Kristalisasi Urin
C. Kebiasaan Minum
Dalam kondisi suhu lingkungan kerja yang panas, kebiasaan minum air pun turut berperan dalam peningkatan asam urat urin apalagi jika berada di daerah panas (tropis). Dengan minum air yang cukup maka cairan tubuh yang keluar melalui keringat dapat diganti sehingga volume urin dapat melarutkan zat-zat yang terdapat di kandung kemih (Soemarko,2002).
Kehilangan air yang sangat banyak dari tubuh dalam bentuk keringat bertujuan sebagai pendingin dan penguapan. Kehilangan cairan ini dapat digantikan dengan minum air dingin atau minuman yang berasa. Air minum harus disediakan bagi tenaga kerja yang bekerja di lingkungan kerja panas, dengan cara seperti itu mereka didorong untuk minum dalam jumlah sedikit – sedikit namun rutin. Tenaga kerja yang hanya minum bila saat sedang haus saja tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. NIOSH menyarankan agar tenaga kerja minum sebanyak 150 – 200 cc setiap 15 – 20 menit. Bagi tenaga kerja yang telah beraklimatisasi sebaiknya air minum mengandung 0,1 garam, sedangkan bagi yang belum beraklimatisasi air minum mengandung 0,2 garam (Soeripto,2008).
Menurut Institute of Medicine tentang rekomendasi asupan air, kebutuhan
0 cairan pada pekerja dalam lingkungan panas (30 0 C-35
C ISBB) dengan
intensitas kegiatan fisik aktif sampai sangat aktif adalah sebesar 6-8 Liter per hari (Soemarko,2015). Konsumsi air minum bagi orang yang beraktivitas pasif hingga sangat aktif pada suhu normal adalah 2-4 liter per hari dan 4-10 liter per hari bagi yang bekerja pada lingkungan panas (Sawka Mountain, 2000).
Cukup tidaknya konsumsi air bisa dikontrol dari warna urin. Bila minum sudah cukup, urin berwarna jernih, kecuali jika urin pertama pada pagi hari. Urin yang asam akan mengendapkan kristal urat sehingga terbentuk batu asam urat di ginjal dan saluran kemih (M Adella et al , 2010).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dano (2014) terdapat hubungan konsumsi air minum (p=0,035) dengan terjadinya kristalisasi urin pada karyawan bagian furnace process plant department PT Vale Indonesia Tbk. Sorowako. Sejalan dengan penelitian Dano, penelitian yang dilakukan oleh Nurlina (2008) bahwa risiko mengalami BSK meningkat 7,64 kali bila tidak Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dano (2014) terdapat hubungan konsumsi air minum (p=0,035) dengan terjadinya kristalisasi urin pada karyawan bagian furnace process plant department PT Vale Indonesia Tbk. Sorowako. Sejalan dengan penelitian Dano, penelitian yang dilakukan oleh Nurlina (2008) bahwa risiko mengalami BSK meningkat 7,64 kali bila tidak
D. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah suatu proses yang mengizinkan seorang tenaga kerja menjadi terbiasa terhadap tekanan panas. Setelah aklimatisasi tercapai, tenaga kerja memliki kemampuan yang lebih baik untuk bekerja di lingkungan tempat kerja panas. Lama adaptasi dicapai dalam 5-7 hari, aklimatisasi maksimal setelah 12-14 hari. Dengan beraklimatisasi, maka tubuh dapat meningkatkan kemampuannya untuk berkeringat dan dapat mengurangi pengeluaran garam melalui keringat (Soeripto,2008).
E. Masa Kerja
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) masa kerja merupakan jangka waktu orang yang sudah bekerja. Semakin lama seseorang bekerja pada suatu tempat, semakin banyak pula orang tersebut mendapatkan paparan dari suatu bahaya. Seperti halnya seseorang yang bekerja di lingkungan panas, risiko terbentuknya kristal urin semakin besar. Karena pekerja tersebut terpapar panas selama pekerjaan berlangsung. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh M Adella et al (2010), yaitu masa kerja
6 – 10 tahun yang merupakan masa kerja yang paking banyak respondennya yaitu 36 orang, mempunyai kadar kristal asam urat urinnya tidak normal yaitu 69,4.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dano (2014) menyatakan terdapat hubungan antara masa kerja dengan kategori ≥ 5 tahun (p=0,041) dengan terjadinya kristalisasi urin pada karyawan bagian furnace process plant department PT Vale Indonesia Tbk. Sorowako. Sejalan dengan penelitian tersebut, hasil dari penelitian Karsiti (2007) pada pekerja pengecoran di Klaten membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara masa kerja dengan kategori > 5 tahun (p= 0,013) dengan kristalisasi urin.
F. Lama Paparan
Lama paparan berhubungan dengan terjadinya kristalisasi urin. Hal ini terjadi karena paparan panas akan berlangsung setiap harinya selama bekerja dalam lingkungan yang panas. Normalnya pekerja bekerja selama 8 jam Lama paparan berhubungan dengan terjadinya kristalisasi urin. Hal ini terjadi karena paparan panas akan berlangsung setiap harinya selama bekerja dalam lingkungan yang panas. Normalnya pekerja bekerja selama 8 jam
Berdasarkan penelitian Dano (2014) terdapat hubungan lama paparan (p=0,015) dengan terjadinya kristalisasi urin pada karyawan bagian furnace process plant department PT Vale Indonesia Tbk. Sorowako.
G. Jenis Pekerjaan
Menurut Soemarko (2002) jenis pekerjaan yang berhubungan dengan sumber panas atau berada di lingkungan yang panas secara tidak langsung akan mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh dan sistim pemekatan urin, sehingga risiko terjadinya kristalisasi urin lebih besar. Berdasarkan penelitian beliau pula jenis pekerjaan berhubungan secara statistic dengan terjadinya kristal asam urat urin (p=0,003). Pekerja di bagian laundry mempunyai risiko
4 kali lebih besar terjadinya kristal asam urat dibandingkan dengan pekerja stewardstaf. Dalam penelitian Halim (2015) proporsi responden terpapar panas yang bekerja sebagai koki meningkat 2 ½ kali lebih besar setelah bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa bekerja pada lingkungan yang lebih panas memiliki risiko terjadinya kristalisasi urin lebih besar.
2.4.6. Pemeriksaan Sampel Urin
Pemeriksaan urin adalah suatu bentuk pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan mikroskopis dan makroskopis. Pemeriksaan meliputi volume urin, warna, kejernihan urin, dan berat jenis urin Jenis – jenis spesimen urin (WHO,2011) :
a. Spesimen Urin Pagi
Merupakan sampel urin pagi memiliki konsentrasi yang paling pekat. Urin pagi berupa urin yang dikeluarkan pertama kali setelah bangun tidur. Urin ini baik untuk pemeriksaan sedimen urin, berat jenis urin dan protein urin.
b. Spesimen Urin Sewaktu
Merupakan sampel urin sewaktu yang dapat diambil kapan saja dan dapat digunakan untuk pemeriksaan skrining terhadap zat – zat yang merupakan indikator infeksi ginjal.
c. Spesimen Urin 24 Jam
Merupakan urin yang dikumpulkan dari urin pengeluaran kedua pada pagi hari (setelah bangun tidur) hingga urin yang dikeluarkan pertama kali pada hari berikutnya yang ditampung di dalam botol.
d. Spesimen Urin Yang Diambil Dengan Kateter
Pengambilan specimen dengan kateter harus dilakukan oleh dokter atau perawat terlatih. Spesimen yang diambil dengan prosedur ini biasanya dipakai untuk uji-uji bakteriologis tertentu, terutama pada wanita.
e. Spesimen Urin Pospondal
Merupakan urin yang digunakan untuk pemeriksaan terhadap glukosuria, urin yang pertama kali dilepaskan 1,5-3 jam setelah makan. Urin pagi tidak
baik untuk pemeriksaan penyaring terhadap adanya glukosaria.