Masalah Penelitian
B. Masalah Penelitian
Dalam upaya memahami dan mengamalkan hadis Nabi, organisasi-organisasi Muslim Indonesia ditengarai tidak hanya oleh faktor struktur kelembagaan, leadership, dan sasaran yang berbeda-beda, tetapi juga oleh misi pengembangan dan strategi gerakan yang beragam untuk menemukan bentuk-bentuk baru. Lebih penting dari itu semua adalah doktrin yang menjadi prinsip dasar yang melandasi misi pergerakan tersebut. Dalam hal ini, tidak diragukan lagi, bahwa gerakan-gerakan keagamaan tersebut selalu menjadikan al-Quran dan hadis sebagai pedoman utamanya. Namun pada kenyataannya, masing-masing gerakan tersebut justru tampak sulit menerima perbedaan antar satu sama lain, padahal pedoman dasarnya adalah sama. Tampaknya, persepsi, resepsi, dan konsepsi terhadap dalil-dalil agama dan cara memahaminya juga menjadi penentu perbedaan tersebut.
Dalam kajian hadis, perbedaan ini juga tidak lepas dari metode takhri>j dan selanjutnya metode pemahaman hadis yang digunakan oleh masing-masing kelompok pergerakan. Adanya re-kanonisasi yang dilakukan oleh sebagian kelompok muslim Indonesia menjadikan metode takhri>j yang digunakan menjadi sangat parsial dan "ideologis," tidak komprehensif. Akibatnya, pemahaman terhadap hadis pun menjadi tidak holistik. Konteks sosial Indonesia juga dinilai turut menentukan corak pemahaman hadis muslim Indonesia. Karena itu jika diposisikan dalam peta kajian hadis, permasalahan penelitian ini adalah pada seputar peranan hadis dalam membentuk pergerakan keagamaan di Indonesia. Lebih tepatnya lagi, mengenai bagaimana sebuah idealisme tentang hadis mampu memelihara komunitas muslim Indonesia, namun pada saat yang sama membuatnya tidak relevan untuk masyarakat umum di Indonesia. Agar penelitian ini lebih terarah, maka perlu dilakukan penegasan masalah penelitian sebagaimana berikut:
1. Identifikasi Masalah Untuk mendapatkan sebuah kesimpulan besar mengenai pengguanaan hadis Nabi dalam gerakan keagamaan di Indonesia, terlebih dahulu penelitian ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a. Apa bentuk-bentuk gerakan keagamaan ahli hadis di Indonesia pasca Orde Baru?
b. Bagaimana strategi gerakan ahli hadis dalam merumuskan identitas, membangun dan menyebarkan ideologi, memanfaatkan peluang, memaksimalkan tindakan kolektif, dan membentuk jaringan gerakannya dengan berbasis pada hadis Nabi?
c. Mengapa bentuk gerakan dan strategi tersebut menjadi pilihan? c. Mengapa bentuk gerakan dan strategi tersebut menjadi pilihan?
Secara lebih spesifik, pertanyaan-pertanyaan seputar hadis merupakan hal yang paling urgen dalam penelitian ini. Masalah-masalah di atas dapat diselesaikan dengan mengajukan beberapa pertanyaan teknis seputar hadis dalam ruang mikro: sakralitras, tekstualitas dan karakter gerakan living hadis, sebagaimana berikut:
e. Apa sebenarnya hadis Nabi itu dan siapakah yang disebut dengan ahli hadis, khususnya dalam perspektif muslim Indonesia?
f. Kenapa hadis begitu penting bagi seorang Muslim dalam menjalani kehidupan beragama?
g. Bagaimana pengaruh hadis dalam kehidupan individu dan sosial?
h. Bagaimana masing-masing kelompok itu memahami, memosisikan, serta memfungsikan hadis Nabi dalam gerakannya?
i. Bagaima corak atau karakter gerakan keagamaan yang dimotori oleh hadis, sebelum atau sesudah orde baru? j. Benarkah ahli hadis itu selalu cenderung kritis terhadap tradisi lokal- asing, dan sama sekali tidak toleran, sehingga mereka terkesan berwajah fundamentalis, radikalis, dan keras dalam beragama? Bagaimana dengan gerakan ahli hadis di Indonesia dan apakah bedanya dengan yang ada di negara lain? k. Apa saja bentuk-bentuk dan tolok ukur fenomena sakralisasi hadis Nabi dalam gerakan keagamaan di Indonesia? l. Gerakan apakah yang sedang mereka perjuangkan dengan menggunakan hadis sebagai basisnya? Apa/siapakah sasaran pergerakan mereka? m. Bagaimana pandangan mereka terhadap kelompok lain yang memiliki paradigma berbeda dalam memahami dan menggunakan hadis Nabi? n. Lembaga atau media apakah yang mereka pergunakan untuk mengaktualisasikan perilaku mereka yang berbasis hadis itu? o. Bagaimana pandangan muslim Indonesia dari masa-ke masa terkait dengan isu-isu yang sedang mereka perjuangkan, dan bagaimana mereka menggunakan hadis sebagai basis gerakan mereka? p. Sejauh mana peran teks suci, dalam hal ini adalah hadis, dalam membentuk dan menggerakkan aktivitas mereka? Benarkan bahwa pemahaman tekstual meniscayakan pola keagamaan yang radikal-fundamental, sedangkan pemahaman hadis yang non- tekstual melahirkan pola keagamaan yang progresif? Sebaliknya, benarkan radikalisme itu selalu lahir dari tekstualisme? q. Model pemahaman hadis manakah yang lebih memungkinkan untuk mengatasi radikalisme dalam Islam, khususnya di Indonesia; tekstualisme, kontekstualisme, atau rasionalisme?
2. Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini hendak menjawab sebuah masalah besar yang dirumuskan dalam sebuah pertanyaan, yaitu bagaimana rumusan pola pemahaman hadis secara tekstual yang dapat membentuk pola keagamaan kultural-orisinal-moderat di Indonesia modern? Pertanyaan tersebut akan dijawab dengan cara membuktikan secara empiris-fenomenologis bahwa tekstualisme dalam pemahaman dan penggunaan hadis tidak selalu membentuk pergerakan keagamaan yang puritan, melainkan juga mampu berkompromi dengan budaya lokal dan meniscayakan keragaman. Pertanyaan tersebut muncul karena adanya sebuah wacana besar yang menyatakan bahwa ahli hadis selalu cenderung tekstualis, puritan, tidak toleran terhadap budaya baru, fundamentalis-sektarian, 2. Perumusan Masalah Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini hendak menjawab sebuah masalah besar yang dirumuskan dalam sebuah pertanyaan, yaitu bagaimana rumusan pola pemahaman hadis secara tekstual yang dapat membentuk pola keagamaan kultural-orisinal-moderat di Indonesia modern? Pertanyaan tersebut akan dijawab dengan cara membuktikan secara empiris-fenomenologis bahwa tekstualisme dalam pemahaman dan penggunaan hadis tidak selalu membentuk pergerakan keagamaan yang puritan, melainkan juga mampu berkompromi dengan budaya lokal dan meniscayakan keragaman. Pertanyaan tersebut muncul karena adanya sebuah wacana besar yang menyatakan bahwa ahli hadis selalu cenderung tekstualis, puritan, tidak toleran terhadap budaya baru, fundamentalis-sektarian,
3. Pembatasan Masalah Dari rumusan di atas, penelitian ini dibatasi pada kajian tentang peranan hadis dalam
pembentukan pergerakan keagamaan di Indonesia pasca orde baru. Secara teknis, penelitian ini tidak bersifat tematik yang hanya menyorot tema-tema tertentu, melainkan lebih pada sorotan terhadap praktik living hadis yang didasarkan pada tekstualisme dalam sebuah gerakan keagamaan. Lebih tepatnya, pembatasan tema ini dapat dinyatakan dalam sebuah pertanyaan tentang bagaimana hadis Nabi digunakan dalam sebuah gerakan serta apa pengaruhnya terhadap karakter gerakan tersebut?
Dengan pembatasan ini, maka telaah sosio-historis terhadap teks, karya-karya/literatur hadis yang lahir dan populer pada periode ini juga sangat penting dilakukan. Namun, hal itu bukan berarti bahwa kajian ini akan menutup penelusuran kajian hadis di luar batasan periode yang telah ditetapkan, karena data-data yang ada di luar batasan ini juga sangat membantu untuk menginterpretasi data-data yang ditemukan. Pasca orde baru, pembatasan ini dipilih mengingat kajian hadis tampak mengemuka di berbagai lapisan masyarakat Indonesia pada kurun waktu periode ini. Sebelumnya, kajian hadis masih dipandang periferal atau sebaliknya, terlalu disakralkan, sehingga sangat sulit ditemukan kecuali dalam manuskrip-manuskrip atau teks-teks khutbah pada masa itu, yang tentunya sangat sulit diakses.