: Sistem Informasi Penelitian Universitas Kristen Satya Wacana M02398

PROSIDING

K onferensi i nternasional

f eminisme :P ersilangan

i dentitas ,a gensi dan P olitiK (20 t ahun J urnal

P eremPuan )

PROCEEDING OF

i nternational C onferenCe on f eminism :i nterseCting

i dentities ,a genCy &P olitiCs

(20 y ears J urnal P eremPuan )

A gAmA dAn F eminisme

Konferensi Internasional Feminisme: Persilangan Identitas, Agensi dan Politik

(20 Tahun Jurnal Perempuan)

© Jurnal Perempuan, 2016 2655 hlm, 14,8 x 21 cm ISBN 978-602-6789-33-4

Prosiding ini diterbitkan oleh Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta

Kata Pengantar

Selamat datang di acara Konferensi Internasional tentang Feminisme, pertama diadakan di Indonesia yang membahas secara khusus feminisme dari berbagai bidang. Konferensi ini dalam rangka memperingati 20 tahun Jurnal Perempuan yang pertama kali terbit pada tahun 1996. Sejak itu, Jurnal Perempuan sebagai jurnal feminis pertama di Indonesia telah membahas secara konsisten ide-ide feminisme baik dalam ranah lokal maupun global.

Perjalanan ide feminisme di Indonesia merupakan perjalanan yang terjal. Awal ide feminisme bisa dikatakan dibangun pada Kongres Ibu pertama di Yogyakarta pada tahun 1928 yang mebahas isu-isu penting pada masa itu, yaitu, isu pendidikan dan perempuan. Selanjutnya, ide-ide feminisme terus berlanjut setelah Indonesia merdeka pada tingkat akar rumput yang secara gigih dipelopori oleh Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) ditahun1950-an. Setelahmasakepemimpinan presiden Sukarno, gerakan perempuan memasuki masa kelam di era presiden Suharto, yakni, dikooptasi dan didominasi oleh negara. Baru pada masa Reformasi ide-ide feminisme tumbuh subur dengan adanya demokrasi. Namun, pintu demokrasi yang terbuka lebar mengundang berbagai kelompok seperti kelompok agama konservatif yang juga menerabas masuk. Dengan demikian, tantangan perempuan Indonesia semakin besar memasuki abad ke-21. Meskipun demikian, wacana kesetaraan dan keadilan untuk perempuan telah diterima luas di berbagai daerah dan kesolidan gerakan perempuan tampak menguat baik di pemerintahan, parlemen, LSM, akademisi dan

A gAmA dAn F eminisme

profesional serta tokoh/organisasi berhaluan feminis Islam. Oleh sebab itu, kami tetap optimis akan masa depan feminisme di Indonesia.

Konferensi ini mencerminkan optimisme tersebut. Makalah yang masuk ke panitia konferensi berjumlah 102 dan terseleksi sebanyak 62 makalah. Pemakalah dan peserta datang dari

berbagai daerah seperti Aceh hingga Papua kecuali Maluku. Peserta dari luar negeri terwakili oleh Thailand, Amerika, Australia, Hong Kong, Filipina, Belanda, Jerman dan Malaysia. Peserta yang aktif berpartisipasi dalam konferensi ini juga beragam dari LSM, pemerintahan, akademisi, guru, profesional, pengusaha dan ibu rumah tangga.

Terima kasih tak terhingga saya sampaikan kepada ketua panitia konferensi, Sdr. Naufaludin Ismail beserta staff YJP, mantan staff YJP, SJP dan para voluntir yang terdiri dari mahasiswa, dosen dan umum. Demikian pula kepada Dewan Pembina, Dewan Redaksi dan mitra-mitra YJP yang berkontribusi pada acara ini. Terkhusus, terima kasih sedalamnya untuk Ford Foundation, MAMPU dan ARROW yang telah mendanai dan mendukung acara konferensi ini.

Gadis Arivia Pendiri dan Acting Director YJP

Preface

Welcome to the International Conference on Feminism, organized for the first time in Indonesia discussing specifically feminism from various perspectives. This conference is held to commemorate the 20 th Anniversary of Jurnal Perempuan whose first edition was released in 1996. Since then, as the first feminist journal in Indonesia, Jurnal Perempuan has been consistently discussing feminism ideas, in local and global sphere.

The journey of feminism idea in Indonesia must pass a difficult road. It can be said, that the initial idea was established at the first Woman Congress in Yogyakarta in 1928 discussing important issues, including education and women. Furthermore, the feminism ideas continued after Indonesia proclaimed its independence in the grassroots level pioneered by Gerwani (Indonesian Women Movement) in 1950s.

Post-Suharto leadership, women movement entered its dark era in the new order era presided by the then President, as it was co-opted and dominated by the state. Than it came the Reform era when feminism idea grew thank to democracy. However, the door for democracy opened widely invaded also by other groups, one of which was the conservative religious groups.

With that, the challenge faced by Indonesian women became bigger when entering the 21st century. Even though so, the discourse about equality and justice for women had been widely accepted in many regions and the women solidarity movement seemed to strengthen either in the government level, parliament, NGO, academicians and professionals as well

A gAmA dAn F eminisme

as Islam-minded feminist organizations and figures. That is why we are still optimistic about the future of feminism in Indonesia.

The conference reflects the optimism. The organizing committee receives 102 papers and selects 62. The presenters

and participants come from various regions, such as Aceh and even Papua, with Maluku province as an exception. Foreign

participants are also present in this seminar from Thailand, the United States, Australia, Hong Kong, Philippines, Holland, Germany and Malaysia. They comefromdiverse backgroundsuch as NGO, government, academic, teacher, student, professional,

businessmen and housewives.

I would like to thank the head of the conference organizing committee, Naufaludin Ismail and all YJP staffs, former YJP staffs, SJP and volunteers, including university students, lecturers and general public. I would like also to express my sincere gratitude to the Board of Steering Committee, Boar of Editor and YJP s partners that contribute to this event.

Special thanks to the Ford Foundation, MAMPU and ARROW who fund and support this conference.

Gadis Arivia Founder and Acting Director of YJP Gadis Arivia Founder and Acting Director of YJP

AGAMA DAN FEMINISME

Islamic Feminist Reading on the Qur’an: A Comparative Study on Amina Wadud’s and Mohammed Talbi’s Interpretation of Q. 4:34

Afifur Rochman Sya rani --23

Membaca Kontruksi Seksualitas: Sebuah Kajian Represi Mahasiswi Santri Terhadap Film Perempuan Punya Cerita

Bruce Dame Laoera --52

Komodifikasi Filantropi Lokal Islam dan Eksploitasi Perempuan di Ruang Publik: Perempuan Pemungut Sumbangan Keagamaan di Jalan Raya

Jajang A Rohmana --93

Rekonstruksi Citra Perempuan dalam Alkitab pada Kumpulan Puisi Perempuan yang Dihapus Namanya Karya Avianti Armand

Langgeng Prima Anggradinata --123

Allah sebagai Kekasih: Narasi Perempuan Pedhotan akan Allah di Gunung Kemukus

Oleh Mutiara Andalas --154

“Ombak Panggil Ombak” Pandangan Feminis Protestan Indonesia mengenai Pergulatan Agama, Tradisi dan Perubahan Sosial Masyarakat

Nancy Novitra Souisa --171

A gAmA dAn F eminisme

Membebaskan Allah Dari Belenggu Patriarki (Sebuah Analisis Kritis Feminis Kristen Terhadap Konsep Allah Dalam Alkitab Perjanjian Lama)

Suryaningsi Mila --198

BURUH DAN PEKERJAAN

Dualisme Peran Gender dalam Keluarga Buruh Migran Indonesia

Anggaunitakiranantika --226

Paradoks & Marginalisasi Home-Workers di Industri Berbasis “Putting-Out” System (Studi Kasus Jawa Tengah)

Arianti Ina R. Hunga dan Tundjung Mahatma --243

Menggali Potensi Perempuan Akar Rumput dalam Upaya Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia: Kisah Paguyuban Seruni

Elisabeth Dewi dan Sylvia Yazid --276

Makna Kemandirian Pada Pekerja Lansia Perempuan di Bali

Made Diah Lestari, Ni Putu Natalya, Ratna Dewi Santosa, Ni Putu Eka Yulias Puspitasari, Olvi Aldina Perry --310

Dilema Perempuan Buruh Migran dalam Peran Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga

Pinky Saptandari --334

Perempuan Dimensional: Tentang Ekonomi-Politik Perempuan Pesisir Muncar

Rizalatul Islamiyah --360

Kehidupan Perempuan di Perkebunan Teh, Sebuah Kajian Ekofenisme

Roro Retno Wulan --384

Etika Fashion: Langkah Kritis Menghadapi Efek Ekploitasi Kapitalistik Industrial

Safina Maulida --406

Pengaruh Bias Gender pada Karakteristik Wirausaha terhadap Kinerja Bisnis

Yusalina, Anita Primaswari Widhiani, Chairani Putri Pratiwi --421

FEMINISME LOKAL, GLOBAL DAN TRANSNASIONAL

Dampak dan Makna Resistensi Perempuan Bali pada Sektor Industri Kreatif di Desa Paksebali, Kabupaten Klungkung, Bali

Anak Agung Istri Putera Widiastiti --448

Perempuan dan Pegunungan Kendeng: Ekofinisme dalam Gerakan Sosial Baru di Indonesia

Okie Fauzi Rachman --474

Kebertahanan Perempuan Korban Kekerasan dalam Pacaran di Kota Salatiga (Kajian Psikoanalisa)

Eunike Imaniar Yani Talise, Sutarto Wijono, Arianti Ina Hunga --511

Lingkar Tutur Perempuan : Women and the politics of memory in the aftermath of 1965 state violence

I Gusti Agung Ayu Ratih --538

A gAmA dAn F eminisme

The ethnicity body and identity: A (re)construction self of Chinese-Indonesian woman

Jennifer Lie --574

Perempuan Samin-Kapuk dalam Pusaran Dinamika Femisime Lokal: Kajian Transformasi Identitas-Historis

Khoirul Huda --595

Menarasikan Masa lalu: Sejarah, Testimoni, dan Perempuan

Nungki Heriyati --627

“Paradoks Cinta: Antara Pengorbanan dan Perpisahan” (Kajian Etologis Kebertahanan Perempuan sebagai Korban dalam Lingkaran Kekerasan)

Nyoman Ratih Prativi Negara Putri, Sutarto Wijono, Ina Hunga --653

In Searching of Feminist Technology: Challenge in 21 st Century Feminism

Perdana Putri --686

Persepsi Anak-anak Terhadap Peran Gender di Masyarakat (Studi Kasus di Wilayah

Kota Tangerang Selatan)

Tri Sulistyo Saputro --706

KEADILAN UNTUK MINORITAS

Symbolic Communication Among Lesbians (A Case Study in Lesbian Community

at Tegalega Bandung)

Betty Tresnawaty --726

Eksistensi Lesbian (Penerimaam diri, Aktualisasi diri dan Perjuanagan HAM)

Dian Novita Kristiyani --743

Biphobia: Dua Wajah Diskriminasi terhadap Biseksual

Ferena Debineva --779

Queer and Alam: Mempertanyakan Naturalisasi Identitas Queer sebagai ‘Penentang Kodrat Alam’

Firdhan Aria Wijaya --800

Merebut Ruang dan Waktu Hetero: Afirmasi Performativitas Subjek Pattaya di Tengah Isu Begal dan Diskriminasi LGBT

Ghanesya Hari Murti --825

Mewartakan Liyan: Media, Homoseksual dan Reproduksi Homophobia dalam Perspektif Historis Narrating The Other: Media, Homosexual and Reproduction of Homophobia in Historical Perspective

Makrus Ali --841

Gambaran Identitas Seksual dan Proses Coming Out pada Remaja Akhir Kelompok Minoritas Seksual di Jakarta

Maria Britta Widyadhari, Tri Iswardani --867

Mereka Adalah Manusia: Refleksi Teologis tentang Prinsip Kemanusiaan Terhadap Queer

Masthuriyah Sa dan --896

Heteronormativitas sebagai Hegemoni Gagasan KeIndonesiaan: Sebuah Kajian terhadap Pernyataan Diskriminatif Pejabat Negara dalam Perdebatan LGBT

Timo Markus Duile dan Nadya Karima Melati --919

EKSISTENSI LESBIAN (PENERIMAAM DIRI, AKTUALISASI DIRI DAN PERJUANAGAN HAM)

Dian Novita Kristiyani Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

diannovita2087@gmail.com

ABSTRAK

Homoseksual berhadapan dengan tiga kekuatan besar yang menekan keberadaan mereka, yaitu, agama, negara dan keluarga. Pilihan orientasi bukan menjadi permasalahan privat saja, tetapi bertransformasi ke arah publik. Pengontrolan tingkah laku kolektif manusia dan seksualitas menjadi sebuah barometer pengembangan ekonomi politik suatu Negara. Negara sebagai penjamin, memiliki kewajiban untuk menghadirkan ruang- ruang untuk berkembang bagi setiap warga negaranya. Namun bila ruang itu hanya terbuka untuk heteroseksual, maka kuasa hanya dimiliki oleh laki-laki dan tidak ada eksistensi bagi lesbian. Melihat fakta yang terjadi, bisa disampaikan bahwa ruang yang terbatas bagi seorang lesbian, adalah sebuah pelanggaran hak asasi manusia. Fakta dari seorang lesbian dapat dipakai untuk menganalisis penerimaan diri, spiritualitas batin, serta bagaimana seorang lesbian memaknai tubuh dan seksualitasnya. Komunitaspun memiliki peranan yang penting untuk membantu seseorang untuk dapatmemahami diri dan menerima dirinya.

Key word: eksistensi, lesbian, penerimaan diri, seksualitas, tubuh

PENDAHULUAN Penelitian ini berawal dari ketertarikan penulis mengangkat realitas sosial terkait kehidupan komunitas homoseksual yang kompleks, penuh dinamika, dan paradoks. Kehidupan homoseksual dan komunitas homoseksual didalam masyarakat PENDAHULUAN Penelitian ini berawal dari ketertarikan penulis mengangkat realitas sosial terkait kehidupan komunitas homoseksual yang kompleks, penuh dinamika, dan paradoks. Kehidupan homoseksual dan komunitas homoseksual didalam masyarakat

Indonesia belum sepenuhnya diterima. Boleh jadi, orang menganggap realitas ini seperti sepenggal cerita tanpa arti, bahkan sering dilecehkan sebagai suatu kehidupan yang aneh bahkan dianggap menyimpang atau pendosa . Penolakan yang dialami homoseksual sebagai bagian dari masyarakat sekaligus menjadi fakta keberadaan komunitas homoseksual sebagai manusia yang memiliki hak yang sama dengan manusia lainnya sedang digugat. Fakta ini bertolak belakang dari semangat HAM yang menempatkan komunitas lesbian sebagaimana manusia lainnya memilikiruangyangsama untukbebas mengekspresikan pikiran, keyakinan, bersosialisasi, dan berkreasi.

Realitas homoseksualitas sudah ada dalam masyarakat Indonesia sejak dulu walaupun berbagai daya upaya sekelompok manusia menghakimi mereka bahkan dengan cara-cara yang sangat keras. Ditengah perkembangan usaha menegakan Hak Asasi Manusia, tetap saja realitas homoseksual terus diperdebatkan. Fakta ini menunujukan bahwa kehadiran komunitas homoseksual belum mencapai pada kesepakatan bersama, bahwa homoseksual mendapat ruang yang sama sebagaimana para heteroseksual mendapatkannya. Penelitian Wieringga, Saskia (1999) terkait Komunisme dan Praktik- Praktik Hubungan Seksual Sesama Perempuan di Era Pasca Soeharto juga dapat menjadi sebuah gambaran penting bahwa homoseksualitas dan hubungan sesama perempuan di masa itu sudah ada. Hal ini menunjukkan bahwa keberagaman orientasi seksual telah sekian lama menjadi isu yang perlu untuk diangkat dan dapat menunjukkan bahwa homoseksualitas itu ada disetiap eranya. Tulisan Tangan Kuasa dalam Kelamin oleh Hatib Abdul Kadir (2007) juga mengungkapkan sejarah homoseksual di Indonesia.

Cinta sejenis sebenarnya bukanlah hal baru, ia telah eksis sejak masa awal sejarah kehidupan manusia. Hampir di semua negara dapat ditemui keberadaan kaum homoseksual, tak terkecuali di Indonesia. Yang membedakan kemudian adalah, penerimaan masyarakat terhadap kelompok homoseksual yang tidak sama. Latar belakang budaya masing-masing negara sangat berpengaruh pada bagaimana masyarakatanya menerima keberadaan homoseksual. Seperti di Indonesia, masih terdapat perbedaan pandangan dan perlakuan terhadap kaum homoseksual (Kadir, 76, 2007).

Pemahaman kata seksualitas menjadi urutan penting untuk memahami varian gender dan orientasi atas tubuh

adalah wujud eksistensi. Seksualitas banyak dipahami sebatas sexual activity dan pemahaman ini telah mereduksi makna yang utuh tentang eksistensi manusia. Eksistensi lesbian dipenuhi

dengan paradoks yang terlihat ketika haknya secara pribadi di masyarakat dan negara belum terpenuhi. Individu, masyarakat maupun lembaga merasa memiliki hak dan kewenangan untuk

mendefinisikan, memberi makna, membuat aturan bahkan melakukan kontrol terhadap tubuh perempuan lesbian atas nama kepatutan, nilai masyarakat bahkan atas nama kuasa.

Eksistensialisme melihat bahwa budaya patriarki masih erat menempel di masyarakat. Menggangap bahwa laki-laki adalah self dan perempuan sebagai obyek lalu dimanakah keberedaan dan makna diri seorang lesbian? Konsep feminis radikal juga akan digunakan sebagai pisau analisis, untuk melihat hak seorang untuk memilih apa yang dia inginkan atas

dirinya termasuk seksualitas dan tubuhnya. Dengan kedua pemikiran tersebut akan membantu melihat eksisteni manusia dengan tingkatannya, sampai ke nilai atas dirinya. Jika seorang dirinya termasuk seksualitas dan tubuhnya. Dengan kedua pemikiran tersebut akan membantu melihat eksisteni manusia dengan tingkatannya, sampai ke nilai atas dirinya. Jika seorang

lesbian tidak bisa menerima dirinya sendiri, maka akan sulit bagi seorang lesbian mendapatkan haknya.

Untuk melihat kompleksitas dari dinamika dan pergerakan lesbian, maka penelitimenggunakan beberapa teoripendukung, yaitu teori feminis eksistensialis. Dalam konsep penerimaan dan eksistensi diri, aspek budaya, sosial, agama, gender dan pembangunan sangat berpengaruh erat bagi perkembangan eksistensi diri dan pemenuhan HAM.

Subyek dalam penelitian ini adalah lesbian, dan akan menganalisis penerimaan diri, spiritualitas batin, serta bagaimanaseoranglesbian memaknaitubuhdanseksualitasnya. Menganalisis dan mengkritisi berbagai bentuk opresi yang dihadirkan untuk lesbian sangat penting, hal tersebut akan mememunculkan sebuah tindakan kesadaran yang memposisikan lesbian dari Aku konstruksi masyarakat menjadi Aku yang benar-benar ada. Proses bersama dengan komunitas untuk terus belajar tanpa dehumanisasi dan memahamkan pada tiap individu yang belum memahami benar dirinya adalah sebuah proses awal yang dilakukan oleh komunitas untuk mendorong setiap individu mencapai eksistensi dirinya. Kesadaran kritis dan analisis sosial yang terus dikembangkan akan membantu individu lesbian memahami bahwa eksitensi dan apa yang ada di dirinya adalah haknya.

Penelitian ini mencoba melihat dan memahami lebih dalam mengenai dialog diri. Dimana subyek mendefinisikan dirinya sendiri sebagai aku tentang seksualitas yang utuh. Tidak ada eksklusifitas lesbian dalam komunitas yang menjadi medan penelitian untuk penulisan ini. Selain itu penelitian ini mencoba melihat bagaimana proses membangun sebuah nilai setiap individu. Satu komunitas dengan dua kelompok yang berbeda Penelitian ini mencoba melihat dan memahami lebih dalam mengenai dialog diri. Dimana subyek mendefinisikan dirinya sendiri sebagai aku tentang seksualitas yang utuh. Tidak ada eksklusifitas lesbian dalam komunitas yang menjadi medan penelitian untuk penulisan ini. Selain itu penelitian ini mencoba melihat bagaimana proses membangun sebuah nilai setiap individu. Satu komunitas dengan dua kelompok yang berbeda

II (lesbian) disatukan dalam forum diskusi dan kegiatan yang sama. Subjektivitas menempatkan subjek/objek menjadi setara dan tidak ada kesenjangan antara peneliti dan yang diteliti. Dengan metode feminis ini, penulis mencoba masuk dan memahami benar kenyataan yang dialami lesbian. Metodologi feminis menggunakan pendekatan empathy, participatory dan in-depth interview. Setiap apa yang disampaikan oleh narasumber lesbian yang dianggap sebagai minoritas seksual dan sampai saat ini masih mengalami diskriminasi adalah sangat penting dan bernilai. Dari sisi-sisi itulah akan menunjukkan bagaimana cara mereka membangun eksistensi.

Penggambaran realitas sosial yang terjadi menggunakan studi kasus untuk mengungkapkan metode penelitian yang sesuai dengan fenomena yang akan diteliti. Studi kasus merupakan penelitian yang memberikan sebuah tahapan yang pada akhirnya akan memberikan gambaran secara lebih dalam mengenai latar belakang, sifat dan karakter dan kompleksitas kasus yang dialami internal individu, individu dalam komunitas, komunitas itu sendiri dan juga individu di dalam masyarakat. Kasus yang dialami oleh individu merupakan gambaran awal yang menyangkut proses-proses penerimaan. Subyek penelitian ini adalah seorang lesbian yang berproses bersama dengan komunitas yang di dalamnya sangat beragam. Hal ini bukan didasarkan atas perbandingan, karena hal-hal yang berkaitan dengan orientasi seksual ini tidak bisa dibandingkan, melainkan untuk melihat dinamika yang terjadi pada individu dengan orang lain, lingkungan sekitarnya dan komunitasnya. Bahwa eksistensi diri itu masing-masing dan pencapaian eksistensi Penggambaran realitas sosial yang terjadi menggunakan studi kasus untuk mengungkapkan metode penelitian yang sesuai dengan fenomena yang akan diteliti. Studi kasus merupakan penelitian yang memberikan sebuah tahapan yang pada akhirnya akan memberikan gambaran secara lebih dalam mengenai latar belakang, sifat dan karakter dan kompleksitas kasus yang dialami internal individu, individu dalam komunitas, komunitas itu sendiri dan juga individu di dalam masyarakat. Kasus yang dialami oleh individu merupakan gambaran awal yang menyangkut proses-proses penerimaan. Subyek penelitian ini adalah seorang lesbian yang berproses bersama dengan komunitas yang di dalamnya sangat beragam. Hal ini bukan didasarkan atas perbandingan, karena hal-hal yang berkaitan dengan orientasi seksual ini tidak bisa dibandingkan, melainkan untuk melihat dinamika yang terjadi pada individu dengan orang lain, lingkungan sekitarnya dan komunitasnya. Bahwa eksistensi diri itu masing-masing dan pencapaian eksistensi

diri itu merupakan nilai dan makna yang dimiliki oleh masing- masing individu. Proses tersebut akan dapat ditunjukan dengan studi kasus yang digambarkan dalam penelitian ini.

Proses perjalanan yang panjang bersama seluruh komunitas mengahadirkan sebuah fakta yang sangat menarik untuk dipahami dan digambarkan lebih jauh dan utuh. Dengan dialog, berbagi banyak hal serta pengalaman tentang kehidupan yang dijalani oleh masing-masing individu di komunitas dan kegiatan bersama menjadi sebuah hal yang dapat menguatkan dan saling membangun. Setiap individu di dalam komunitas memiliki proses masing-masing dalam menjalani kehidupan serta pilihannya, dari hal tersebut penulis menemukan bahwa proses- proses tersebut dapat menjadi sumber belajar. Penulis mencoba mengenal, memahami dan membangun kedekatan hal tersebut sebagai bagian dari proses bersama. Proses bersama komunitas menghadirkan banyak stimulus, namun penulis menyadari bahwa proses yang dilalui oleh masing-masing sangat beragam. Hal lainnya yang menjadi dasar mengapa penelitian dilakukan di Ungaran, kabupaten Semarang adalah menimbang begitu banyak dinamika yang dialami oleh lesbian di kota industri tersebut.

Selain itu, peneliti menemukan sebuah hal yang berbeda dari awal mengikuti diskusi dan kegiatan bersama di Effort dengan kelompok atau komunitas lainnya, yaitu bahwa diskusi,

kegiatan dan FGD dilakukan oleh kelompok lesbian bersama dengan kelompok heteroseksual. Hal ini cukup berbeda dengan beberapa komunitas lain yang sebelumnya telah

peneliti temui. Tidak ada eksklusifitas lesbian, ketika berbaur dengan heteroseksual dalam proses bersama. Hal ini juga dapat dijadikan sebuah perolehan yang penting untuk mengetahui peneliti temui. Tidak ada eksklusifitas lesbian, ketika berbaur dengan heteroseksual dalam proses bersama. Hal ini juga dapat dijadikan sebuah perolehan yang penting untuk mengetahui

Berdasarkan situasi dan fakta yang ada pada lesbian inilah yang akan dirumuskan menjadi satu tujuan yang hendak digambarkan dan dijelaskan pada tulisan ini. Penelitian ini

ingin menjelaskan dinamika dan proses dari seorang lesbian membangun eksistensi diri secara pribadi, bagaimana konsep dan penerimaan diri terbangun.

PEMBAHASAN Jika dipandang dari yang esensi, pembahasan mengenai lesbian harus dibahas secara lebih dalam untuk melihat hakikat manusia yang seutuhnya, yang memiliki hak asasi atas dirinya. Dari berbagai tulisan yang mengupas tentang lesbian, pemahaman seksualitas menjadi bagian penting yang harus dipahami dalam menguraikan fenomena sosial lesbian. Dalam pergerakan perjuangan kaum homoseksual yang tampak sampai saat ini, masyarakat masih berpusar pada isu sexual activity saja dan belum melihat sisi lain yang lebih luas serta utuh dari diri seorang lesbian. Dalam ruang kehidupan yang begitu luas, dinamis, kaya tafsir, seorang lesbian menembus tembok tebal untuk memaknai dirinya sebagai seorang manusia.

e KsIstensI l esbIan

Dimana kita akan mulai memahami makna kebebasan pilihan seorang manusia, ketika ruang-ruang yang ada tidak terbuka untuk seseorang memunculkan eksistensinya. Ketika yang selalu ada adalah diskriminasi, sterotype dan peminggiran lesbian yang menjadi sebuah kemutlakan terus terjadi ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Sementara gelombang penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) terus digulirkan dan diperjuangkan. Itu artinya, tidak ada alasan untuk membedakan orientasi seksual mana yang boleh mendapatkan haknya. Siapapun mereka, apapun mereka, dengan dirinya serta pilihannya bukanlah menjadi pembatas manusia untuk memperoleh dan memperjuangkan haknya.

Episode panjang bagi perjuangan kaum perempuan yang sampai saat ini masih harus terus diperjuangkan. Pemahaman sempit atas peran perempuan masih sangat mengakar dalam

kehidupan masyarakat. Mengapa? Berbagai diskriminasi, subordinat bahkan kekerasan terhadap perempuan diperkuat budaya dan tafsir yang salah terhadap ayat-ayat dalam kitab

suci. Akibatnya ekspresi dan eksistensi perempuan berada di titik nol.

Kehidupan perempuan berada dalam bingkai kekosongan karena eksistensi yang nyaris tak berarti merupakan potret

sebagian besar perempuan di Indonesia. Paparan di atas adalah fakta dan cerita perempuan heteroseksual. Bagaimana dengan kaum lesbian yang nota bena adalah juga perempuan? Lesbianpun mengalami hal yang sama bahkan lebih kompleks. Ketika seorang perempuan tertarik dengan perempuan lainnya, penolakanpun hadir. Dimulai dari orientasi yang berbeda dari pandangan masyarakat bahwa kebenaran mutlak adalah relasi heteroseksual. Kemudian berlanjut dengan stigma negatif sebagian besar perempuan di Indonesia. Paparan di atas adalah fakta dan cerita perempuan heteroseksual. Bagaimana dengan kaum lesbian yang nota bena adalah juga perempuan? Lesbianpun mengalami hal yang sama bahkan lebih kompleks. Ketika seorang perempuan tertarik dengan perempuan lainnya, penolakanpun hadir. Dimulai dari orientasi yang berbeda dari pandangan masyarakat bahwa kebenaran mutlak adalah relasi heteroseksual. Kemudian berlanjut dengan stigma negatif

Ketika hak asasi tidak dapat dicapai oleh seseorang karena sebuah perbedaan orientasi seksual, bagaimana seseorang

bisa menghadirkan eksistensi diri dan komunitasnya dalam lingkungan yang yang jauh lebih luas? Maka, Eksistensi tersebut terbungkam, karena secara internal dari personal itu sendiri maupun eksternal orang lain atau masyarakat tidak dihadirkan layaknya manusia yang lain hanya karena permasalahan orientasi seksual yang berbeda.

Menurut Audre Lorde, komunitas lesbian bukan komunitas yang dibentukkarena merasa diancam atau inginmemenangkan

nilai-nilai lesbianisme, akan tetapi lebih pada komunitas yang ingin memahami diri sendiri, sebagai sumber pengetahuan agar dapat survive (bertahan) menjadi seorang lesbian. Jadi komunitas lesbian adalah tempat referensi di mana terus diproduksi makna-makna baru, makna lesbian yang dibentuk dan disepakati bersama oleh komunitas lesbian tersebut (Arivia, 2008 : 15).

Point inilah yang akhirnya menggerakan sebagaian individu lesbian dan komunitasnya untuk mencoba memeperjuangkan

dirinya dengan proses menerima dirinya sendiri. Bukan hanya diwilayah ketertarikan, tetapi membebaskan dirinya dari penolakan masyarakat atas ketertarikannya terhadap sesama perempuan. Penolakan, diskriminasi dan kekerasan yang terjadi pada lesbian melahirkan gerakan pembelaan dari berbagai dirinya dengan proses menerima dirinya sendiri. Bukan hanya diwilayah ketertarikan, tetapi membebaskan dirinya dari penolakan masyarakat atas ketertarikannya terhadap sesama perempuan. Penolakan, diskriminasi dan kekerasan yang terjadi pada lesbian melahirkan gerakan pembelaan dari berbagai

kalangan khususnya kalangan pembela Hak Asasi Manusia. Gerakan ini menjadi bagian dari perjuangan untuk menegakkan Hak Asasi Manusia baik di mata pemerintah maupun masyarakat. Ketika ada penolakan, diskriminasi, bahkan kekerasan, artinya pelanggaran HAM sudah terjadi.

Nilai dan pemahaman yang dimiliki masyarakat saat ini terhadap lesbian adalah yang sudah ditetapkan oleh budaya dan juga agama, bukan diterima sebagai fenomena atau realitas sosial yang ada. Gadis Arivia (2008,11) menyampaikan bahwa kaum lesbian mengalami kekerasan diberbagai Negara terutama di negara konservatif yang menolak lesbianism sebagai orientasi yang tidak diakui oleh ajaran agama. Di Indonesia relasi lesbian semakin terbuka, akan tetapi keterbukaan ini berada ditingkat komunitasnya saja, bukan pada tingkat masyarakat secara umum apalagi di tingkat nasional. Seperti gong kematian bagi komunitas lesbian ketika aliran fundamentalis begitu menguat, karena aliran ini akan sangat menolak homoseksual. Kasus ILGA pada tahun 2010 adalah salah satu contoh bagaimana kekerasan dipertontonkan oleh aliran fundamentalis untuk menghabisi komunitas homoseksual. Fakta ini menjadi salah satu latar belakang kenapa komunitas lesbian eksis hanya pada komunitasnya saja, tertutup pada komunitas lainnya bahkan masyarakat secara umum.

Membongkar stigma banyak hal yang sudah diyakini kebenarannya oleh mayoritas masyarakat sungguh bukan sesuatu yang bisa dilakukan dalam waktu singkat. Pemahaman yangmendalamterkaitdenganhomoseksual, sangatdibutuhkan dalam rangkaian pengorganisasian bukan sekedar kampanye

Hak Asasi Manusia tetapi harus bermuara pada perubahan pola pikir dan perilaku (Widiawati, 2013:18). Pembangunan manusia Hak Asasi Manusia tetapi harus bermuara pada perubahan pola pikir dan perilaku (Widiawati, 2013:18). Pembangunan manusia

Memanusiakan manusia dalam segala hal adalah sebuah kemutlakan. Karena demikianlah nilai-nilai dalam agama dan

budaya, yang menempatkan berbagai varian gender dalam berbagai ranah mulai ranah privat sampai ranah publik tak terkecuali ranah politik. Maka berbagai hal tentang HAM adalah skema kewajiban yang menjadi tanggung jawab Negara. Dan

kewajiban setiap warga negara adalah menghormati hak orang lain. Dalam dialektika untuk saling menghormati inilah seharusnya dapat terbebas dari ancaman, tidak menimbulkan

kebencian, diskriminasi dan toleransi menjadi kunci utamanya. Maka, menjadi penting dan mendesak untuk dipahami sekaligus diperjuangkan karena fenomena dan realitas sosial

yang berkembang sampai saat ini memandang tentang orientasi seksual, khususnya lesbian (homoseksual) tidak semestinya ada dan hidup di tengah-tengah masyarakat. Cara pandang

ini terasa sangat kental baik oleh masyarakat maupun negara. Homoseksual masih menjadi bagian dari the otherness , maka

harus dipinggirkan bahkan dilenyapkan dari proses kehidupan ini.

e KsIstensI l esbIan

COMING IN (PENERIMAAN DIRI ) DAN EKSISTENSI DIRI

SEORANG LESBIAN Pengantar

Setiap perjalanan kehidupan manusia selalu dinamis, bahwa manusia selalu berpikir dan berdialog dengan diri tentang proses menuju kehidupan ke depan. Bisa saja terjadi penurunan dan peningkatan pada pola pemikiran, batin, kesadaran dan penerimaan atas kehidupannya. Salah satu hal yang terpenting dalam kehidupan setiap manusia adalah proses pencapaian nilai atau makna atas diri. Nilai dan makna atas diri merupakan satu perdebatan batin yang terjadi dalam diri manusia, dan ini adalah nilai refleksi puncak yang cukup memerlukan proses yang sangat dialogis. Dalam proses pencapaian eksistensi seorang manusia, penting sekali menurut penulis melukiskan bagaimana eksitensi diri seorang lesbian, ketika begitu banyak lapisan ketidakadilan dan diskriminasi yang masih didapatkan oleh homoseksual (lesbian).

Memperjuangkan diri hingga mencapai proses penerimaan diri dengan apa yang ada di dalam dirinya dan juga memperjuangkan hak sertaeksistensi dirinya sebagai bagian dari kehidupan terus dilakukan. Lebih dari itu seorang lesbianpun memiliki proses menuju pada aktualisasi diri yang diharapkan, baik kesadaran akan diri, kekritisan, menggembangkan batin dan proses menuju pada kehidupan sesuai dengan konsep nilai yang terbangun pada dirinya.

Seorang manusia pasti memiliki modal dalam pencapaian eksistensi diri. Modal tersebut akan sangat berpengaruh dalam diri untuk proses menyadari, mengkritisi dan menganalisis proses yang telah dilalui di dirinya yang kemudian akan memunculkan sebuah refleksi untuk proses menerima dirinya Seorang manusia pasti memiliki modal dalam pencapaian eksistensi diri. Modal tersebut akan sangat berpengaruh dalam diri untuk proses menyadari, mengkritisi dan menganalisis proses yang telah dilalui di dirinya yang kemudian akan memunculkan sebuah refleksi untuk proses menerima dirinya

Diri lesbian membutuhkan proses mengetahui dan memahami setiap konsep yang terkait dengan dirinya untuk benar-benar mengenali dan memahami dirinya. Pengetahuan akan seksualitas, tubuh, penerimaan diri, eksistensi diri dan mengembangkan diri dalam kehidupan adalah sebuah perjalanan panjang yang tetap terus dilakukan. Bagaimana pengetahuan yang dimilikiseorang lesbian dapatmenjadi modal awal dalam proses eksistensi dirinya. Penulis menggunakan beberapa konsep yang akan membantu dalam memahami bagaimana proses eksistensi diri seorang lesbian dicapai. Beberapa konsep yang dipakai akan sangat membantu penulis dalam memaparkan dan menganalisis hasil temuan dilapangan.

Eksistensi Diri“Aku adalah Aku” Eksistensi diri seorang lesbian, bukan merupakan proses perjalanan pencapaian material dan pengakuan saja, melainkan lebih pada nilai atas dirinya. Proses pencapaian atas nilai manusia bisa digambarkan dengan bagaimana diri seorang lesbian haruslah didefinisikan oleh dirinya sendiri, bukan oleh Eksistensi Diri“Aku adalah Aku” Eksistensi diri seorang lesbian, bukan merupakan proses perjalanan pencapaian material dan pengakuan saja, melainkan lebih pada nilai atas dirinya. Proses pencapaian atas nilai manusia bisa digambarkan dengan bagaimana diri seorang lesbian haruslah didefinisikan oleh dirinya sendiri, bukan oleh

konsep yang dipahami orang lain. Sartre membuat perbedaan antara pengamat dan yang diamati dengan membagi Diri kedalam dua bagian, yaitu Ada untuk dirinya sendiri (pour-soi) dan Ada dalam dirinya sendiri (en-soi). Ada dalam dirinya sendiri mengacu kepada kehadiran material repetitif yang dimiliki oleh manusia dengan binatang, sayuran dan mineral. Ada untuk dirinya sendiri mengacu kepada kehadiran yang bergerak dan berkesadaran, yang hanya dimiliki oleh manusia. Perbedaan antara Ada dalam dirinya sendiri dan Ada untuk dirinya sendiri berguna dalam melakukan analisis tentang manusia, terutama untuk mengasosiasikan Ada dalam dirinya sendiri dengan tubuh (Tong, 1998:255).

Pandangan kritis yang diperlukan untuk memahami bahwa lesbian ada untuk dirinya sediri, adalah ketika seseorang lesbian menyadari bahwa tubuh dan pilihan atas hidupnya adalah

bagian dari ke-Aku-annya, diidentifikasikan oleh dirinya, bahwa tubuh dan pilihannya adalah bagian dari dirinya bukan bagian tubuh atau pilihan orang lain. Kita dapat melihat bagaimana

orang lain, atau masyarakat sosial sejauh ini selalu memahami bahwa pilihan atas diri bahkan tubuh seorang lesbian dapat mereka identifikasikan menurut apa yang mereka yakini dan

pahami. Sehingga Aku lesbian tidak mampu menunjukkan ke- Aku-annya dalam proses kehidupan yang dijalaninya.

Namun dengan Ada yang ketiga, yaitu Ada untuk yang lain, Sartre kadang-kadang menggambarkan modus ke-Ada-an

ini dalam dua bentuk. Secara positif sebagai Mit-Sein, sebagai ada yang komunal. Meskipun demikian Sartre lebih sering menggambarkannya secara negatif, yaitu Ada yang melibatkan

konflik personal karena setiap Ada untuk dirinya sendiri berusaha untuk menemukan Ada-nya sendiri dengan secara konflik personal karena setiap Ada untuk dirinya sendiri berusaha untuk menemukan Ada-nya sendiri dengan secara

Dengan demikian Aku masih menjadi sebuah kuasa atas Aku. Dimana Aku (sosial) mendefinisikan Aku (lesbian) sebagai yang lain. Bukan merupakan diri yang secara sadar

dapat mendefinisikan dirinya dengan kebebasannya. Dalam pencapaian eksistensi lesbian yang penuh dengan nilai dan makna akan mengalami hambatan ketika lesbian masih

dianggap sebagai Liyan, yang masih menjadi obyek definisi dan nilai oleh konstruksi sosial masyarakat saat ini. Pemahaman yang berkembang di masyarakat atas tubuh, seks, gender dan seksualitas yang utuh belum menjadi sebuah budaya yang dapat dideskonstruksikan untuk memahami dan menghargai apa yang ada pada diri orang lain. Bahwasanya mendefinisikan diri atas tubuh, seks, gender dan seksualitas adalah sebuah kesadaran yang ada dalam Aku dan dimiliki oleh masing-masing dari diri.

Dengan pendidikan kritis akan membantu seorang lesbian dalam menyadari dan memahami orientasi atas tubuh dan dirinya sendiri dalam proses penerimaan diri. Proses untuk benar-benar memahami diri sendiri sebagai Ada untuk dirinya sendiri akan terus berkembang untuk mencapai pemaknaan atas eksistensi dirinya.

Tubuh, seksualitas serta pilihan dalam hidup adalah milik manusia, karena hanya manusia yang bereksistensi. Eksistensi Tubuh, seksualitas serta pilihan dalam hidup adalah milik manusia, karena hanya manusia yang bereksistensi. Eksistensi

bagi Kiergeraad diperuntukkan bagi manusia, karena hanya manusia yang sadar atas eksistensinya dan mau berjuang secara sadar untuk mencapai kesempurnaan eksistensinya. Kata berjuang yang ditekankan oleh Kierkegaard mengartikan eksistensi sebagai sebuah proses yang bbelum selesai. Kebelumselesaian inilah yang menjadi ciri khas eksistensialisme Kierkegaard. Setiap orang bebas memutuskan sendiri mengenai cara bereksistensinya. Eksistensi bukanlah seseuatu yang sudah final, melakukan suatu gerak hidup yang sedang dilaksanakan, sedang menjadi (Margaretha, 2006: 41).

Mengungkap ke-Aku-an

Ada yang mengatakan bahwa eksistensialisme merupakan usaha untuk menjadikan masalah menjadi konkret karena adanya manusia dan dunia. Sedemikian rupa usaha itu sehingga tidak ada masalah bagi manusia yang tidak dapat dipecahkan, jika tidak dalam rangka pengertian manusia akan dirinya, maka eksistensialisme berbicara tentang keberadaannya (Marzuki:2002:28). Fakta yang terjadi sekarang ini adalah realitas yang konkrit, di mana setiap orang memiliki prosesnya untuk mencoba mengerti dan memahami keberadaanya di dunia ini, ditempat mereka berada, ditengah kehidupan sesama dengan problematikanya masing-masing.

Bisa dikatakan bahwa penggambaran atau penjelasan yang mungkin bisa dilekatkan dalam filsatat eksistensialisme yang mendasari pemikiran penulis dalam menggambarkaan tentang proses pencapaian seseorang di sini adalah berawal dari problematika yang ada pada dirinya sendiri, yaitu tentang kebebasan dirinya dan menyadari ke-Ada-annya. Bahwa diri sendiri yang akan menentukan pilihan dan hidupnya, Bisa dikatakan bahwa penggambaran atau penjelasan yang mungkin bisa dilekatkan dalam filsatat eksistensialisme yang mendasari pemikiran penulis dalam menggambarkaan tentang proses pencapaian seseorang di sini adalah berawal dari problematika yang ada pada dirinya sendiri, yaitu tentang kebebasan dirinya dan menyadari ke-Ada-annya. Bahwa diri sendiri yang akan menentukan pilihan dan hidupnya,

Untuk mengungkap bagaimana proses penerimaan dan eksistensi diri seorang lesbian, penulis menggunakan studi kasus dari Kris untuk menemukan dinamika yang berkembang pada dirinya. Studi kasus dari Kris akan menggambarkan bagaimana proses penerimaan diri dan proses pencapaian eksistensi diri seseorang lesbian. Kemudian akan analisis adalah modal yang dimiliki di dalam diri serta dialog yang terjadi dalam diri lesbian, memahami dan berproses dalam penerimaan diri. Apa yang penulis temukan dalam dialog bersama dengan Kris akan menjadi temuan yang dapat dianalisis untuk melihat eksistensi dirinya. Proses penerimaan diri dan eksistensi diri seorang Kris yang penuh dengan dinamika dan problematikanya merupakan sebuah fakta yang unik untuk diungkapkan. Pola-pola yang dipakai dalam pemahaman atas konsep tubuh dan seksualitas, sampai pada titik kesadaran yang menghasilkan kekritisan dalam diri dan lingkungan sekitarnya menjadi penting untuk diketahui. Berbagai dialog serta refleksi atas dirinya akan membantu penulis dalam menggambarkan bagaimana Kris melampaui proses penerimaan dan eksistensi dirinya.

Tidak dapat dipungkiri ketika Kris menyadari bahwa dirinya dengan orientasi seksualnya masih belum dapat diterima oleh masyarakat akan menjadi salah satu faktor yang menjadi hambatan bagi Kris untuk membangun eksistensi dirinya. Dari hal tersebut akan memperlihatkan bagaimana kesadaran diri yang dibangun Kris untuk dapatberdialog dan berstrategi dalam

proses pencapaian Aku, menyadari bahwa Ada-nya Kris untuk dirinya sendiri sebagai subyek atas diri dan bukan obyek atas orang lain. Banyak lesbian yang mampu membangun eksistensi proses pencapaian Aku, menyadari bahwa Ada-nya Kris untuk dirinya sendiri sebagai subyek atas diri dan bukan obyek atas orang lain. Banyak lesbian yang mampu membangun eksistensi

diri dengan cara masing-masing, namun masih banyak juga lesbian yang belum dapat mencapai proses penerimaan diri dan membangun eksistensi dirinya. Sehingga dalam bab ini penulis ingin menunjukkan bagaimana pentingnya seorang lesbian membangun eksistensi dirinya dengan tantangan yang tergambar diatas.

Proses panjang dengan dinamika kehidupan yang naik turun, mungkin inilah yang tergambar dari sebuah proses

coming in atau penerimaan diri seorang lesbian. Penerimaan diri menjadi sebuah pondasi penting dalam pencapaian eksistensi diri. Proses memahami nilai dan makna diri secara sadar sehingga menjadikan diri lebih mampu mengaktualisasikan diri, dan kembali kehakikatnya sebagai manusia.

Pembebasan diri atas dogma dan nilai yang dilebelkan pada lesbian adalah sebuah proses berat bagi seorang lesbian. Namun seberapa beratnya proses tersebut, akan terus dijalani sampai pada titik dimana seorang lesbian menyadari dirinya sebagai manusia yang memiliki hak atas kehidupannya. Nilai tertinggi dari segala aspek kehidupan dalam diri seorang manusia bukan hanya nilai material saja, melainkan nilai spiritual dan ideology dalam hidupnya.

Dibawah ini akan menceritakan sebuah proses perjalanan panjang seorang lesbian, dengan proses perjalanan panjang kehidupannya sampai pada titik dimana terdapat sebuah

kesadarn akan nilai dirinya, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk menghargai dan menjadi seseorang yang memiliki nilai dan berguna untuk orang lain.

Penerimaan diri adalah bagian terawal dalam sebuah proses aktualisasi diri. Dengan penerimaan diri, maka seseorang akan terus melakukan apa yang menjadi tujuan baik baginya. Jadi, Penerimaan diri adalah bagian terawal dalam sebuah proses aktualisasi diri. Dengan penerimaan diri, maka seseorang akan terus melakukan apa yang menjadi tujuan baik baginya. Jadi,

kebahagiaanku. Kenyamanan dan kebahagiaan inilah yang disebut sebagai eksistensi diri seorang lesbian.

Dalam sebuah buku yang diterbitkan oleh Effort Membangun Ruang Kemanusian Tanpa Batas ( Sebuah Proses

Pengorganisasian ) Kris menuliskan kisah kehidupannya. Di bawah ini, sepenggal cerita yang disampaikan oleh Kris.

Pada pertengahan tahun 2012, ada perubahan yang luar biasa yang kurasakan di diriku. Aku putus dengan pacarku, dan hari kedua idul fitri tahun 2012 aku pergi ke Yogyakarta bersama

teman dari Effort, dan pada saat itulah aku merasa menjadi manusia merdeka karena nggak ada lagi pacar yang melarang

aku pergi. Dan akhirnya aku memutuskan untuk memperbaiki diri dan belajar serius. Terimakasih kepada teman-teman karena

aku dikennalkan pada banyak hal yang selama ini aku tidak tahu. Dari hari ke hari aku semakin punya semangat dan aku tambah tahu apa yang harus aku lakukan dalam hisup ini. Tehnik

dan strategi dalam menjalankan peranku sebagai seorang CO (Community Organizer) semakin bertambah. Beberapa kali melakukan pendekatan dengan komunitas buruh lesbian

bersama dengan teman-teman Effort membuat aku semakin mengerti dan memahami bagaimana melakukan pendekatan pada komunitas. Dari semua ini, aku jadi tahu kesabaran dari

teman-teman Effort dalam mengorganizer lesbian. kesulitan ini juga aku alami. Tetapi ini juga yang aku alami dulu, susah diajak

berkembang karena belum beres dengan diri sendiri. Aku sadar berkembang karena belum beres dengan diri sendiri. Aku sadar

masih banyak yang harus aku pelajari untuk meningkatkan kemampuanku sebagai seorang CO.

Ada yang membuatku paling senang adalah aku tetap menjadi diriku sendiri, apapun keadaannya. Dan ini selalu aku sampaikan pada teman-temn siapapun mereka dan apapun orientasi seksualnya. Jadilah diri sendiri dan berdamailah dengan diri sendiri. Aku sering menyesali kebodohan masa laluku, tetapi aku tahu penyesalan ini harus aku tebus dengan semangat belajar agar hidupkubisa lebih berarti. Dan terus mengisi pikiran karena sekarangaku tahu pikiran adalah pelopor

dunia . (Widiawati, 2013:66)

Inilah cerita singkat tentang Kris, dan tulisan Kris juga adalah gambaran tentang nilai dirinya dan pencapaian eksistensinya. Pergeseran makna dan pandangan tentang tujuan dan hakikat atas dirinya. Proses pembebasan diri yang terus diupayakan dari saat ke saat untuk sampai pada proses penerimaan diri,proses aktualisasi diri dengan tujuan hidup yang penuh dengan nilai.

Deskripsi Diri Seorang Lesbian

Setiap proses yang berkembang pada diri seorang manusia merupakan sebuah afeksi yang terus dinamis. Kedinamisan tersebut bukan hanya jalan untuk menuju pemenuhan atas kebutuhan biologis saja, melainkan mencoba untuk memenuhi kebutuhan spiritualitas seorang diri. Dimana dialog terhadap proses yang telah dijalani menjadi sebuah refleksi untuk melanjutkan kehidupan yang lebih baik. Dari setiap tahapan yang dijalani oleh seseorang, ada sebuah tahapan terpenting yang terkadang kurang menjadi perhatian, yaitu proses penjalanan penerimaan dan eksistensi diri. Penerimaan diri dan eksistensi diri merupakan sebuah proses yang penting Setiap proses yang berkembang pada diri seorang manusia merupakan sebuah afeksi yang terus dinamis. Kedinamisan tersebut bukan hanya jalan untuk menuju pemenuhan atas kebutuhan biologis saja, melainkan mencoba untuk memenuhi kebutuhan spiritualitas seorang diri. Dimana dialog terhadap proses yang telah dijalani menjadi sebuah refleksi untuk melanjutkan kehidupan yang lebih baik. Dari setiap tahapan yang dijalani oleh seseorang, ada sebuah tahapan terpenting yang terkadang kurang menjadi perhatian, yaitu proses penjalanan penerimaan dan eksistensi diri. Penerimaan diri dan eksistensi diri merupakan sebuah proses yang penting

Problematika bahkan diskriminasi yang berlapis bagi lesbian menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi lesbian untuk

berstrategi dalam pencapaian eksistensi dirinya sebagai seorang manusia. Ada dua hal yang menjadi problematika bagi lesbian yang harus terselesaikan untuk mencapai eksistensi dirinya, yang pertama adalah penerimaan diri, yang bersifat internal dalam diri seorang lesbian. Dan yang kedua adalah kemampuan untuk mendeskripsikan dirinya yang menitikberatkan pada kesadaran diri yang kritis untuk mencapai haknya sebagai manusia yang bertanggung jawab atas dirinya.

Untuk lebih memahami bagaimana eksistensi diri seorang lesbian, pada bagian ini penulis akan lebih menggambarkan mulai dari proses mengenal diri seorang lesbian. Dalam proses mengenal siapakah lesbian, akan difokuskan pada deskripsi awal yang penting untuk diketahui bersama, yaitu deskripsi diri dari seorang Kris (lesbian). Deskripsi lesbian disini untuk membantu menggambarkan bagaimana seorang diri membangun eksistensinya. Bahwa eksistensi setiap orang adalah relatif, proses dan capaiannya tidak bisa disamakan antara satu dengan yang lain. Namun pemaparan eksistensi diri seorang lesbian disini adalah untuk melihat bagaimana proses penerimaan diri dari seseorang atas diri dan pilihan kehidupannya. Dengan studi kasus ini diharapkan akan menemukan pola eksistensi diri seorang manusia yang beragam, dan apapun orientasi Untuk lebih memahami bagaimana eksistensi diri seorang lesbian, pada bagian ini penulis akan lebih menggambarkan mulai dari proses mengenal diri seorang lesbian. Dalam proses mengenal siapakah lesbian, akan difokuskan pada deskripsi awal yang penting untuk diketahui bersama, yaitu deskripsi diri dari seorang Kris (lesbian). Deskripsi lesbian disini untuk membantu menggambarkan bagaimana seorang diri membangun eksistensinya. Bahwa eksistensi setiap orang adalah relatif, proses dan capaiannya tidak bisa disamakan antara satu dengan yang lain. Namun pemaparan eksistensi diri seorang lesbian disini adalah untuk melihat bagaimana proses penerimaan diri dari seseorang atas diri dan pilihan kehidupannya. Dengan studi kasus ini diharapkan akan menemukan pola eksistensi diri seorang manusia yang beragam, dan apapun orientasi

seksualnya. Studi kasus yang pertama adalah mengenal siapa Kris, dan apa yang melatar belakangi kehidupan Kris dan keluarganya. Kris tumbuh dalam keluarga yang terbangun kedekatan dan kasih sayang. Dengan usia yang sudah dewasa, dan pendidikan sampai pada jenjang sekolah menengah atas yang ia selesaikan. Pengalaman kerja yang dia miliki hingga saat ini adalah dilingkungan pabrik, tempat dimana Kris memulai proses dalam dirinya di usia dewasa.

Deskripsi Modal Pengetahuan dan Praksis Seorang Lesbian

Memahamidiriadalahsebuahprosesyangterusdinamisdan berkembang. Namun dalam perkembangannya membutuhkan sebuah pemahaman atas pengetahuan akan konsep yang terkait dengan pilihan atas hidup masing-masing. Seorang

Dokumen yang terkait

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Khutbah Washil bin Atho' wa ma fiha minal asalib al-insyaiyah al-thalabiyah : dirasah tahliliyah

3 67 62

Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Peningkatan Produktivitas sekolah : penelitian di SMK al-Amanah Serpong

20 218 83

Analysis On Students'Structure Competence In Complex Sentences : A Case Study at 2nd Year class of SMU TRIGUNA

8 98 53