Dana Perimbangan

5.2.1 Dana Perimbangan

Sebagai salah satu instrumen iskal, Dana Perimbangan bertujuan memperkecil kesenjangan fiskal, baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maupun antardaerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, maka untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi kepada daerah dialokasikan dana perimbangan. Dana Perimbangan tersebut terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dari ketiga komponen tersebut, dana yang dialokasikan paling besar adalah DAU, dengan porsi rata-rata 67,9 persen dari Dana Perimbangan dalam kurun waktu 2010-2015, sedangkan DBH dan DAK masing-masing mencapai rata-rata 24,6 persen dan 7,5 persen.

Dalam pengalokasian anggaran per daerah, Dana Perimbangan mempunyai konsep trilogi perimbangan. Konsep anggaran ini mempunyai arti bahwa tiga komponennya mempunyai hubungan yang erat satu dengan lainnya. DBH dialokasikan untuk mengurangi kesenjangan iskal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, DAU dialokasikan untuk mengurangi kesenjangan iskal antarpemerintah daerah, sedangkan DAK dialokasikan untuk daerah-daerah yang masih kekurangan dana untuk membiayai kebutuhan daerahnya setelah memperhitungkan DBH dan DAU yang diterimanya.

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 IV.5-3

Bagian IV Dana Desa Tahun 2010-2015

Selama tahun 2010-2014, besaran Dana Perimbangan tidak bisa terlepas dari kebijakan alokasi DBH, DAU, dan DAK yang ditetapkan dalam APBN. Selama tahun 2010-2014, alokasi Dana Perimbangan

GRAFIK IV.5.1

meningkat rata-rata

PERKEMBANGAN DANA PERIMBANGAN, 2010-2015

sebesar 10,8 persen per

tahun, sedangkan pada

tahun 2015 diperkirakan h ia 400.000,0

meningkat 9,4 persen 24.803,5

dari tahun 2014.

Perkembangan Dana

Perimbangan tahun 110.052,0

2010-2015 disajikan 2015

pada Graik IV.5.1.

Dana Bagi Hasil

Dana Alokasi Umum

Dana Alokasi Khusus

Keterangan: Data 2010-2014 adalah data realisasi APBN, Data 2015 adalah data APBNP Sumber : Kementerian Keuangan

5.2.1.1 Dana Bagi Hasil (DBH)

DBH dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan negara yang dibagihasilkan guna mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pendapatan negara yang dibagihasilkan bersumber dari pendapatan pajak dan pendapatan SDA. DBH bertujuan untuk memperbaiki keseimbangan vertikal antara pusat dan daerah, dengan memerhatikan potensi daerah penghasil. Untuk itu, DBH dialokasikan berdasarkan prinsip by origin, dan disalurkan sesuai dengan realisasi pendapatan negara yang dibagihasilkan (based on actual revenue). Selama tahun 2010-2014, alokasi DBH rata-rata meningkat 3,0 persen per tahun, sedangkan pada tahun 2015 dialokasikan meningkat 5,9 persen dari realisasi tahun 2014. Adapun kebijakannya secara umum diarahkan untuk:

1. melaksanakan kebijakan penetapan jenis dan persentase pembagian DBH sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;

2. melaksanakan kebijakan penyaluran DBH berdasarkan realisasi penerimaan pajak dan PNBP (SDA), serta menyelesaikan kurang bayar DBH;

3. menetapkan alokasi DBH secara tepat waktu sesuai dengan rencana pendapatan berdasarkan potensi daerah penghasil; dan

4. menyempurnakan proses perhitungan secara transparan dan akuntabel.

5.2.1.1.1 DBH Pajak

DBH Pajak terdiri atas PPh Pasal

21, PPh Pasal 25/29 WPOPDN, GRAFIK IV.5.2

PERKEMBANGAN DANA BAGI HASIL PAJAK, TAHUN 2010-2015

Pajak Bumi dan Bangunan,

BPHTB, dan CHT. Selama tahun

2010-2014, DBH Pajak mengalami h

penurunan 2,8 persen, yaitu 40.000,0

ia

dari Rp47.017,8 miliar tahun 30.000,0

il ia

2010 menjadi Rp41,937,6 miliar M 10.000,0

tahun 2014, sedangkan pada

tahun 2015 meningkat sebesar

29,3 persen. Perkembangan 2015

DBH Pajak disajikan pada DBH Pajak

Data 2010-2014 adalah data realisasi APBN, Data 2015 adalah data APBNP Graik IV.5.2. Sumber : Kementerian Keuangan

IV.5-4 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

Dana Desa Tahun 2010-2015 Bagian IV

Dari sisi alokasi per daerah, daerah yang mendapat alokasi DBH pajak terbesar tahun 2015 adalah Provinsi DKI Jakarta, yakni mencapai 23,9 persen dari jumlah DBH pajak secara nasional. Selain itu, beberapa daerah di provinsi lainnya yang mendapat alokasi DBH pajak relatif besar adalah daerah-daerah di Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Sumatera Selatan, dan Provinsi Riau. Sementara itu, daerah yang menerima alokasi DBH Pajak terendah adalah daerah-daerah di Provinsi Gorontalo, Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi Bengkulu, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Bangka Belitung, dan Provinsi DI Yogyakarta. Sebaran alokasi DBH Pajak disajikan pada Graik IV.5.3.

GRAFIK IV.5.3 ALOKASI DANA BAGI HASIL PAJAK MENURUT PROVINSI, TAHUN 2014-2015

6.000,00 R ia r il

4.000,00 (M

Akumulasi jumlah dana yang dialokasikan untuk Provinsi dan Kab/Kota di Provinsi yang bersangkutan, berdasarkan Pagu Alokasi APBN Perubahan 2014 dan APBNP tahun 2015.

2014 2015 Sumber : Kementerian Keuangan

Selain melalui kebijakan bagi hasil (revenue sharing ), penguatan iskal daerah juga dapat dilakukan melalui penyerahan sumber pendapatan (revenue assignment), sehingga daerah memiliki kewenangan untuk melakukan pemungutan, baik pajak maupun bukan pajak. Sejalan dengan itu, dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, kepada daerah telah diberikan kewenangan pemungutan pajak dan retribusi (taxing power). Melalui undang-undang tersebut telah dilakukan pengalihan beberapa objek pajak pusat menjadi pajak daerah dengan ditetapkannya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), dan Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) menjadi pajak kabupaten/ kota. Kedua jenis pajak tersebut layak menjadi pajak daerah, karena memenuhi kriteria sebagai pajak daerah, antara lain, bersifat lokal (immobile), terdapat hubungan yang jelas antara pembayar pajak dengan yang menikmati manfaat pajak ( the beneit tax-link principle), serta praktek yang umum di berbagai negara.

Pengalihan BPHTB telah dimulai sejak tahun 2011, dan pengalihan PBB-P2 dilakukan secara bertahap dan sepenuhnya menjadi pajak daerah tahun 2014. Proses pengalihan tersebut dipersiapkan bersama-sama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik dari sisi peraturan pelaksanaan, software dan hardware, maupun sumber daya manusia yang akan mengelolanya. Sampai dengan bulan Juni 2015, dari 506 daerah, termasuk Daerah Otonom Baru (DOB) hasil pemekaran tahun 2012 dan 2013, sejumlah 487 daerah, termasuk Provinsi DKI Jakarta telah melaksanakan pemungutan PBB-P2.

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 IV.5-5

Bagian IV Dana Desa Tahun 2010-2015

Pengalihan PBB-P2 menjadi pajak daerah tersebut telah terbukti efektif meningkatkan penerimaan PBB. Apabila pada tahun 2011, total penerimaan PBB-P2 saat dipungut pemerintah pusat baru mencapai Rp8,2 triliun, maka pada tahun 2014 dari 316 daerah yang telah memungut dan menyampaikan laporan realisasi, penerimaan PBB-P2 mencapai Rp10,2 triliun. Dengan demikian, apabila semua daerah sudah melaksanakan pemungutan dan menyampaikan laporan realisasi penerimaan, diperkirakan penerimaan PBB-P2 dapat mencapai Rp12,0 triliun.

Selain mengalihkan BPHTB dan PBB-P2 menjadi pajak daerah, dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 juga diatur kebijakan penambahan jenis pajak daerah baru, yaitu pajak rokok. Secara efektif, pemungutan pajak rokok mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014. Dasar pengenaan (tax base) pajak rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh Pemerintah terhadap rokok. Mengingat pajak rokok merupakan tambahan pungutan atas cukai, maka pelaksanaan pemungutan pajak rokok dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bukan oleh pemerintah daerah sebagaimana pajak daerah lainnya. Hasil pendapatan pajak rokok tersebut selanjutnya disetorkan ke rekening kas umum daerah (RKUD) provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. Perkembangan penerimaan PBB-P2 tahun 2011-2014 disajikan dalam Tabel IV.5.3.

TABEL IV.5.3

PERKEMBANGAN PENERIMAAN PBB-P2, 2011-2014

(Triliun Rupiah)

Daerah Daerah

T otal (Pusat+Daerah)

Keterangan: *) Data laporan realisasi per Juni 201 5 Sumber: Kementerian Keuangan

Sesuai UU Nomor 28 Tahun 2009, hasil pendapatan pajak rokok diserahkan kepada kabupaten/ kota sebesar 70 persen. Bagian kabupaten/kota tersebut ditetapkan dan dialokasikan provinsi dengan memerhatikan aspek pemerataan dan/atau potensi antar kabupaten/kota. Ketentuan lebih lanjut mengenai bagi hasil pendapatan pajak rokok ditetapkan dengan peraturan daerah provinsi.

Pendapatan pajak rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50 persen untuk mendanai:

a. Pelayanan kesehatan masyarakat, antara lain untuk pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok ( smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok, dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok.

b. Penegakkan hukum sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah yang dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain, antara lain pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

IV.5-6 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

Dana Desa Tahun 2010-2015 Bagian IV

Realisasi pendapatan pajak rokok pada tahun 2014 yang merupakan tahun pertama pelaksanaan pemungutan pajak rokok mencapai Rp9,3 triliun. Dari pendapatan tersebut telah disetorkan ke RKUD provinsi sebesar Rp7,3 triliun. Selisih antara realisasi pendapatan dengan penyetoran pajak rokok merupakan utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) pajak rokok yang akan disetorkan pada tahun berikutnya. Utang PFK pajak rokok tahun 2014 adalah sekitar Rp2,0 triliun. Untuk tahun 2015, target penerimaan pajak rokok ditetapkan sebesar Rp12,0 triliun atau naik sekitar 29,0 persen dari realisasi pendapatan tahun 2014.

5.2.1.1.2 DBH SDA

DBH SDA merupakan dana yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sumber daya alam, yaitu kehutanan, perikanan, pertambangan mineral dan batubara, pertambangan minyak bumi dan gas bumi, serta pertambangan panas bumi. Jenis dan besaran persentase bagian daerah dari PNBP SDA tersebut ditetapkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004. Sumber-sumber PNBP SDA yang dibagihasilkan adalah sebagaimana dirinci dalam Tabel IV.5.4.

TABEL IV.5.4 SUMBER PNBP YANG DIBAGIHASILKAN

No.

Jenis DBH SDA

Sumber PNBP yang Dibagihasilkan

- Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH) 1. Kehutanan

- Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) - Dana Reboisasi (DR)

2. Perikanan

- Pungutan Perusahaan Perikanan - Pungutan Hasil Perikanan

3. Pertambangan Mineral dan

- Iuran Tetap ( Land-rent )

Batubara

- Royalti (Royalty )

4. Pertambangan Minyak Bumi - SDA Minyak Bumi dan Gas Bumi

- SDA Gas Bumi

5. Panas Bumi

- Setoran Bagian Pemerintah - Iuran Tetap dan Iuran Produksi

Realisasi DBH SDA sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan perkembangan pendapatan negara yang dibagihasilkan. Sebagai contoh, jika pada tahun 2011, DBH SDA mencapai Rp53.975,0 miliar, maka pada tahun 2012 meningkat menjadi Rp62.600,3 miliar, dan terakhir pada tahun 2013, DBH SDA yang diterima daerah mengalami penurunan menjadi sebesar Rp42.456,6 miliar. Hal ini terkait dengan adanya perubahan pola penyaluran atas PNBP SDA di akhir tahun. Jika sebelum tahun 2013 realisasi PNBP SDA, khususnya minyak bumi dan gas bumi yang dibagihasilkan sampai dengan akhir tahun, baru dapat diketahui pada awal tahun anggaran berikutnya, maka agar DBH SDA dapat dibayarkan sesuai dengan realisasinya, Pemerintah menganggarkan perkiraan realisasi DBH SDA yang belum tersalur dalam dana cadangan. Selanjutnya, ketika besaran realisasi DBH SDA per daerah sudah dapat ditentukan, dana cadangan tersebut disalurkan kepada masing-masing daerah yang berhak. Namun, sesuai rekomendasi BPK dalam Laporan Keuangan Transfer ke Daerah (LKTD) tahun 2012 mekanisme dana cadangan tersebut tidak digunakan lagi.

Dengan ditiadakannya dana cadangan, maka penyaluran DBH SDA mengalami kurang bayar untuk periode 2010-2013, namun telah dilakukan penyaluran pada tahun 2015. DBH SDA diperkirakan sebesar Rp55.835,4 miliar atau turun sebesar 27,6 persen dari alokasi dalam APBN 2015, sebesar Rp77.123,8 miliar. Penurunan alokasi DBH SDA Migas dalam APBNP tahun 2015

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 IV.5-7

Bagian IV Dana Desa Tahun 2010-2015

merupakan konsekuensi penurunan target PNBP

GRAFIK IV.5.4

Migas. Penurunan

PERKEMBANGAN DANA BAGI HASIL SDA, 2010-2015

tersebut diakibatkan oleh

turunnya target lifting

minyak bumi dari 845 ribu barel/hari menjadi 50.000,0

ia h p

825 ribu barel/hari dan 40.000,0 u

R r ia il

turunnya Indonesia Crude 62.001,3

Price (ICP) dari US$105/ 45.165,7 20.000,0

barel menjadi US$60/

barel. Selanjutnya,

perkembangan DBH SDA

dalam kurun waktu tahun Keterangan:

Data 2010-2014 adalah data realisasi APBN, Data 2015 adalah data APBNP

2010-2015 dapat dilihat Sumber : Kementerian Keuangan pada Graik IV.5.4. Secara berurutan, daerah yang menerima DBH SDA terbesar pada tahun 2015 adalah daerah-

daerah di Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Riau, Provinsi Sumatera Selatan, dan Provinsi Jawa Timur. Daerah-daerah di Provinsi Kalimantan Timur mendapatkan alokasi DBH SDA tahun 2015 sebesar 35,1 persen dari total DBH SDA secara nasional, sedangkan daerah-daerah di Provinsi Kalimantan Selatan menerima alokasi DBH SDA sebesar 12,1 persen dari total DBH SDA secara nasional.

Adapun daerah yang menerima DBH SDA terkecil secara berurutan adalah daerah-daerah di Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Sulawesi Barat, dan Provinsi Gorontalo. Penyebaran alokasi DBH SDA sebagimana disajikan pada Graik IV.5.5.

GRAFIK IV.5.5

DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM MENURUT PROVINSI, TAHUN 2014-2015

h) p ia 10.000,0 il ia r R u

5.000,0 (M

Akumulasi jumlah dana yang dialokasikan untuk Provinsi dan Kab/Kota di Provinsi yang bersangkutan, berdasarkan realisasi APBN 2014 dan APBNP tahun 2015.

2014 2015 Sumber : Kementerian Keuangan

IV.5-8 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

Dana Desa Tahun 2010-2015 Bagian IV

5.2.1.2 Dana Alokasi Umum (DAU)

DAU dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah (equalization grant) guna mendanai kebutuhan daerah dan bersifat block grant. DAU merupakan instrumen transfer yang dimaksudkan untuk meminimumkan ketimpangan iskal antardaerah ( horizontal iscal imbalance). DAU dialokasikan sekurang-kurangnya 26 persen dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto dan ditetapkan secara inal dalam APBN. Proporsi DAU ditetapkan dengan imbangan 10 persen untuk provinsi dan 90 persen untuk kabupaten/ kota. Pengalokasian DAU per daerah dilakukan berdasarkan formula sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, yaitu Alokasi Dasar ditambah Celah Fiskal. Celah Fiskal merupakan selisih antara kebutuhan iskal dan kapasitas iskal daerah. Khusus untuk tahun 2015, diperhitungkan juga alokasi DAU bagi 3 Daerah Otonom Baru (DOB) hasil pembentukan tahun 2014, yaitu Kabupaten Muna Barat, Kabupaten Buton Tengah, dan Kabupaten Buton Selatan, dengan membagi secara proporsional dari DAU daerah induk berdasarkan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, dan belanja pegawai.

Dari tahun 2010-2015, formulasi perhitungan DAU telah mengalami beberapa kali perubahan. Sebelum tahun 2015, Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto adalah PDN bruto dikurangi dengan faktor pengurang (antara lain: DBH, subsidi energi, subsidi pupuk, subsidi pangan, dan subsidi benih). Khususnya pada tahun 2014, PNBP dan BLU K/L dimasukkan sebagai faktor pengurang. Pada periode 2010-2014, persentase DAU terhadap PDN neto adalah sebesar 26 persen. Sejak tahun 2015, PDN neto adalah PDN bruto dikurangi dengan pendapatan yang dibagihasilkan. Besaran DAU adalah 27,7 persen dari PDN neto.

Pemerintah selalu meningkatkan jumlah alokasi DAU secara nasional yakni dari Rp203.571,5 miliar pada tahun 2010 menjadi Rp341.219,3 miliar pada tahun 2014. Dalam perkembangannya dari tahun 2010-2014, alokasi

GRAFIK IV.5.6

DAU mengalami peningkatan PERKEMBANGAN DANA ALOKASI UMUM, 2010-2015 rata-rata sebesar 13,8 persen, 400.000,0

sedangkan pada tahun 2015 350.000,0 meningkat 3,4 persen dari tahun 300.000,0

2014. Peningkatan DAU tersebut 250.000,0

ia h p

r R dipengaruhi oleh peningkatan 200.000,0 ia

PDN neto, dan peningkatan M il 150.000,0

rasio alokasi DAU terhadap 225.533,7 PDN neto menjadi 27,7 persen. 50.000,0

Perkembangan DAU tahun 2010- -

2015 dapat dilihat pada Graik Keterangan: Data 2010-2014 adalah data realisasi APBN, Data 2015 adalah data APBNP

IV.5.6. Sumber : Kementerian Keuangan

Sejalan dengan meningkatnya pagu alokasi DAU nasional, pembagian DAU per daerah sebagian besar juga menunjukkan peningkatan, meskipun angka peningkatannya relatif berbeda antardaerah. Pada tahun 2015, daerah yang mendapatkan alokasi DAU terbesar secara berurutan adalah daerah-daerah se-Provinsi Jawa Timur, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Papua. Sementara itu, daerah yang mendapat alokasi DAU terkecil secara berurutan adalah daerah Provinsi DKI Jakarta, daerah-daerah se-Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Kalimantan Timur, dan Provinsi Gorontalo. Perkembangan DAU se-provinsi di Indonesia tahun 2014-2015 disajikan pada Graik IV.5.7.

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 IV.5-9

Bagian IV Dana Desa Tahun 2010-2015

GRAFIK IV.5.7 DANA ALOKASI UMUM MENURUT PROVINSI, TAHUN 2014-2015

h) 25000,0 ia p R u 20000,0 ia r il

15000,0 (M 10000,0

Akumulasi jumlah dana yang dialokasikan untuk Provinsi dan Kab/Kota di Provinsi yang bersangkutan, berdasarkan realisasi APBN 2014 dan APBNP tahun 2015.

2014 2015 Sumber : Kementerian Keuangan

5.2.1.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)

DAK dialokasikan untuk membantu daerah dalam mendanai program/kegiatan yang menjadi kewenangan daerah dan menjadi prioritas nasional, serta ditujukan untuk menyediakan infrastruktur sarana dan prasarana pelayanan publik secara memadai sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM) masing-masing bidang. Selama tahun 2010-2015, secara umum, kebijakan DAK diarahkan untuk:

1. Mendukung pencapaian prioritas nasional dalam RKP, serta melakukan restrukturisasi bidang DAK sehingga lebih fokus dan berdampak signiikan;

2. Membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik untuk mendorong pencapaian SPM, melalui penyediaan sarana dan prasarana isik pelayanan dasar masyarakat, serta meningkatkan efektivitas belanja daerah, dengan lebih memperhatikan daerah tertinggal, perbatasan dan pesisir/kepulauan;

3. Melanjutkan kebijakan airmatif DAK yang diprioritaskan pada bidang infrastruktur dasar untuk daerah tertinggal dan perbatasan yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah;

4. Meningkatkan koordinasi penyusunan petunjuk teknis (Juknis) sehingga lebih tepat sasaran dan tepat waktu;

5. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan DAK melalui koordinasi perencanaan dan pengelolaan DAK di berbagai tingkatan pemerintahan;

6. Meningkatkan akurasi data-data teknis dan menajamkan indikator pengalokasian DAK;

7. Pengalokasian DAK lebih memprioritaskan daerah-daerah dengan kemampuan iskal rendah;

8. Memprioritaskan daerah tertinggal, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah pesisir dan kepulauan sebagai kriteria khusus dalam pengalokasian DAK;

IV.5-10 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

Dana Desa Tahun 2010-2015 Bagian IV

9. Meningkatkan koordinasi dan kualitas pemantauan dan evaluasi, baik di tingkat pusat maupun daerah; dan

10. Mendorong mekanisme pelaporan dan evaluasi DAK berbasis elektronik (web based reporting system) yang terintegrasi.

Alokasi DAK secara nasional pada tahun 2010 sebesar Rp20.956,3 miliar dan meningkat jumlahnya menjadi Rp31.894,5 miliar pada tahun 2014, sehingga peningkatan rata-rata dalam tahun 2010-2014 mencapai 11,1 persen. Kemudian DAK dalam tahun 2015 ditetapkan sebesar Rp58.820,7 miliar. Peningkatan alokasi DAK yang signiikan pada tahun 2015 tersebut disebabkan oleh adanya tambahan DAK dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp23,0 triliun dari yang sebelumnya sudah dialokasikan sebesar Rp35,8 triliun dalam APBN 2015. Tambahan DAK tersebut dimaksudkan untuk mendukung program prioritas kabinet kerja, yaitu kabinet yang dibentuk pada pemerintahan yang baru dengan arah kebijakan di bidang keuangan dan program kerja yang baru pula. Selain itu, pada tahun 2015 tambahan DAK tersebut juga dialokasikan untuk mendanai program-program yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah kepada DPR RI.

Terkait dengan kebijakan airmatif terhadap daerah tertinggal, Pemerintah tetap konsisten sejak tahun 2013 mengalokasikan DAK Tambahan sebesar Rp2.000 miliar untuk mendanai kegiatan di bidang infrastruktur pendidikan dan infrastruktur jalan. Kemudian, pada tahun 2014 juga

dialokasikan DAK Tambahan sebesar Rp2.800 miliar yang ditujukan untuk mendanai kegiatan DAK di bidang infrastruktur dasar, yaitu: infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum, dan infrastruktur sanitasi. Selanjutnya pada tahun 2015, DAK airmasi dialokasikan sebesar Rp2.820,7 miliar dengan kegiatan DAK masih tetap di bidang infrastruktur dasar, yaitu: transportasi, infrastruktur irigasi, infrastruktur air minum, dan infrastruktur sanitasi.

Dengan adanya kebijakan afirmatif tersebut, maka

GRAFIK IV.5.8

rata-rata alokasi DAK PERKEMBANGAN DANA ALOKASI KHUSUS, 2010-2015 yang diterima oleh 183 70.000,0

daerah tertinggal menjadi

Rp139,8 miliar per daerah h 50.000,0

pada tahun 2015, yang ia p u 40.000,0 berarti meningkat sebesar R

il ia r 30.000,0

Rp56,2 miliar dari tahun 58.820,7

M 20.000,0

sebelumnya sebesar Rp83,6

miliar atau meningkat sebesar 67,2 persen.

Selanjutnya, perkembangan 2015 DAK selama periode tahun Keterangan:

Data 2010-2014 adalah data realisasi APBN, Data 2015 adalah data APBNP

2010-2015 dapat dilihat pada Graik IV.5.8.

Pada tahun 2015, daerah yang mendapatkan alokasi DAK terbesar secara berurutan adalah daerah-daerah se-Provinsi Papua, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Aceh, dan Provinsi Jawa Tengah. Sementara itu, daerah yang mendapatkan alokasi terkecil secara berurutan adalah Provinsi DKI Jakarta, daerah-daerah di Provinsi Kalimantan Utara, Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Kalimantan Timur. Alokasi DAK tahun 2014 dan 2015 untuk daerah per wilayah provinsi disajikan pada Graik IV.5.9.

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 IV.5-11

Bagian IV Dana Desa Tahun 2010-2015

GRAFIK IV.5.9 PETA DANA ALOKASI KHUSUS SE-PROVINSI DI INDONESIA, TAHUN 2014-2015

h) ia p

4.000,00 r R u ia

3.000,00 il (M

Akumulasi jumlah dana yang dialokasikan untuk Provinsi dan Kab/Kota di Provinsi yang bersangkutan, 2014 2015 berdasarkan realisasi APBN 2014 dan APBNP tahun 2015. Sumber : Kementerian Keuangan