya sidat tropis dan sidat sub tropis. Menurut Tesch (2003), paling sedikit terdapat 17 spesies ikan sidat di dunia dan paling sedikit enam jenis diantaranya terdapat di Indonesia yakni: Anguilla marmorata, A. celebensis, A. ancentralis, A. borneensis, A. bicolor bicolor dan A. bicolor pacifica. Jenis ikan tersebut menyebar di daerah-daerah yang berbatasan dengan laut dalam yakni di pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat Pulau Sumatera, pantai timur Pulau Kalimantan, seluruh pantai Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur hingga pantai utara Papua (Affandi, 2005). Hasil riset Kottelat et al (1993) membuktikan, dari 18 jenis sidat yang telah teridentifikasi, 6

diantaranya terdapat di Indonesia yaitu Anguila marmorata, A. celebensis, A. ancentrallis, A. borneoensis, A. bicolor bicolor dan A. bicolor pacifika. Sedangkan potensi sidat yang berada di sungai-sungai yang bermuara di laut ada sekitar 13 spesies.


(34)

16

Pada studi pustaka lainnya menyatakan bahwa ikan sidat termasuk dalam genus Anguilla, famili Anguillidae, seluruhnya berjumlah 19 spesies. Wilayah penyebarannya meliputi perairan Indo-Pasifik, Atlantik dan Hindia. Bleeker

dalam Liviawaty dan Afrianto (1998), mengatakan bahwa ikan sidat mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Phylum : Chordata Class : Pisces

Ordo : Apodes

Famili : Anguillidae Genus : Anguilla Spesies : Anguilla sp.

Tabel 1 Jenis-jenis ikan sidat (Anguila spp)

No. Valid Name Author English Name

1. Anguilla Anguilla (Linnaeus, 1758) European eel

2. Anguilla australis australis Richardson, 1841 Shortfin eel 3. Anguilla australis schmidti Philipps, 1925

4. Anguilla bengalensis bengalensis (Gray, 1831) Indian mottled eel 5. Anguilla bengalensis labiata (Peters, 1852) African mottled eel

6. Anguilla bicolor bicolor McClelland, 1844 Indonesian shortfin eel 7. Anguilla bicolor pacifica Schmidt, 1928 Indian short-finned eel

8. Anguilla breviceps Chu & Jin, 1984

9. Anguilla celebesensis Kaup, 1856 Celebes longfin eel

10.Anguilla dieffenbachia Gray, 1842 New Zealand longfin eel

11.Anguilla interioris Whitley, 1938 Highlands long-finned eel

12.Anguilla japonica Temminck & Schlegel Japanese eel

13.Anguilla malgumora Kaup, 1856 Indonesian longfinned eel 14.Anguilla marmorata Quoy & Gaimard, 1824 Giant mottled eel

15.Anguilla megastoma Kaup, 1856 Polynesian longfinned eel 16.Anguilla mossambica (Peters, 1852) African longfin eel

17.Anguilla nebulosa McClelland, 1844 Mottled eel 18.Anguilla nigricans Chu & Wu, 1984

19.Anguilla obscura Günther, 1872 Pacific shortfinned eel

20.Anguilla reinhardtii Steindachner, 1867 Speckled longfin eel

21.Anguilla rostrata (Lesueur, 1817) American eel

Sumber: www.fishbase.org (2010)

Fase Hidup Ikan Sidat (Anguilla spp)

Daur hidup ikan sidat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase lautan, fase estuari, dan fase sungai. Ikan sidat memijah di laut pada kedalaman lebih dari 300 m dan telurnya menetas menjadi larva (leptocephali) setelah 38–45 jam dengan panjang 2,7 mm sampai 6,2 mm. Stadium ini dilampaui selama satu tahun dengan ciri-ciri tubuh seperti pita tembus pandang dengan kedua ujungnya tajam, dan lebar pada


(35)

17 bagian tengahnya (Facey dan Avlye, 1987). Larva tersebut kemudian mengikuti arus kearah pantai dan mengalami perubahan bentuk (metamorposa) menjadi ikan sidat yang tidak berpigmen (glass eel) dengan memiliki ciri bentuk tubuh yang

sama dengan ikan sidat dewasa. Secara aktif glass eel tersebut bermigrasi ke arah muara sungai. Setelah memasuki habitat tersebut pigmentasi mulai berkembang sehingga menjadi ikan sidat kecil yang disebut elver (Sriati, 1998). Sebelum pigmentasi berkembang sempurna, migrasi kearah hulu oleh elver dilakukan setelah tahun ke dua dan selanjutnya berkembang menjadi ikan sidat dewasa (Mc Cleave dan Kleckner, 1983; Moriarty, 1986). Berdasarkan hasil analisa Sr/Ca dari otolith ditemui 3 jenis sidat : sidat laut, sidat estuari dan sidat sungai (Tsukamoto & Arai 2001).

Gambar 5 Tiga fase daur hidup ikan sidat; fase lautan, fase estuari dan fase sungai Stadia perkembangan ikan sidat baik di iklim tropis maupun subtropis (temperate) umumnya sama, yaitu stadia leptochephalus, stadia metamorphosis,

stadia glass eel atau elver, yellow eel dan silver eel (sidat dewasa atau matang gonad) (Irawan 2008). Menurut Usui (1874) dan Matsui (1980), sebagian besar dari daur hidup ikan sidat berada di air tawar, sekitar 15–30 tahun tanpa mengalami pematangan gonad (maturasi). Maturasi terjadi bersama dengan perubahan warna tubuh dan morfologinya, menjadi bronze eel atau silver eel

(sidat perak). Tahap akhir dari daur hidup tersebut ikan sidat melakukan migrasi menuruni sungai menuju ke spawning ground untuk melakukan pemijahan.

Dalam siklus hidupnya, setelah tumbuh dan berkembang dalam waktu yang panjang di perairan tawar, sidat dewasa yang lebih dikenal dengan yellow eel

berkembang menjadi silver eel (matang gonad) yang akan bermigrasi ke laut

untuk memijah. Pada stadium larva, sidat hidup di laut, bentuknya seperti daun lebar, tembus cahaya, dan dikenal dengan sebutan leptocephalus. Larva ini hidup terapung-apung di tengah samudera (Sasongko 2007).

Larva sidat yang baru menetas berbentuk lebar seperti daun yang dinamakan

leptocephalus yang memiliki pola migrasi vertikal, yaitu cenderung naik ke permukaan pada malam hari dan siang hari turun ke perairan yang lebih dalam. Selanjutnya benih akan berkembang dalam beberapa tahapan menjadi agak silindris dengan warna agak buram yang dikenal dengan nama glass eel. Pada tahap glass eel biasanya sudah mulai terdapat pigmentasi pada bagian ekor dan

kepala bagian atas (Tesch 1977). Umur glass eel yang tertangkap di muara sungai

diperkirakan antara 118-262 hari dengan umur rata-rata 182,8 hari (Setiawan dalam Rovara, 2007). Panjang tubuh glass eel antara 5 - 6 cm dengan berat sekitar 0,2 gram.


(36)

18

Sumber : indonetwork.co.id

Gambar 6 Glass eel ikan sidat (Anguilla spp) tidak berpigmen

Leptocephalus hidup sebagai plankton terbawa arus samudera mendekati

daerah pantai. Pada stadium elver sidat banyak ditemukan di pantai atau muara sungai, panjang tubuh 5-7 cm, tembus cahaya. Burayak (anak ikan/impun) akan hidup di air payau sampai umur satu tahun. Ketika itulah sidat akan berenang melawan arus menuju hulu sungai. Impun dewasa inilah yang selanjutnya dikenal sebagai juvenile sidat, setelah bertemu dengan perairan yang dalam dan luas, misalnya lubuk, bendungan, rawa atau danau, sidat akan menetap dan tumbuh menjadi ikan buas dan liar. Juvenil ikan sidat hidup selama beberapa tahun di sungai-sungai dan danau untuk melengkapi siklus reproduksinya. Selama melakukan ruaya pemijahan, induk sidat mengalami percepatan pematangan gonad dari tekanan hidrostatik air laut, kematangan gonad maksimal dicapai pada saat induk mencapai daerah pemijahan. Ketika itulah dia akan kembali ke laut lepas untuk berpijah dan berkembang biak, proses pemijahan berlangsung pada kedalaman 400 m, induk sidat setelah proses berpijah akan mati (Sarwono 2006).

Proses adaptasi adalah penyesuaian organisme baik tingkah laku dan strukturnya untuk meningkatkan kemampuan hidup serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana organisme tinggal sehingga dapat berkembang biak dengan baik. Adaptasi morfologi adalah adaptasi suatu organisme dalam hal yang berkaitan mengenai bentuk badan, warna kulit, organ pernafasan, organ sensorik, dan lain-lain. Sidat memiliki berbagai macam strategi beradaptasi terhadap morfologinya. Bentuk badan ikan sidat pada fase leptocephalus berbentuk pipih

menyerupai daun, hal ini memudahkan sidat untuk mengikuti pola arus air laut untuk mencapai perairan pantai. Warna badan sidat pada fase leptocephalus yang transparan membuat sidat terlindung dari predator. Badan sidat juga sensitif terhadap getaran terutama pada bagian lateral. Organ penciuman yang sangat baik untuk mengatasi kelemahan dalam organ penglihatan sidat (Fahmi 2010).


(37)

19

Gambar 7 Larva ikan sidat (glass eel) pada kotak penampungan

Organ pernafasan sidat terdiri atas insang dan kulit, lamella-lamella pada insang memberi kemampuan untuk mengambil oksigen langsung dari udara, selain oksigen yang terlarut dalam air (Tesch 2003). Organ penglihatan sidat mampu beradaptasi saat masuk ke perairan laut dalam. Pembesaran mata ikan mencapai empat kali lipat ukuran normal, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan melihat di lingkungan perairaan laut dalam yang gelap (Fahmi 2010).

Secara fisiologis ikan sidat mampu hidup pada kondisi konsentrasi oksigen yang rendah. Pada kondisi apnoea yaitu keadaan dimana otot-otot pernafasan dan organ pernafasan dalam kondisi istirahat, benih sidat mampu bernafas selama 30 menit. Selama 30 menit tersebut benih sidat hanya menggunakan oksigen yang tersimpan dalam darahnya, tanpa mengambil oksigen dari luar. Sidat mampu mengatur tubuhnya pada kondisi oksigen rendah, tetapi sidat tidak mampu bertahan pada konsentrasi karbondioksida yang tinggi. Ikan sidat mempunyai toleransi yang tinggi terhadap suhu. Daya toleransi suhu akan meningkat sejalan dengan bertambahnya ukuran ikan. Glass eel mampu hidup pada suhu mencapai 28ºC, stadia elver mampu hidup dengan suhu 30,5ºC-38,1ºC dan pada sidat

dewasa mampu bertahan pada suhu 39,7ºC bahkan bisa mencapai suhu 41ºC (Fahmi 2010).

Makanan utama larva sidat adalah plankton, sedangkan sidat dewasa menyukai cacing, serangga, moluska, udang dan ikan lain. Sidat dapat diberi pakan buatan ketika dibudidayakan (Liviawaty dan Afrianto, 1998). Tanaka et al

(2001) mengatakan bahwa pakan terbaik untuk sidat pada stadia preleptochepali

adalah tepung telur ikan hiu, dengan pakan ini sidat stadia preleptochepali mampu

bertahan hidup hingga mencapai stadia leptochepali.

Hubungan Distribusi dan Kelimpahan Ikan Sidat (Anguilla spp) dengan Faktor Lingkungan

Kedatangan juvenil sidat di estuaria dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, terutama salinitas, debit air sungai, air tawar dan suhu. Sidat bersifat

haphobi (menghindari massa air bersalinitas tinggi) sehingga memungkinkan

ruaya melawan arus ke arah datangnya air tawar (Budimawan, 2003). Penelitian Sriati (2003) di muara sungai Cimandiri menunjukkan bahwa elver cenderung memilih habitat yang memiliki salinitas rendah dengan turbiditas tinggi. Salinitas dan turbiditas merupakan parameter yang paling berpengaruh terhadap kelimpahan. Hal ini menunjukkan bahwa sidat cenderung memilih habitat yang memiliki salinitas rendah. Salinitas merupakan parameter yang paling berpengaruh terhadap kelimpahan. Salinitas secara tidak langsung berpengaruh terhadap gas-gas terlarut dan daya racun amoniak.


(38)

20

Semakin tinggi salinitas maka kapasitas maksimum oksigen semakin kecil, ikan sidat mempunyai kemampuan bernafas melalui kulit sekitar 60% dan 40% melalui insang. Apabila konsentrasi oksigen menurun hingga 1,0 – 2,0 ppm maka ikan sidat akan sering muncul di permukaan air. Oksigen minimal yang dibutuhkan oleh ikan sidat sekitar 3,0 ppm, bila kurang dari itu dan suhu antara 20ºC – 23ºC akan mengurangi nafsu makan sehingga laju pertumbuhan akan menurun. Ikan sidat mampu beradaptasi pada kisaran suhu 12oC-31oC, sidat mengalami penurunan nafsu makan pada suhu lebih rendah dari 12oC. Salinitas yang bisa ditoleransi berkisar 0-35 ppm. Sidat mempunyai kemampuan mengambil oksigen langsung dari udara dan mampu bernapas melalui kulit diseluruh tubuhnya (Liviawaty dan Afrianto, 1998).

Waktu berpijah sidat di perairan Samudera Hindia berlangsung sepanjang tahun dengan puncak pemijahan terjadi pada bulan Mei dan Desember untuk

Anguilla bicolor bicolor, Oktober untuk Anguilla marmorata, dan Mei untuk Anguilla nebulosa nebulosa (Setiawan et al., 2003; Irawan 2008). Musim sangat berpengaruh pada ketersediaan elver ikan sidat di alam karena ikan sidat masih memijah secara alami. Kehadiran elver ikan sidat di setiap daerah tidak

bersamaan, di perairan Segara Anakan, Anguilla bicolor dapat ditemukan pada bulan September dan Oktober, dengan kelimpahan tertinggi pada bulan September, kelimpahan elver yang paling tinggi terjadi pada saat bulan gelap. Aktivitas sidat

akan meningkat pada malam hari, sehingga jumlah sidat yang tertangkap pada malam hari lebih banyak daripada yang tertangkap pada siang hari (Setijanto et al., 2003).

Khusus di Palabuharatu elver sidat ditemukan dari bulan Oktober-Maret dan

puncaknya pada bulan Januari, sedangkan untuk ikan sidat konsumsi ditemukan dari bulan April sampai bulan September (Sasongko et al, 2007).

Populasi Ikan Sidat (Anguilla spp)

Menurunnya produksi sidat membuat dunia mulai memperhatikan spesies sidat tropik di Indonesia, yang ternyata merupakan pusat sidat dan memiliki 12 spesies dari 18 spesies yang ada di dunia. Akibatnya, banyak terjadi penyelundupan benih sidat Indonesia ke Jepang, China dan Korea khususnya, karena adanya SK Mentan no 214/Kpts/Um/V/1973 dan berdasarkan SK Mentan No. 179/Kpts/Um/3/1982 sidat termasuk jenis ikan yang dilarang untuk diekspor bila ukuran diameter tubuhnya kurang dari 5 mm. Selain itu dikuatkan oleh Permen Kelautan dan Perikanan no 18/Men/2009 yang melarang pengiriman benih sidat ke luar wilayah RI. "Pasal dalam aturan itu hanya mengizinkan ekspor sidat dengan panjang 35cm dan atau berat sampai 100 gram per ekor atau berdiameter 2,5 cm, dan dimaksudkan agar elver alam sebagai sumber benih

budidaya sidat harus dipelihara dulu sampai ukuran tertentu untuk memberi nilai tambah kepada nelayan sebelum diekspor, bila mengacu pada peraturan di atas maka sidat pada tahap glass eel tidak diperbolehkan untuk diekspor (KKP 2011).

Menurut hasil penelitian BBPT (2001) ikan sidat tropis Indonesia ditemui di sepanjang pantai selatan Jawa dan pantai barat Sumatra yakni Anguilla bicolor bicolor, sedangkan Anguilla interioris dan Anguilla obscura di perairan sebelah utara Papua, dan Anguilla marmorata yang tersebar luas di pesisir Sulawesi,

Kalimantan hingga perairan Maluku. Salah satu lokasi yang dinilai cocok dijadikan kawasan budidaya ikan sidat, adalah kawasan laguna Segara Anakan,


(1)

212

PENCUCIAN 1 dan

PEMINGSAN AN

Kontaminasi silang dari peralatan

Pertumbuhan bakteri

E.coli

√ √ - L N/L - √ Dapat dikontrol dengan

SSOP (membersihkan peralatan sebelum dan setelah digunakan) Kontaminasi air Kontaminasi

Bakteri E.Coli

√ √ - L N/L - √ Dapat dikontrol dengan

menggunakan SSOP (pasokan air dan es dikontrol secara berkala) FILLET

(Pemisahan tulang dan daging)

Kenaikan suhu

Pertumbuhan bakteri

E.coli Salmonella

√ - √ L N/L - √ Dapat dikontrol dengan

GMP (menjaga suhu proses < 4⁰C)

Kontaminasi silang dari peralatan

Kontaminasi bakteri

E.coli

√ √ - L N/L - √ Dapat dikontrol dengan

SSOP (mencuci peralatan sebelum dan sesudah digunakan) PENCUCIAN

(Washing)

Kontaminasi silang dari peralatan

Kontaminasi bakteri

E.coli

√ √ - L N/L - √ Dapat dikontrol dengan

SSOP (mencuci peralatan sebelum dan sesudah digunakan, mengecek peralatan yang kontak dengan produk sebelum digunakan) Kenaikan suhu

Pertumbuhan bakteri

E.coli

√ - √ L N/L - √ Dapat dikontrol dengan

GMP (menjaga suhu proses < 4C)

PEMBAKAR AN AWAL (Shirayaki)

Kontaminasi silang dari peralatan

Kontaminasi bakteri

E.coli

√ √ - L N/L - √ Dapat dikontrol dengan

SSOP (mencuci peralatan sebelum dan


(2)

213

setelah digunakan)

PENGUKUSA N (Steam)

Kontaminasi silang dari peralatan

Kontaminasi bakteri

E.coli

√ √ - L N/L - √ Dapat dikontrol dengan

SSOP (mencuci peralatan sebelum dan setelah digunakan) PEMANGGA

NGAN AKHIR (Kabayaki)

Kontaminasi silang dari peralatan

Kontaminasi bakteri

E.coli

√ √ - L N/L - √ Dapat dikontrol dengan

SSOP (mencuci peralatan sebelum dan setelah digunakan)

PENGEPAKA N DAN PELABELAN (Packing and Labelling)

Kontaminasi dari peralatan (bahan pengemas) dan karyawan

Kontaminasi bakteri

E.coli

√ √ - L N/L - √ Dapat dikontrol dengan

SSOP (bahan pengemas yang baik)

Kenaikan suhu Pertumbuhan bakteri E.coli

√ - √ L N/L - √ Dapat dikontrol dengan

GMP (melakukan proses dengan cepat)

PENIMBANG AN

(Weighting)

Kontaminasi silang dari peralatan

Kontaminasi bakteri

E.coli

√ √ - L N/L - √ Dapat dikontrol dengan

SSOP (mencuci peralatan sebelum dan sesudah digunakan, mengontrol peralatan yang kontak dengan produk setiap saat) Kenaikan suhu

Pertumbuhan bakteri

E.coli

√ - √ L N/L - √ Dapat dikontrol dengan

GMP (melakukan proses dengan cepat dan menjaga suhu proses <4⁰C)

PENYIMPAN AN DALAM COLD STORAGE

Fluktuasi suhu Drip loss Dekomposisi (Pertumbuhan Bakteri)

- - √ L N/L - √ Dapat dikendalikan


(3)

214

PENGISIAN DALAM COUNTAINE R

Re-contamination from container and personal Kontaminasi ulang dari container dan karyawan

Pertumbuhan bakteri

E.coli

- - √ L N/L - √ Dapat dikendalikan


(4)

215 Lampiran 8 Identifikasi CCP sidat panggang beku (kabayaki /frozen grilled eel)

IDENTIFIKASI CCP

Alur Proses Bahaya

Potensial Nyata

Hazard Belongs to (Kategori Bahaya)

Q1

Apakah ada upaya pencegahan pada tahap tersebut atau tahap berikutnya tahap bahaya yang di identifikasi  Jika tidak :

bukan CCP, dan perlu modifikasi langkah, proses dan produk  Jika iya : lanjut

ke Q2

Q2

Apakah tahap ini

mengeliminasi atau

mereduksi kemungkinan terjadinya bahaya pada tingkat yang diterima  Jika tidak :

lanjut ke Q3  Jika iya :

CCP

Q3 Apakah akibat bahaya dapat terjadi melewati batas yang tidak dapat diterima  Jika tidak :

Bukan CCP  Jika iya :

lanjut ke Q4

Q4

Apakah tahap selanjutnya dapat mengeliminasi bahaya yang di identifikasi atau mereduksi kemungkinan terjadinya pada batas yang dapat diterima Jika tidak :CCP Jika iya : Bukan

CCP

CCP

1. Receiving Raw Material

1. Penerimaan bahan baku

- Decomposed - Patogenic - Dekomposisi Pertumbuhan

Bakteri Patogen

FS KP


(5)

216 Lampiran 9. Pengawasan CCP sidat panggang beku (kabayaki /frozen grilled eel)

PENGAWASAN CCP CCP Bahaya

Signifikan

Batas kritis Pengawasan (Monitoring) Tindakan koreksi

Rekaman Verifikasi What Frequency How Who

Penerimaan Bahan Baku

Pertumbuhan bakteri

Suhu b.baku selama proses pengangkutan ke UPI < 100C

Suhu pusat ikan (b.baku)

Pada saat bahan baku (ikan) diterima

Cek suhu menggunakan termometer

Petugas penerimaan bahan baku

Tolak bahan baku yang tidak memenuhi standar perusahaan

Receiving record,

form 1

Rekaman harian penerimaan b.baku dicek oleh QA setiap hari


(6)

217

RIWAYAT HIDUP

R.A. Hangesti Emi Widyasari dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 Desember 1966. Penulis merupakan anak ke sembilan dari sepuluh bersaudara pasangan Bapak R.M. Soegiarto Praworokoesoemo (alm) dan R.A. Setiati Karyokoesoemo (alm). Penulis menikah pada tahun 1989 dengan Endang Husaini Akhmad Syah dan dikaruniai 2 orang anak, seorang putri yang bernama Drucella Benala Dyahati, SKom yang lahir pada tanggal 25 November 1991 dan seorang putra bernama Dipasena Yanuaresta yang lahir tanggal 1 Januari 1995.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dimulai pada TK Nugraha (1971-1972), di SDN Tanah Sareal I (1973-1979) dan melanjutkan ke SMP Negeri 5 (1979-1982), kemudian SMA Negeri 2 (1982-1985) yang semuanya penulis tempuh di Bogor. Pada tahun 1985-1988, penulis menyelesaikan pendidikan di Akademi Usaha Perikanan Jakarta, Dirjen Perikanan-Departemen Pertanian (kini Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, KKP), Jurusan Pemanfaatan Hasil Perikanan. Pada tahun 1998-2000, penulis menyelesaikan pendidikan Strata 1 di Institut Pertanian Bogor melalui jalur alih jenjang reguler jurusan Pemanfaatan Hasil Perairan program studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dengan judul skripsi; Pemanfaatan Hidrolisat Protein Ikan Mujair (Oreochrombus mossabicus) untuk “Cookies” Makanan Tambahan Balita. Pada tahun 2003-2006, penulis menempuh pendidikan pascasarjana pada program studi Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan Tesis berjudul; Pemanfaatan Biji Picung (Pangium edule) sebagai Bahan Pengawet Alami Pengganti Formalin pada Pengawetan Ikan Kembung (Rastreliger spp). Pada tahun 2008, penulis menempuh pendidikan Strata 3 pada Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap, Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan berhasil menyusun Disertasi dengan judul “Disain Terpadu Industri Perikanan Sidat Indonesia

(Anguilla bicolor bicolor) Berkelanjutan di Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi

Provinsi Jawa Barat”.

Pada tahun 1988 penulis bekerja di P.T. Pelangi Nusabatam selanjutnya di P.T. Hotanjaya Graha kemudian di P.T. Indonagatomi Elektro Utama dan Josephine Associate Consultant. Disamping menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis membantu DR. Josephine Wiryanti pada mata kuliah HACCP atau Sistem Manajemen Mutu Terpadu dan Ir. Rudi Nitibaskara, M.Sc pada Departemen THP dan Prof Dr Ir John Haluan MSc pada Departemen PSP FPIK IPB, kemudian pada tahun 2007 penulis diangkat sebagai staf pengajar IPB di Departemen PSP FPIK dan mendapat tugas membatu beberapa mata kuliah pada Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan, Manajemen Gizi dan Jasa Kuliner, Manajemen Reproduksi Budidaya Perikanan dan Ekowisata pada Program Diploma 3 Institut Pertanian Bogor. Penulis juga aktif dalam beragam seminar, konferensi dan pertemuan sebagai peserta, pemapar maupun nara sumber dibidang keamanan pangan, kesehatan lingkungan dan konservasi serta sebagai Peneliti dan Tenaga Ahli pada Pusat Kajian Gender dan Anak, LPPM IPB, membina beberapa Unit Kegiatan Masyarakat (UKM) dan Pembina Unit Kegiatan Mahasiswa Pramuka IPB dan Gerakan Pramuka Kwartir Nasional, Indonesian Tobacco Control National (ITCN), Kampus Sehat (KS) Beriman dan Silver College di IPB serta kegiatan sosial lainnya.