L ambang swastika berwarna merah, yang juga lambang Partai

L ambang swastika berwarna merah, yang juga lambang Partai

Nazi di Jerman pada Perang Dunia I, tersemat di beberapa pohon kelapa. Di antara pohon kelapa terdapat pohon-pohon cengkeh. Kebun kelapa yang juga kebun cengkeh tersebut milik Andrias Mua (62 thn), penduduk di Desa Ighik, Pulau Kabaruang, Kabupaten Talaud,

Sulawesi Utara. Bapak Andrias sudah lama menanam cengkeh di kampungnya. Sejak

1976. Ketika ditanyakan alasan menanam cengkeh, “Memang itu terinspirasi sendiri, karena kebetulan ‘kan bapak ini ‘kan merantau di Maluku sana. Terus begitu pikir-pikir masa depan bagaimana. Karena kerjaannya di swasta, lebih baik pulang saja. Karena memang dipikir- pikir, satu-satunya untuk masa depan harus menanam cengkeh, kelapa, dan pala.”

Sudah lama menanam cengkeh tak berarti Pak Andrias memiliki banyak pohon cengkeh. Sebabnya, “Waktu kemarau panjang tahun 1982, banyak yang kering. Pertama kali tanam sekitar 50 batang. Berikutnya agak lupa. Terus yang sekarang ada kurang lebih 30 batang.” Tambahnya, “Dulu cengkeh yang biasa itu. Kalau di sini namanya Si Kotok sama Si Putih. Belum ada Zanzibar waktu itu. Bibit kami dapat dari Pulau Salibabu, Kampung Musi.”

Pak Andrias juga mengenang masa BPPC, saat harga cengkeh sangat murah. “Dulu harganya hanya Rp 2.500. Waktu itu dibentuk koperasi, terus harus masuk anggota dulu. Terus, katanya, bagi anggota itu dapat rekap jual dari Manado, terus uangnya belakangan. Kita terpaksa jual, kalau nyandak jual cengkeh mau diapakan juga. Sebelum itu cengkeh mahal,” imbuhnya.

Menurut Pak Andrias, harga cengkeh mulai membaik di masa pemerintahan Presiden Gus Dur. “Harganya naik dari Rp 35.000

menjadi Rp 83.000. Syukur sekarang, harga cukup tinggi. Malah tahun lalu sampai Rp 200.000. Hanya saja kami kurang menikmati, sebab

banyak pohon cengkeh saya yang tidak produktif. Ada yang kering, ada juga membusuk akarnya. Kira-kira 100 pohon cengkeh saya yang mati. Adapun cengkeh yang saya jual untuk musim ini sekitar 300 kilogram.”

102 | EKSPEDISI CENGKEH

M. RIDWAN ALIMUDDIN

Andrias Mua di kebun cengkeh dan kelapanya di Desa Ighik, Pulau Kabaruang, Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, salah satu daerah penghasil cengkeh terjauh saat ini di Nusantara.

Agar kembali memiliki banyak pohon cengkeh dan keluarganya memiliki sumber pendapatan di masa mendatang, keluarga Andrias menanam lagi cengkeh. “Baru-baru ini saya menanam 200 cengkeh,” terangnya.

Dalam pemanenan bunga cengkeh, Pak Andrias menggunakan metode bagi hasil antara pemilik dengan pemetik. “Kadang kami pake sistem pica tenga. Itu maunya para pemetik. Tapi tidak semua juga begitu, ada juga sistem liter. Nanti pake pica tenga kalau

lokasi pohon cengkehnya jauh,” kata Pak Andrias. Menurutnya para

Tak Ada Generasi Penerus | 103 Tak Ada Generasi Penerus | 103

Pak Andrias memiliki enam anak, tersebar di beberapa daerah. Ada yang kerja di Tahuna, ada juga di Kalimantan tiga orang. “Tak ada anak saya yang melanjutkan perkebunan cengkeh. Yang bungsu masih kuliah.”

Kalau masa cengkeh tidak begitu bagus harganya, Andrias mengandalkan pada hasil kebun kelapa dan pala. “Saya memiliki sekitar 100 pohon pala. Pala beda dengan cengkeh. Kalau cengkeh kan tahunan panennya. Sedang pala bisa sampai empat kali panen dalam satu tahun. Lalu pala, kulit dan dagingnya terjual semua. ‘Kan lumayan. Kopra sih baru sekarang naik harganya. Sebelumnya di Lirung hanya Rp 3.000 per kilogram, padahal ‘kan banyak prosesnya.”

Jika musim cengkeh, Pak Andrias menjualnya di Mangarang, kota kecamatan dan pelabuhan utama Pulau Kabaruang. Di tempat tersebut ada beberapa pembeli cengkeh. “Kalau musim panen, kadang ada juga pembeli cengkeh dari daerah lain yang datang ke sini,” kata

Pak Andrias. “Niatnya sih ada cengkeh yang disimpan, tapi karena

anak masih ada yang kuliah, hasil yang diperoleh dijual semua.” tambahnya. “Itu lambang Nazi di kelapa adalah batas kebun saya. Kenapa pakai lambang Nazi? Karena saya suka Hitler. Bagaimana pun juga dia punya sisi baik. Gagasannya itu lho,” ungkap Pak Andrias mengenai lambang ‘unik’ di pohon kelapanya. v

104 | EKSPEDISI CENGKEH

BETA PETTAWARANIE

Meskipun mengeluh akan ketidaktertarikan anak muda sekarang meneruskan usaha tani cengkeh,

Pak Andrias Mua dan istrinya tak hanya mengeluh. Meskipun lahan terbatas, dia tetap menyemai bibit- bibit cengkeh baru di belakang rumahnya.

Tak Ada Generasi Penerus | 105

Bagus Harga, Busuk Pohon