skripsi dermatitis contoh semoga bisa membantu

PT. REMCO PALEMBANG PROPOSAL SKRIPSI OLEH PUTRI ANGGRAINI 10011281320002 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2017

HALAMAN PERSETUJUAN

  Proposal ini dengan judul “Hubungan Iklim Kerja Panas Dengan Kristalisasi Urin Pada Pekeja Di Bagian Hanging Shed Dan Crumb Rubber PT. Remco Palembang” telah disetujui untuk diseminarkan pada tanggal ……………… 2017.

  Indralaya, September 2017

  Pembimbing :

  1. H. A. Fickry Faisya, S.K.M., M.Kes

  ( ………………………………)

  NIP. 196406211988031002

  2. Inoy Trisnaini, S.K.M., M.KL

  ( ……………………………….)

  NIP. 198809302015042003

LEMBAR PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

  Saya dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini dibuat dengan sejujurnya dengan mengikuti kaidah Etika Akademik FKM Unsri serta menjamin bebas Plagiarisme. Bila kemudian diketahui saya melanggar Etika Akademik maka saya bersedia dinyatakan tidak lulusgagal.

  Indralaya,

  September 2017

  Yang Bersangkutan

  Putri Anggraini NIM. 10011281320002

KATA PENGANTAR

  Puji Syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga proposal skripsi ini yang berjudul “Hubungan Iklim Kerja Panas Dengan Kristalisasi Urin Pada Pekeja Di Bagian Hanging Shed Dan Crumb Rubber PT. Remco Palembang” dapat terselesaikan dan disajikan pada seminar proposal..

  Dalam proposal skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, informasi, saran, bimbingan serta dukungan oleh berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

  1. Bapak Iwan Stia Budi, S. KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

  2. Ibu Elvi Sunarsih, S.KM., M.kes selaku Kepala Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

  3. Bapak H. A Fickry Faisya, S.KM., M.Kes selaku Pembimbing I

  4. Ibu Inoy Trisnaini, S.KM., M.KL selaku Pembimbing II

  5. Para dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat

  6. Orang tua dan adik – adik penulis yang selalu membantu dan memberikan dukungan baik secara moral, spiritual, dan material.

  7. Teman – teman FKM 2013

  penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi susunan serta cara penulisan, karenanya penulis mohon maaf dan menerima saran serta kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhir kata semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan penulis.

  Indralaya,

  September 2017

  Putri Anggraini 10011281320002

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 2. 1 .... Pengaruh Tekanan Panas Dan Kelainan – Kelainan Akibat Panas Gambar 2. 2 Bagan Kerangka Teori Hubungan Iklim Kerja Panas Dengan

  Kristalisasi Urin Pada Pekerja Di Bagian Hanging Shed dan Crumb Rubber PT.Remco Palembang Tahun 2017

  Gambar 3. 1 Kerangka Konsep Hubungan Iklim Kerja Panas Dengan

  Kristalisasi Urin Pada Pekerja Di Bagian Hanging Shed dan Crumb Rubber PT.Remco Palembang Tahun 2017

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1 Kuesioner Lampiran 2 Layout Pengukuran Lampiran 3 Hasil Pengukuran Observasi Awal Lampiran 4 Lembar Bimbingan Proposal Skripsi

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

  ketenagakerjaan menekankan upaya keselamatan dan kesehatan kerja untuk meningkatkan derajat kesehatan para pekerja buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi . Secara tidak langsung, kenyamanan pekerja di lingkungan kerja harus diutamakan demi keberlangsungan proses produksi.

  Data dari Bureau of Labor Statistics, pada tahun 2015 di United States dilaporkan sebanyak 4.836 orang pekerja meninggal dunia akibat kecelakaan kerja fatal. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya. Pekerja wiraswasta secara konsisten telah menyumbangkan sekitar seperlima dari cedera pekerja. Paparan zat berbahaya dan lingkungan masuk ke dalam lima besar yang memberikan kontribusi terhadap jumlah kasus tersebut. Paparan zat berbahaya dan lingkungan merupakan faktor fisika, kimia, dan biologi yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Dalam lingkungan industri, faktor fisik lebih banyak memberikan pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya dan berakibat langsung terhadap tenaga kerja, salah satu diantaranya adalah iklim kerja panas yang mencakup suhu udara, kelembaban, kecepatan gerak udara dan panas radiasi (Suma’mur,2009).

  Kebanyakan manusia merasa nyaman jika bekerja pada suhu udara 20 0 C–

  27 0 C serta kelembaban berkisar 35 sampai 60. Apabila suhu dan kelembaban lebih tinggi, manusia akan merasa tidak nyaman. Situasi ini tidak menyebabkan

  kerusakan selama tubuh dapat menyesuaikan dan mengatasi panas tambahan. Lingkungan yang sangat panas dapat mengganggu mekanisme penyesuaian tubuh hingga ke berbagai kondisi serius dan bisa fatal. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh paparan panas seperti heat edema, heat rashes, heat cramps, heat exhaustion, dan heat stroke (CCOHS,2016).

  Menurut data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dalam artikel heat stroke by Robert S Helman et al (2017) terdapat 8.015 kematian akibat terpapar panas dari tahun 1979 – 2003 di United States , rata-rata 334 kematian per tahun. Dalam penelitian Carter et al (2005) mengumpulkan data dari tahun 1980 hingga 2002 tentang kejadian heat stroke pada militer di United States menghasilkan bahwa 5.246 prajurit militer di rawat di rumah sakit dan 37 prajurit meninggal. Kejadian heat stroke ini disebabkan oleh dehidrasi 17, gagal ginjal akut 13, rhabdomyolysis 25. Pada Agustus 2006 di Carolina Utara pekerja peternakan berumur 44 tahun meninggal dunia setelah mengalami heat stroke saat bekerja. Hal ini diakibatkan karena bekerja terlalu lama pada suhu lingkungan yang panas dan lembab. Suhu inti tubuh pekerja mencapai 108 Fahrenheit (OSHAcademy,2017). Di Thailand penyakit pada organ ginjal merupakan penyebab utama kematian pada orang dewasa. Jumlah kematian akibat gagal ginjal yang terus meningkat dan tingginnya insiden batu ginjal pada pekerja manual khususnya petani sebagian disebabkan oleh peningkatan heat stress karena bekerja di negara yang panas dan lembab. Di antara pria yang terpapar tekanan panas berkepanjangan, kemungkinan berkembangnya penyakit ginjal adalah 2,22 kali dari pria tanpa paparan tersebut (Tawatsupa et al, 2012).

  Ginjal dapat menjadi faal ginjal apabila bekerja menggunakan pengerahan tenaga ekstra dan dilakukan dalam cuaca kerja panas. Hal ini diakibatkan karena bertambahnya keringat yang menyebabkan kehilangan cairan tubuh dan garam natrium dari tubuh serta menurunkan kemampuan berkeringat (Suma’mur, 1988). Soemarko (2002) menambahkan jika cairan tubuh hilang dan tubuh tidak mendapatkan cukup asupan cairan dan eletrolit pengganti, produksi urin akan menurun, kepekatan urin meningkat, zat-zat yang terkandung dalam urin akan meningkat konsentrasinya (supersaturasi) serta berlangsung cukup lama akan menyebabkan kristalisasi pada urin yang nantinya akan menjadi batu saluran kemih. Penyakit batu saluran kemih mempengaruhi hampir seperempat populasi di seluruh dunia dan menimbulkan masalah kesehatan yang signifikan. Di dunia, satu sampai dua persen penduduk menderita batu saluran kemih dan di Indonesia berdasarkan data Riskesdas (2013) prevalensi batu saluran kemih 0,6 dari seluruh populasi yang ada.

  Kristalisasi urin dapat terjadi karena adanya perubahan pH atau temperatur yang akan meningkatkan konsentrasi urin sehingga akan terbentuk kristal – kristal. Proses ini dapat terjadi bila pH kurang dari 6. Pada keadaan ini terjadi konsentrasi saturasi (kejenuhan) substansi urin, untuk kemudian berinteraksi dengan butiran kristal yang akan membentuk kristal – kristal dalam urin (Soemarko,2002).

  Penelitian yang dilakukan oleh Borghi et al (1993) di pabrik pembuatan

  0 kaca dengan lingkungan panas (29 0 – 31 WBGT) ditemukan kristal pada urin dengan prevalensi 38,8. Hasil penelitian Soemarko (2002) menemukan

  prevalensi kristal asam urat sebesar 45,15 pada urin pekerja di bagian binatu, dapur utama dan dapur restoran di Hotel X Jakarta. Dalam penelitian Wigati (2010) juga menemukan prevalensi kristal urin sebesar 50 pada pekerja bagian pengovenan PT. Indotirta Jaya Abadi Semarang. Terdapat hubungan antara tekanan panas (p=0.008) dengan terjadinya kristalisasi urin pada karyawan bagian furnace process plant department PT. Vale Indonesia Tbk. Sorowako berdasarkan penelitian Dano (2014).

  Triyanti (2007), meneliti di bagian binatu dan dapur hotel X Medan tentang hubungan faktor-faktor heat stress dengan terjadinya kristalisasi urin memperoleh hasil 29,3 pekerja di bagian binatu mengalami kristalisasi urin. Adapun faktor – faktor heat stress yang dteliti adalah konsumsi air minum yang berhubungan dengan kristalisasi urin (p=0,003), masa kerja (p=0,613), lama terpapar (p=0,505), jenis pekerjaan (p=0,886), ukuran tubuh (p=0,842), dan umur (p=0,475) tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan terjadinya kristalisasi urin.

  Dano et al (2014), meneliti faktor yang berhubungan dengan kristalisasi urin pada karyawan bagian furnace PT.Vale Indonesia menghasilkan prevalensi kristalisasi urin positif terjadi pada 20 karyawan (40,0). Adapun hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel suhu panas (p=0,008), variabel umur (p=0,021), variabel masa kerja (p=0,041), variabel lama paparan (p=0,015), variabel riwayat penyakit ginjal (p=0,008) dan variabel kebiasaan minum air

  (p=0,035). Hal ini menunjukkan bahwa variabel tersebut memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kristalisasi urin.

  Faktor iklim kerja panas merupakan salah satu potensi bahaya fisik di tempat kerja terutama pada industri – industri besar. Menurut OSHA (1999) tempat - tempat yang berpotensi menimbulkan heat stress pada pekerjanya adalah industri pengecoran logam, pemasakan batu bata dan pabrik keramik, pembuatan produk dari kaca, pabrik produk karet, ruang boiler, pembuatan roti, dapur komersial, binatu, pengalengan makanan, pabrik kimia, tambang, peleburan, dan terowongan beruap.

  Sumatera Selatan merupakan penghasil karet terbesar seIndonesia dan PT. Remco Palembang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak pada industri tersebut. Seiring dengan permintaan yang besar dari konsumen, pekerja harus bekerja secara ekstra demi tercapainya target setiap harinya. Kenyamanan lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang membuat pekerja semangat dalam pencapaian target. Dalam proses produksinya memerlukan panas yang tinggi. Pada bagian hanging shed terdapat 24 kamar untuk menjemur selendang

  karet. Berdasarkan hasil pengukuran suhu pada kamar jemur ini diatas 28 0 C dan rata – rata kelembaban diatas 80. Pada bagian crumb rubber terdapat 3 bagian

  yaitu dryer, packing, dan gudang penyimpanan. Proses dryer menggunakan

  pengovenan dengan suhu 130 – 150 0 C. Suhu pada bagian dryer adalah 29,5 0 C

  dengan kelembaban 75 dan suhu pada bagian packing adalah 28,4 0

  C dengan

  kelembaban 72. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2011) niali ambang batas untuk iklim kerja panas dengan pengukuran menggunakan ISBB pada beban kerja sedang adalah 28,0 0 C dalam waktu normal

  8 jam sehari dengan waktu kerja 75 sampai 100. Jumlah pekerja pada bagian hanging shed adalah 40 orang per dua shift. Sedangkan pada pekerja bagian crumb rubber terdapat 160 orang per dua shift. Pekerja beristirahat selama 1 jam dalam 8 jam kerja. Dalam satu shift, pekerja bekerja selama 10-12 jam dan selama itu pula pekerja berada di lingkungan yang panas. Pabrik ini beroperasi terus- menerus selama 24 jam dari Senin sampai Sabtu.

  Dari hasil studi pendahuluan berdasarkan observasi dan penyebaran kuesioner pada 15 pekerja, 5 dibagian hanging shed dan 10 di bagian crumb rubber didapat bahwa pekerja merasa sangat panas, merasa dehidrasi, banyak mengeluarkan keringat, bahkan ada yang tidak menggunakan baju saat bekerja, kejang otot serta sering merasakan sakit pada bagian pinggang belakang. Selain itu tidak terdapat sumber air minum di lingkungan kerja pekerja dan juga laporan mengenai keluhan pekerja tidak terekam oleh bagian personalia. Di perusahaan tersebut pun belum dilakukannya pengukuran iklim kerja panas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat keadaan kesehatan pekerja pada bagian hanging shed dan crumb rubber khususnya terhadap terjadinya kristalisasi urin. Harapannya penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan kepada pihak manajemen perusahaan sehingga pencegahan dapat dilakukan sedini mungkin.

1.2. Rumusan Masalah

  PT Remco Palembang merupakan salah satu industri karet yang pada proses produksinya terdapat iklim kerja panas yaitu di bagian hanging shed dan crumb rubber. Hasil pengukuran iklim kerja panas pada kedua bagian tersebut melebihi nilai ambang batas yang telah ditentukan oleh Permenakertrans (2011) yaitu diatas 28 0

  C. Berdasarkan observasi awal hampir seluruh pekerja yang

  bekerja pada bagian tersebut mengeluh merasa sangat panas, banyak mengeluarkan keringat, bahkan ada yang tidak menggunakan baju saat bekerja, kejang otot, serta sering merasakan sakit pada bagian pinggang belakang. Selain itu tidak terdapat sumber air minum di lingkungan kerja pekerja dan juga laporan

  mengenai keluhan pekerja tidak terekam oleh bagian personalia. Begitu pula

  jadwal pekerja buruh yang melebihi nilai ambang batas yaitu bekerja selama 10-

  12 jam per shift dan belum dilakukannya pengukuran iklim kerja panas. Berdasarkan uraian singkat tersebut, ingin dilakukannya penelitian “bagaimana hubungan iklim kerja panas dengan terjadinya kristalisasi pada urin pekerja di bagian hanging shed dan crumb rubber PT Remco Palembang?”

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

  Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hubungan

  iklim kerja panas dengan terjadinya kristalisasi pada urin pekerja di bagian hanging shed dan crumb rubber PT Remco Palembang

1.3.2. Tujuan Khusus

  Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Mendeskripsikan prevalensi kristalisasi urin pada pekerja di bagian hanging shed dan crumb rubber PT Remco Palembang

  2. Mendeskripsikan hubungan antara iklim kerja panas dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja di bagian hanging shed dan crumb rubber PT Remco Palembang

  3. Untuk mendeskripsikan hubungan faktor pekerja ( umur, status gizi, konsumsi air minum) dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja di bagian hanging shed dan crumb rubber PT Remco Palembang

  4. Untuk mendeskripsikan hubungan faktor pekerjaan (masa kerja, jenis pekerjaan) dengan terjadinya kristalisasi urin pada pekerja di bagian

  hanging shed dan crumb rubber PT Remco Palembang

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Bagi Pekerja

  1. Dapat menambah informasi tentang bagaimana proses terjadinya kristalisasi urin oleh terpapar dari lingkungan kerja yang panas

  2. Dapat menambah informasi bagaimana bekerja di lingkungan kerja panas serta pencegahannya

  3. Sebagai perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja akan faktor bahaya di lingkungan kerja panas

1.4.2. Manfaat Bagi Perusahaan

  1. Memberikan informasi mengenai status kesehatan pekerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang panas

  2. Sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan pencegahan serta pengendalian bagi pekerja yang bekerja di lingkungan kerja panas

1.4.3. Manfaat Bagi Peneliti

  1. Peneliti dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah diperoleh dan dapat digunakan untuk pengembangan diri

  2. Menambah informasi pengetahuan tentang lingkungan kerja panas serta dampaknya terhadap terjadinya kristalisasi pada urin, cara pencegah dan penanggulangannya.

1.4.4. Manfaat Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

  1. Menjadi informasi bagi seluruh civitas akademika Fakultas Kesehatan Masyarakat

  2. Menambah referensi bagi peneliti selanjutnya

  3. Menambah perbendaharaan kepustakaan di Fakultas Kesehatan Masyarakat

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1.5.1. Lingkup Lokasi

  Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di PT. Remco Palembang

1.5.2. Lingkup Waktu

  Waktu dalam penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober tahun 2017.

1.5.3. Lingkup Materi

  Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan pada bagian hanging shed dan crumb rubber PT Remco Palembang. Variabel dependen yang diteliti adalah kejadian kristalisasi urin dan variabel independennya adalah iklim kerja panas, umur, status gizi, konsumsi air minum, masa kerja dan jenis pekerjaan.

  Penelitian ini menggunakan jenis desain studi cross sectional. Populasi penelitian ini adalah 200 pekerja dengan jumlah sampel penelitian adalah 100 pekerja. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang didapatkan dari hasil kuesioner, observasi dan pengukuran langsung mengenai iklim kerja panas dengan perhitungan berdasarkan ISBB serta uji laboratorium untuk pemeriksaan kristal urin.

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1. Iklim Kerja Panas

  Iklim kerja yang panas sudah menjadi salah satu penyebab yang sangat penting pada abad ini. Temperatur lingkungan yang ekstrim (panas) akan mempengaruhi respon fisiologis serta penurunan kinerja akibat dampak psikologis. Lingkungan kerja panas akan memberikan beban tambahan bagi pekerja. Untuk mengeluarkan kelebihan panas dari tubuh, maka organ – organ tubuh bekerja lebih keras (Purwaningsih, 2016).

  Iklim kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan gerakan udara, dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya (Permenakertrans,2011).

  Iklim kerja diartikan sebagai hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, cepat gerak udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya (Soeripto,2008).

2.1.1. Tekanan Panas

  Tekanan panas diartikan sebagai jumlah beban panas yang merupakan hasil dari kegiatan (pelaksaaan pekerjaan) tenaga kerja dan kondisi lingkungan dimana tenaga kerja tersebut bekerja. Kondisi lingkungan yang dimaksud adalah faktor iklim yang meliputi suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerak udara serta suhu radiasi. Sedangkan faktor tenaga kerja yaitu non iklim meliputi metabolism, suhu inti tubuh dan tingkat aklimatisasi (Soeripto,2008).

  Heat stress adalah beban panas seorang pekerja dari kontribusi gabungan panas metabolik, faktor lingkungan (suhu udara, kelembaban, pergerakan udara, panas radiasi) dan pakaian yang digunakan. Panas metabolic dihasilkan oleh tubuh melalui proses kimia, latihan, aktivitas hormon pencernaan, dan lainnya (CCOHS,2016).

  Aynita (2015) mengutip pendapat Leveritt tekanan panas adalah jumlah dari semua faktor panas internal yang meliputi suhu inti tubuh, aklimatisasi, Aynita (2015) mengutip pendapat Leveritt tekanan panas adalah jumlah dari semua faktor panas internal yang meliputi suhu inti tubuh, aklimatisasi,

2.1.2. Mekanisme Perpindahan Panas

  Panas terutama dapat dipancarkan (dihamburkan) dari tubuh ke sekitarnya dengan cara konduksi, konveksi dan penguapan keringat serta radiasi. Dalam hal ini darah memainkan peran yang sangat penting, yaitu darah membawa panas dari dalam tubuh ke kulit, dimana panas dapat dihamburkan ke sekitarnya. Kecepatan panas yang dihamburkan (dipindahkan) ini tergantung kepada keadaan lingkungan. Panas dapat dipindahkan dari tubuh ke tempat kerja dengan cara konduksi, konveksi, radiasi, penguapan dan respirasi. Panas dapat dipindahkan dari lingkungan ke tubuh dengan cara radiasi danatau konveksi. Berikut beberapa mekanisme perpindahan panas menurut M Soeripto (2008) :

  A. Konduksi Konduksi merupakan perpindahan panas dari partikel yang satu ke partikel

  yang lain yang daling berhubungan dalam keadaan tetap (tidak bergerak), misalnya perpindahan panas dari kulit ke udara. Dalam kondisi sebagaimana disebutkan, agar perpindahan panas dapat berlangsung(terjadi), maka suhu udara harus lebih dingin dari suhu kulit.

  B. Konveksi Konveksi adalah sirkulasi udara diatas kulit, yang hasilnya adalah

  peningkatan kegiatan pendinginan. Sebagai contoh : penggunaan kipas angin secara terus – menerus akan menggerakan udara dingin yang lain kea rah kulit dan mendorong (memindahkan) udara yang telah hangat oleh pengaruh kulit, ini adalah cara umum untuk mendinginkan tubuh. Suhu udara yang lebih rendah, lebih besar jumlah jumlah panas konduksi yang dipindahkan (hilang). Lebih tinggi kecepatan udara (cepat gerak udara), lebih besar jumlah panas konveksi yang hilang.

  C. Penguapan Penguapan merupakan cara pendinginan tubuh yang dilakukan dengan

  menguapkan keringat yang ada di permukaan kulit. Kecepatan penguapan untuk mendinginkan tubuh ini umumnya menjadi lebih besar oleh karena menguapkan keringat yang ada di permukaan kulit. Kecepatan penguapan untuk mendinginkan tubuh ini umumnya menjadi lebih besar oleh karena

  D. Radiasi Radiasi adalah perpindahan panas dari benda yang panas ke suatu benda

  yang lebih dingin yang ada di sekitarnya dalam suatu lingkungan tempat kerja ( perpindahan panas dengan cara radiasi umumnya tidak memerlukan media). Salah satu contohnya yaitu panas dari suatu ketel uap atau dari matahari akan dipindahkan ke benda-benda yang ada di sekitarnya.

2.1.3. Cara Tubuh Mengatur Keseimbangan Panas

  Produksi panas di dalam tubuh tergantung dari kegiatan fisik, makanan, pengaruh berbagai bahan kimia, gangguan pada sistem pengatur tubuh serta mekanisme konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi. Pada saat tenaga kerja bekerja dengan beban kerja sedang dan dibawah pengaruh lingkungan yang panas, otak tetap mengawasi (mengendalikan) suhu tubuh dengan memantau suhu darah.

  Bila suhu darah meningkat diatas 37 0

  C, tubuh mulai mengendalikan mekanisme

  panas. Pengendalian mekanisme yang menyeluruh telah mengakibatkan kegiatan pengaturan panas tubuh meningkat atau sistem pengatur panas naik (M Soeripto, 2008). Untuk mendapatkan keseimbangan panas suhu tubuh maka :

  M ± R ± Kkonv − E = A

  Keterangan : M = Panas metabolisme R = Panas radiasi K konv = Panas konveksi

  E = Panas penguapan keringat

  A = Jumlah panas yang ditimbun atau dilepaskan tubuh

2.1.4. Dampak Tekanan Panas

  Pengaruh tekanan panas yang sangat tinggi (suhu yang ekstrim) dapat mengakibatkan gangguan kesehatan, seperti heat cramps, heat exhaustion dan heat stroke. Oleh karenanya pekerja harus menyadari gejala dan tanda-tanda awal penyakit tersebut.

  A. Heat Cramps Heat cramps merupakan penyakit kejang otot yang disebabkan oleh terlalu

  banyak kehilangan cairan garam melalui keringat. Heat cramps biasanya terjadi pada otot yang terlalu keras digunakan seperti pada kaki, tangan dan perut dan akan baru terasa setelah selesai melakukan pekerjaan. Contohnya selama mandi setelah bekerja (Worksafe, 2007).

  Sangat penting untuk membedakan antara heat cramps dan kram biasa pada umumnya. Kram pada umumnya akan hilang setelah dipijat sedangkan heat cramps akan hilang apabila cairan garam yang hilang telah diganti. Pengobatannya adalah istirahat, banyak minum air serta banyak mengkonsumsi makan asin. Pencegahannya adalah asupan air yang cukup dan asupan garam yang cukup (Worksafe, 2007).

  B. Heat Exhaustion Heat exhaustion diakibatkan oleh berkurangnya cairan tubuh atau volume

  darah. Kondisi ini terjadi jika jumlah air yang dikeluarkan seperti keringat melebihi dari air yang diminum selama terkena panas. Heat exhaustion merupakan penyakit yang lebih serius dari heat cramps. Gejalanya adalah keringat yang sangat banyak, kulit pucat, lemah, pening, mual, pernapasan

  0 pendek dan cepat, pusing, dan pingsan. Suhu tubuh antara 37 0 C – 40 C. Pengobatan dengan cara korban dibawa ke daerah dingin, melonggarkan

  pakaian jika terlalu ketat, dan meminum cairan. Pencegahannya adalah dengan aklimatisasi dan minum banyak air (Arief, 2012).

  C. Heat Stroke Heat stroke adalah penyakit gangguan panas yang mengancam nyawa

  yang terkait dengan pekerjaan pada kondisi sangat panas dan lembab. Suhu inti tubuh mencapai suhu diatas 41 0

  C yang menyebabkan berhentinya

  pengeluaran keringat sehingga tubuh tidak dapat menyingkirkan panas dan pengeluaran keringat sehingga tubuh tidak dapat menyingkirkan panas dan

  Gejala dari heat stroke adalah detak jantung cepat, denyut nadi tidak teratur, suhu tubuh diatas 40 0

  C, kulit kering dan tampak kebiruan atau

  kemerahan, tidak terdapat keringat, pusing, menggigil, mual dan muntah, kebingungan mental, dan pingsan (Worksafe,2007).

  Pengobatan dari heat stroke berupa dinginkan korban dengan memindahkan korban ke daerah dingin. Rendam pakaian dan kulit dengan air dingin dan menggunakan kipas angina untuk menciptakan gerakan udara. Syok dapat terjadi sewaktu – waktu. Pencegahannya dengan aklimatisasi, pemantauan ketat untuk tanda – tanda penyakit panas, skrining medis dan minum banyak air (Arief, 2012).

2.1.5. Pencegahan Tekanan Panas

  Employers harus memberikan pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk seluruh pekerjanya mengenai faktor risiko heat stress. Training harus berupa (Worksafe,2007) :

  a. Proses terjadinya heat stress

  b. Faktor risiko terjadinya heat stress

  c. Cara mencegah terjadinya heat stress

  d. Apa yang pekerja lakukan apabila pekerja tersebut, rekan kerja terkena gangguan heat stress.

  Berikut pencegahan tekanan panas yang dapat digunakan berdasarkan hierarki pengendalian :

A. Engineering Control

  Engineering control merupakan pengendalian yang paling efektif untuk mengurangi paparan panas yang berlebihan. Berikut beberapa contoh engineering control yang dapat dilakukan (Worksafe, 2007) :

  a. Mengurangi aktivitas pekerja melalui otomatisasi atau mekanisasi.

  b. Menutupi atau mengisolasi panas permukaan untuk mengurangi panas radiasi.

  c. Menyediakan AC atau peningkatan ventilasi untuk menghilangkan udara panas.

  d. Menyediakan kipas besar seperti blower fan atau exhaust fan untuk lingkungan yang bersuhu > 35 0 C

  e. Mengurangi sumber kelembapan misalnya perairan terbuka dan saluran air.

B. Administrative Control

  Jika engineering control tidak dapat dilakukan, pengendalian selanjutnya adalah administrative control. Berikut beberapa pengendalian yang dapat dilakukan :

  a. Aklimatisasi Aklimatisasi adalah suatu proses dimana tubuh akan beradaptasi dengan lingkungan panas dan dilakukan secara bertahap. Umumnya, individu dalam kondisi fisik yang baik menyesuaikan diri lebih cepat dibandingkan dalam kondisi yang buruk. Waktu yang dibutuhkan untuk aklimatisasi penuh adalah sekitar satu minggu. Pada hari pertama individu melakukan

  50 dari beban kerja normal dan menghabiskan 50 dari waktu dalam lingkungan yang panas. Setiap hari ditingkatkan sebanyak 10 tambahan beban kerja normal dan waktu. Sehingga pada hari keenam, pekerja melakukan beban kerja penuh selama satu hari. Aklimatisasi akan hilang ketika paparan lingkungan panas tidak terjadi selama beberapa hari sehingga perlu reaklimatisasi. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aklimatisasi yaitu umur, jenis kelamin, ras, dehidrasi,dan keadaan fisik ( M Soeripto, 2008). Manfaat utama dilakukannya aklimatisasi (Worksafe, 2007):

  1. Peningkatan kebugaran kardiovaskuler. Denyut jantung dan suhu inti tubuh akan lebih rendah ketika bekerja di lingkungan panas.

  2. Keringat meningkat. Pekerja akan berkeringat lebih cepat dan banyak yang memliki efek pendinginan pada tubuh.

  3. Menurukan kandungan garam pada saat berkeringat.

  b. Pengawasan Pekerja tidak boleh bekerja sendirian pada lingkungan yang memungkinkan terjadinya heat stress. Pekerja harus diawasi atau bekerja secara berkelompok, apabila terjadi heat stress pada salah satu pekerja agar cepat ditangani dan lingkungan kerja yang panas telah diidentifikasi. Pengawas perlu memastikan bahwa ada cukup pertolongan pertama dan menetapkan prosedur darurat apabila terjadi keadaan yang serius.

  c. Waktu Istirahat Waktu istirahat harus ditentukan dan dijadwalkan untuk memungkinkan pekerja mendinginkan tubuhnya. Sangat penting untuk memiliki tempat – tempat yang sejuk, berventilasi baik untuk istirahat bagi para pekerja yang bekerja di lingkungan panas.

  d. Jadwal Pekerjaan Untuk Mengurangi Paparan Panas Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan :

  1. Melakukan rolling pekerjaan atau kegiatan tambahan untuk mengurangi paparan panas

  2. Memindahkan atau merelokasi pekerjaan dari sinar matahari langsung atau panas radiasi bila memungkinkan.

  3. Outside work, melakukan pemeliharaan dan perbaikan rutin selama musim dingin setiap tahun

  4. Inside work, melakukan pemeliharaan dan perbaikan rutin ketika pengoperasian yang menghasilkan panas berhenti atau ditutup.

  e. Minum Air Secara alami tubuh berkeringat untuk mendinginkan tubuh itu sendiri. Berkeringat dapat menyebabkan hilangnya jumlah cairan secara signifikan, yang harus digantikan secara kontinyu. Jika cairan tidak digantikan secara teratur, pekerja akan mengalami dehidrasi dan meningkatkan risiko heat stress. Oleh karenanya, sangat penting untuk minum air sebelum, saat dan setelah melakukan pekerjaan di lingkungan panas. Sebagai titik awal, pekerja harus meminum ½ liter air sebelum bekerja dan satu gelas setiap 20 menit sepanjang hari kerja apabila bekerja dalam lingkungan panas.

  Perusahaan perlu memberikan pasokan air minum dingin yang memadai di area bekerja. Minuman yang cocok adalah air mineral dan jus buah. Minuman yang mengandung cafein dan alkohol tidak baik karena akan meningkatkan dehidrasi. Bekerja di lingkungan panas juga menyebabkan kekurangan garam, maka dari itu pekerja dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan asin, namun salt tablets tidak dianjurkan (Worksafe, 2007).

  f. Menggunakan Pakaian Dingin Menggunakan pakaian yang cocok untuk kondisi panas dan pekerjaan berat membantu mendinginkan tubuh. Pakaian yang longgar dari kain katun dan sutera memungkinkan udara untuk masuk. Udara yang melewati kulit akan membantu mendinginkan tubuh oleh evaporasi keringat dari kulit. Pakaian wol dapat membantu unuk meminimalkan heat stress bagi pekerja yang bekerja di dekat radiasi sumber panas seperti boiler dan kilns

  serta suhu udara diatas 35 0 C. Untuk yang bekerja diluar (outside) menggunakan pakaian berwarna cerah

  lebih baik daripada berwarna gelap dan menjaga tubuh tetap dingin. Menggunakan topi bertepi besar, penutup wajah dan daerah leher bila diperlukan (Worksafe, 2007).

C. Personal Heat-Protective Clothing

  Pakaian pelindung panas hanya dapat dilakukan oleh pekerja terlatih dan mengikuti pentujuk di pabrik. Pakaian pelindung panas mungkin bukan merupakan solusi lengkap untuk masalah heat stress, jadi tindakan pencegahan seperti pengawasan ketat harus dipertahankan sampai efektivitas penggunaan pakaian ini. Terdapat dua jenis pakaian pelindung khusus yaitu pengontrol suhu pakaian dan anti panas radiasi atau reflective clothing (Worksafe, 2007).

  a. Pengontrol Suhu Pakaian Beberapa jenis pakaian yang disediakan oleh tipe pakaian ini yaitu air- cooled suit, water-cooled suit, dan ice-cooled waistcoats.

  b. Anti Panas Radiasi atau reflective clothing Pakaian ini digunakan ketika ada panas radiasi berlebihan dari permukaan panas yang tidak dapat tetutup oleh pelindung misalnya boiler. Pakaian ini b. Anti Panas Radiasi atau reflective clothing Pakaian ini digunakan ketika ada panas radiasi berlebihan dari permukaan panas yang tidak dapat tetutup oleh pelindung misalnya boiler. Pakaian ini

2.1.6. Pengukuran Tekanan Panas

  Para ahli telah berusaha untuk mencari metode pengukuran sederhana yang dinyatakan dalam bentuk indeks untuk mengetahui besarnya pengaruh panas terhadap lingkungan pada tubuh. Ada empat metode pengukuran, yaitu (Suma’mur,2009) :

  A. Suhu Efektif ( Corrected Effective temperatur ) Suhu efektif adalah indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh

  seseorang tanpa baju, kerja ringan dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif adalah tidak diperhitungkannya panas metabolism tubuh. Penyempurnaan pemakaian suhu efektif adalah dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat skala suhu efektif dikoreksi (Corrected Effective temperatur Scale).

  B. Indeks Kecepatan Keluar Keringat Selama 4 Jam ( Predicted 4 hours Sweetrate )

  Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam adalah keringat yang keluar akibat kombinasi suhu, kelembaban, kecepatan udara dan radiasi. Dapat pula dikoreksi dengan pakaian dan tingkat pekerjaan.

  C. Indeks Belding-hatch ( heat stress index ) Indeks belding-hatch dihubungkan dengan kemampuan orang berkeringat

  dari orang standar yaitu seorang berusia muda dengan tinggi 170 cm dan berat badan 154 pon dalam keadaan sehat dan memiliki kesegaran jasmani serta beraklimatisasi terhadap panas.

  D. ISBB ( Indeks Suhu Bola Basah ) ISBB merupakan kombinasi pengukuran suhu basah, suhu kering dan

  radiasi. ISBB merupakan pengukuran yang paling sederhana karena tidak banyak membutuhkan keterampilan, cara atau metode yang tidak sulit dan besarnya tekanan panas dapat ditentukan dengan cepat. Indeks ini digunakan untuk mengukur variabel lingkungan. Pengukuran temperatur lingkungan bertujuan untuk (Hendra,2009): radiasi. ISBB merupakan pengukuran yang paling sederhana karena tidak banyak membutuhkan keterampilan, cara atau metode yang tidak sulit dan besarnya tekanan panas dapat ditentukan dengan cepat. Indeks ini digunakan untuk mengukur variabel lingkungan. Pengukuran temperatur lingkungan bertujuan untuk (Hendra,2009):

  b. Memgetahui sumber panas dan area kerja yang beresiko terhadap pajanan panas

  c. Mengetahui pekerja yang beresiko terhadap pajanan panas Nilai ISSB dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

  1. Keadaan Di Luar Gedung Dengan Beban Panas Matahari ISBB = 0,7 WB + 0,2 GT + 0,1 DB

  2. Keadaan di Dalam Gedung Tanpa Beban Panas Matahari ISBB = 0,7 WB + 0,3 GT

  Keterangan :

  1. ISBB (Indeks Suhu Basah dan Bola) Merupakan parameter untuk menilai tingkat iklim kerja yang merupakan hasil perhitungan antara suhu udara kering, suhu basah alami and suhu bola.

  2. Natural Wet Bulb temperatur WB (Suhu Udara Basah Alami) Merupakan suhu yang ditunjukkan oleh termometer bola basah alami dan suhu ini biasanya lebih rendah dari suhu kering.

  3. Dry Bulb temperatur DB (Suhu Udara Kering) Merupakan suhu yang ditunjukkan oleh thermometer suhu kering.

  4. Globe temperatur (Suhu Globe) Merupakan suhu yang ditunjukkan oleh thermometer bola dan sebagai indikator tingkat radiasi.

2.1.7. Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja

  Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadarintensitas rata – rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Permenakertrans,2011).

  Tabel 2. 1 Nilai Ambang Batas (NAB) Iklim Kerja Panas Berdasarkan Indeks Suhu Bola Basah (ISBB)

ISSB ( 0 C)

  Pengaturan Waktu Kerja Setiap

  Beban Kerja

  Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2011

  Catatan : - Beban kerja ringan membutuhkan kalori 100-200 Kkaljam

  - Beban kerja sedang membutuhkan kalori > 200-350 Kkaljam - Beban kerja berat membutuhkan kalori > 350-500 Kkaljam

  Tabel 2. 2 Tingkat Pekerjaan dan Jumlah Kalori Yang Dibutuhkan

  - Duduk, gerakan-gerakan kaki tangan

  550 – 650

  sedang ( misalnya bermain piano, menyetir mobil)

  550 – 650

  - Berdiri, kerja ringan pada mesin atau

  bongkar, terutama lengan

  650 – 800

  - Duduk, gerakan – gerakan kuat tangan dan

  650 – 750

  kaki - Berdiri, kerja ringan pada mesin atau

  bongkar, kadang – kadang jalan.

  2 Sedang

  - Berdiri, kerja sedang pada mesin atau

  750 – 1000

  bongkar, kadang – kadang jalan - Jalan – jalan dengan mengangkat atau

  1000 – 1400

  mendorong beban yang sedang beratnya - Mengangkat, mendorong dan menaikkan

  1500 – 2000

  benda-benda berat secara terputus – putus (misalnya menyekop).

  3 Berat

  Berat terus - menerus

  2000 - 2400

  Sumber Soema'mur PK, 1991

2.2. Mekanisme Fisiologis Pengaruh Paparan Panas

  Untuk tercapainya keseimbangan suhu tubuh, diperlukan pengeluaran panas dari tubuh melalui mekanisme eferen sebagai berikut (Astrand PO,1986; Mathews J,199 dalam Agatha, 2003) :

  A. Pelebaran Pembuluh Darah Kulit Pada kondisi pajanan panas, bagian anterior hipotalamus mengurangi

  produksi panas dengan menurunkan aktivitas otot rangka dan mendorong pengeluaran panas dengan adanya vasodilatasi kulit. Apabila vasodilatasi kulit maksimum gagal mengurangi kelebihan panas tubuh, mekanisme berkeringat diaktifkan sehingga panas dapat terus dikeluarkan melalui proses evaporasi. Pada kenyataannya, bila suhu udara meningkat diatas suhu kulit dengan vasodilatasi maksimum, gradien suhu berbalik sendiri, sehingga tubuh memperoleh panas dari lingkungan. Pada keadaan ini, berkeringat adalah satu- satunya cara tubuh untuk mengurangi panas. Respon-respon vasomotor kulit ini di koordinasi oleh hipotalamus melalui keluaran sistem saraf simpatis. Peningkatan aktivitas simpatis ke pembuluh kulit menghasilkan vasokonstriksi sebagai respon terhadap pajanan dingin, sedangkan penurunan aktifitas simpatis menimbulkan vasodilatasi pembuluh kulit sebagai respon terhadap pajanan panas (Soemarko, 2015).

  Dengan adanya pelebaran pembuluh darah kulit ini menyebabkan resisten perifer menurun sehingga untuk dapat tetap mempertahankan aliran darah ke jaringan, jantung harus bekerja lebih berat. Apabila paparan panas berkelanjutan dapat terjadi timbunan darah di daerah perifer secara berlebihan. Akibatnya, aliran darah ke otak akan berkurang dan tenaga kerja dapat tiba- tiba pingsan dan pengeluaran panas melalui proses konveksi akan terhambat dan pengeluaran panas melalui sekresi keringat dan penguapan (Astrand PO,1986; Mathews J,199 dalam Agatha, 2003).

  B. Perubahan Pada Kelenjar Keringat Meningkatnya jumlah kelenjar keringat yang aktif serta meningkatnya

  sekresi kelenjar keringat. Sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan hampir menetap walaupun suhu lingkungan berubah – ubah. Pengeluaran cairan tubuh yang baik melalui kulit (keringat dan evaporasi) maupun organ lainnya, dalam sekresi kelenjar keringat. Sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan hampir menetap walaupun suhu lingkungan berubah – ubah. Pengeluaran cairan tubuh yang baik melalui kulit (keringat dan evaporasi) maupun organ lainnya, dalam

  Suma’mur (1988) menggambarkan pengaruh dari tekanan panas dan kelainan – kelainan akibat panas sebagai berikut :

  Tekanan Panas

  Hilang

  panas

  Cyncope oleh

  dengan

  karena panas

  Suhu Kulit Naik

  konveksi

  dan radiasi

  peredaran darah dan

  Darah

  vasomotorik

  Kejang Panas

  Pemindahan

  panas dari dalam ke pori-

  Kehilangan Garam

  panas oleh

  Pembuluh

  hilangnya garam

  Darah Lebih

  Kehilangan Cairan

  Hilang panas

  Lanjut dan

  Kelelahan Panas

  Oleh Karena

  Hilangnya Cairan

  Berkeringat

  Keringat Kelelahan Berkurang

  Panas

  Suhu Dalam

  Pukulan Naik

  Panas

  Berhenti Berkeringat

  Gambar 2. 1 Pengaruh Tekanan Panas Dan Kelainan – Kelainan Akibat Panas

2.3. Keseimbangan Cairan Tubuh

  Secara garis besar keseimbangan cairan di dalam tubuh manusia ditentukan oleh intake dan output cairan ke dalam dan keluar tubuh. Dikatakan seimbang bila intake sama dengan output cairan dari tubuh. Tubuh orang dewasa Secara garis besar keseimbangan cairan di dalam tubuh manusia ditentukan oleh intake dan output cairan ke dalam dan keluar tubuh. Dikatakan seimbang bila intake sama dengan output cairan dari tubuh. Tubuh orang dewasa

  (glukosa, asam lemak dan asam amino), serta gas CO 2 (Grandjean, 2004).

  Pengeluaran cairan tubuh yang baik melalui kulit (keringat dan evaporasi) maupun organ lainnya, dalam keadaan normal akan dapat dikompensasi dengan cairan yang masuk melalui makanan, minuman dan sebagai hasil oksidasi. Pengeluaran cairan melalui keringat, disertai dengan pengeluaran natrium yang cukup besar. Kehilangan natrium yang terus menerus melalui keringat tanpa diimbangi tambahan masukan dari makanan atau minuman dapat menimbulkan terjadinya keadaan dehidrasi yang ditandai dengan berkurangnya elastisitas kulit, mata cekung, bibirmulut kering dan penurunan tekanan darah (Soemarko,2015).

  Apabila cuaca dalam keadaan panas, kandungan cairan tubuh akan meningkat sampai 3,5 liter per jam, dengan perincian kehiangan melalui urin sebanyak 1400 cc, melalui fases sebanyak 200cc, melalui keringat sebanyak 1400

  cc, melalui penguapan paru-paru sebanyak 250 cc dan melalui proses difusi (Soemarko,2015).

  Gerak badan juga akan meningkatkan kehilangan cairan tubuh melalui 2 cara, yaitu (Soemarko,2015) :

  1. Dengan meningkatkan kecepatan pernapasan, sehingga memperbesar kehilangan cairan melalui paru-paru sesuai peningkatan kecepatan ventilasi

  2. Dengan meningkatnya suhu tubuh, menyebabkan pengeluaran keringat akan terjadi secara berlebihan. Dengan demikian gerak badan akan mengeluarkan cairan tubuh dengan

  perincian kehilangan melalui urin sebanyak 500 cc, melalui keringat sebanyak 5000 cc, melalui feses sebanyak 200 cc, melalui penguapan paru-paru sebanyak 650 cc dan melalui proses difusi kulit sebanyak 350 cc.

2.4. Kristalisasi Urin

2.4.1. Urin

  Urin adalah larutan kompleks sisa metabolism ginjal yang berisi air ±

  96, bahan padat ± 4, bahan organik (urea, asam urat, kreatinin), bahan anorganik (NaCl,sulfat, fosfat,ammonia). Dari hasil pemeriksaan urin dapat diperkirakan kemungkinan adanya kelainan di ginjal, salura kemih atau diluar ginjal. Kelainan dalam ginjal dan saluran kemih contohnya peradangan, perdarahan, penyakit ginjal. Sedangkan kelainan sistemik diluar ginjal dan saluran kemih contohnya diabetes, kehamilan, febris dan penyakit perdarahan (Gandasoebrata,2006).

2.4.2. Patogenesis Terjadinya Kristalisasi Urin

  Kristalisasi urin dapat terjadi jika jumlah cairan dan elektrolit yang masuk tidak cukup, produksi urin menurun, kepekatan urin meningkat ( hipersaturasi superaturasi ) dan berlangsung cukup lama (Soemarko, 2002). Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan kejadian ini, yaitu :

  A. Dehidrasi Volume Urin Berkurang Dalam lingkungan panas, perpindahan panas secara radiasi tidak mungkin

  lagi, alat utama transfer panas ke lingkungan pada manusia adalah kehilangan panas melalui penguapan keringat. Kelenjar keringat dirangsang oleh saraf simpatis kolinergik dan mengeluarkan cairan hipotonik ke permukaan kulit. Sangat penting untuk mengganti air yang hilang dalam keringat. Hal ini tidak biasa bagi pekerja kehilangan 6 – 8 liter keringat saat bekerja di industri panas. Jika air yang hilang tidak diganti akan terjadi penurunan progresif air tubuh dengan penyusutan tidak hanya dari ruang ekstraselular, interstial dan plasma volume, tetapi juga air di dalam sel (Department of Health and Human Services, 2013). Hal ini menyebabkan peningkatan osmolaritas serum yang berakibat sekresi vasopresin oleh pituitary posterior, sehingga volume urin berkurang dan terjadi peningkatan konsentrasi pada urin termasuk konsentrasi garam yang dapat memicu pembentukan kristal urin yang akan berkembang menjadi batu (Luo, 2012).

  B. Konsentrasi Zat Terlarut Yang Melebihi Ambang Batas Apabila kelarutan suatu zat tinggi dibandingkan titik endapnya, maka

  terjadi supersaturasi sehingga zat-zat tersebut akan menumpuk dan membentuk kristal padat. Supersaturasi dan kristalisasi terjadi bila ada penambahan zat yang bisa mengkristal yang disekresikan oleh ginjal dalam air dengan ph dan suhu tertentu, sehingga suatu saat terjadi kejenuhan dan selanjutnya terjadi kristal (Luo, 2012).

2.4.3. Supersaturasi Urin

  Supersaturasi merupakan penyebab terpenting dalam proses terjadinya batu saluran kencing. Pada keadaan ini terjadi kejenuhan substansi pembentuk saluran kemih seperti sistin, asam urat, kalsium oksalat. Akibatnya, interaksi elemen – elemen protein dan ion – ion dalam urin terganggu, yang akan meningkatkan solubilitas substansi – substansi pembentuk urin dalam bentuk kristal serta akan mempermudah terbentuknya batu saluran kemih (Soemarko, 2002).

2.4.4. Jenis – jenis Kristal Urin

  Berbagai jenis kristal ditemukan dalam urin, berikut jenis – jenis kristal urin (Gandasoebrata, 2006) :

  A. Kalsium oksalat Kristal ini umum dijumpai pada spesimen urine bahkan pada pasien yang

  sehat. Kristal bervariasi dalam ukuran dari cukup besar untuk sangat kecil. Kristal ca-oxallate bervariasi dalam ukuran, tak berwarna, dan bebentuk amplop atau halter. Kristal dapat muncul dalam spesimen urine setelah konsumsi makanan tertentu (misal asparagus, kubis, dll) dan keracunan ethylene glycol. Adanya 1 – 5 ( + ) kristal Ca- oxallate per LPK masih dinyatakan normal, tetapi jika dijumpai lebih dari 5 ( ++ atau +++ ) sudah dinyatakan abnormal.

  B. Triple fosfat Seperti halnya Ca-oxallate, triple fosfat juga dapat dijumpai bahkan pada

  orang yang sehat. Kristal terlihat berbentuk prisma empat persegi panjang seperti tutup peti mati (kadang-kadang juga bentuk daun atau bintang), tak orang yang sehat. Kristal terlihat berbentuk prisma empat persegi panjang seperti tutup peti mati (kadang-kadang juga bentuk daun atau bintang), tak

  C. Asam urat Kristal asam urat tampak berwarna kuning kecoklatan, berbentuk belah

  ketupat (kadang-kadang berbentuk jarum atau mawar). Meskipun peningkatan

  16 pada pasien dengan keganasan limfoma atau leukemia, kehadiran mereka biasanya tidak patologis atau meningkatkan konsentrasi asam urat.

  D. Sistin (cystine) Cystine berbentuk heksagonal dan tipis.Kristal ini muncul dalam urin

  sebagai akibat dari cacat genetik atau penyakit hati yang parah. Kristal dan batu sistin dapat dijumpai pada cystinuria dan homocystinuria. Terbentuk pada pH asam dan ketika konsentrasinya lebih dari 300 mg. Sering membingungkan dengan kristal asam urat. Sistin kristaluria atau urolithiasis merupakan indikasi cystinuria yang merupakan kelainan metabolisme bawaan cacat yang melibatkan reabsorpsi tubulus ginjal tertentu.

  E. Leusin dan Tirosin Leusin dan tirosin adalah kristal asam amino dan sering muncul bersama-

  sama dalam penyakit hati yang parah. Tirosin tampak sebagai jarum yang tersusun sebagai berkas atau mawar dan kuning. Kristal leusine dipandang sebagai bola kuning dengan radial konsentris.Kristal dari asam amino leusin dan tirosin sangat jarang terlihat di sedimen urin. Kristal ini dapat diamati pada beberapa penyakit keturunan seperti tirosinosis dan "penyakit Maple Syrup". Lebih sering kita menemukan kristal ini bersamaan pada pasien dengan penyakit hati berat (sering terminal).

  F. Kristal kolesterol Kristal kolesterol tampak regular atau irregular, transparan, tampak

  sebagai plat tipis empat persegi panjang dengan satu (kadang dua) dari sudut persegi memiliki takik. Penyebab kehadiran kristal kolesterol tidak jelas, tetapi diduga memiliki makna klinis seperti oval fat bodies. Kehadiran kristal kolesterol sangat jarang dan biasanya disertai oleh proteinuria.

  G. Amorf urat Warna kuning atau coklat, terlihat sebagai butiran, berkumpul.

  H. Amonium urat (biurat) Warna kuning-coklat, bentuk bulat tidak teratur, bulat berduri atau bulat

  bertanduk.

  I. Kalsium fosfat Tak berwarna, bentuk batang panjang, berkumpul membentuk roset.

2.4.5. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Kristalisasi Urin

  A. Umur Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) umur adalah lama