Bioactive compounds and nutrients content of propolis and immunomodulator effect to CD8+ T Cell in breast cancer patient

(1)

PROPOLIS SERTA EFEK IMUNOMODULATOR

TERHADAP SEL T CD8+ PADA PASIEN

KANKER PAYUDARA

ELIZA HALIM

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

(3)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Kandungan Bioaktif dan Zat Gizi serta Efek Imunomodulator terhadap Sel T CD8+ pada Pasien Kanker Payudara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Desember 2011 Eliza Halim


(4)

(5)

ELIZA HALIM. Bioactive Compounds and Nutrients Content of Propolis and Immunomodulator Effect to CD8+ T Cell in Breast Cancer Patient. Under the direction of HARDINSYAH, NOORWATI, AHMAD SULAEMAN, I MADE ARTIKA, YAHDIANA.

The objectives of this study were to analyze bioactive compound of Indonesian Propolis (IP) compare with Brazilian Propolis (BP), nutrient content, antioxidant activity and safety (LD50) of IP, the effect of the propolis on inhibition of MCF7 human breast cancer cell line and immunomodulatory effect of propolis to produce T cell CD8+ in breast cancer blood patients. The bioactive compound and nutrient content analyzed by HPLC and GCMS, antioxidant activity was analyzed with DPPH method by using spectrophotometer. The safety of IP was determined through animal assay using 40 DDY mices, the inhibition of MCF7 was determined in vitro through MTT assay and immunomodulatory effect analyzes by clinical trial on breast cancer patients in Dharmais Cancer Hospital. This study was conducted in Jabodetabek. The results showed that the bioactive compound, nutrient content, antioxidant activity and MCF7 inhibition capacity of IP are different from BP, the MCF7 inhibition capacity of IP is better than BP eventhough antioxidant activity of IP lower than BP. The bioactive compound in IP are fenol compounds, α amyrin and cylolanost, eudesmane, ethyl acridine, lupeol, friedooleanan and pyrimidine and bioactive compounds of BP are α Amyrin, β Amyrin, hydrocinnamic ethyl ester, Cyclolanost, fenol compound and pyrimidine.

IP could inhibit MCH7 human breast cancer cell line proliferation stronger than BP. The safety study of IP showed that IP is safe to be consume by human. A human intervension study with duration 21 days supplemention Indonesian propolis 3x300 mg/day conducted in Dharmais Cancer Hospital in Jakarta. The study was applied Completely Randomized Design, there were 2 group with 15 patient breast cancer each, 1 group intervension. and 1 group placebo. Ten patients were drop out during the treatment, therefore only 20 patients were fulfilled the criteria of analysis. Ethical clearence was obtained from University of Indonesia.

After 21 days the result showed: Indonesian propolis intervension significant affected CD8+ absolut and CD8+ % level in breast cancer patient’s blood, the conclusion of this clinical study is Indonesian propolis improve immune function in breast cancer patients because Indonesian propolis has an action as immunomodulator.

Keywords: Propolis, bioactive compound, LD50, MCF7, CD8+, SOD, antioxidant nutrient, immunomodulator.


(6)

(7)

ELIZA HALIM. Kajian Kandungan Bioaktif dan Zat Gizi Propolis serta Efek Imunomodulator terhadap Sel T CD8+ pada Pasien Kanker Payudara. Dibimbing oleh HARDINSYAH, NOORWATI, AHMAD SULAEMAN, I MADE ARTIKA, YAHDIANA

Makanan adalah sumber zat gizi yang terdiri dari zat gizi makro dan mikro yang harus dikonsumsi dalam jumlah yang cukup untuk dapat hidup sehat. Selain mengandung zat gizi, makanan mengandung komponen lain dalam jumlah kecil yang mempunyai khasiat atau manfaat untuk kesehatan atau pengobatan penyakit. Komponen tersebut berupa komponen bioaktif yang dapat berupa metabolit sekunder atau komponen lain yang secara keseluruhannya dikenal sebagai nutraceutical.

Propolis merupakan salah satu sumber zat gizi dan nutraceutical alami yang berasal dari substrat resin yang dikumpulkan lebah dari sari tunas daun dan kulit batang tanaman yang dicampur dengan enzim dan lilin dari sarang lebah. Propolis sudah digunakan sejak 300 SM sebagai obat untuk menyembuhkan kulit yang luka karena mempunyai efek antiinflamasi. Propolis mempunyai kandungan gizi mikro yang bernilai tinggi yaitu vitamin (A, B, C), mineral (Ca, Mg, Na, Fe, Mn, Cu, dan Zn) dan enzim (suksinat dehidrogenase). Kandungan aktif yang diketahui terkandung dalam propolis adalah polifenol (flavonoid, asam fenolat dan esternya), terpenoid, steroid, dan asam amino. Flavonoid merupakan zat yang diketahui banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan dan mempunyai efek antioksidan dalam mengikat radikal Propolis diketahui mempunyai kandungan flavonoid yang tinggi Kandungan antioksidan lainnya yang juga ditemui dalam propolis adalah vitamin A, C, E dan mineral Zn.

Penelitian pada hewan baik secara in vivodan in vitromenemukan bahwa propolis mempunyai efek antimikrobial, antivirus, antifungus, antiparasit, antiinflamasi dan antitumor. Penggunaan propolis sebagai Complementary Alternative Medicine /CAM/ pengobatan komplementer dan alternatif semakin populer tidak hanya di negara Asia juga di negara barat salah satunya untuk mengobati kanker. Disamping itu pengobatan kanker dengan cara kemoterapi memberikan dampak buruk terhadap kualitas hidup penderita kanker karena efek samping negatif yang ditimbulkan oleh terapi kanker tersebut. Sebagai anti tumor, propolis dapat mempengaruhi siklus sel kanker, menyebabkan apoptosis kanker, anti-angiogenesis, anti-metastasis, dan memodulasi sistem imun tubuh dalam melawan sel kanker. Pada pasien kanker terjadi gangguan sistem imun sehingga menye babkan sel kanker dapat tumbuh cepat. Sistem imun yang berguna untuk melawan kanker adalah sistem imun seluler yaitu sel T sitotoksik (sel T CD8+).

Mempertimbangkan kandungan propolis yang dipengaruhi oleh jenis lebah, jenis pohon, musim dan geografis, maka perlu dilakukan identifikasi dan standarisasi kandungan bioaktif propolis yang ada di Indonesia agar terjamin


(8)

kualitas, keamanan dan efikasinya. Di samping itu penelitian yang menguji bagaimana efek imunomodulasi propolis pada manusia secara langsung (uji klinis) masih sangat terbatas terutama pada pasien kanker payudara, hal tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis kandungan komponen bioaktif propolis dan zat gizi, serta aktivitas antioksidan propolis Indonesia (PI) dan propolis Brasil (PB) (2) mengkaji aktivitas zat antioksidan PI dibandingkan dengan PB (3) mengkaji efikasi daya hambat propolis PI dan PB terhadap MCF-7 (cell line kanker payudara) (4) mengkaji toksisitas atau keamanan PI untuk dikonsumsi (5) mengkaji efikasi klinis PI terhadap peningkatan kadar Vitamin A,C,E dan Zn pada darah pasien kanker payudara (6) mengkaji efikasi PI terhadap peningkatan kadar SOD dan produksi sel T CD8+ pada darah pasien kanker payudara.

Penelitian dilakukan dalam 4 tahap, yaitu Tahap 1 adalah Ekstraksi Propolis. Tahap 2 adalah Uji I yaitu Uji Laboratorium yang terdiri dari Uji Fitokimia secara kualitatip, Uji Zat Gizi vitamin dan mineral dan Uji Antioksidan dengan menggunakan DPPH, Uji Analisis Komponen Aktif Propolis Indonesia dan Propolis Brasil.menggunakan KCKT (Kromatografi cair Kinerja Tinggi)/HPLC (High Performance Layer Chromatography dengan PDA (Photo Diode Array) dan KG-SM (Kromatografi Gas Spektrometri Massa)/GCMS (Gas Chromatography Mass Spectro meter) dan Uji Sitotoksik terhadap sel tumor payudara MCF-7. Tahap 3 adalah Uji II yaitu Uji Eksperimental dengan menggunakan hewan coba untuk mengukur toksisitas Propolis Indonesia. Sedangkan Tahap 4 adalah Uji III yaitu Uji Klinis pada pasien kanker payudara. Penelitian uji klinis menggunakan Rancangan Acak Lengkap/RAL/Completely Randomized Design dan telah lolos uji dari komisi etik penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan nomor: 411/PT02.FK/ETIK/2009. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2009 – Maret 2011. Ekstraksi Propolis dilakukan di Laboratorium Gizi Masyarakat dan Laboratorium Biokimia IPB Darmaga Bogor. Uji Fitokimia dilakukan di Laboratotium Biokimia IPB Darmaga Bogor. Uji Vitamin dan Mineral dilakukan di Laboratorium Balai Besar Industri Agro Bogor. Uji Antioksidan (DPPH) dilakukan di Laboratotium Analisis Pangan IPB Darmaga Bogor. Uji Komponen bioaktif Propolis Indonesia dan Brasil dilakukan di Laboratorium Bioavailability Bioequivalent Fakultas MIPA Departemen Farmasi UI Depok dan di Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri. Uji Sitotoksik terhadap sel kanker payudara MCF-7 di Laboratorium Kultur Sel Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT (Badan Pusat Penelitian dan Teknologi) Serpong. Uji Experimental dengan hewan coba) dilakukan di Laboratorium Farmakologi FMIPA Departemen Farmasi UI Depok dan uji klinis dilakukan di RS. Kanker Dharmais. Uji klinis terdiri dari 2 grup yaitu grup perlakuan dan grup kontrol dengan subjek masing masing 15 orang pasien kanker payudara stadium 1A sampai 3B. Grup 1 adalah subyek yang mendapat plasebo (kontrol). Dan grup 2 adalah subyek yang mendapat Propolis Indonesia sehari 3x300 mg (900 mg), pengelompokan dilakukan secara random. Semua subyek yang memenuhi kriteria penelitian


(9)

tanpa antikoagulan. Setelah 21 hari pasien diambil darah vena kembali. Variabel yang dikumpulkan selama penelitian meliputi karakteristik sampel, riwayat dan status kesehatan, pengukuran antropometri, respon imunitas (CD8+), kadar SOD, kadar serum vitamin A, kadar vitamin E, kadar serum Zn, kadar serum vitamin C dan kepatuhan konsumsi propolis.

Hasil analisis fitokimia menyatakan bahwa secara kualitatif senyawa yang dikandung PI hampir sama dengan dikandung PB kecuali kandungan saponinnya dimana PB tidak mengandung saponin. Selain itu dapat dilihat bahwa kandungan flavonoid serta senyawa fenolik dari PI lebih tinggi dari PB. Hasil analisis kuantitatif dengan metode KCKT dengan PDA menyatakan bahwa PI tidak mengandung baik zat aktif CAPE maupun Artepillin C sedangkan PB mengandung senyawa Artepillin C tetapi tidak mengandung CAPE. Dari uji kuantitatif dengan menggunakan tehnik KGSM ditemukan komponen bioaktif utama dalam PI yaitu α Amyrin, cyclolanost, turunan Fenol (termasuk senyawa resorcinol), senyawa eudesmane, senyawa ethyl acridine, senyawa lupeol, senyawa friedooleanan dan senyawa pyrimidine. Sedangkan komponen bioaktif utama dari BP adalah α Amyrin, β Amyrin, hydrocinnamic ethyl ester, Cyclolanost, turunan fenol, dan senyawa pyrimidine. Komponen bioaktif propolis yang hanya ditemukan pada PI dan tidak ditemukan pada PB adalah senyawa lupeol, senyawa friedooleanan, 5 heptyl resorcinol, senyawa eudesmane, dan senyawa ethyl acridine. Sedangkan β Amyrin dan Hydrocinnamic ethyl ester hanya ditemukan pada PB dan tidak pada PI. Dari semua komponen bioaktif yang ditemukan pada PI dan PB, terlihat bahwa PI mempunyai kandungan lebih besar daripada PB yaitu α Amyrin (1.5 kali), cyclolanost (8.7 kali), turunan fenol (1.2 kali) dan senyawa pyrimidine (2 kali). Kandungan kimia yang pertama kali ditemukan pada PI dan PB adalah senyawa friedoolean, senyawa eudesmane, ethyl acridine dan senyawa pyrimidine. Berdasarkan hasil analisis kandungan vitamin dan mineral didapatkan bahwa kedua jenis propolis baik PI maupun PB mengandung zat gizi vitamin A, C, E, B1, B2, B6, dan mineral Cu, Zn, Mn, Fe, Na, Ca, dan Mg. Temuan berbagai jenis vitamin dan mineral pada PI mendukung penelitian sebelumnya yang telah menemukan kandungan vitamin dan mineral pada propolis. Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang mengkaji kandungan gizi vitamin dan mineral dari PI. Hampir semua kandungan vitamin dan mineral pada PI lebih tinggi dari PB kecuali kadar vitamin A. Pada penelitian ini ditemukan bahwa kandungan flavonoid dan senyawa fenol dari PI lebih tinggi dua kali lipat dibanding PB. Namun, uji aktivitas ditemukan bahwa PB mempunyai aktivitas antioksidan 1,2 kali lipat lebih kuat dari PI. Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh kandungan aktif dari PB yang mempunyai aktivitas antioksidan selain flavonoid.

Hasil uji sitotoksik menyatakan bahwa PI memiliki potensi menghambat pertumbuhan cell lineMCF-7 lebih kuat dari PB yaitu hampir dua kali lipat. Jika dibandingkan dengan kontrol positif yaitu cisplatin, PI mempunyai daya hambat


(10)

seperlima kalinya dan PB hanya sepersepuluhnya. Hasil uji keamanan propolis Indonesia (PI) menyatakan bahwa PI mempunyai toksisitas oral akut yang rendah.

Uji klinis terhadap SOD darah menyatakan tidak ada pengaruh pemberian propolis terhadap penurunan kadar SOD darah (p> 0.05). Demikian pula hasil uji statistik terhadap vitamin A, C, E dan Zn tidak ditemukan perbedaan bermakna pada sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok propolis dan plasebo (p> 0,05).

Hasil uji statistik, menunjukkan bahwa pemberian propolis Indonesia 3x300 mg perhari selama 21 hari menaikkan baik kadar CD8+ absolut maupun CD8+ % dalam darah pasien kanker payudara secara signifikan (p< 0.05). Kesimpulan dari uji klinis ini adalah propolis Indonesia dapat meningkatkan sistem imun pasien kanker payudara karena propolis Indonesia mempunyai kemampuan sebagai imunomodulator.

Kata kunci: Propolis, komponen bioaktif, LD50, MCF7, CD8+, SOD, zat gizi antioksidan, imunomodulator.


(11)

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(12)

(13)

PROPOLIS SERTA EFEK IMUNOMODULATOR

TERHADAP SEL T CD8+ PADA PASIEN

KANKER PAYUDARA

ELIZA HALIM

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Ilmu Gizi Manusia

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(14)

Penguji pada Ujian Tertutup : drh. M. Rizal Martua Damanik, M.Rep.Sc.,PhD Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Dr. Abdul Mun’im, MS


(15)

pada Pasien Kanker Payudara

Nama : Eliza Halim

NRP : 1162070021

Program Studi : Ilmu Gizi Manusia Disetujui

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Ketua

Dr. dr. Noorwati Sutandyo, Sp PD KHOM

Anggota Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MSAnggota

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc

Anggota Prof.Dr. Yahdiana Harahap, MS, AptAnggota

Diketahui

2. Koordinator Mayor

Program Studi Ilmu Gizi Manusia 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

drh. M. Rizal Martua Damanik, M.Rep.Sc., PhD Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr Tanggal Ujian: 28 Nopember 2011 Tanggal Lulus:


(16)

(17)

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, karena dengan rahmat dan karunianya maka penulisan disertasi ini berhasil diselesaikan.

Ucapan terima kasih dengan penuh hormat dan tulus penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan: Prof. Dr. Ir. Hardinsyah MS sebagai ketua komisi pembimbing, Dr. dr. Noorwati Sutandyo Sp PD KHOM, Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman MS, Dr. I Made Artika, M. App. Sc dan Prof. Dr.Yahdiana Harahap, MS, Apt. sebagai anggota komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar MS dari Gizi Masyarakat IPB, Dra. Riska Apt., dr. Novendy, dr Leovina di Laboratorium Litbang Rumah Sakit Kanker Dharmais, Dr. Didah Nur Faridah, S. TP, Msi di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Unit Analisis Pangan IPB, Dr. dr. Ani di Laboratorium Biokimia UI, Ibu Yusmaria M. Si di Laboratorium Balai Besar industri Agro, Dra. Endah di Laboratorium Pusat Forensik Mabes Polri Jakarta, Dr. Ir. Sri Anna Marliati, MS sebagai penguji ujian prakualifikasi, Dr. Ir. Budi Setiawan, MS sebagai penguji ujian kolokium dan ujian terbuka, drh. M. Rizal Martua Damanik, M. Rep.Sc.,Ph D dan Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS sebagai penguji luar komisi ujian tertutup, pasien pasien kanker payudara yang telah bersedia dengan sukarela turut berpartisipasi dalam penelitian sebagai subjek penelitian hingga akhir kegiatan intervensi, prodi Ilmu Gizi Manusia dan seluruh dosen pengajar yang telah banyak membantu dan memberikan motivasi dan masukan serta membekali ilmu dan pengetahuan selama penulis mengikuti studi di IPB.

Kepada ayahanda Alamsyah Halim (alm) dan ibunda Linawati serta bapak mertua Kresno Liswardi (alm) dan ibu mertua Margaretha (alm) yang selalu mendoakan untuk keberhasilan penulis, dengan tulus dan penuh rasa hormat, diucapkan terima kasih atas semua yang telah diberikan.

Untuk suami tercinta Jopit Liswardi dan ke tiga putriku tersayang Cecilia, Yosephine dan Amelia terima kasih atas semua kasih sayang, doa, pengertian dan pengorbanan yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan juga kepada seluruh sanak keluarga penulis ucapkan terima kasih atas doa dan motivasinya.

Kepada teman teman seangkatan di GMA 2007 serta adik dan kakak angkatan GMA yang telah memberi dukungan dan semangat kepada penulis selama mengikuti studi maupun dalam penelitian diucapkan terima kasih dan masih banyak nama nama yang telah berjasa dalam penyelesaian studi ini yang tidak dapat diucapkan satu persatu penulis mengucapkan terima kasih yang tulus semoga Tuhan YME memberi balasan yang setimpal .

Akhir kata, semoga disertasi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak-pihak lain yang membutuhkannya.

Bogor, Desember 2011 Eliza Halim


(18)

(19)

Nama : Eliza Halim

Email : eliza.halim@yahoo.com

Pekerjaan: Apoteker Penanggung Jawab di Klinik Permata Persada.

Alamat Kantor : Klinik Permata Persada, Pertokoan Duta Permai Blok B1 No.12A Raya Kalimalang Bekasi Barat

Telpon/Fax : 021. 8840286/ 021. 8855503

Pendidikan : 1976 – 1986 S1 Fakultas Farmasi Universitas Pancasila 1986—1988 Apoteker Universitas Pancasila.

1996 – 1998 S2 Marketing Universitas Borobudur 2007 – 2011 Program S3 GMA PPS IPB

Oktober 2008 – Februari 2009 Program Sandwich di University of Nebraska Lincoln USA

Artikel yang diterbitkan :

1. Kajian Bioaktif dan Zat Gizi Propolis Indonesia dan Brasil di Jurnal Gizi dan Pangan edisi November 2011.

2. Kajian Aktifitas Antioksidan dan Daya Hambat Propolis terhadap MCF7 cell lineserta Keamanannya di Jurnal Gizi dan Pangan edisi November 2011.


(20)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...v

DAFTAR GAMBAR...vii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...1

1.2. Perumusan Masalah...6

1.3.Tujuan Penelitian...6

1.4. Manfaat Penelitian...7

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Propolis...9

2.1.1. Kandungan Propolis ...10

2.1.1.1. Komposisi Kimia Propolis...10

2.1.1.2. Kandungan Gizi dalam Propolis...12

2.1.2. Aktifitas Biologis dan Farmakologis...13

2.1.2.1. Aktifitas Antioksidan Propolis ...14

2.1.2.2. Aktifitas Propolis terhadap Kanker ...15

2.1.2.2.1. Menghambat Siklus Sel Kanker...16

2.1.2.2.2. Apoptosis Sel Kanker...17

2.1.2.2.3. Antiangiogenesis dan Antimetastasis...17

2.1.2.2.4. Modulasi Respon Imun...18

2.1.2.2.5. Protektif Terhadap Efek Samping Terapi Kanker...20

2.1.3. Dosis, Efek Samping dan Toksisitas Propolis...22

2.1.4. Penelitian Propolis pada Manusia...23

2.2. Antioksidan...25

2.2.1.Efek Radikal Bebas pada Tubuh ...27

2.2.2. Aktifitas Antioksidatif ... 28

2.2.2.1. Menangkap langsung radikal bebas ...28

2.2.2.2. Mengikat Nitrit Oksida ...28

2.2.2.3. Menghambat XanthinOksidase ...29

2.2.2.4. Imobilisasi Leukosit...29

2.2.2.5. Interaksi dengan Sistem Enzim Lainnya...30

2.2.2.6. Zat Antioksidan Lainnya...30

2.3. Kanker ...32

2.3.1. Epidemiologi dan Dampak Kanker ...32

2.3.2. Sifat Kanker...34

2.3.3. Dasar Molekul Kanker ...34


(21)

ii

2.3.5.2. Modalitas Radioterapi ... 37

2.3.5.3. Modalitas Kemoterapi ... 38

2.3.5.4. Modalitas Terapi Hormon ... ...39

2.3.5.5. Modalitas Terapi Target ... 40

2.3.5.6. Pengobatan Komplementer Alternatif... 41

2.4. Imunologi Kanker... 41

2.4.1. Imunitas Selular... 42

2.4.2. Imunitas Humoral... 45

3. HIPOTESIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran ... 47

3.2. Hipotesis... 48

4. METODE 4.1. Tahapan Penelitian ... 51

4.2. Bahan Yang Digunakan... 51

4.3. Waktu dan Tempat Penelitian ... 52

4.4. Rancangan Percobaan... 52

4.5. Tahapan Pengerjaan... 56

4.5.1. Tahap 1.Ekstraksi propolis ... 56

4.5.2. Tahap 2 Uji I: Uji Laboratorium ... 59

4.5.2.1. Analisis Fitokimia ... 59

4.5.2.2. Uji Vitamin dan Mineral Propolis ... 61

4.5.2.3. Uji Antioksidan... 61

4.5.2.4. Uji Komponen Bioaktif Propolis... 62

4.5.2.4.1. KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) .. 62

4.5.2.4.2. KGSM (Kromatografi Gas Spektrofometri Massa)... 63

4.5.2.5. Uji sitotoksik terhadap cell line kanker payudara ... 63

4.5.3. Tahap 3 Uji II Uji Hewan (Uji Toksisitas)... 67

4.5.4. Tahap 4 Uji III Uji Klinis pada pasien kanker payudara... 68

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Bioaktif Propolis ... 77

5.2. Analisis Kandungan Vitamin dan Mineral Propolis... 82

5.3. Analisis Aktifitas antioksidan... 84

5.4. Uji Sitotoksik (Daya Hambat) Propolis pada MCF-7 ... 86

5.5. Uji Keamanan Propolis Indonesia ... 89

5.6. Uji Efek Imunomodulator, Kadar SOD, Kadar Vitamin dan Mineral Propolis pada Pasien Kanker Payudara... 91


(22)

iii 5.6.2 Kadar SOD dalam darah Pasien...101 5.6.3. Kadar Vitamin dan Mineral dalam Darah Pasien ...103

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ...109 6.2. Saran...110

DAFTAR PUSTAKA...111


(23)

(24)

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Kandungan vitamin dan mineral propolis di USA...13 2. Kelompok utama flavonoid...26 3. Efek samping radioterapi akut ...38 4. Variabel dan metode pengamatan pada uji klinis ...71 5. Alat ukur, cara ukur, hasil ukur, dan rujukan data...75 6. Hasil analisis fitokimia secara kualitatif ...77 7. Hasil analisis bioaktif dengan KG-SM/GCMS...80 8. Hasil uji zat gizi vitamin dan mineral PI dan PB...83 9. Hasil uji aktivitas antioksidan PI dan PB...85 10. Hasil uji sitotoksik/daya hambat terhadap MCF-7...89 11. Hasil uji keamanan propolis Indonesia ...90 12. Karakteristik subjek penelitian...94 13. Kadar CD8+ absolut sebelum dan sesudah perlakuan ...98 14. Kadar CD8+ % sebelum dan sesudah perlakuan ...98 15. Hasil analisis SOD dalam darah pasien ...102 16. Hasil analisis kadar vitamin A, C, E, dan Zn...105 17. Kandungan vitamin dan mineral pada PI dosis 900 mg...106


(25)

(26)

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Formula struktural dan kimia Artepillin-C dan CAPE ...12 2. Struktur molekular flavonoid ...27 3. Kerangka pemikiran...49 4. Kerangka operasional...50 5. Pembuatan ekstrak propolis ...57 6. Cara ekstraksi propolis...58 7. Metode preparasi sampel pada KCKT...64 8. Alur uji klinis dan penempatan ...70


(27)

(28)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Formulir Informed consent ...137 2. Formulir persetujuan untuk mengikuti penelitian...138 3. Kuisioner identitas, antropometri dan data penyakit ...139 4. Formulir monitoring intervensi...141 5. Sertifikat Analisis Artepillin C...142 6. Sertifikat Analisis CAPE ...143 7. Quality Certificate Propolis Brasil...144 8. Gambar spektrum PI dan PB...145 9. Hasil Analisis GCMS Propolis Indonesia...146 10. Hasil Analisis GCMS Propolis Brasil...155 11. Hasil Analisis Aktifitas Antioksidan...167 12. Hasil Analisis Zat Gizi Vitamin dan Mineral PI...168 13. Hasil Analisis Zat Gizi Vitamin dan Mineral PB ...169 14. Hasil Analisis Daya Hambat terhadap MCF7...170 15. Hasil Analisis Keamanan Propolis Indonesia ...171 16. Gambar kegiatan penelitian...172


(29)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Makanan adalah sumber zat gizi yang terdiri dari zat gizi makro dan mikro yang perlu dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dan aman untuk hidup sehat. Zat gizi tersebut berfungsi untuk mendukung kerja berbagai sistem tubuh seperti sistem sel dan organ (Berdanier 2007), imunitas, reproduksi, kardiovaskuler, endokrin, otot, dan sistem saraf (Almatsier 2006; Maggini et al. 2007). Vitamin dan mineral tertentu berperan sebagai antioksidan dan penguat sistem imun. Vitamin A, C, E, selenium, tembaga, dan Zn berperan sebagai antioksidan dan dapat mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas (Maggini 2007; Winarsi 2007). Kekurangan zat gizi dapat menurunkan produktifitas (Almatsier 2006), gangguan kognitif, dan kesehatan (Rivlin 2007). Makanan juga mengandung komponen lain dalam jumlah kecil yang bermanfaat untuk kesehatan yaitu komponen bioaktif berupa metabolit sekunder atau komponen lain yang secara keseluruhannya dikenal sebagai nutraceutical. Hipocrates (460-359 SM) bapak kedokteran modern mengungkapkan anjuran yang sangat terkenal yaitu “Let food be thy medicine and medicine be thy food” yang menunjukkan bahwa makanan berperan penting dalam penyembuhan penyakit (Smith 2004).

Di lain pihak, saat ini kanker telah menjadi permasalahan kesehatan tidak hanya di negara maju namun juga di negara berkembang. Menurut laporan World Health Organization(WHO) pada tahun 2005, jumlah kasus kanker telah melampaui angka penyakit infeksi dan masalah kebersihan yang beberapa waktu lalu menjadi masalah utama di negara negara berkembang (Farakh 2007). World Cancer Report melaporkan berdasarkan data the International Agency for Research on Cancer (IARC) bahwa pada tahun 2010 kanker merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia.

Kasus kanker di dunia meningkat dua kali lipat antara tahun 1975 dan 2000, dan akan meningkat dua kali lipat lagi pada tahun 2020, dan hampir tiga kali lipat pada tahun 2030. Diperkirakan 12 juta kasus kanker baru dan lebih dari


(30)

2

7 juta kematian terjadi akibat kanker pada tahun 2008. Jika diprediksikan pada tahun 2030 akan ada 20-26 juta kasus kanker baru dan 13-17 juta kematian akibat kanker. Komunitas global memperkirakan peningkatan insiden kanker adalah 1% setiap tahun dengan peningkatan terbesar di negara Cina, Rusia dan India (Mulcahy 2008). Sedangkan laporan WHO (2003) juga memprediksikan bahwa akan terjadi peningkatan insiden kanker sebanyak 50% menjadi 15 juta kasus baru pada tahun 2020. Kanker saat ini telah menjadi beban di tiap negara (global burden).

Adanya peningkatan insiden kanker di negara maju dan berkembang menunjukkan bahwa kanker berimplikasi secara internasional dan menuntut perhatian yang serius. Dampak yang ditimbulkan kanker adalah selain menurun kan angka harapan hidup (Parkin et al. 2002), juga berdampak pada ekonomi (Anon 2009a; Chirikos 2001), sosial (Pardue et al. 1989) dan psikologis penderitanya (Anon 2009b). Di samping itu pengobatan yang dijalankan oleh penderita kanker seperti kemoterapi memberikan dampak terhadap kualitas hidup penderita kanker akibat efek samping yang ditimbulkan oleh terapi kanker tersebut (Broekel et al. 2000). Efek kemoterapi dan radioterapi yang selain menghancurkan sel kanker juga menghancurkan sel sehat sehingga dapat menimbulkan berbagai efek samping seperti mual, muntah, rambut rontok, dan menurunkan status imun pasien kanker (Hellman 1997; Papageorgio & McLeod 2002).

Menimbang mahalnya biaya pengobatan dan buruknya efek samping yang ditimbulkan oleh terapi kanker konvensional, terapi komplementer-alternatif (complementer-alternative medicine/ CAM) mulai populer digunakan tidak hanya di negara Asia namun juga di Amerika dan Eropa (Boon et al. 2000; Cassileth & Deng 2004; Ernst & Cassileth 1998; Liu et al. 1997; Molassiotis. 2006; Spadacio & de Barros 2008). Menurut survei di Amerika Serikat, terjadi peningkatan penggunaan CAM dari 33.8% pada tahun 1990 menjadi 42.1% pada tahun 1997 (Eisenberg et al. 1998). Bahkan pada survei tahun 2002 dilaporkan bahwa 80% pasien kanker pernah menggunakan CAM (Cassileth & Deng 2004).


(31)

Secara umum jenis CAM yang sering digunakan adalah berdoa/kekuatan spiritual, terapi herbal, dan chiropratic(Cassileth 1999; Cassileth & Deng 2004). Lebih jauh lagi dalam beberapa tahun terakhir penggunaan herbal semakin berkembang dibanding dengan CAM lainnya (Cassileth & Deng 2004; Cassileth 1999; Molassiotis 2006). Tujuan pasien kanker menggunakan terapi herbal ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan sistem imun (Molassiotis 2006; Shen et al.2002).

Propolis merupakan salah satu CAM yang dapat digunakan untuk pasien kanker (Galvao 2007). Telah diketahui bahwa propolis mengandung 150 sampai 300 lebih unsur didalamnya. Secara umum komposisinya terdiri dari 30% lilin (wax), 50% resin atau balsam pohon, 10% minyak esensial dan aromatik, 5% pollen, dan 5% unsur lainnya (Burdock 1998). Kandungan biokimia yang diketahui terkandung adalah polifenol (flavonoid, asam fenolat, dan esternya), terpenoid, steroid, dan asam amino (Ahn et al.2007; Bankova et al. 2008; Chen et al. 2004; Coneac et al. 2008; Kumazawa et al. 2004; Sheng et al. 2007; Salatino et al. 2005). Flavonoid merupakan zat yang diketahui banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan dan mempunyai efek antioksidan dalam mengikat radikal bebas (Amic et al.2003; Manach et al. 2005; Middleton, Kandaswami & Theoharides 2000; Nijveldt et al. 2001; Russo et al. 2000). Propolis diketahui mempunyai kandungan flavonoid yang tinggi (Ahn et al. 2007; Bankova et al. 2008; ; Chen et al.2004; Coneac et al. 2008; Kumazawaet al. 2004; Salatinoet al. 2005; Sheng et al. 2007). Selain itu propolis juga mempunyai kandungan gizi yang bernilai tinggi lainnya seperti elemen mineral, vitamin, dan enzim (Bankova et al. 2000; Hegazi 1998). Mineral yang terkandung dalam propolis adalah Ca, Mg, Na, Fe, Mn, Cu, dan Zn (Bankova et al. 2000). Vitamin yang terkandung dalam propolis adalah B1, B2, B6, A, C, E, asam nikotinik, asam pantotenik, dan riboflavin (Hegazi 1998). Sedangkan enzim yang terkandung dalam propolis adalah suksinat dehidrogenase, glukosa-6-fosfat, adenosin trifosfat, dan asam fosfatase (Hegazi 1998).


(32)

4

Seperi kita ketahui dalam usaha peternakan lebah ada beberapa produk yang bisa dihasilkan antara lain madu, royal jelly, propolis, polen dan lilin. Madu dihasilkan lebah dengan cara mengumpulkan serbuk sari dan nektar bunga yang kemudian diolah dalam tubuhnya dan disimpan dalam sarang untuk makanan maka propolis adalah suatu produk herbal alami yang berasal dari zat resin yang dikumpulkan lebah dari sari tunas daun dan kulit batang tanaman yang dicampur dengan enzim dan lilin dari sarang lebah (Burdock 1998; Galvao 2007; Lotfy 2006). Propolis sudah digunakan sejak 300 SM sebagai obat untuk menyembuhkan kulit yang luka karena mempunyai efek antiinflamasi (Ghisalberti 1979). Kandungan aktif propolis yang utama adalah Artepillin C, PM-3, Caffeic Acid Phenetyl Ester(CAPE), Propolin A, Propolin B dan Propolin C (Bankova et al. 2000; Lotfy 2006; Zhou et al. 2008). Penelitian pada hewan baik secara in vivo dan in vitro menemukan bahwa propolis mempunyai efek antimikrobial (Alencar et al. 2007; Grange & Davey 1990; Orsi et al. 2005; Sforcin et al. 2000), antivirus (Amoros et al. 1994; Serkedjieva et al. 1992), antifungi (Murad et al. 2002; Tosi et al. 1996;), antiparasit (Decastro et al. 1995), antiinflamasi (Ansorge et al. 2003), dan antitumor (Bankova 2005a; Chung et al. 2004; Grunberger et al. 1988; Kimoto et al. 1998; Kimoto et al. 2001; Luo et al. 2001; Matsuno 1995; Matsuno et al. 1997a; Orsolic et al.2003a, 2003b; Scheler et al. 1989; Song et al. 2002; Su et al. 1994). Mekanisme pasti efek biologis yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tersebut masih belum jelas. Namun dari berbagai penelitian diketahui bahwa efek biologis tersebut merupakan kontribusi dari kandungan flavonoid yang ada di dalam propolis (Ahn et al. 2007; Chen et al. 2004; Coneac et al. 2008; Kumazawa et al. 2004; Salatino et al. 2005; Sheng et al. 2007).

Penggunaan propolis sebagai CAM untuk pengobatan kanker cukup terkenal di Jepang (Hyodo et al. 2003, 2005; Yoshimura et al. 2005). Sebagai anti tumor, propolis dapat mempengaruhi siklus sel kanker, menyebabkan apoptosis kanker, anti-angiogenesis (mencegah pembentukan blood vessel), anti-metastasis (mencegah berpindahnya sel kanker dari satu bagian tubuh ke bagian


(33)

lain), dan memodulasi sistem imun tubuh dalam melawan sel kanker (Galvao 2007; Sforcin 2007). Pada pasien kanker terjadi gangguan sistem imun sehingga menyebabkan sel kanker dapat tumbuh (Kresno 2008). Sistem imun yang berguna untuk melawan kanker adalah sistem imun seluler yaitu sel T sitotoksik (sel T CD8+). Dalam maturasi dan diferensiasi, sel ini membutuhkan sitokin IL-2 yang dikeluarkan oleh sel T CD4+ subset T helper 1/Th1. Sedangkan sitokin yang dikeluarkan oleh subset Th2 akan menghambat sel T CD8+ (Abbas et al. 2000; Male et al. 1996; Baratawidjaja & Rengganis 2009a). Pada kanker yang semakin lanjut ditemukan produksi sitokin Th2 yang lebih banyak dibanding Th1, sehingga sistem imun seluler semakin lemah dan pada akhirnya memungkinkan kanker semakin berkembang (Fearon et al. 1990; Goto et al. 1999; Sato et al. 1998). Keadaan ini ditemukan pada berbagai macam kanker seperti kanker mulut (Agarwal et al. 2003), multipel mieloma (Frassanito et al. 2001), kanker prostat (Filella et al. 2000), gastrointestinal (Nakayama et al. 2000), kanker buli-buli (Agarwal et al. 2006), kanker nasofaring (Sparano et al. 2004), kanker paru (Huang et al.1995; Puturel et al.1998), kanker otak (Kumar et al. 2006), kanker serviks (Sharma et al. 2007), dan kanker esofagus (Johanna et al. 2003). Telah banyak dilakukan penelitian mengenai propolis dan telah terbukti dapat mening katkan sistem imun seluler untuk melawan kanker baik secara in vitro dan in vivo pada hewan (Jak´obisiak et al. 2003; Kaneno 2005; Kimoto et al.1998; Moriyasu et al.1994; Park et al. 2004).

Potensi propolis di Indonesia cukup banyak sementara pasar propolis di Indonesia didominasi oleh produk impor, salah satunya dari Brasil. Sampai saat ini penelitian tentang efikasi propolis pada sel kanker manusia amat terbatas dan belum pernah ada yang menggunakan propolis Indonesia. Mempertimbangkan kandungan propolis yang dipengaruhi oleh jenis lebah, jenis tanaman habitatnya, musim dan geografis, maka perlu dilakukan identifikasi kandungan bioaktif propolis Indonesia, uji efikasi dan keamanannya yang selanjutnya dapat digunakan untuk standarisasi proses dan kandungan propolis. Di samping itu penelitian yang menguji bagaimana efek imunomodulasi propolis pada manusia


(34)

6

secara langsung (uji klinis) dengan menggunakan Propolis Indonesia masih sangat terbatas terutama pada pasien kanker payudara. Hal hal tersebut diatas mendorong dilakukannya penelitian ini.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan kajian pustaka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Apa saja kandungan bioaktif dan zat gizi propolis yang berasal dari Indonesia dan sejauh mana perbedaannya dibandingkan propolis impor seperti propolis Brasil ?

2. Bagaimanakah aktifitas antioksidan propolis Indonesia dibandingkan dengan propolis Brasil?

3. Bagaimana daya hambat proliferatif propolis Indonesia dibandingkan propolis Brasil terhadap sel kanker payudara (MCF-7 cell line).

4. Sejauh mana keamanan atau toksisitas Propolis Indonesia?

5. Bagaimana efikasi klinis propolis Indonesia terhadap peningkatan kadar Vitamin A, C, E, dan Zn pada darah pasien kanker payudara?

6. Bagaimana efikasi propolis Indonesia terhadap peningkatan kadar SOD (Superoxide Dismutase) dan kadar sel T CD8+ pada darah pasien kanker payudara?

1.3. Tujuan

Tujuan umum penelitian ini untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi kandungan bioaktif propolis Indonesia (PI) dan propolis Brasil (PB), kandungan zat gizi, aktifitas antioksidan, daya hambatnya terhadap MCF-7 (cell line kanker payudara), keamanannya dan efikasi klinis propolis Indonesia dalam meningkatkan sistem imun seluler pada pasien kanker payudara. Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis kandungan komponen bioaktif propolis dan zat gizi, serta aktifitas antioksidan propolis Indonesia (PI) dan propolis Brasil (PB)


(35)

2. Mengkaji aktifitas zat antioksidan PI dibandingkan dengan PB

3. Mengkaji efikasi daya hambat propolis PI dan PB terhadap MCF-7 (cell line kanker payudara).

4. Mengkaji toksisitas atau keamanan PI untuk dikonsumsi.

5. Mengkaji efikasi klinis PI terhadap peningkatan kadar Vitamin A, C, E dan Zn pada darah pasien kanker payudara

6. Mengkaji efikasi PI terhadap peningkatan kadar SOD dan produksi sel T CD8+ pada darah pasien kanker payudara.

1.4. Manfaat

1. Memberikan informasi mengenai kandungan bioaktif, komponen zat gizi dan aktifitas antioksidan dari Propolis Indonesia dan Brasil.

2. Memberikan informasi mengenai daya hambat proliferatif terhadap sel kanker payudara (MCF-7) dari propolis Indonesia.

3. Memberikan informasi mengenai toksisitas atau keamanan propolis Indonesia.

4. Memberikan informasi mengenai efikasi Propolis Indonesia dalam meningkatkan kadar vitamin A, C, E, dan Zn, SOD dan peningkatan kadar sel CD8+ pada darah pasien kanker payudara.

5. Bila hasil uji efikasi klinis signifikan maka hasil penelitian ini diharapkan: 1) dapat memperkuat basis ilmiah untuk inovasi produk obat/obat tradisional/herbal baru yang berasal dari kekayaan sumberdaya lokal Indonesia; 2) dapat menjadi masukan bagi pada ahli kanker/onkologist di Indonesia bahwa propolis sebagai sumber herbal alami dari Indonesia potensial digunakan dalam terapi komplementer-alternatif pengobatan kanker payudara; 3) dapat memberikan peningkatan harapan hidup bagi penderita kanker di Indonesia dengan memakai propolis Indonesia yang berkhasiat meningkatkan imunitas pasien kanker; dan 4) dapat meningkatkan nilai tambah ekonomi, peluang kerja


(36)

8

dan usaha melalui agroindustri lebah dan propolis, bahkan potensi meningkatkan devisa (diekspor).


(37)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Propolis

Propolis atau “bee glue” adalah zat resin atau getah yang keluar dari tunas daun dan kulit batang terutama tanaman Conifer (golongan pinus) yang dihisap lebah. Lebah menghisap resin dari tumbuhan kemudian mengolahnya dengan enzim yang dikeluarkan oleh lebah dan mencampurnya dengan lilin yang ada di dalam sarang. Ada 2 karakteristik dari propolis yaitu dari bau dan warnanya yang mempunyai bermacam kepekatan dan warna yang bervariasi dari hijau, merah sampai coklat gelap tergantung dari sumber pohon dan usianya. Propolis menjadi keras ketika terkena dingin tetapi menjadi lembut dan lengket ketika terkena panas (Burdock 1998; Ghisalberti 1979).

Bahan dasar propolis (crude propolis) didapat dengan mengumpulkan propolis yang melekat pada alat yang dinamakan perangkap propolis yang dipasang pada kotak kotak tempat tinggal lebah di peternakan lebah.

Secara etimologi, kata Propolis berasal dari bahasa Yunani yaitu “pro” yang artinya pertahanan dan “polis” yang artinya kota, sehingga gabungan dari propolis mempunyai arti “pertahanan sarang”. Lebah menggunakan propolis untuk penutup lubang-lubang pada sarang lebah, melembutkan pada dinding bagian dalamnya dan juga untuk menyelimuti/membalsem binatang penyusup agar tidak membusuk. Propolis juga melindungi koloni lebah dari penyakit karena kandungannya yang mempunyai efikasi sebagai antiseptik dan antimikroba (Bonvehi & Coll 2000; Castaldo & Capasso 2002; Salatino et al. 2005).

Propolis sudah digunakan sejak 300 SM sebagai obat untuk menyembuhkan kulit yang luka karena mempunyai efek antiinflamasi oleh bangsa Mesir, Yunani, dan Romawi. Selain itu orang Yunani kuno juga menggunakan propolis untuk membalsem orang mati dan juga digunakan pada masa perang Boer untuk menyembuhkan luka dan regenerasi jaringan (Ghisalberti 1979). Sampai saat ini propolis masih populer digunakan dan


(38)

10

menjadi obat yang paling sering digunakan di Balkan. Satu dekade terakhir para peneliti telah mencari komponen yang terkandung di dalam propolis dan efek biologis dari kandungan tersebut (Bankova 2005b).

2.1.1. Kandungan Propolis

2.1.1.1. Komposisi Kimia Propolis

Komposisi kimia propolis masih kurang diketahui. Komposisi propolis beragam salah satunya dapat dilihat dari warna dan aromanya yang berubah-ubah sesuai dengan sumber pohon, jenis lebah, musim dan daerah geografis (Bankova 1998, 2000, 2005b; Ghisalberti 1979). Propolis mengandung 150 sampai 300 lebih senyawa/komponen didalamnya. Secara umum komposisinya terdiri dari 30% lilin (wax), 50% resin atau balsam pohon, 10% minyak esensial dan aromatik, 5% pollen, dan 5% komponen lainnya (Burdock 1998). Pada tahun 1983, Kazmarek menemukan bahwa propolis mengandung β-amilase (Hegazi 1998). Pada sampel Propolis Brasil dengan menggunakan metode gas-chromatography (GC), gas chromatography-mass spectrometry (GC-MS), dan thin layer chromatography (TLC) mengungkapkan komponen utama propolis adalah komponen fenol (flavanoid, asam aromatik, dan benzopiren), di- dan triterpen, minyak esensial, dan lainnya (Bankova 2000; Burdock 1998; Sforcin 2007). Propolis juga berisi turunan asam sinamat seperti asam kafeat (3,4-hidroxycinnamic acid) dan esternya, sesquiterpene, quinones dan coumarin. Komponen kimia propolis lainnya yang telah diidentifikasi yaitu terpenoid, aldehid, alkohol, asam alifatik dan ester, asam amino, steroid, gula dan lain-lain (Bankova 1992, Park et al. 1997; Koo et al. 1997; Nagy & Grancai 1996).

Oleh karena kandungan aktif propolis dipengaruhi oleh letak geografis dan sumber tumbuhan, maka terdapat perbedaan antara propolis di Brasil dengan propolis di China. Propolis Brasil terutama mengandung terpenoid, turunan prenylated. Propolis China banyak mengandung flavonoid dan asam fenolat. Negara lainnya yang terbukti mempunyai kandungan flavonoid tinggi pada


(39)

propolisnya adalah Argentina, Australia, Bulgaria, Hungaria, New Zealand, dan Uruguay (Kumazawa et al. 2004).

Bankova (2008) melaporkan adanya temuan kandungan kimia baru pada propolis dari berbagai negara tergantung dari iklim daerahnya. Komponen baru pada daerah beriklim sedang (temperate zone) seperti di Eropa, Amerika Utara dan daerah non tropis di Asia, Amerika Selatan, dan di New Zealand, konstituen utamanya adalah flavonoid aglycones, asam aromatik dan esternya. Propolis tipe ini disebut juga “propolis tipe poplar”, merupakan propolis yang paling sering diteliti baik dari segi kandungan kimia maupun farmakologis. Komponen baru pada daerah beriklim tropis dan subtropis seperti Amerika Selatan banyak mengandung flavonoid dan komponen terkait seperti flavones, falvonol, chalcone, isoflavonoid, dan neoflavonoid.

Melalui kajian lebih dalam lagi, jenis spesifik kandungan aktif dari propolis yang pada banyak penelitian mempunyai efek biologis adalah Artepillin-C, PM3 (3-[2-dimethyl-8-(3-methyl-2 butenyl)benzopyran]-6-propenoic acid), CAPE (caffeic acid phenethyl ester), Propolin A, Propolin B, dan Propolin C. Artepillin C (3,5-diprenyl-4-hydroxycinnamic acid) diekstrak dari Propolis Brasil mempunyai berat molekul 300.40 dan memiliki efek antimikroba dan antitumor (Kimoto et al.1998; Kimotoet al. 2001; Lotfy 2006). CAPE terkandung dalam propolis berkhasiat sebagai antiinflamasi yang kuat (Song et al. 2002), dan pada tumor berefek sebagai antiangiogenesis, menghambat invasi tumor dan antimetastatis (Orsolic et al. 2003). PM-3 diisolasi dari Propolis Brasil yang secara nyata menghalangi pertumbuhan dari sel kanker payudara manusia MCF-7 (Luo et al. 2001). Chia-Nana et al. (2004) mengisolasi 3 prenyl flavonones dari Propolis Taiwan yaitu Propolin A dan propolin B yang berkhasiat menginduksi apoptosis pada sel melanoma manusia dan propolin C merupakan antioksidan yang kuat. Struktur kimia dari ArtepillinC dan CAPE dapat dilihat pada Gambar 1.


(40)

12

Gambar 1. Formula struktural kimia Artepillin-C (A) dan CAPE (B)

Sedangkan kandungan aktif propolis Indonesia sudah diteliti oleh Syamsudin et al. (2009) yaitu meneliti kandungan kimia propolis yang berasal dari tiga tempat yang berbeda di Indonesia (Sukabumi, Batang dan Lawang) dan menemukan beberapa bahan kandungan kimia yang pertama kali ditemukan dalam propolis yaitu 1,3-bis(trimethylsilylloxy)-5,5-proyllbenzene, 3,4-dimethylthioquinoline, 4-oxo-2-thioxo-3-thiazolidinepropionic acid, D-glucofuranuronic acid, dofuranuronic acid, patchoulene dan 3-quinolinecarboxamine.

2.1.1.2. Kandungan Gizi dalam Propolis

Propolis mengandung karbohidrat, asam amino, elemen mineral dan vitamin (Bankova et al. 2000; Hegazi 1998). Mineral yang terkandung dalam propolis adalah Ca, Mg, Na, Fe, Mn, Cu, dan Zn (Bankova et al. 2000; Syamsudin et al 2009).Vitamin yang terkandung dalam propolis adalah B1, B2, B6, A, C, E, asam nikotinik dan asam pantotenik (Hegazi 1998). Propolis juga mengandung enzim suksinik dehidrogenase, glukosa-6-fosfat, adenosin trifosfat, dan asam fosfatase (Hegazi 1998).

Keberadaan dari sejumlah kecil vitamin dalam propolis dari USA telah dilaporkan (Hegazi 1998) dapat dilihat pada Tabel 1.

A

B A


(41)

Tabel 1. Kandungan vitamin dan mineral dalam propolis di USA (Hegazi 1998)

Nama Vitamin

dan mineral Satuan Propolis segar Propolis kering

Vitamin A/

retinol IU/gram 6,1 8,1

Vitamin B1 µg/gram 4,5 6,5

Vitamin B2 µg/gram 20 28

Vitamin B6 µg/gram 5

-Vitamin C - -

-Vitamin E - -

-Tembaga (Cu) Mg/kg 26,5

-Mangan (Mn) Mg/kg 40

-Penelitian Syamsudin et al. (2009) menemukan bahwa propolis yang berasal dari tiga tempat yang berbeda di Indonesia mengandung gula dan gula alkohol seperti D-mannopyranosa, D-xylose, D-galactose, D-manitol, D-glucitol, Erythritol, Arabinofuranose, D-ribosa, Threitol, dan Arabinitol. Keempat glukosa terakhir adalah jenis glukosa yang pertama kali ditemukan dalam propolis.

2.1.2. Aktifitas Biologis dan Farmakologis

Telah banyak penelitian mengenai propolis dan terbukti propolis mempunyai efek antimikrobial atau antibakteri (Alencar et al. 2007; Bonvehi & Coll 2000; Castaldo & Capasso 200; Dobrowski et al. 1991; Grange & Davey 1990; Ikeno et al. 1991; Kujumgiev et al. 1999; Orsi et al. 2005; Sforcin et al. 2000; Tosi et al. 1996;), antivirus (Amoros et al. 1994; Serkedjieva & Higashi 1992), antifungi (Murad et al. 2002; Tosi et al. 1996), antiparasit (Decastro et al.


(42)

14

1995), antiinflamasi (Ansorge et al. 2003; Dobrowski et al. 1991; Mirzoeva & Calder 1996; Strehl et al. 1994; Wang et al. 1993), antioksidan (Ahn et al2007; Hamasaka et al. 2004; Kolankaya et al. 2002; Kumazawa et al. 2004; Ozen et al. 2004; Pascual et al. 1994; Shimizu et al. 2004), protektor hati (Lin et al. 1999), antihipertensif (Yoko et al. 2004), protektor otak (Ilhan et al. 2004), antiulkus (Tossoun et al.1997) dan antitumor (Bankova 2005a; Chung et al. 2004; Choi et al. 1999; Grunberger et al. 1988; Kimoto et al. 1998, Kimoto 2001a; Luo et al. 2001; Matsuno 1995; Matsuno et al. 1997; Orsolic et al.2003a, 2003b Song et al. 2002; Scheler et al. 1989; Su et al.1994).

Berikut akan dijabarkan lebih jauh mengenai 2 aktifitas dari propolis yaitu aktifitas antioksidan dan aktifitas terhadap kanker serta hubungan diantara keduanya.

2.1.2.1. Aktifitas Antioksidan Propolis

Telah diketahui bahwa propolis banyak mengandung polifenol salah satunya adalah flavonoid yang merupakan zat yang mempunyai aktifitas antioksidan. Kumazawa et al.(2004) meneliti kandungan polifenol dan flavonoid dari propolis yang berasal dari 16 negara. Komponen antioksidan diidentifikasi dengan menggunakan analisis HPLC/KCKT dan aktifitas antioksidan diukur dengan menggunakan metode β-carotene bleaching dan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) free radical scavenging assays system. Penelitian tersebut menemukan bahwa propolis dari negara Argentina, Australia, Cina, Hungaria, dan New Zealand mempunyai aktifitas antioksidan yang tinggi dan berkorelasi dengan kandungan polifenol dan flavonoid yang dikandungnya. Selain itu diteliti lebih jauh lagi jenis flavonoid yang mempunyai efek antioksidatif yaitu caffeic acid, qurcetin, kaempferol, phenethyl caffeate, cinnamyl caffeate, dan artepillin C.

Penelitian lainnya juga mendukung adanya korelasi antara kandungan flavonoid pada propolis dengan aktifitas aktioksidan. Coneac et al. (2008) meneliti pada propolis Romania dan menemukan adanya jenis flavonoid yang


(43)

mempunyai aktifitas antioksidan yaitu quercetin, rutin, caffeic acid, chrysin, apigenin dan kaempferol.

Geckil et al. (2005) juga membandingkan aktifitas antioksidan pengkelat logam dari Propolis Turki dengan zat antioksidan sintetik (BHA dan BHT). Penelitian tersebut menemukan bahwa ekstrak propolis baik ethanol based maupun water basedmempunyai efek metal chelatinglebih baik dibanding BHA dan BHT. Selain itu ditemukan juga bahwa efek antioksidan esktrak propolis berbasis etanol lebih baik dibanding dengan berbasis air.

Seperti telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, efek radikal bebas dapat merusak sel tubuh termasuk protein sitoplasmik di dalam DNA. Kejadian tersebut juga berhubungan dengan pertumbuhan tumor dimana radikal bebas mungkin beraksi sebagai pembawa pesan sekunder (secondary messengers) pada alur transduksi yang mengatur proliferasi selular. Antioksidan dapat menghambat atau menyingkirkan jumlah radikal bebas yang berlebihan sehingga mengurangi kerusakan yang terjadi akibat radikal bebas. Jadi dengan mengurangi peroksida di dalam sel oleh antioksidan akan menghambat terjadinya proses karsinogenesis (Galvao et al. 2007). Matsushige et al. (1996) mengisolasi komponen ekstrak Baccharis dracunculifoliapropolis yang menunjukkan adanya aktifitas antioksidan kuat melebihi vitamin C dan E.

2.1.2.2. Aktifitas Propolis terhadap Kanker

Telah banyak penelitian yang dilakukan baik secara in vitro dan in vivo untuk menguji efek propolis terhadap kanker. Beberapa aktifitas biologi propolis yang dapat melawan kanker adalah mempengaruhi siklus sel kanker, menyebabkan apoptosis sel kanker, antiangiogenesis, antimetastasis, dan memodulasi respon imun untuk menghambat kanker. Selain mempunyai efek melawan kanker, propolis juga dapat mencegah efek samping terapi konvensional kanker (kemoterapi dan radioterapi).


(44)

16

2.1.2.2.1. Menghambat Siklus Sel Kanker

Matsuno (1995) berhasil mengisolasi bahan aktif dari Propolis Brasil yaitu PMS-1, sebuah clerodane diterpenoid baru, yang dapat menghambat pertum- buhan sel hepatoma dan menghentikan siklus sel pada fase S.

Selain itu komponen aktif propolis lainnya yaitu CAPE juga dibuktikan dapat menghentikan siklus sel. Setelah inkubasi dengan CAPE selama 24 jam, persentase sel C6 glioma pada fase G0/G1 meningkat menjadi 85%, karena inhibisi fosforilasi pRB. Fosforilasi pRB oleh CDKs/siklin dipercayai sebagai kejadian penting dalam regulasi menuju fase S, dan menjadi titik restriksi pada fase G1 lanjut. Penelitian in vivo menunjukkan bahwa CAPE menurunkan pertumbuhan xenograft sel C6 glioma pada mencit dengan cara menghambat proliferasi sel. Analisis histokimia dan imunohistokimia menemukan bahwa terapi dengan CAPE dapat menurunkan mitosis sel dan sel yang positif proliferating cell nuclear antigen(PCNA) pada sel C6 glioma (Kuo et al.2005).

Turunan CAPE juga diteliti efeknya pada kanker mulut dengan menggunakan karsinoma sel skuamosa (KSS) cell line dan normal human oral fibroblast (NHOF) untuk memeriksa efek CAPE terhadap pola pertumbuhan sel, sitotoksitas, dan perubahan dalam siklus sel. CAPE menunjukkan mempunyai efek sitotoksik pada sel kanker KSS namun tidak pada sel normal (NHOF). Analisis flow cytometry menunjukkan bahwa KSS cell line berhenti pada fase G2/M. Dengan bukti ini maka CAPE mungkin berguna untuk menjadi salah satu kandidat terapi kanker mulut (Lee 2005)

PM-3 yang diisolasi dari Propolis Brasil juga mempunyai efek menghambat pertumbuhan sel kanker payudara manusia MCF-7. Terapi sel MCF-7 dengan PM-3 akan menghentikan sel pada fase G1 dan ditandai dengan penurunan protein siklin D1 dan siklin E. PM-3 juga menghambat ekspresi siklin D1 pada level traskripsi (Luo et al. 2001).


(45)

2.1.2.2.2. Apoptosis Sel Kanker

Matsuno et al. (1997b) menemukan juga komponen PRF-1 dari ekstrak propolis berbasis air yang terbukti mempunyai aktifitas antioksidan dan sitotoksik terhadap karsinoma haptoselular manusia, HeLa, dan sel HLC-2 karsinoma paru manusia. Komponen ini identik dengan Artepillin C dan sitotoksisitasnya sepertinya merupakan bagian dari apoptosis-like DNA fragmentation.

Aktifasi p53 dapat mengubah transkripsi berbabagai macam gen yang terlibat dalam metabolisme sel, regulasi siklus sel, dan apoptosis. Penelitian Vogelstein & Kinzler (1992) menunjukkan bahwa CAPE dapat meningkatkan fosforilasi dan ekspresi dari p53 dan Bax dimana dapat membentuk heterodimer dengan Bcl-2 dalam membran mitrokondria dan mengakselerasi apoptosis. Aso et al.(2004) juga melaporkan bahwa aktifitas antitumor propolis muncul melalui induksi apoptosis via jalur caspase.

Propolin A dan Propolin C dari Propolis Cina juga terbukti dapat menginduksi apoptosis pada sel melanoma dan secara bermakna menghambat aktifitas xanthine oxidase. Selain itu Propolin C juga dapat menginduksi apoptosis melalui jalur mitochondria-mediated apoptosis dengan mengeluarkan sitokrom C dari mitokondria ke sitosol (Chia-Nana et al.2004).

2.1.2.2.3. Antiangiogenesis dan Antimetastasis

Liao et al.(2003) mendemostrasikan efek penghambatan CAPE terhadap angiogenesis, invasi tumor, dan kapasitas metastasis tumor pada sel CT26. Mencit yang diterapi dengan CAPE tidak hanya menunjukkan penghambatan invasi tumor sebesar 47.8% tapi juga penurunan ekspresi matrix metalloproteinase (MMP)-2 dan -9. Produksi vascular endothelialgrowth faktor (VEGF) dari sel CT26 juga dihambat dengan CAPE (6μg/ml). Injeksi CAPE intraperiotoneal (10 mg/kg/hari) pada mencit BALB/c juga dapat mengurangi kapasitas metastasis pulmonal sel CT26 yang diikuti dengan menurunnya level plasma VEGF. CAPE juga dapat memperpanjang survival mencit yang


(46)

18

ditransplan dengan sel CT26 sehingga semakin memperkuat potensinya sebagai antimetastasis.

2.1.2.2.4. Modulasi Respon Imun

Seperti dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, respon imun yang berguna untuk melawan kanker adalah sistem imun seluler yaitu sel makrofag, sel T sitotoksik (sel T CD8+), dan sel NK. Dalam maturasi dan diferensiasi sel T sitotoksik, sel ini membutuhkan sitokin IL-2 yang dikeluarkan oleh sel T CD4+ subset T helper1/Th1 Sedangkan sitokin yang dikeluarkan oleh subset Th2 akan menghambat sel T CD8+ (Abbas 2000; Baratawidjaja & Rengganis 2009b; Male et al.1996).

Aktivasi Makrofag

Pada model imunosupresi, menurut Dimov et al. (1991) pemberian propolis water soluble derivative (WSD) pada mencit (50 mg/kg) dapat mencegah efek buruk siklofosfamid dan meningkatkan laju ketahanan hidup. Peneliti juga melaporkan bahwa propolis memodulasi imunitas nonspesifik melalui aktivasi makrofag. Propolis (0.2-1.0 mg/ml) dapat menstimulasi produksi sitokin seperti IL-1β dan TNF-α pada makrofag di peritoneal mencit (Moriyasu et al.1994).

Tatefuji et al. (1996) menemukan bahwa 6 komponen propolis yang diidentifikasi sebagai turunan caffeoylquinic acid dapat meningkatkan motilitas dan penyebaran makrofag. Paparan makrofag terhadap beberapa stimulus seperti interaksi dengan mikroorganisme dan produknya, antibodi atau antigen opsonisasi dengan komponen komplek, phorbol miristate acetate (PMA), Con A, komplek imun, leukotrien, chemiotatic peptide fMLP, sitokin dan lainnya dapat mengakibatkan perubahan metabolisme lebih lanjut yaitu dengan memproduksi oksigen intermediet. Produksi zat inilah yang membuat makrofag bersifat mikrobisidal dan tumorisidal.


(47)

Makrofag juga mempunyai peranan penting dalan respon antitumor melalui antibody-dependent cellular cytotoxicity (ADCC), sekresi sitokin yang menghambat pertumbuhan tumor, dan memproduksi oksigen reaktif dan nitrogen intermediet. Terapi pada mencit dengan ekstrak propolis (50 mg/kg) dapat memodifikasi aktifitas tumorisidal makrofag dengan memproduksi faktor pengaktivasi limfosit lebih tinggi, sehingga menghambat HeLa cell line. Mencit yang diberi propolis juga menunjukkan elevasi respon splenosit terhadap mitogen poliklonal (Orsolic & Basic 2003).

Aktivasi sel makrofag yang kemudian mengeluarkan mediator seperti TNF-α, H2O2 dan NO dapat menghasilkan inhibisi sintesis DNA dan dekstruksi sel tumor. Mencit yang diterapi dengan CAPE menunjukkan peningkatan produksi NO yang berhubungan dengan penurunan sintesis DNA (Orsolic et al. 2005).

Aktivasi sel T limfosit

Kimoto et al. (1998) menemukan bahwa Artepillin C yang diekstraksi dari Propolis Brasil selain dapat mengahambat pertumbuhan tumor terbukti juga dapat meningkatkan rasio sel T CD4/CD8 dan jumlah sel T helper secara keseluruhan.

Penelitian Missima et al. (2010) pada mencit dengan melanoma dan stress diberikan propolis, ditemukan bahwa propolis menstimulasi IFN-γ dan IL-2 yang dikeluarkan oleh sel T CD4 yang berguna untuk mengaktifkan respon imun seluler. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa propolis dapat mengaktivasi antitumour cell-mediated immunity.

Park et al.(2004) menemukan bahwa pemberian CAPE (5, 10, 20 mg/kg) yang diekstraksi dari propolis mempunyai efek imunomodulator pada mencit BALB/c. Pemberian CAPE 20 mg/kg dapat meningkatkan secara bermakna subpopulasi sel T CD4, namun tidak meningkatkan sel B. Selain itu produksi IL-2, IL-4 dan IFN-γ juga meningkat secara bermakna pada kelompok CAPE 20


(48)

20

mg/kg. Hasil tersebut menunjukkan bahwa CAPE mempunyai efek imunomodulator secara in vivo.

Aktivasi Sel NK

Berbeda dengan sel limfosit T dan B yang membutuhkan fase pematangan dan diferensiasi sebelum aktif, sel NK akan langsung aktif begitu bertemu dengan antigen target. Selain itu sel NK juga tidak membutuhkan MHC-I dan MHC-MHC-IMHC-I untuk mengenali antigen. Sel NK berkerjasama dengan imunitas adaptif dengan mensekresi sitokin yang akan meregulasi sel T (Baratawidjaja & Rengganis 2009b); Abbas 2000; Male et al. 1996).

Terapi propolis 10% selama 3 hari dapat meningkatkan aktifitas sitotoksik sel NK dalam melawan murine lymphoma (Sforcin et al. 2002). Penemuan ini serupa dengan penelitian sebelumnya bahwa pemberian propolis dalam waktu singkat bermanfaat pada sistem imun yaitu meningkatkan respon imun.

2.1.2.2.5. Protektif terhadap Efek Samping Terapi Kanker

Lotfy (2006) mengulas kemampuan protektif propolis terhadap efek samping kemoterapi. Parasetamol dancyclophosphamid dimetabolisme pada hati oleh cytochrome P450. Intermediat reaktif yang terbentuk bertanggung jawab atas deplesi glutathione dan lipoperoxydation dari hepatosit. Vinblastin adalah agen kemoterapi hepatotoksik dan hematotoksik. Flavonoid adalah substansi polifenol yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan memiliki efek anti-oksidatif. Sebuah penelitian dilakukan untuk melihat efek hematotoksik dan heaptotoksik dari pemberian per oral ekstrak propolis yang mengandung flavonoids (diosmine dan quercetine) sampai dengan 60 mg/kg/hari selama 14 hari versus efek hepatotoksik dari pemberian parasetamol diberikan secara oral 200 mg/kg berkorespondens ke 2/3 dari LD50 pada tikus albinos wister betina. Kedua kelompok diberikan kemoterapi dosis tunggal siklofosfamid 80 mg/kg intravena dan vinblastin 2 mg/kg intravena. Analisis dilakukan pada hari ke-1, 3, 7, dan 14


(49)

hari setelah pemberian kemoterapi. Pada kelompok parasetomal dan cyclophosphamid, pada hari ke-1 sudah terjadi peningkatan lipid peroxide (MDA) sebanyak 120% dan penurunan hepatic glutathione termasuk pada kelompok yang menerima vinblastin (sampai dengan 210% reduksi).

Selain itu juga terjadi leukopenia yang parah dan trombopenia (70% dari reduksi) yang terlihat antara hari ke-3 dan ke-14 pada tikus yang diobati dengan kemoterapi sendiri (cyclophosphamide dan vinblastine). Kombinasi antara flavonoid dengan kemoterapi sangat bermakna mereduksi toksisitas kemoterapi. Bahkan efek aplasti akibat vinblastin, dan juga leukopenia dan trombopenia akibat cyclophosphamide dapat dikoreksi sepenuhnya. Selain itu peneliti juga melihat restorasi peroxide dan glutathione. Flavonoid sepertinya dapat beraksi melalui aktivasi turnover glutathionedan enzim yang menstimulasi glutathion-s-transferasessehingga memungkinkan penangkapan metabolites reaktif pada obat yang diteliti (Lahouel et al.2004).

Penelitian lainnya yang dilakukan Suzuki et al. (1999) meneliti efek WSD propolis terhadap efek samping yang ditimbulkan obat antikanker (5-FU) terhadap darah pada mencit. Penelitian tersebut menemukan bahwa propolis dapat meningkatkan kembali secara bermakna sel darah merah yang turun akibat 5-FU setelah hari ke-35. Trombosit juga meningkat setelah hari ke-20, dan peningkatan pada kelompok propolis lebih tinggi dibanding kontrol. Begitu juga dengan peningkatan leukosit terjadi bermakna pada kelompok propolis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa propolis dapat mencegah penurunan sel leukosit dan sel darah merah serta juga platelet.

Sedangkan Benkovic et al. (2009) meneliti tentang efek radioprotektif dari kandungan antioksidan propolis yaitu quercetin pada mencit yang diradiasi oleh sinar γ. Penelitian tersebut menemukan bahwa mencit yang mendapat propolis setelah terapi menunjukkan peningkatan jumlah leukosit dibanding kontrol meskipun secara statistik tidak bermakna. Penelitian lainnya mengenai efek radioperotektif propolis oleh Orsolic et al. (2007) menemukan bahwa pemberian propolis yang mengandung polifenol (quercetin, naringin caffeic


(50)

22

acid, dan chrysin) 3 hari sebelum iradiasi dapat menunda kematian dan mengurangi gejala akibat radiasi pada mencit.

2.1.3. Dosis, Efek Samping, dan Toksisitas Propolis

Propolis mempunyai toksisitas oral akut yang rendah atau bahkan tidak toksik. Pada penelitian dengan menggunakan mencit membuktikan bahwa propolis tidak toksik dan mempunyai LD50 2.000 sampai 7.300 mg/kg. Sforcin (2007) merekomendasikan konsentrasi yang aman untuk manusia adalah 1.4 mg/kg atau hampir 70 mg/hari. Kadar NOEL (No Effect Level) pada mencit adalah 1400 mg/kg (Hunter 2006). Tidak ada dosis standar untuk pemakaian propolis dalam uji klinis terhadap manusia. Dosis yang direkomendasiakan untuk penderita asma adalah larutan propolis dalam aqua 13% (Khayal et al. 2003). Pada penelitian vaginitis digunakan preparat topikal 5% (Imhof et al. 2005). Dosis yang dianjurkan dalam pencegahan infeksi saluran pernapasan pada anak-anak 1 sampai 3 tahun adalah 375mg/hari selama 12 minggu (Cohen et al. 2000).

Penelitian pada tikus dengan pemberian dosis propolis yang berbeda (1, 3, dan 6 mg/kg/hari), pelarut yang berbeda (air dan etanol), dan variasi lama pemberian (30, 90, dan 150 hari) didapatkan hasil tidak ada perbedaan yang bermakna dalam hal total lipid, trigliserid, kolesterol, kolesterol-HDL, AST, dan LDH. Propolis juga tidak mempengaruhi berat badan tikus setelah pemberian (Sforcin 2007). Selain itu penelitian pada tikus yang dilakukan Decastro (1995), tidak ada efek samping terlihat dalam pemberian oral dengan dosis lebih tinggi dari 4000 mg/kg/hari selama dua minggu dan dosis 1400 mg/kg/hari dalam air minum selama 90 hari.

Beberapa penelitian melaporkan adanya kejadian alergi dan dermatitis kontak yang berhubungan dengan propolis, namun kejadian ini berbeda dengan kebanyakan alergi terhadap madu yang mengandung alergen dari bunga. Pelarut air dan etanol mempunyai kemampuan antialergi dengan cara menghambat pelepasan histamin pada sel mast di peritoneal tikus. Namun pada dosis yang


(51)

tinggi (300μg/ml) propolis secara langsung mengaktifasi sel mast yang mempromosikan pelepasan mediator inflamasi, terutama pada orang yang sensitif terhadap propolis (Sforcin 2007).

2.1.4. Penelitian Propolis pada Manusia

Uji klinis penggunaan propolis pada manusia masih sangat terbatas, yaitu digunakan untuk mengobati sinusitis akibat candida, mengobati giardiasis, terapi neurofibromatosis, mengatasi gigi hipersensitif, menghilangkan plak di gigi, mengobati endometriosis, asma, infeksi herpes simpleks virus (HSV), mengobati sariawan, mengobati infeksi saluran pernafasan atas dan menurunkan kadar gula dalam darah (antihiperglikemia).

Kovalik (1979) meneliti efek pemberian emulsi propolis dengan pelarut alkohol terhadap 12 pasien dengan sinusitis kronik akibat Candida albicans. Emulsi propolis (2-4 ml) digunakan diteteskan ke sinus setelah diirigasi dengan larutan saline isotonik. Setelah 1-2 kali perawatan dengan propolis terdapat perbaikan. Kesembuhan secara klinis terjadi pada 9 pasien, sedangkan sisanya mengalami perbaikan. Kesembuhan muncul setelah 10-17 hari.

Miyares et al. (1988) melakukan penelitian tentang efikasi propolis dalam melawan giardiasis terhadap 138 orang pasien (48 anak-anak dan 90 dewasa) yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok terapi propolis dan terapi imidazole (tinidazole) sebagai kontrol. Dosis propolis untuk anak anak adalah larutan 10% dan dosis untuk orang dewasa adalah 20%. Hasil penelitian pada anak-anak menunjukkan lebih dari separuhnya mengalami kesembuhan (52%). Sedangkan pada orang dewasa dengan dosis 20%, tingkat kesembuhannya sama dengan kelompok imidazole, jika dosisnya ditingkatkan menjadi 30% pada 50 pasien dihasilkan efikasi yang lebih tinggi dibanding kontrol (60% kesembuhan vs 40% dengan imidazole).

Demestre et al. (2008) melakukan uji klinis terhadap penderita Neurofibromatosis (NF), dengan memakai Bio 30 (salah satu nama dagang dari propolis dengan dosis 25 mg/kg). Sejauh ini ada 70 pasien dengan berat badan


(52)

24

diatas 25 kg atau umur diatas 10 tahun. Meski penelitian ini masih kurang dari 12 bulan untuk penderita NF1 dan 6 bulan untuk NF2 tapi sudah menunjukkan hasil positif dimana sudah tidak ada lagi pertumbuhan dari sel tumor, dan biaya untuk pengobatan sangat murah yaitu perorang dewasa hanya 1 dolar per hari.

Khalid et al. (1999) melakukan uji klinis yang menguji efek propolis pada pada 26 subyek wanita berumur 16-40 dengan gigi hipersensitif dan untuk mengukur tingkat kepuasan diantara pasien setelah pemberian propolis. Pemberian propolis sebanyak dua kali sehari pada gigi yang sensitif selama empat minggu. Pasien akan di-follow upsetelah minggu ke-1 sebagai data dasar dan ke-4 penggunaan propolis. Terjadi perbeadan bermakna antara laporan pasien pada minggu ke-1 dan ke-4. Sebanyak 70% yang pada awalnya menderita hipersensitif yang parah kemudian 50% dilaporkan menjadi hipersensitif sedang. Sebanyak 50% sampel yang menderita hipersensitif ringan menjadi 30 persen tidak hipersensitif dan 19 persen menjadi hipersensitif sedang. Sebanyak 85% mengatakan sangat puas.

Propolis telah diformulasikan sebagai terapi tambahan setiap hari selama 2 bulan bagi asma derajat ringan-sedang. Khayyal et al. (2003) melakukan penelitian pendahuluan terhadap 46 pasien penderita asma dengan menggunakan propolis dan asma. Terjadi penurunan produksi mediator inflamasi dan terjadi pengurangan serangan asma nokturnal dari rata-rata 2.5 kali/minggu menjadi 1 kali/minggu.

Cohen et al. (2004) melakukan uji klinis pada 430 anak-anak yang menderita infeksi saluran pernafasan atas, berumur 1 sampai 5 tahun menggunakan kombinasi produk yang berisi 50 ml Echinacea purpurea dan angustifolia, propolis 50 mg/ml dan vitamin C 10 mg/ml selama 12 minggu sebagai agen preventif, menunjukan pengurangan signifikan terhadap frekuensi episode penyakit. Terdapat juga pengurangan signifikan dari lama hari demam pada setiap anak dan pada penggunaan pada pengobatan biasa seperti antipiretik dan antibiotik terdapat pengurangan pada rhinitis dan batuk pada siang hari.


(53)

Vynograd et al.(2007) melakukan penelitan terhadap 90 pria dan wanita penderita penyakit genital HSV tipe 2 untuk membandingkan efikasi pengobatan dari salep Propolis Kanada yang mengandung flavonoid alami dengan salep acyclovir dan plasebo terhadap kemampuan menyembuhkan dan gejala pengobatannya. Sebagai hasil, proses penyembuhan terbukti lebih cepat pada grup propolis. Sehingga disimpulkan, salep yang mengandung flavonoid terbukti lebih efektif daripada salep acyclovir dan plasebo dalam mengobati genital herpes lesion dan mengurang simptom lokal.

Ali dan Awadallah (2003) dalam penelitiannya terhadap 40 wanita yang tidak subur minimal 2 tahun dan menderita endometriosis ringan diberikan secara acak propolis (500 mg, dua kali sehari) atau plasebo selama 9 bulan. Sebanyak 12 orang (60 %) dari 20 orang yang diberikan propolis menjadi hamil dibandingkan dengan 4 orang (20 %) dari 20 orang yang diberikan plasebo. Tidak ada laporan mengenai efek samping dari propolis.

Samet et al. (2007) melakulan uji klinis, acak, buta ganda terhadap pasien Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) dengan memberikan 500 mg propolis atau plasebo setiap hari. Analisis statistik menunjukkan propolis efektif menurunkan jumlah dari rekuren dan meningkatkan kualitas hidup dari pasien yang menderita RAS.

Botushanov et al. (2001) melakukan uji klinis terhadap pasta gigi silikat dengan ekstrak propolis terhadap plak gigi. Studi ini melibatkan 42 orang yang sehat. Pasta gigi dengan propolis menunjukkan hasil yang baik sebagai pembersih plak gigi, pencegahan terbentuknya plak dan efek antiinflamasi.

2.2. Antioksidan

Flavanoid adalah kelompok substansi dari alam yang mempunyai variasi struktur fenol dan banyak ditemukan pada buah, sayur, biji-bijian, kulit batang, akar, bunga, teh dan anggur (wine). Flavonoid dapat dibagi menjadi beberapa kelas berdasarkan struktur molekul yaitu kelompok flavones, flavanones, cathechins, dananthocyanins (Kandaswami & Theoharides 2000; Manach et al.


(54)

26

. 2005; Nijveldt et al. 2001). Berikut (Tabel 2) adalah tabel yang menjabarkan kelompok flavonoid, jenis komponennya dan contoh sumber makanan yang mengandung flavonoid (Nijveldt et al. 2001). Efek flavonoid yang terpenting adalah dapat menangkap radikal bebas turunan oksigen reaktif. Penelitian in vitro juga menunjukkan bahwa flavomoid mempunyai efek antiinflamasi, antialergi, antivirus dan antikarsinogenik. Setiap grup flavonoid mempunyai kapasitas sebagai antioksidan (Amic et al. 2003; Manach et al. 2005; Kandaswami & Theoharides 2000; Nijveldt et al. 2001; Russo et al. 2000). Jenis flavonones dan catechins merupakan kelompok flavonoids yang terkuat dalam melindungi tubuh terhadap radikal bebas. Quercetin merupakan contoh dari kelompok flavones yang banyak diteliti efeknya (Middleton et al. 2000; Kandaswami & Theoharides 2000; Nijveldt et al. 2001). Gambar 2 menyajikan struktur molekul dari masing-masing kelompok flavonoid.

Tabel 2. Kelompok utama flavonoid beserta jenis dan contoh sumber alam dari masing-masing kelompok (Nijveldt et al. 2001).


(55)

Gambar 2.Struktur molekular dari masing-masing kelompok flavonoid (Nijveldt et al. 2001).

2.2.1. Efek Radikal Bebas pada Tubuh

Sel dan jaringan tubuh selalu terpapar dengan efek perusakan yang disebabkan oleh radikal bebas dan radikal bebas turunan oksigen/reactive oxygen species (ROS) yang normalnya terbentuk selama metabolisme oksigen atau dinduksi oleh kerusakan eksogen. Radikal bebas dapat menganggu fungsi selular dengan melakukan peroksidasi lipid yang berakibat kerusakan membran sel. Kerusakan ini dapat menyebabkan perubahan muatan listrik di sel, perubahan tekanan osmosis, menyebabkan pembengkakkan sel dan berakhir pada kematian sel. Radikal bebas dapat menarik bermacam-macam mediator inflamasi yang berkontribusi ke respon inflamasi dan kerusakan jaringan.

Dalam rangka mempertahankan diri terhadap ROS, tubuh mempunyai beberapa mekanisme. Mekanisme pertahananan antioksidan tubuh tediri dari enzim seperti superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksidase, dan juga non-enzim seperti glutation, asam askorbat, dan α-tokoferol. Peningkatan produksi ROS selama perlukaan menyebabkan komsumsi dan deplesi komponen antioksidan alami tubuh. Flavonoid mempunyai efek adiktif terhadap komponen antioksidan alami. Flavonoid dapat menganggu lebih dari 3 sistem penghasil


(56)

28

radikal bebas yang berbeda, dan juga dapat meningkatkan fungsi antioksidan endogen.

2.2.2. Aktifitas Antioksidatif

Berikut adalah mekanisme antioksidan dari flavonoid yaitu mengikat radikal secara langsung (direct radical scanvenging), melalui nitrit oksida, xanthin oksidase, imobilisasi leukosit, interaksi dengan system enzim lainnya (Nijveldt et al. 2001).

2.2.2.1. Menangkap Langsung Radikal Bebas (Direct Radical Scavenging)

Flavonoid dapat mencegah perlukaan yang disebabkan oleh radikal bebas. Flavonoids dapat menstabilkan ROS dengan bereaksi dengan komponen radikal bebas yang reaktif. Oleh karena tingginya reaktifitas kelompok hidroksil dari flavonoids, radikal bebas akan dibuat tidak aktif, sesuai dengan reaksi berikut (Nijveldt et al.2001; Russo et al.2000).:

Flavonoid(OH) + R* flavonoid (O*) + RH

R* adalah radikal bebas dan O* adalah radikal bebas oksigen. Flavonoid yang selektif dapat secara langsung mengikat radikal bebas, dimana flavonoid lainnya dapat mengikat ROS yang disebut peroksinitrit (peroxynitrite) (Amic et al. 2003; Middleton et al. 2000; Kandaswami & Theoharides 2000; Nijveldt et al. 2001; Russo et al. 2000).

2.2.2.2. Mengikat Nitrit Oksida

Beberapa jenis flavonoid, termasuk quercetin, dapat mengurangi perlukaan iskemia-reperfusi (ischemia-reperfusion injury) dengan mengganggu aktifitas sintesis nitrit oksida yang dapat diinduksi. Nitrit oksida diproduksi oleh beberapa jenis sel yang berbeda seperti sel endothelial dan makrofag. Produksi nitrit oksida pada awalnya berguna untuk dilatasi pembuluh darah, namun jika produksi nitrit oksida yang berlebihan oleh makrofag dapat menyebabkan kerusakan oksidatif. Pada keadaan ini, makrofag yang teraktivasi dapat


(57)

menghasilkan nitrit oksida dan superoksida anion yang berlebihan terus-menerus. Nitrit oksida akan bereaksi dengan radikal bebas dan dengan demikian akan memproduksi peroksinitrit dalam jumlah besar serta bersifat merusak.

Ketika flavonoid digunakan sebagai antioksidan, radikal bebas akan diikat oleh flavonoid sehingga tidak dapat bereaksi lebih lama lagi dengan nitrit oksida dan mengurangi kerusakan. Menariknya, nitrit oksida dapat dianggap sebagai radikal bebas juga dan telah dilaporkan dapat diikat juga oleh flavonoid. Oleh karena itu telah diperkirakan bahwa pengikatan nitrit oksida mempunyai peranan dalam efek terapeutik dari flavonoid. Silibin adalah salah satu flavonoid yang dapat menghambat nitrit oksida (Nijveldt et al.2001).

2.2.2.3. Menghambat XanthinOksidase

Alur xanthin oksidase mempunyai implikasi penting sebagai rute perlukaan oksidatif pada jaringan khususnya pada keadaan iskemia-reperfusi. Xanthin dehidrogenase dan xanthin oksidase terlibat dalam metabolisme xanthin menjadi asam urat. Xanthin dehidrogenase adalah bentuk enzim yang muncul dalam keadaan normal, namun konfigurasinya dapat berubah menjadi xanthin oksidase pada keadaan iskemik. Xanthin oksidase adalah sumber dari radikal bebas turunan oksigen reaktif. Pada fase reperfusi (reoksigenasi), xanthin oksidase bereaksi dengan molekul oksigen dengan demikian akan melepaskan radikal bebas superoksida. Sedikitnya 2 jenis flavonoid, quercetin dan silibin, menghambat xanthinoksida sehingga menurunkan perlukaan oksidatif (Nijveldt et al. 2001).

2.2.2.4. Imobilisasi Leukosit

Imobilisasi dan adhesi yang kuat leukosit ke sel endotel adalah mekanisme lainnya yang bertanggungkawab untuk terbentuknya radikal bebas turunan oksigen reaktif dan juga terlepasnya oksidat sitotoksik, mediator inflamasi dan aktivasi sistim komplemen. Dalam situasi normal, leukosit bergerak dengan bebas sepanjang dinding endotel. Namun, selama kondisi iskemia dan inflamasi, beberapa mediator turunan endothelial utama dan faktor


(58)

30

komlemen dapat meyebabkan adhesi leukosit ke dinding endothelial, sehingga mengimobilisasi leukosit selama reperfusi. Penurunan jumlah leukosit yang imobilisaasi oleh flavonoid berhubungan dengan total komplemen di serum dan merupakan mekanisme protektif melawan kondisi yang berhubungan dengan inflamasi, seperti perlukaan reperfusi. Beberapa flavonoid dapat mencegah terhadinya degranulasi neutrofil tanpa mempengaruhi produksi superoksida, efek hambat beberapa flavonoid pada degranulasi sel mast ditunjukkan oleh karena modulasi reseptor kanak kalsium dalam membran plasma (Middletonet al. 2000; Nijveldt et al.2001 ).

2.2.2.5. Interaksi dengan Sistem Enzim Lainnya

Ketika ROS bereaksi dengan besi (Fe) maka menghasilkan peroksidasi lipid. Flavonoid spesifik dapat menyingkirkan besi (chelate iron) sehingga menghilangkan factor penyebab terjadinya radikal bebas. Quercetin diketahui mempunyai efek iron-chelatingdan iron-stabilizing.

Flavonoid juga dapat mengurangi aktivasi komplemen sehingga akan mengurangi adhesi sel inflamasi ke dinding endothelial dan akhirnya menghilangkan respon inflamasi. Gambaran lainnya flavonoid adalah dapat mengurangi terlepasnya peroksidase. Pengurangan ini dapat menghambat produksi ROS oleh netrofil.

Efek flavonoid lainnya adalah inhibisi metabolisme asam arakidonat. Efek ini merupakan efek antiinflamasi dan antitrombogenik dari flavonoid. Pelepasan asam arakidonat adalah awal dari respon inflamasi. Neutrofil yang mengandung lipoksigenase menghasilkan komponen kemotaksis dari asam arakidonat dan juga merangsang pelepasan sitokin (Middleton et al. 2000; Nijveldt et al. 2001).

2.2.2.6. Zat Antioksidan Lainnya.

Sumber antioksidan selain flavonoid adalah Zn, selenium, vitamin C dan vitamin E. Kemampuan Zn dalam melemahkan proses oksidatif telah lama


(59)

dikenal. Secara umum mekanisme antioksidan dapat dibedakan menjadi dua yaitu efek akut dan kronik. Efek kronik melibatkan paparan Zn dalam waktu lama yang menghasilkan induksi beberapa substansi yang bertujuan sebagai antioksidan seperti metallothioneins. Oleh karena itu jika terjadi kekurangan Zn jangka panjang akan menyebabkan seseorang rentan terhadap beberapa stres oksidatif. Efek akut Zn melibatkan 2 mekanisme yaitu proteksi protein sulfhydryls atau mengurangi OH dari H2O2 melalui antagonis redox-active transition metals seperti besi dan tembaga. Proteksi kelompok protein sulfhydryl diduga melibatkan reduksi reaktifitas sulfhydryl melalui 1 atau 3 mekanisme yaitu (1) pengikatan secara langsung Zn ke sulfhydryl, (2) pengikatan ke beberapa protein yang menghasilkan steric hindrance, (3) perubahan konformasi pengikatan protein ke tempat lainnya. Antagonism of redox-active, transition metal-catalyzed, site-specific reactions merupakan teori bahwa Zn dapat mengurangi cellular injury. Zn juga dapat mengurangi postischemic injury beberapa jaringan dan organ melalui mekanisme yang melibatkan antagonism of copper reactivity. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mencari mekanisme yang secara potensial dapat menemukan fungsi antioksidan dan kegunaan Zn (Powel 2000).

Selenium sebagai mikromineral sangat penting bagi kesehatan manusia. Selenium dikenal sebagai konstituen selanoprotein yang mempunyai struktur dan peranan sebagai enzim. Selenium dibutuhkan untuk membentuk fungsi sistem imun dan menjadi kunci untuk melawan perkembangan virulesi dan progres HIV ke AIDS (Rayman 2000). Selain itu juga selenium mempunyai fungsi antioksidan. Defisiensi elemen ini pada hewan membuat mereka rentan terhadap stres oksidatif. Pada manusia, setidaknya ada 1 penyakit yang muncul hanya pada individu dengan defisiensi selenium (Burk 2002).

Mekanisme selenium sebagai antioksidan adalah dengan menetralkan radikal bebas dengan cara menjadi radikal bebas namun tidak seberbahaya radikal bebas yang dinetralkan. Namun begitu radikal bebas yang terbentuk dari antioksidan harus diregenerasikan agar tetap efektif dan tidak merusak. Sistem


(60)

32

antioksidan natural dalam tubuh yaitu glutathione dan thioredoxin berfungsi untuk meregenerasi antioksidan saat mereka menetralkan radikal bebas. Glutathione peroxidase dan thioredoxin reductasemerupakan enzim antioksidan yang mengandung selenium dan kerja enzim ini tergantung dari aktifitas selenium. Suplementasi selenium terbukti dapat mengurangi kerusakan DNA akibat proses oksidatif (Hansen et al. 2004). Sedangkan vitamin C dan E mempunyai aktifitas antioksidan yang sama dengan selenium (Johnson et al. 2003).

2.3. Kanker

Kanker adalah pertumbuhan sel-sel yang abnormal. Sel-sel kanker sangat cepat membelah meskipun ruang dan nutrisi terbatas. Kanker bukan satu jenis penyakit namun merupakan sekelompok penyakit. Kanker sangat heterogen, yaitu lebih dari 100 jenis kanker telah diketahui saat ini dan dalam setiap organ terdapat berbagai subtipe kanker. Beberapa kanker bersifat familial (keturunan), sedangkan lainnya bersifat sporadik, terjadi secara kebetulan (Perkins & Stern 1997).

2.3.1. Epidemiologi dan Dampak Kanker

Kanker saat ini merupakan masalah kesehatan utama tidak hanya di negara maju namun juga di negara berkembang. World Cancer Report melaporkan berdasarkan data the International Agency for Research on Cancer bahwa pada tahun 2010 kanker merupakan penyebab kematian nomor satu. Kasus kanker di dunia meningkat dua kali lipat antara tahun 1975 dan 2000, dan akan meningkat lagi pada tahun 2020, dan hampir tiga kali lipat pada tahun 2030. Diperkirakan 12 juta kasus kanker baru dan lebih dari 7 juta kematian akibat kanker pada tahun 2008. Jadi jika diprediksikan pada tahun 2030 akan ada 20-26 juta kasus kanker baru dan 13-17 juta kematian akibat kanker. Komunitas global memperkirakan peningkatan insiden kanker adalah 1% setiap tahun dengan peningkatan terbesar di negara Cina, Rusia, dan India (Mulcahy 2008).


(1)

176

Laboratorium GM IPB Bogor


(2)

177

Extraksi Propolis di Lab GM IPB Bogor


(3)

178

Proses pembuatan kapsul Propolis


(4)

179

Propolis Brasil sebagai pembanding


(5)

180

Analisis LD50 di Lab Farmakologi UI Depok


(6)

181

Mencit di sonde larutan propolis