ANALISIS DAN KESIMPULAN
ANALISIS DAN KESIMPULAN
Secara keseluruhan penelitian ini menyimpulkan bahwa, hanya diri sendiri yang sadar dan mampu mengatasi setiap Secara keseluruhan penelitian ini menyimpulkan bahwa, hanya diri sendiri yang sadar dan mampu mengatasi setiap
Lesbian juga memiliki nilai atas dirinya, dengan modal dan potensi yang dimiliki bersama atau tanpa komunitas, lesbian
memiliki kesadaran kritis dan menerapkannya dalam kehidupan. Kesadaran dan keputusan kritis yang dimilikinya menghadirkan bahwa dirinya adalah subyek. Keberagaman gender dan orientasi seksual yang ada dalam kehidupan yang harus dihargai. Fakta yang ada bagi siapapun, lesbian atau heteroseksual adalah sebuah persoalan yang penting untuk menunjukkan wujud dirinya sebagai manusia. Tidak ada satupun manusia yang bisa lepas dari persoalan realitas, keterwujudan. Proses memahami dan menjalani segala faktisitasnya manusia, merupakan sebuah upaya pencapaian kebebasan atau kedaulatan diri. Bahwa kebebebasan adalah sebuah persoalan aktual yang akan muncul sesuai dengan peradabannya. Ketika kebebasan atau kedaulatan diri untuk sebuah eksistensi terancam karena persoalan-persoalan pemahaman yang mendasari orang lain memiliki kesadaran kritis dan menerapkannya dalam kehidupan. Kesadaran dan keputusan kritis yang dimilikinya menghadirkan bahwa dirinya adalah subyek. Keberagaman gender dan orientasi seksual yang ada dalam kehidupan yang harus dihargai. Fakta yang ada bagi siapapun, lesbian atau heteroseksual adalah sebuah persoalan yang penting untuk menunjukkan wujud dirinya sebagai manusia. Tidak ada satupun manusia yang bisa lepas dari persoalan realitas, keterwujudan. Proses memahami dan menjalani segala faktisitasnya manusia, merupakan sebuah upaya pencapaian kebebasan atau kedaulatan diri. Bahwa kebebebasan adalah sebuah persoalan aktual yang akan muncul sesuai dengan peradabannya. Ketika kebebasan atau kedaulatan diri untuk sebuah eksistensi terancam karena persoalan-persoalan pemahaman yang mendasari orang lain
untuk bertindak, maka yang muncul adalah mempertanyakan kembali makna dari kebebebasan diri atau eksistensi diri. Tradisi agama yang menjunjung tinggi nilai kesamaan yang sampai saat ini masih diperjuangkan bersama oleh agama-agama adalah tentang keadilan sosial, demokrasi, kebebasan perorangan dan kebebasan berpikir. Adakah itu yang dirasakan oleh lesbian atau kaum manapun yang tertindas dan termarginalisasikan.
Namun kita tidak dapat menyalahkan sepenuhnya pola pikir yang belum terbuka pada lesbian karena itu adalah bagian dari sebuah upaya yang harus terus diperjuangkan untuk
memahamkan masyarakat bahwa lesbian ada, dan dirinya ada bukan untuk ditiadakan. Orang dengan berbagai latar
belakangnya seperti budaya, konstruksi sosial masyarakat, sejarah, ajaran agama adalah faktor yang membentuk pola pikirnya dalam menjalani bahkan memahami sesuatu.
Pengaruh-pengaruh itu tetap masih ada dalam diri mereka, hanya saja perlunya mereka memahami bahwa peradaban kini telah berkembang, mereka harus bersikap legowo atau
menerima sebuah fakta yang ada pada setiap peradabannya. Latar belakang tersebut sangat berperan dalam membentuk cara pandang dan bagaimana orang tersebut merespon serta
menanggapi apapun perbedaan yang sebebarnya adalah sebuah keniscayaan termasuk, bagaimana memandang lesbian.
Ketika tubuh tetap dibiarkan menjadi obyek dan bukan sebagai kedaulatan diri, maka eksistensi diri sepenuhnya
diserahkan kepada orang lain. Ini bukan berarti ditujukan pada semua hubungan seksual. Namun hubungan yang melahirkan
dominasi subyek kepada obyek. Akan menjadi lain jika hubungan itu dilakukan atas pemahaman sesama manusia yang
menempatkan kedua-dunya sebagai subyek.
Manusia selalu berusaha untuk menemukan dirinya dan hanya lesbian sendiri yang bisa mendefinisikan makna dalam eksistensi dirinya bukan orang lain. Ketika kita mau mencoba memahamibahwaeksistensilesbianhanyabisadidefinisikanoleh dirinya sendiri, maka pada titik itulah setiap orang bisa melihat makna atas diri sendiri. Persoalan yang muncul sekarang ini sangat beragam bahwa tidak hanya laki-laki yang mendominasi perempuan atau heteroseksual mendominasi homoseksual. Namun terkadang bisa juga perempuan mendominasi perempuan dan homoseksual mendominasi kaum homoseks lainnya. Seperti misalnya seorang lesbian melakukan kekerasan dan pengekangan pada pasangannya. Atau perempuan yang mengsubordinatkan perempuan lainnya. Yang ada hanyalah ketersediaan untuk saling menghargai tanpa menjadikan orang lain sebagai obyek kekuasaan dan subordinasi.
Begitu banyak hal yang menjadi persoalan, saatnya untuk tidak lagi melihat siapa, berjenis kelaminnya atau berorientasi seksual apa. Yang paling penting adalah sikap saling menghargai
dan tolerasansi, agar setiap manusia bisa menerima dirinya, mendapat haknya sebagai seorang manusia, dan tentunya dapat mewujudkan eksistensi dirinya sebagai seorang manusia yang bermartabat.
Lesbian sebagai manusia yang konkrit, adalah mahkluk yang eksistensinya mendahului esensinya. Kebebasan, keberadaan diri, atau kedirian adalah mencakup seluruh eksistensi manusia. Tidak ada batasan untuk kebebasan, karena kebebasan itu sendirilah yang menentukan kebebasan, demikian disampaikan oleh Jean Paul Sartre. Yang ingin dilihat dalam penelitian ini adalah bagaimana setiap orang dan juga seorang lesbian memiliki kebebasan dalam memilih kehidupannya baik Lesbian sebagai manusia yang konkrit, adalah mahkluk yang eksistensinya mendahului esensinya. Kebebasan, keberadaan diri, atau kedirian adalah mencakup seluruh eksistensi manusia. Tidak ada batasan untuk kebebasan, karena kebebasan itu sendirilah yang menentukan kebebasan, demikian disampaikan oleh Jean Paul Sartre. Yang ingin dilihat dalam penelitian ini adalah bagaimana setiap orang dan juga seorang lesbian memiliki kebebasan dalam memilih kehidupannya baik
diruang privat maupun publik. Pilihan ini tidak hanya masalah orientasi seksual ataupun sebatas ketertarikan terhadap sesama perempuan. Kebebasan disini adalah pilihan akan aktualisasi dirinya sebagai seorang manusia yang memiliki nilai dan makna atas proses hidupnya. Mengembangkan nilai yang ada dalam dirinya, untuk menjadi seorang manusia yang berkembang dan dapat melakukan sesuatu bagi diri dan lingkungan sekitarnya. Serta bertanggung jawab atas segala pilihan hidupnya dalam berbagai aspek kehidupan.
Manusia pada dasarnya adalah mahkuk yang berpikir, memiliki jiwa dan raga. Manusia yang berbuat dan melakukan
sesuatu sesuai dengan apa yang diyakini dalam hidupnya. Mengambil keputusan dari setiap kemungkinan-kemungkinan yang dia hadapi, dan jauh lebih penting tentu saja menjadi manusia yang bertanggung jawab. Lesbian juga adalah manusia biasa yangterusmengalamiperekembangandalamkehidupnya. Lesbian mengerti akan kemungkinan-kemungkinan yang harus dia pilih berdasarkan kebebasan dan kesadarannya sebagai seorang manusia. Hal ini juga adalah salah satu bagian dari penerimaan diri, ketika lesbian menyadari kemungkinan- kemungkinan yang ada pada diri dan lingkungannya secara sadar, maka akan muncul perkembangan dan tindakan yang sesuai dengan apa yang mereka inginkan.Bisa dikatakan sebagai fleksibelitas diri dalam lingkungan kehidupannya. Ketidak adilan yang dialami oleh lesbian atau homoseksual lainnya adalah masalah penting. Lesbian dan kaum homoseksual haruslah sadar bahwa ketidak adilan tersebut haruslah menjadi sebuah refleksi agar mereka terus berjuang untuk diri mereka sendiri, menyadari dirinya, dan berkembang lebih baik dari waktu ke waktu.
Membangun kesadaran atas keberadaan homoseksual secara kritis adalah bagian penting untuk melenyapkan dehumanisasi sebagai sebuah pengingkaran atas kemanusiaan. Pendidikan kritis bernilai transformative merubah atau menciptakan seseuatu kearah yang lebih baik harus terus
diupayakan. untuk membangun pendidikan yang berperan transformatif bagi masyarakat, sangat perlu harapan yang
diakarkan pada tindakan nyata. Harapan mengubah dunia saja adalah tidak cukup dan tindakan yang didasarkan pada harapan itu saja akan segera menghantarakan orang pada kegagalan,
pesimisme, fatalism, dan kemandulan serta kehancuran harapan itu sendiri. Begitu Paulo Freire dalam sebuah tulisannya (Widiwati, 2013:19).
Memang tidak mudah memahamkan pada masyarakat dan Negara mengenai keberadaan lesbian sebagai bagian dari kehidupan ini.Wacana yang berkembang tentang tidak diterimanya lesbian, masih bertahan pada sebagian masyarakat sampai saat ini. Wacana ini kian berkembang, dimana orientasi seksual kini bukanlah bersifat privat melainkan menjadi wacana public yang seakan diusung untuk pembentukan moral manusia yang baik.
Dengan wacana yang berkembang tersebut, maka akan semakin terbentuk penolakan bagi lesbian dan kaum homoseksual. Namun dengan penolakan tersebut maka lesbian
dan kaum homoseksual lainnya akan semakin berupaya untuk menjadi seseorang yang lebih baik, dapatditerima dimasyarakat. Tentunya dengan begitu banyak proses yang panjang. Diri
lesbian akan membentuk sebuah nilai tersendiri dalam upaya untuk memaknai keberadaan mereka bagi diri, lingkungan dan masyarakat.
e KsIstensI l esbIan
Daftar pustaka
Jurnal Perempuan 58, Seksualitas Lesbian, Untuk Perencanaan dan Kesetaraan, Jakarta, 2008. Kadir, A, Hatib, Tangan Kuasa Dalam Kelamin, Telaah Homoseks,
Pekerja Seks dan Seks Bebas di Indonesia, INSIST Press, Yoyakarta, 2007.
Margaretha, Paulus., Perjumpaan Dalam Dimensi Ketuhanan
Kierkegaard & Buber, Wedatama Widya Sastra, Jakarta, 2006.
Muzairi, Eksistensialisme Jean Sartre Paul, Sumur Tanpa Dasar
Kebebasan Manusia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002. Putnam, T, Rosemarie, Feminist Thought: Pengantar Paling
Komerhensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis, Jalasutra, Yogyakarta, 1998.
Widiawati, Helmy, dkk, Membangun Ruang Kemanusiaan Tanpa
Batas Sebuah Proses Pengorganisasian, Pustaka Sempu, Yogyakarta, 2013.
Wiernga, E, Saskia, Blackwoof, Evelyn. Hasrat Perempuan, Relasi
Seksual Sesama Perempuan dan Praktek Perempuan Transgender di Indonesia, Ardhanary Institute dan HIVOS, Jakarta, 2009.