L irung, kota paling ramai di Pulau Salibabu. Pulau yang terletak
L irung, kota paling ramai di Pulau Salibabu. Pulau yang terletak
di antara Pulau Karakelang di utara dan Pulau Kabaruang di tenggara. Ketiganya masuk Kabupaten Talaud. Walau tergolong kota, pada hari Minggu pagi, kota tersebut laksana kota mati. Yang lewat di jalan hanya satu dua tukang bentor.
Di pinggir Lirung, tinggal seorang petani cengkeh, Vecky Gagola (46). Bersama istri dan satu anaknya tinggal di antara kebun-kebun cengkeh. Kediaman mereka masih berupa pondok sementara. Persis di samping bangunan kayu beratapkan terpal, tampak pondasi, dan beberapa batang balok. “Banyak cengkeh yang membusuk akarnya, jadi terpaksa ditebang guna diambil kayunya untuk membangun rumah,” tuturnya.
106 | EKSPEDISI CENGKEH
Vecky Gagola (kaos kuning strip hitam) beserta istri dan putranya (latar belakang di atas panggung) di pondok sementara di kebun cengkehnya di Labbang, Pulau Salibabu, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
“Cengkeh saya itu ada banyak di Kabaruang, ada sekitar 100 pohon di sana. Tapi itu milik keluarga besar. Saya tujuh bersaudara, jadi pada dasarnya tidak banyak kalau punya saya pribadi. Yang ada di sini punya mertua, saya dapat tugas memanen. Ada sekitar 200 pohon di sini, dulu lebih banyak, tapi banyak yang mati,” cerita Pak Vecky.
Menurut Pak Vecky, panen cengkeh tahun ini lebih baik dibanding tahun lalu. Katanya, “Tahun ini memang keliatan cengkeh buahnya agak lebih. Ini cengkeh yang mau rusak malah ada buah. Sehingga sekarang sudah banyak yang mau menanam cengkeh lagi. Gara-gara
D IN D U
kemarin itu, harganya juga jelek maka dikasih biar.”
IM L
Salah satu alasan cengkeh lebih banyak dibiarkan tidak dipanen
adalah sewa pemetik cukup mahal. Hasil penjualan cengkeh, yang
ID . R
nilainya tak seberapa, tak terlalu menguntungkan. “Dulu panen
cengkeh, ketimbang sewa orang untuk petik, dikasi biar saja. Nanti kalau ada yang mau pica tenga istilahnya di sini, mereka panen. Karena harga cengkeh terlalu di bawah.” Maksudnya, jika ada yang bersedia petik dengan menggunakan sistem bagi hasil (pica tenga = pecah tengah = bagi dua), maka baru dipanen. Sama dengan di hampir semua daerah penghasil cengkeh utama, satuan ukur yang mereka gunakan adalah cupa, yaitu satu kaleng susu kecil. “Di sini, hasil petik satu cupa dibayar Rp 2.000,” terang Pak Vecky. “Yang petik itu ada orang Lirung, ada juga orang luar. Dari Minahasa banyak yang datang ke sini. Gaji mereka jika tidak menggunakan sistem pica tenga berkisar Rp 130.000 sampai 150.000.”
Dampak dari kebijakan BPPC juga dirasakan petani cengkeh di Lirung, termasuk Pak Vecky. “Ah, di situ semua patah. Cengkeh banyak dikasih biar di hutan. Murah sekali, harga 2.500 satu kilo. Sebab cengkeh murah, banyak yang beralih lebih fokus ke mengurus pala dan kelapa. Akhirnya waktu itu banyak yang menanam kelapa. Padahal awalnya, pohon pala ditebang justru karena mau tanam cengkeh. Itu di kampung saya, banyak yang menebang pala untuk tanam cengkeh. Saya sih tidak tebang cengkeh saya. Tapi sama saja,
Bagus Harga, Busuk Pohon | 107 Bagus Harga, Busuk Pohon | 107
Satu kilo kering Rp 140.000 pernah dialami Pak Vecky. “Harga mulai bagus itu terjadi 3-4 tahun lalu. Awalnya pada tahun 2000 - 2001, masih Rp 80.000. Tapi itu so bagus. Bayangkan saja, anak-anak kecil sudah banyak yang pegang-pegang uang pecahan Rp 100.000,” cerita Pak Vecky.
Cengkeh di Lirung campu-campur, ada Zanzibar, ada Si Kotok dan ada Si Putih. “Untuk membedakan antar jenis itu, kita bisa bedakan
dari buah dan daunnya. Kalau pohonnya agak sulit dibedakan. Kita sekarang tanamnya semua Zanzibar. Lebih lebat Zanzibar. Bijinya juga besar, terus agak tahan penyakit.” terang Pak Vecky mengenai pilihan jenis cengkeh yang ditanamnya sekarang.
Mengenai penyakit yang menyerang cengkeh, Pak Vecky menjelaskan pengalamannya. Dia baru tahu ketika membongkar pohon cengkeh yang tak produktif lagi sebagai lokasi membuat pondasi rumah. Dia menemukan akar cengkeh membusuk. “Tapi terus terang saya tak tahu juga apa penyebabnya, soalnya tak ada juga ulatnya,” kata Pak Vecky.
Di lokasi pembangunan rumah Pak Vecky teronggok bagian bawah dan akar pohon cengkeh yang batangnya diambil. Menurutnya, cengkeh yang ditebang untuk kemudian diambil kayunya sebagai balok sudah
Ternyata batang pohon cengkeh tua juga sangat baik digunakan untuk bahan bangunan. vecky Gagola menebang pohon-pohon cengkeh tua di kebunnya yang mulai membusuk bagian pangkal batangnya oleh serangan penyakit (KANAN), menjadikannya balok-balok kayu (PALING KANAN) untuk bangunan rumah barunya.
108 | EKSPEDISI CENGKEH 108 | EKSPEDISI CENGKEH
Juni dan Juli. “Kami di sini sering kekurangan tenaga kerja. Makanya jumlah panenan itu sangat tergantung pada tenaga kerja yang ada atau yang datang ke sini,” kata Pak Vecky. Hasil panen cengkeh dijual di Lirung. Tak ada pelanggan khusus atau tetap, lebih berdasar pada pedagang yang bisa memberi harga yang lebih tinggi. “Di sini ada sekitar lima pedagang cengkeh. Mereka orang Cina dan Bugis. Nanti musim panen baru banyak yang datang dari luar membeli. Awalnya harga rendah, terus muncul pembeli dari Manado, langsung naik. Harga itu bertahan selama dorang dari Manado datang membeli di sini. Dia itu bikin harga standar jadi tetap tidak turun, tidak naik. Begitu bertahan di 140 ribu selama tiga minggu. Setelah itu mulai turun, seribu, seribu, seribu..., langsung keluar semua cengkeh yang disimpan.” terang Pak Vecky sambil tertawa. “Umumnya petani di sini tak ada yang simpan lama cengkehnya.
Sebentar saja pasti keluar. Pernah ada yang coba-coba tahan, namun ketika pedagang pancing-pancing dengan menurunkan harga, semuanya pada keluar,” jelasnya mengenai upaya penyimpanan cengkeh oleh petani yang kerap kali tidak berhasil. v
Bagus Harga, Busuk Pohon | 109
Ternyata Ada Cengkeh