TEKSTUALISME, OTORITAS, DAN PERUBAHAN SOSIAL

BAB II TEKSTUALISME, OTORITAS, DAN PERUBAHAN SOSIAL

I am Textualism. I am not merely a methodology for interpreting the Constitution; I am not merely a rational approach to use along with other forms of reasoning for interpreting the Constitution…. I am a

cloak of freedom from humanness. I hide interpreters behind a cloak of purpoted objectivity. I hide personal predilections. For I am Textualism. (Stephen Durden: Florida Coastal School of Law, 2011)

Setidaknya ada dua kerangka teori besar yang diangkat dalam pembahasan bagian ini, yaitu tekstualisme —yang seringkali diantonimkan dengan kontekstualisme—dan kerangka teori otoritas sebagai representasi dari pola kuasa keagamaan muslim yang terlembagakan. Kedua teori inilah yang akan digunakan untuk membaca aspek sosial-keberagamaan ahli hadis dalam kaitannya dengan teks-teks hadis yang mereka pahami, khususnya di Indonesia. Pertanyaan mendasar yang hendak dijawab dalam bagian ini adalah apakah benar tekstualisme selalu melahirkan pola keagamaan yang monolitik; fundamentalis dan konservatif? Apakah benar ahli hadis cenderung tekstualis dan fundamentalis? Bagaimana dan melalui saluran otoritas apakah umat Islam merumuskan pola keagamaan dan kebudayaan mereka dari teks suci? Masih relevankah tekstualisme kitab suci di tengah laju perubahan perubahan sosial global yang sangat cepat ini?

Catatan Simpulan: Teks Hadis Nabi dalam Spektrum Perubahan Sosial Berdasarkan kajian teoritis tentang tekstualisme, otoritas dan perubahan sosial, dapat dirumuskan beberapa temuan-temuan penting teoritis yang akan menjadi landasan untuk pembahasan-pembahasan selanjutnya. Tekstualisme dalam konteks kehidupan umat manusia, khususnya umat beragama, adalah hal yang niscaya. Ia akan selalu memiliki relevansi sepanjang ruang dan waktu. Teks memiliki sakralitas yang cukup tinggi. Otoritasnya, nyris tak tergeserkan sama. Ia didaulat menjadi pemersatu umat, perekat komunitas, dan “pencipta” budaya (muntij thaqa>fi>). Di sisi lain, ia juga diakui sebagai

“produk” budaya karena lahir dan berkembang dalam suatu komunitas tertentu sehingga diberikan otoritas oleh mereka sendiri (muntaj thaqa>fi>). Dalam hal ini juga dapat dinyatakan bahwa secara umum, relevansi teks dalam mengiring laju perkembangan budaya dan peradaban umat adalah sebagai basis otorisasi, orisinalisasi, dan legalisasi produk budaya.

Dari kajian tersebut di atas juga dapat dinyatakan bahwa tekstualisme merupakan sebuah pola pikir dan paradigma yang niscaya bagi para pemeluk agama yang memiliki teks suci. Tekstualisme melahirkan berbagai macam pola keagamaan, bergantung kepada aksesibilitas, preferensi dan proporsionalitas penggunaan teks. Perilaku radikal dan moderat atau fundamental dan liberal bukanlah sebuah keniscayaan dari tekstualisme. Bahkan perilaku tersebut adalah berbanding lurus dengan soal mainstrim/ortodoksi dan heterodoksi. Perilaku yang berbeda dari mainstrim dan terlalu reaktif dan vokal terhadapnya selalu disebut sebagai radikal. Sedangkan perilaku yang sama dengan mainstrim, meskipun disuarakan dengan tegas, lantang, dan keras tidak disebut sebagai radikal. Dengan demikian, masalah radikal atau tidak radikal sejatinya hanya bergantung pada bagaimana kultur, norma, dan aturan yang berlaku di suatu daerah pada periode tertentu. Sebuah perilaku dapat dinyatakan sebagai radikal pada suatu waktu di sebuah daerah belum tentu dinamakan Dari kajian tersebut di atas juga dapat dinyatakan bahwa tekstualisme merupakan sebuah pola pikir dan paradigma yang niscaya bagi para pemeluk agama yang memiliki teks suci. Tekstualisme melahirkan berbagai macam pola keagamaan, bergantung kepada aksesibilitas, preferensi dan proporsionalitas penggunaan teks. Perilaku radikal dan moderat atau fundamental dan liberal bukanlah sebuah keniscayaan dari tekstualisme. Bahkan perilaku tersebut adalah berbanding lurus dengan soal mainstrim/ortodoksi dan heterodoksi. Perilaku yang berbeda dari mainstrim dan terlalu reaktif dan vokal terhadapnya selalu disebut sebagai radikal. Sedangkan perilaku yang sama dengan mainstrim, meskipun disuarakan dengan tegas, lantang, dan keras tidak disebut sebagai radikal. Dengan demikian, masalah radikal atau tidak radikal sejatinya hanya bergantung pada bagaimana kultur, norma, dan aturan yang berlaku di suatu daerah pada periode tertentu. Sebuah perilaku dapat dinyatakan sebagai radikal pada suatu waktu di sebuah daerah belum tentu dinamakan

Dalam sejarah Islam, ahli hadis adalah prototipe tekstualisme. Mereka menjadi sangat tekstual karena melimpahnya contoh-contoh praktis-teknis-taktis ajaran Islam dari Nabi yang terekam dalam hadis. Panduan pengamalan al-Quran atau ajaran Islam secara keseluruhan tampak jelas, nyata dan mendetail dalam hadis Nabi. Ketersediann itulah yang membuat mereka menjadi sangat bergantung kepada teks hadis (taking [hadith] text too seriously) dalam merespon berbagai aspek kehidupan.

Di satu sisi, sikap yang demikian itu dipandang sebagai sikap terlalu fundamentalis karena tampak mengabaikan konteks, kultur, dan perubahan sosial yang meniscaya dalam setiap lintasan sejarah. Tak jarang, label sektarian, jumud, kaku, hingga keras, melekat pada diri kelompok yang dianggap sebagai pegiat hadis. Di sisi lain, para pegiat hadis itu pun mengklaim sebagai pembaru yang sangat peduli terhadap masalah sosial berikut perubahan- perubahannya, kultur, budaya, dan hal-hal lain di luar teks. Oleh karena itu, klaim moderasi pun menjadi objek yang selalu diperebutkan.

Jika tekstualisme telah dinyatakan mampu berkompromi dengan berbagai budaya dan kultur sosial, namun di sisi lain juga dianggap tidak dapat menghargai perubahan sosial yang ada di luar teks, maka tekstualisme tidak dapat dikambing-hitamkan sebagai biang radikalisme dan sektarianisme. Melainkan, ia justru berpeluang menjadi modal kohesi sosial, selama dilakukan secara holistik, komprehensif, dan proporsional. Konflik yang terjadi akibat keragaman pemahaman dan penerapan teks suci dalam ruang sosial adalah karena hilangnya prinsip-prinisp kemenyeluruhan (holism dan comprehensiveness) tersebut.

Dengan demikian artikulasi Islam, lebih spesifik lagi artikulasi sunnah Nabi, secara tekstual tidaklah meniscayakan strukturalisme, radikalisme. Bahkan, secara tekstual sekalipun, sunnah Nabi dapat diartikulasikan secara kultural. Selanjutnya, testualisme dan artikulasi Islam kultural tersebut akan dikaji lebih dalam melalui kajian sejarah dan budaya Islam di Indonesia. Dalam konteks Indonesia secara khusus, nalar tekstualisme dalam berbagai bentuk variannya juga berperan penting dalam menciptakan pola keagamaan yang bermacam-macam. Semuanya masih menjunjung tinggi tekstualisme. Praktis, nalar tekstualisme ahli hadis pun dapat dinyatakan relevan untuk berbagai model dan pola keagamaan di setiap perlintasan ruang waktu.[**]

Dokumen yang terkait

AKIBAT HUKUM PENOLAKAN WARISAN OLEH AHLI WARIS MENURUT KITAB UNDANG - UNDANG HUKUM PERDATA

7 73 16

ANALISA YURIDIS PENETAPAN AHLI WARIS BERDASARKAN HUKUM WARIS BW (Studi Putusan Pengadilan Negeri Jember No. 67/Pdt.G/2011/PN.Jr)

2 49 18

HADIS SAHIH MUTAWATIR

0 9 8

ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN PERJANJIAN KREDIT YANG DILAKUKAN TANPA PERSETUJUAN AHLI WARIS (ANALISA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NO. 777 PK/Pdt/2010)

1 6 7

HAK AHLI WARIS YANG MURTAD DALAM PEMBAGIAN WARIS DITINJAU DARI KOMPILASI HUKUM ISLAM

0 14 17

PENGAWASAN DINAS KESEHATAN TERHADAP PRAKTIK AHLI GIGI DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Skripsi)

11 37 29

KONTRIBUSI ANGGOTA TIM AHLI DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI (Kajian Deskriptif pada Siswa Kelas XI IPA2 Semester Genap SMA Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014

0 8 57

KONTRIBUSI ANGGOTA TIM AHLI DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI (Kajian Deskriptif pada Siswa Kelas XI IPA2 Semester Genap SMA Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 8 58

KONSTRIBUSI ANGGOTA TIM AHLI DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI (Kajian Deskriptif pada Siswa Kelas XI IPA4 Semester Genap SMA Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 7 63

KONSTRIBUSI ANGGOTA TIM AHLI DALAM PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM EKSKRESI (Kajian Deskriptif pada Siswa Kelas XI IPA4 Semester Genap SMA Negeri 5 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 6 63