Tr ansfer ke D aer ah

5.1.1 Tr ansfer ke D aer ah

Transfer ke Daerah dibagi dalam 3 komponen, yaitu: (1) Dana Perimbangan; (2) Dana Insentif Daerah; serta (3) Dana Otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan D.I . Yogyakarta. Anggaran Transfer ke Daerah dalam RAPBN tahun 2016 yang direncanakan sebesar Rp735.219,7 miliar atau meningkat 14,2 persen dari pagunya dalam APBNP tahun 2015 dan perkiraan realisasi tahun 2015. Peningkatan tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan Dana Transfer Khusus yang bertujuan mendukung pelaksanaan Nawa Cita, khususnya cita ketiga, kelima, keenam, dan ketujuh.

5.1.1.1 D an a Per im bangan

Sejalan dengan arah kebijakan Dana Perimbangan, yaitu untuk mengurangi ketimpangan

I I.5-4 Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-4 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

sumber pendanaan antara pusat dan daerah (ver tical imbalance), dan antardaerah (hor izontal

i mbalance), ser t a mengur angi kesenj angan l ayanan publ i k ant ar daer ah, maka untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, pada RAPBN tahun 2016 akan dialokasikan Dana Perimbangan sebesar Rp710.767,1 miliar, atau naik 36,2 persen dibandingkan dengan pagunya dalam APBNP tahun 2015 dan perkiraan realisasi tahun 2015. Dana Perimbangan tersebut terdiri atas Dana Transfer Umum dan Dana Transfer Khusus.

5.1.1.1.1 D ana Tr ansfer U m um

Dana Transfer Umum merupakan nomenklatur baru yang mulai digunakan dalam RAPBN tahun 2016. Sesuai dengan namanya, Dana Transfer Umum lebih bersifat block gr ant, yang penggunaannya sepenuhnya menjadi kewenangan daerah. Dengan demikian, daerah mempunyai diskresi untuk menggunakan Dana Transfer Umum sesuai dengan kebutuhan dan prioritas daerah, guna mempercepat pembangunan, memperluas akses daerah, meningkatkan kualitas layanan publik, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dana Transfer Umum yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH ) dan DAU direncanakan sebesar Rp495.510,9 miliar dalam tahun 2016.

5.1.1.1.1.1 D ana Bagi H asil

Sesuai ketentuan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan kepada daerah dengan angka persentase tertentu, untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH ini, terdiri atas DBH Pajak, dan DBH Sumber Daya Alam (SDA), yang direncanakan sebesar Rp107.258,0 miliar atau turun 2,5 persen dari pagunya dalam APBNP tahun 2015.

D BH Pajak

DBH Pajak dialokasikan kepada daerah berdasarkan 2 prinsip, yakni: (1) prinsip pembagian ber basis daer ah penghasil (by or i gin); dan (2) pri nsip pembagi an ber dasarkan realisasi penerimaan (based on actual r evenue). Dalam pengalokasian berdasarkan prinsip by or igin, daerah penghasil pajak mendapatkan bagian DBH Pajak yang lebih besar dibanding daerah lain dalam satu provinsi, sedangkan daerah nonpenghasil hanya mendapatkan bagian berdasarkan pemerataan. Sementara itu, pembagian berdasarkan prinsip realisasi (based on actual r evenue), mengandung arti, DBH Pajak disalurkan kepada daerah disesuaikan dengan realisasi Penerimaan Negara Pajak (PNP) dalam tahun anggaran berjalan.

Berdasarkan kedua prinsip pembagian di atas, pada tahun 2016 kebijakan DBH Pajak akan diarahkan pada 4 langkah strategis sebagai berikut:

1. mempercepat pengalokasian DBH Pajak melalui percepatan penyediaan data rencana dan prognosa penerimaan pajak;

2. mempercepat penyelesaian kurang bayar DBH Pajak;

3. membagi penerimaan PBB bagian pusat sebesar 10 persen secara merata kepada seluruh kabupaten/ kota; dan

4. memperluas penggunaan DBH Cukai Hasil Tembakau (CHT), yang semula berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai hanya dapat digunakan untuk mendanai 5 kegiatan utama, yaitu: (1) peningkatan kualitas bahan baku, (2) pembinaan industri, (3) pembinaan lingkungan sosial, (4) sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/ atau (5) pemberantasan barang kena cukai ilegal, menjadi dapat juga digunakan sebagian untuk kegiatan lain sesuai

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-5

Bagi an I I dalam RAPBN Tahun 2016 dan Pr oyeksi Jangka Menengah

dengan prioritas dan kebutuhan daerah (block gr ant) dengan porsi paling banyak 50 persen. DBH Pajak terdiri atas Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) dan Pajak Penghasilan Pasal

25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh Pasal 25/ 29 WPOPDN), Pajak Bumi dan Bangunan Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB-P3), dan CHT. Alokasi DBH Pajak pada RAPBN tahun 2016 secara keseluruhan direncanakan sebesar Rp51.728,2 miliar, termasuk kurang bayar DBH PBB sebesar Rp1.286,5 miliar, atau turun sebesar 4,6 persen bila dibandingkan dengan pagunya dalam APBNP tahun 2015.

D BH Sum ber D aya Alam

DBH SDA merupakan dana yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sama halnya dengan DBH Pajak, DBH SDA juga dibagikan kepada daerah berdasarkan prinsip by or igin dan prinsip based on actual r evenue. Berdasarkan prinsip by or igin, DBH SDA diberikan kepada daerah penghasil lebih besar dibanding daerah nonpenghasil dalam satu provinsi, karena daerah nonpenghasil hanya mendapatkan bagian berdasarkan pemerataan.

Untuk menghitung alokasi DBH SDA kepada daerah penghasil maupun nonpenghasil tersebut, digunakan pagu DBH yang dialokasikan dalam RAPBN berdasar kan rencana PNBP, ser ta ketetapan daerah penghasil dan dasar perhitungan dari kementerian teknis. Dengan demikian, alokasi DBH per daerah yang ditetapkan berdasarkan rencana PNBP dalam RAPBN masih

bersifat sementara. Alokasi DBH per daerah yang bersifat fi nal akan dilakukan setelah diketahui realisasi rampung PNBP, yakni pada akhir tahun anggaran. Untuk itu, guna memberikan hak DBH yang tepat jumlahnya kepada daerah, maka dalam penyaluran DBH akan digunakan prinsip based on actual r evenue, yaitu besaran DBH SDA disalurkan kepada daerah disesuaikan dengan realisasi PNBP tahun anggaran berjalan. Apabila sampai akhir tahun anggaran berjalan realisasi PNBP rampung belum diketahui, maka selisih DBH yang dihitung berdasarkan realisasi

PNBP sampai akhir tahun anggaran dengan DBH yang dihitung berdasarkan realisasi PNBP rampung akan diperhitungkan sebagai kurang bayar/ lebih bayar untuk diselesaikan pada tahun anggaran berikutnya.

Berdasarkan prinsip penghitungan alokasi DBH tersebut, dan dengan mempertimbangkan pelaksanaan DBH tahun-tahun sebelumnya, maka pada tahun 2016 kebijakan DBH SDA diarahkan untuk:

1. memper cepat penetapan alokasi DBH SDA melalui percepatan penyampaian data dari kementerian teknis;

2. menetapkan alokasi DBH SDA secara tepat jumlah sesuai dengan rencana penerimaan berdasarkan potensi daerah penghasil;

3. menyempurnakan sistem penganggaran dan pelaksanaan atas PNBP yang dibagihasilkan ke daerah;

4. meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan DBH SDA;

5. mempercepat penyelesaian penghitungan PNBP SDA yang belum dibagihasilkan dan penyelesaian/ penyaluran kurang bayar DBH SDA; dan

6. menegaskan sifat DBH sebagai dana block gr ant bagi daerah. DBH SDA ter dir i atas: (1) SDA kehutanan, yang meliputi iur an izi n usaha pengusahaan

hutan (I I UPH), pengelolaan sumber daya hutan (PSDH ), dan dana reboisasi (DR); (2) SDA pertambangan mineral dan batu bara, yang meliputi iuran tetap (land-r ent) dan iuran produksi

I I.5-6 Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-6 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

(r oyalty); (3) SDA perikanan; (4) SDA minyak bumi; (5) SDA gas bumi; dan (6) SDA panas bumi. Secara keseluruhan, dalam RAPBN tahun 2016, DBH SDA dianggarkan sebesar Rp55.529,7 miliar, atau turun sebesar 0,5 persen bila dibandingkan dengan pagunya dalam APBNP tahun 2015. Besaran DBH SDA ter sebut sudah termasuk alokasi kur ang bayar DBH SDA tahun sebelumnya sebesar Rp4.262,5 miliar.

5.1.1.1.1.2 D ana Alokasi U m um

DAU merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sesuai ketentuan UU Nomor 33 Tahun 2004, besaran DAU Nasional ditetapkan sekurang-kurangnya 26 persen dari PDN neto.

Penghitungan alokasi DAU kepada daerah dilakukan dengan menggunakan for mula yang terdiri atas alokasi dasar (AD) dan celah fi skal (CF). Alokasi DAU yang dihitung berdasarkan CF merupakan komponen ekualisasi kemampuan keuangan antardaerah, karena CF mencerminkan selisih antara kebutuhan fi skal dengan kapasitas fi skal masing-masing daerah.

Dalam RAPBN tahun 2016, besaran DAU yang dialokasikan kepada provinsi dan kabupaten/ kota dihitung berdasarkan:

1. alokasi dasar (AD), yang dihitung atas dasar jumlah gaji PNSD, mencakup gaji pokok ditambah dengan tunjangan keluarga, dan tunjangan jabatan sesuai dengan peraturan penggajian pegawai negeri sipil serta mempertimbangkan kebijakan terkait penggajian dan kebijakan terkait pengangkatan CPNSD; dan

2. celah fi skal (CF), yaitu selisih antara kebutuhan fi skal dan kapasitas fi skal. Kebutuhan fi skal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan

fungsi layanan dasar umum. Setiap kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum diukur berdasarkan perkalian antara total belanja daerah rata-rata dengan penjumlahan dari perkalian masing-masing bobot variabel dengan I ndeks Jumlah Penduduk, Indeks Luas Wilayah, I ndeks Kemahalan Konstruksi, Indeks Pembangunan Manusia, dan I ndeks Produk Domestik Regional Bruto per Kapita.

• Jumlah penduduk; Jumlah penduduk merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan akan penyediaan layanan

publik di setiap daerah. I ndeks jumlah penduduk dihitung dengan rumus:

• Luas wilayah Luas wilayah merupakan variabel yang mencerminkan kebutuhan atas penyediaan sarana dan

prasarana per satuan wilayah. I ndeks luas wilayah dihitung dengan rumus:

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-7

Bagi an I I dalam RAPBN Tahun 2016 dan Pr oyeksi Jangka Menengah

I ndeks Kemahalan Konstruksi (I KK) IKK merupakan cerminan tingkat kesulitan geografi s yang dinilai berdasarkan tingkat kemahalan

harga prasarana fi sik secara relatif antardaerah. Dengan kata lain IKK adalah angka indeks yang menggambarkan perbandingan tingkat kemahalan konstruksi suatu daerah terhadap daerah

lainnya. I ndeks Kemahalan Konstruksi dihitung dengan rumus:

I KK daer ah

I KK daer ah i =

r at a-r at a I KK secar a nasional

I ndeks Pembangunan M anusia (I PM)

I PM merupakan variabel yang mencerminkan tingkat pencapaian kesejahteraan penduduk atas layanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan. I PM dihitung dengan rumus:

I PM daer ah

I PM daer ah =

r at a-r at a I PM secar a nasional

• Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan cerminan potensi dan aktivitas perekonomian suatu daerah yang dihitung

berdasarkan total seluruh output produk bruto suatu daerah. I ndeks PDRB per kapita dihitung dengan rumus:

Kapasitas fi skal daerah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari:

a. pendapatan asli daerah (PAD);

b. DBH Pajak; dan

c. DBH SDA. Guna memenuhi kebutuhan data dasar untuk perhitungan alokasi DAU, pada tahun 2016

digunakan data sebagai berikut:

1. Gaji PNSD yang didasarkan pada data gaji PNSD tahun 2015 dari Pemerintah Daerah yang dihimpun oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

2. For masi PNSD yang di dasar kan pada dat a for masi PNSD 20 15 dar i Kementer i an Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

3. Jumlah Penduduk yang didasarkan pada data jumlah penduduk tahun 2015 dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

4. Luas Wilayah yang didasarkan pada data luas wilayah darat tahun 2015 dari Kemendagri, dan data luas wilayah perairan/ laut tahun 2015 dari Badan I nformasi Geospasial (BI G).

5. I KK yang didasarkan pada data I KK tahun 2015 dari Badan Pusat Statistik (BPS).

6. I PM yang didasarkan pada data I PM tahun 2014 dari BPS.

7. PDRB per kapita yang didasarkan pada data PDRB tahun 2014 dari BPS, dan jumlah penduduk yang didasarkan pada data jumlah penduduk tahun 2014 dari Kemendagri.

8. Total Belanja Daerah Rata-rata (TBR) yang didasarkan pada data TBR tahun 2014 dari Pemerintah Daerah yang dihimpun oleh Kemenkeu.

I I.5-8 Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-8 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

9. PAD yang didasarkan pada data PAD tahun 2014 dari Pemerintah Daerah yang dihimpun oleh Kemenkeu.

10. DBH Pajak yang didasarkan pada data DBH Pajak tahun 2014 dari Kemenkeu.

11. DBH SDA yang didasarkan pada data DBH SDA tahun 2014 dari Kemenkeu. Ber dasar kan for mulasi dan data dasar yang diper gunakan untuk perhitungan DAU, agar

DAU dapat lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah, dan sekaligus mengurangi ketimpangan fi skal antardaerah ( hor izontal imbalance), kebijakan DAU tahun

2016 diarahkan untuk:

1. Menerapkan formula DAU secara konsisten melalui pembobotan AD, komponen Kebutuhan Fiskal, dan komponen Kapasitas Fiskal.

2. Menetapkan besaran DAU Nasional sebesar 27,7 persen dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto yang ditetapkan dalam APBN, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

3. Meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah (sebagai equalization gr ant) yang ditunjukkan oleh I ndeks Williamson yang paling optimal, melalui pembatasan porsi

alokasi dasar, dan mengevaluasi bobot variabel kebutuhan fi skal dan kapasitas fi skal, dengan arah mengurangi ketimpangan fi skal antardaerah.

4. Menetapkan besaran DAU yang bersifat fi nal (tidak mengalami perubahan), dalam hal terjadi perubahan APBN yang menyebabkan PDN Neto bertambah atau berkurang.

Dalam r angka meni ngkatkan fungsi DAU sebagai equali zati on gr ant , dal am for mul asi perhitungan DAU, proporsi CF diupayakan lebih besar dari AD, dengan membatasi proporsi AD terhadap pagu DAU. Makin kecil peran AD dalam formula DAU, maka makin besar peran formula berdasarkan CF, sehingga DAU memiliki peran besar dalam mengoreksi ketimpangan fi skal antardaerah. Adanya penguatan peran CF dalam formula DAU, dapat menghasilkan tingkat pemerataan yang lebih baik dengan penggunaan tolok ukur kesenjangan fi skal. Adapun proporsi

dan bobot untuk perhitungan DAU 2016 adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel I I .5.3.

T A BL E I I .5 .3

BOBOT V A RI A BEL PEN GH I T U N GA N D A U T A H U N 2 0 16

V A RI A BEL

BOBOT PROV I N SI

KA B./ KOT A

A LOKA SI D A SA R

KEBUTUH AN FISKA L

-IN DEKS JUM LAH PEN DUDUK

2 9 -3 0%

2 9 -3 0%

-IN DEKS LUA S WILAYAH

12 -16%

12 -15%

-IN DEKS IKK

2 6 -2 8%

2 7 -2 9%

-IN DEKS INV ERS IPM

15-19 %

15-19 %

-IN DEKS PDRB

10 -13%

10 -13%

KAPASITAS FISKAL

-DBH PAJ AK

7 0 -10 0 %

6 0 -10 0 %

-DBH SDA

7 0 -10 0 %

6 0 -10 0 %

Su m ber : Kem en t er i an Keuan gan

Dengan memerhatikan arah kebijakan DAU tersebut, dan target pendapatan dalam negeri dalam RAPBN tahun 2016 sebesar Rp1.846.075,5 miliar, dikurangi dengan rencana penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah sebesar Rp444.440,2 miliar, maka besaran PDN neto dalam RAPBN tahun 2016 adalah Rp1.401.635,3 miliar. Penerimaan negara yang dibagihasilkan sebagai pengurang dalam perhitungan PDN neto tersebut terdiri dari penerimaan PPh Pasal 21 dan

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-9

Bagi an I I dalam RAPBN Tahun 2016 dan Pr oyeksi Jangka Menengah

PPh Pasal 25/ 29 WPOPDN sebesar Rp146.200,3 miliar, penerimaan PBB sebesar Rp19.433,7 miliar, penerimaan Cukai H asil Tembakau sebesar Rp148.855,9 miliar, penerimaan SDA Migas sebesar Rp84.822,5 miliar, penerimaan SDA Pertambangan Mineral dan Batubara sebesar Rp40.820,2 miliar, penerimaan SDA Kehutanan sebesar Rp2.929,0 miliar, penerimaan SDA Perikanan sebesar Rp693,0 miliar, dan penerimaan SDA Panas Bumi sebesar Rp685,6 miliar.

Berdasarkan besaran PDN neto tersebut, maka dalam RAPBN tahun 2016, pagu DAU nasional direncanakan sebesar 27,7 persen dari PDN neto, atau mencapai Rp388.253,0 miliar. Jumlah tersebut, secara nominal lebih tinggi Rp35.365,1 miliar jika dibandingkan dengan pagu DAU dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp352.887,8 miliar. Dari pagu DAU dalam RAPBN tahun 2016 tersebut, yang dibagikan untuk provinsi sebesar Rp38.825,3 miliar (10 persen dari total DAU nasional), dan yang dibagikan untuk kabupaten/ kota sebesar Rp349.427,7 miliar (90 persen dari total DAU nasional).

5.1.1.1.2 D ana Tr ansfer K husus

Dana Tr ansfer Khusus mer upakan dana yang ber sumber dar i pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kegiatan tertentu yang menjadi urusan daerah, baik

kegiatan yang bersifat fi sik maupun nonfi sik. Dana Transfer Khusus lebih bersifat specifi c grant yang penggunaannya diarahkan untuk mendanai kegiatan tertentu yang menjadi kebutuhan

daerah dan prioritas nasional, dan/ atau yang merupakan amanat dari peraturan perundang- undangan. Untuk itu, Dana Transfer Khusus yang terdiri atas Dana Alokasi Khusus Fisik dan Dana Alokasi Khusus Nonfi sik direncanakan sebesar Rp215.256,2 miliar. Pada tahun 2016, kebijakan Dana Transfer Khusus diarahkan untuk:

1. Mendukung implementasi Nawa Cita, khususnya cita ketiga: membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI , cita kelima: meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, cita keenam: meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, dan cita ketujuh: kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor domestik.

2. Mendukung percepatan pembangunan infrastruktur publik daerah.

3. Mendukung pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari belanja negara dan anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari belanja negara, dengan tetap menjaga lingkungan hidup dan kehutanan.

4. M engakomodasi usulan kebutuhan dan prioritas daerah dalam mendukung pencapaian prioritas nasional (pr oposal based).

5. Memperkuat kebijakan afi rmasi untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan.

6. Mempercepat pengalihan anggaran belanja K/ L, terutama anggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan, yang mendanai urusan yang sudah menjadi kewenangan daerah, ke DAK.

7. Merealokasi dana transfer lainnya, yaitu dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dana Tunjangan Profesi Gur u (TPG) Guru PNSD, dana Tambahan penghasilan Gur u PNSD (Tamsil), dan dana Proyek Pembangunan Daerah dan Desentralisasi (P2D2) ke Dana Alokasi Khusus Nonfi sik.

5.1.1.1.2.1 D ana Alokasi K husus Fisik

Salah satu perubahan mendasar dari DAK adalah adanya DAK Fisik yang jenis dan ruang lingkupnya difokuskan untuk mendanai beberapa program/ kegiatan yang menjadi kebutuhan

I I.5-10 Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-10 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

daerah dan merupakan prioritas nasional. Prioritas nasional tersebut mencakup bidang-bidang tertentu yang telah dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Program/ kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mendukung prioritas nasional tersebut, disesuaikan dengan usulan daerah dengan mengacu pada pembagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.

Agar alokasi DAK Fi si k sesuai dengan kebutuhan daer ah dan pr ior i tas nasi onal , maka pengalokasiannya dilakukan dengan mekanisme bottom-up, yakni daer ah menyampaikan usulan (pr oposal based) sebagai dasar untuk penentuan alokasi. H al ini berbeda dengan pengalokasiaan DAK pada tahun-tahun sebelumnya yang lebih banyak bersifat top-down, yakni sepenuhnya ditentukan oleh Pemerintah Pusat dengan menggunakan 3 kriteria, yaitu kriteria umum yang terkait dengan kemampuan keuangan daerah, kriteria khusus yang terkait dengan kewilayahan, dan kriteria teknis yang terkait dengan data kebutuhan teknis daerah. Sebaliknya, pengalokasian DAK Fisik pada tahun 2016 dilaksanakan dengan mekanisme pengusulan kegiatan dan kebutuhan pendanaan dari daerah kepada pemerintah pusat. Ada 3 jenis DAK Fisik yang mekanisme pengalokasiannya melalui pr oposal based, yaitu DAK Reguler, DAK I nfrastruktur Publik Daerah, dan DAK Afi rmasi kepada daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan. Adapun mekanisme pengalokasiannya dilakukan melalui 4 tahapan, sebagai berikut:

1. Tahap penyusunan usulan DAK Fisik Penyusunan usulan DAK Fisik dilakukan oleh unit terkait di pemerintah daerah, yang meliputi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, biro/ badan/ dinas yang menangani pengelolaan keuangan dan aset daerah, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang secara teknis terkait dengan program/ kegiatan dari bidang-bidang yang akan didanai DAK Fisik. Program/ kegiatan yang diusulkan oleh daerah setidaknya harus memperhatikan 4 hal, yaitu: per tama, program/ kegiatan yang diusulkan merupakan kewenangan daerah; kedua, program/ kegiatan yang diusulkan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD); ketiga, program/ kegiatan yang diusulkan di luar dari yang didanai belanja APBD murni; keempat, kebutuhan teknis dari program/ kegiatan yang diusulkan harus benar-benar obyektif mencerminkan kebutuhan daerah yang sesungguhnya, terutama kebutuhan untuk mencapai pemenuhan standar pelayanan minimum (SPM). Kelima, program/ kegiatan yang diusulkan harus memerhatikan prioritas daerah dan prioritas nasional.

2. Tahap penyampaian usulan DAK Fisik Usulan DAK Fisik yang telah disiapkan oleh pemerintah daerah, disampaikan kepada pemerintah

pusat melalui Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan kementerian/ lembaga teknis terkait dengan DAK Fisik untuk masing-masing bidang. Rekapitulasi usulan DAK Fisik seluruh bidang disampaikan kepada Kementerian Keuangan dan Bappenas.

3. Tahap verifi kasi dan penilaian usulan DAK Fisik Usulan DAK Fisik yang telah diterima pemerintah pusat diverifi kasi dan dinilai dengan

mempertimbangkan beber apa hal, diantaranya kesesuaian bidang yang diusulkan daerah dengan bidang yang menjadi prioritas nasional, dan kesesuaian program/ kegiatan dan target per bidang/ subbidang yang diusulkan daerah dengan target yang menjadi prioritas nasional. Selanjutnya, berdasarkan data teknis usulan daerah yang telah diverifi kasi dan dinilai tersebut, disusun peta data kebutuhan teknis masing-masing bidang/ subbidang DAK Fisik per daerah secara nasional.

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-11

Bagi an I I dalam RAPBN Tahun 2016 dan Pr oyeksi Jangka Menengah

4. Tahap penghitungan alokasi DAK Fisik Berdasarkan peta data kebutuhan teknis masing-masing bidang/ subbidang DAK Fisik per

daerah secara nasional digunakan sebagai dasar perhitungan alokasi DAK Fisik per daerah. Apabila berdasarkan peta data kebutuhan teknis masing-masing bidang/ -subbidang secara nasional, kebutuhan alokasi DAK Fisik lebih besar dari pagu DAK yang tersedia dalam APBN, maka penentuan alokasi DAK Fisik per bidang per daerah akan disesuaikan dengan ketersediaan pagu DAK dan prioritas nasional. Kebutuhan teknis masing-masing bidang/ subbidang DAK yang belum dapat didanai dari DAK Fisik tahun 2016, akan digunakan sebagai data base untuk pengalokasian DAK Fisik tahun berikutnya.

M elalui mekanisme usul an daer ah dan memper timbangkan pr i or i tas nasional ter sebut, dihar apkan alokasi DAK Fi sik dapat lebi h fokus, tepat al okasi dan sasar an, dan dapat dilaksanakan secara efektif oleh daerah, karena program/ kegiatannya sesuai dengan kebutuhan riil di daerah. Selain alokasi DAK yang fokus dan tepat lokasi dan sasaran, pelaksanaan DAK di daerah merupakan salah satu kunci penting keberhasilan DAK dalam mempercepat pencapaian prioritas nasional dan daerah. Untuk itu, guna meningkatkan efektivitas pelaksanaan DAK, Pemerintah akan melakukan 3 langkah perbaikan kebijakan pelaksanaan DAK Fisik.

Per tama, melakukan per baikan juknis/ juklak. H al ini perlu dilakukan, karena selama ini juknis/ juklak telah menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan DAK di daerah. Berdasarkan permasalahan pelaksanaan DAK yang terjadi selama ini, maka perbaikan juknis/ juklak, antara lain, akan dilakukan melalui: (1) penentuan menu kegiatan dalam juknis/ juklak harus disesuaikan dengan kegiatan yang diusulkan daerah dan disetujui K/ L terkait; (2) ketentuan pelaksanaan kegiatan yang diatur dalam juknis/ juklak harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (3) penetapan juknis/ juklak dilakukan paling lambat 7 hari kerja setelah alokasi DAK Fisik per daerah ditetapkan dalam Perpres tentang Rincian APBN; dan (4) masa berlaku juknis/ juklak minimal 3 tahun, sehingga K/ L tidak harus setiap tahun menerbitkan juknis/ juklak baru. Apabila ada tambahan subbidang atau kegiatan baru, K/ L cukup menerbitkan juknis/ juklak tambahan pada tahun anggaran yang bersangkutan.

Kedua, melakukan perubahan ketentuan dana pendamping. Hal ini perlu dilakukan, mengingat selama ini dana pendamping kurang efektif untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan DAK. Sebaliknya, beberapa daerah justru mengalami kesulitan untuk menyediakan dana pendamping sebesar 10 persen dari DAK yang diterimanya. Terlebih lagi dengan adanya alokasi DAK yang makin besar pada tahun 2016, kemungkinan semakin memberatkan APBD sehingga berdampak pada pelaksanaan DAK. Untuk itu, agar pelaksanaan kegiatan DAK dapat berjalan efektif, pada tahun 2016 daerah tidak perlu menyediakan dana pendamping atas alokasi DAK yang diberikan kepada daerah yang bersangkutan.

Ketiga, perbaikan sistem pelaporan. H al ini perlu dilakukan mengingat sistem pelaporan DAK selama ini belum berjalan dengan baik, dan cukup membebani daerah. Untuk itu, akan diterapkan sistem pelaporan yang sederhana, mudah, cepat, akurat, dan dapat digunakan oleh seluruh K/ L yang terkait dengan DAK. Pemerintah daerah cukup menyampaikan satu laporan DAK ke pemerintah pusat, dan laporan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pelaksanaan penyaluran, pengendalian kegiatan, dan monitoring output kegiatan masing-masing bidang/ subbidang DAK. Untuk mempermudah dan mempercepat penyampaian laporan, digunakan sistem pelaporan yang berbasis w eb (w eb based r epor ting system/ WBRS).

I I.5-12 Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-12 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

Keempat, perbaikan monitoring dan evaluasi, agar dapat memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan DAK berjalan sesuai dengan juknis/ juklak, dan dapat menghasilkan output sesuai dengan target nasional per bidang. Sistem monitoring dan evaluasi juga akan diarahkan untuk dapat mendeteksi secara cepat permasalahan pelaksanaan DAK di daerah, sehingga pemerintah pusat dapat melakukan langkah-langkah terobosan untuk mengatasi permasalahan tersebut pada tahun anggaran berjalan.

D AK Reguler

Salah satu aspek yang dilakukan dalam rangka penguatan DAK adalah melalui penyederhanaan bidang DAK. Pada tahun 2016, bidang DAK reguler mencakup 10 bidang, atau lebih sedikit dibandingkan tahun 2015 yang mencakup 14 bidang. Penyederhanaan ini dimaksudkan agar DAK bisa lebih fokus untuk mendanai kegiatan bidang tertentu, sehingga kegiatannya tuntas dalam 1 (satu) tahun anggaran, dan dapat menghasilkan output yang langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Penetapan alokasi DAK reguler tersebut disesuaikan dengan sasaran prioritas dari 3 dimensi pembangunan yang dituangkan dalam RKP, yaitu:

a. Dimensi Pembangunan M anusia meliputi: (1) bidang pendidikan; (2) bidang kesehatan dan keluarga berencana; dan (3) bidang infrastruktur perumahan, pemukiman, air minum dan sanitasi,

b. Dimensi Sektor Unggulan mencakup: (1) bidang kedaulatan pangan, termasuk pertanian dan irigasi; (2) bidang energi skala kecil; (3) bidang kelautan dan perikanan; dan (4) bidang lingkungan hidup dan kehutanan,

c. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan mencakup: (1) transportasi, termasuk jalan dan moda transportasi lainnya; (2) sarana perdagangan, industri kecil dan menengah, dan pariwisata; serta (3) prasarana pemerintahan daerah.

Arah kebijakan, sasaran dan lingkup kegiatan dari masing-masing bidang DAK Reguler tahun 2016 adalah sebagai berikut.

1. Bidang Pendidikan

Kebi jakan DAK Pendidi kan diar ahkan untuk memfasi litasi pemer intahan daer ah dalam menyediakan sarana dan prasarana pendidikan agar secara bertahap dapat memenuhi SPM, ketersediaan/ keterjaminan akses, dan mutu layanan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, yakni pada satuan pendidikan SD Negeri, SM P Negeri, dan SM A/ SM K Negeri. Adapun lingkup kegiatan yang didanai dari DAK Pendidikan tersebut, terdiri atas:

a. Subbidang Pendidikan Dasar SD/ SDLB, meliputi: (1) rehabilitasi r uang belajar beserta perabotnya; (2) pembangunan ruang kelas baru beserta perabotnya; (3) pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya; (4) pembangunan dan/ atau rehabilitasi ruang guru beserta perabotnya; (5) pembangunan dan/ atau rehabilitasi jamban siswa/ guru; (6) pembangunan rumah dinas/ mess guru di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar; dan (7) penyediaan peralatan/ media pendidikan dan/ atau koleksi perpustakaan.

b. Subbi dang Pendi di kan Dasar SM P/ SM PLB, meli put i : (1) r ehabi l i t asi r uang bel aj ar minimal rusak sedang beserta perabotannya; (2) pembangunan ruang kelas baru beserta perabotnya; (3) pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya; (4) pembangunan ruang laboratorium I PA beserta perabotnya; (5) pembangunan ruang l aboratorium bahasa beserta perabotnya; (6) pembangunan ruang laboratorium komputer beserta perabotnya;

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-13

Bagi an I I dalam RAPBN Tahun 2016 dan Pr oyeksi Jangka Menengah

(7) pembangunan dan/ atau rehabilitasi jamban siswa/ guru; (8) pembangunan dan/ atau rehabilitasi ruang kantor guru beserta perabotnya; (9) pembangunan asrama murid/ rumah dinas/ mess guru di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar; dan (10) penyediaan peralatan/ media pendidikan dan/ atau koleksi perpustakaan.

c. Subbidang Pendidikan Menengah SMA, meliputi: (1) rehabilitasi ruang belajar SM A beserta perabotnya; (2) pembangunan ruang kelas baru SM A beserta perabotnya; (3) pembangunan per pustakaan SM A beser ta per abotnya; (4) pembangunan labor ator ium SM A beser ta per abotnya; (5) pembangunan asrama siswa dan/ atau rumah dinas gur u SM A beserta perabotnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar; (6) pembangunan/ rehabilitasi ruang penunjang pembelajaran SMA beserta perabotnya (administrasi perkantoran, ruang guru, dan sanitasi siswa/ guru); (7) pengadaan peralatan laboratorium SMA; (8) pengadaan peralatan olah raga dan/ atau kesenian SMA; dan (9) pengadaan buku/ materi referensi dan/ atau media pembelajaran SMA.

d. Subbidang Pendidikan Menengah SMK, meliputi: (1) rehabilitasi ruang belajar SM K beserta perabotnya; (2) pembangunan ruang kelas baru SMK beserta perabotnya; (3) pembangunan per pustakaan SM K beserta per abotnya; (4) pembangunan laboratori um SM K beser ta perabotnya; (5) pembangunan asrama siswa SM K dan/ atau rumah guru SM K beser ta perabotnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar; (6) pembangunan/ rehabilitasi ruang penunjang pembelajaran SM K beserta perabotnya (administrasi perkantoran, ruang guru, dan sanitasi siswa/ guru); (7) pembangunan ruang praktik siswa SM K beserta perabotnya; (8) pengadaan peralatan laboratorium SMK; (9) pengadaan peralatan praktik SMK; (10) pengadaan sarana olah raga dan/ atau kesenian SM K; dan (11) pengadaan buku/ materi referensi dan/ atau media pembelajaran SM K.

2. Bidang Kesehatan dan K eluar ga Ber encana

Kebi j akan DAK Kesehat an dan Keluar ga Ber encana (KB) tahun 2016 diar ahkan unt uk mendukung pencapaian sasaran pembangunan bidang kesehatan, kependudukan, dan KB, melalui:

a. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan serta pelayanan kefarmasian dalam rangka mendukung Program I ndonesia Sehat (Paradigma Sehat, Pelayanan Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional) untuk meningkatkan derajat kesehatan masyar akat, status gizi masyar akat, dan pemerataan pelayanan kesehatan, terutama di daerah tertinggal/ terpencil/ sangat terpencil/ perbatasan/ kepulauan.

b. Peni ngkatan kei kut ser taan KB melalui peni ngkatan pel ayanan KB yang ber kuali tas dan merata, dan peningkatan advokasi, komunikasi, informasi dan edukasi (KI E), dan penggerakan KB, terutama pada target pasangan usia subur muda dan parintas rendah, serta wilayah yang padat penduduk dan daerah terpencil/ sangat terpencil/ tertinggal/ perbatasan/ kepulauan.

Lingkup kegiatan DAK Kesehatan dan KB adalah:

a. Subbidang Pelayanan Kesehatan Dasar , meli puti : (1) pembangunan puskesmas bar u/ r ehabili tasi sedang dan ber at bangunan puskesmas/ peningkatan dan pengembangan puskesmas; (2) penyediaan alat kesehatan/ penunjang di puskesmas; dan (3) penyediaan puskesmas keliling perairan/ roda 4/ roda 2 dan ambulan.

I I.5-14 Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-14 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

b. Subbidang Pelayanan Kesehatan Rujukan, meliputi: (1) pembangunan Rumah Sakit (RS) baru dan pemenuhan sarana dan prasarana serta peralatan untuk ruang operasi dan ruang intensif; (2) peningkatan tempat tidur kelas I I I RS; (3) pembangunan/ renovasi dan pemenuhan peralatan Unit Transfusi Darah (UTD) di RS dan pembangunan/ pengadaan peralatan Bank Darah RS; dan (4) pemenuhan sarana dan prasarana Instalasi Ster ilisasi Sentr al RS/ I nstalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) RS/ Pengolahan Limbah Padat RS.

c. Subbidang Pelayanan Kefarmasian, meliputi: (1) penyediaan obat dan perbekalan kesehatan di kabupaten/ kota untuk Puskesmas; dan (2) pembangunan baru/ rehabilitasi dan/ atau pengadaan sarana pendukung instalasi farmasi (I F) di provinsi dan kabupaten/ kota.

d. Subbidang KB, meliputi: (1) pemenuhan sarana dan prasarana pelayanan KB di Klinik KB (pelayanan KB statis) dan pelayanan KB Keliling (pelayanan KB mobile); dan (2) pemenuhan sarana dan prasarana penyuluhan dan penggerakan KB.

3. Bidang I nfr astr uktur Per um ahan Pem ukim an, Air M inum , dan Sanitasi

Kebijakan DAK I nfrastruktur Perumahan Pemukiman, Air Minum, dan Sanitasi tahun 2016 diarahkan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana perumahan dan kawasan permukiman, meliputi penyediaan perumahan, serta air minum dan sanitasi yang layak dan terjangkau guna meningkatkan standar hidup. Lingkup kegiatannya terdiri atas:

a. Subbidang I nfrastr uktur Perumahan Pemukiman, meliputi peningkatan kualitas rumah swadaya (ti dak layak huni) yang mencakup komponen atap, lantai, dan dindi ng bagi masyarakat berpenghasilan rendah di daerah tertinggal, perbatasan, serta kawasan pulau- pulau kecil dan terluar.

b. Subbidang I nfr astr ukt ur Ai r M i num, meli puti : (1) pembangunan jar ingan di str i busi sampai pipa tersier yang menjadi bagian dari kewajiban pemerintah kabupaten/ kota; dan (2) perluasan dan peningkatan sambungan rumah perpipaan bagi masyarakat miskin di kabupaten/ kota yang memiliki kapasitas yang belum terpakai secara maksimal.

c. Subbidang Infrastruktur Sanitasi, meliputi: (1) peningkatan akses melalui sambungan rumah; dan (2) peningkatan sarana dan prasarana sistem setempat (on-site) berupa perningkatan kualitas septic tank individu.

4 . Bidang Kedaulatan Pangan

Kebijakan DAK Kedaulatan Pangan diarahkan untuk pemantapan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan dengan meningkatkan produksi pangan pokok dan stabilisasi harga bahan pangan, melalui ketersedian jaringan irigasi, sumber air, lumbung pangan, bibit/ benih, dan jalan usaha tani (JUT) yang memadai. Adapun lingkup kegiatannya terdiri atas:

a. Subbidang I rigasi, untuk provinsi meliputi rehabilitasi/ peningkatan/ pembangunan jaringan irigasi/ rawa kewenangan pemerintah provinsi yang dalam kondisi rusak. Sedangkan lingkup kegiatan subbidang irigasi kabupaten/ kota ditentukan oleh daerah dalam penggunaan DAK

I nfrastruktur Publik Daerah, namun lokasi kegiatannya harus berbeda, dan tidak boleh tumpang tindih dengan DAK Reguler.

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-15

Bagi an I I dalam RAPBN Tahun 2016 dan Pr oyeksi Jangka Menengah

b. Subbidang Pertanian, untuk daer ah pr ovinsi meliputi : (1) pembangunan/ rehabilitasi/ renovasi Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)/ Balai Diklat Pertanian, Sekolah M enengah Kejur uan Per tani an Pembangunan (SM K-PP) dan penyediaan sar ana pendukung; (2) pembangunan/ rehabilitasi/ renovasi UPTD/ Balai Perbenihan, dan Balai Proteksi Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan Balai Mekanisasi Pertanian serta penyediaan sarana pendukungnya; (3) pembangunan/ rehabilitasi/ renovasi UPTD/ balai/ instalasi perbibitan dan hijauan pakan ternak, laboratorium kesehatan hewan, laboratorium kesehatan masyarakat veteriner, laboratorium pakan dan penyediaan sarana pendukung; dan (4) pembangunan UPTD/ Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB) otoritas kompeten keamanan pangan daerah (OKKP-D) dan penyediaan sarana pendukung.

Sementara itu, lingkup kegiatan untuk daerah kabupaten/ kota meliputi: (1) pengembangan sumber-sumber air yang mencakup: irigasi air tanah, irigasi air permukaan dan dam parit; (2) pembangunan lumbung pangan masyarakat dan lantai jemur; (3) pengembangan JUT; (4) pembangunan/ rehabilitasi/ renovasi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di kecamatan dan penyediaan sarana pendukung penyuluhan; (5) pembangunan/ rehabilitasi/ renovasi UPTD/ balai/ instalasi perbibitan dan hijauan pakan ternak, pusat kesehatan hewan, rumah potong hewan ruminansia reguler, rumah potong hewan unggas dan penyediaan sarana pendukung; (6) pembangunan unit desa mandiri benih; (7) pengembangan unit cadangan pangan daerah; (8) pembangunan embung; dan (9) pengembangan pemasaran pertanian.

5. Bidang Ener gi Skala K ecil

Kebi jakan DAK bidang Ener gi Skala Kecil diar ahkan untuk di ver sifi kasi ener gi, dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber energi terbarukan setempat untuk meningkatkan akses masyarakat pedesaan terhadap energi modern. Lingkup kegiatan DAK Bidang Energi Skala Kecil adalah (1) pembangunan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH ) Off Gr id; (2) perluasan/ peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTM H Off Gr id dan/ atau pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Terpusat Off Gr id; (3) pembangunan PLTS Terpusat Off Gr id dan/ atau PLTS Tersebar; (4) pembangunan PLT Hybr id Surya – Angin; (5) rehabilitasi PLTM H Off Gr id dan/ atau PLTS Terpusat yang rusak; (6) pembangunan instalasi biogas skala rumah tangga; (7) rehabilitasi instalasi biogas; dan (8) penyusunan studi perencanaan pembangunan infrastruktur energi terbarukan.

6 . Bidang Kelautan dan Per ikanan

Kebijakan DAK Kelautan dan Perikanan tahun 2016 diarahkan untuk meningkatkan sarana dan pr asar ana produksi, pengolahan dan pemasar an, pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, pemberdayaan nelayan dan pembudidaya, serta konservasi dan penyuluhan, dalam rangka mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berdaulat, mandiri, dan berkelanjutan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat kelautan dan perikanan.

Lingkup kegiatan DAK Kelautan dan Perikanan untuk provinsi, meliputi: (1) pembangunan dan/ atau rehabilitasi sarana dan prasarana pelabuhan perikanan UPTD provinsi; (2) pembangunan dan/ atau rehabilitasi Balai Benih I kan (BBI) UPTD provinsi; (3) pengembangan sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan; (4) penyediaan sarana dan prasarana kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-pulau kecil; (5) penyediaan prasarana kelautan, pesisir dan pulau-pulau kecil; dan (6) sarana dan prasarana penyuluhan perikanan.

I I.5-16 Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-16 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

Lingkup kegiatan DAK Kelautan dan Perikanan untuk kabupaten/ kota meliputi: (1) pembangunan dan/ atau rehabilitasi sar ana dan prasarana pelabuhan per ikanan UPTD kabupaten/ kota; (2) pembangunan dan/ atau rehabilitasi Balai Benih Ikan (BBI ) UPTD kabupaten/ kota; (3) penyediaan sarana dan prasarana pemberdayaan skala kecil untuk nelayan dan pembudidaya ikan; (4) penyediaan sarana dan prasarana pengolahan dan pemasaran hasil perikanan; dan (5) sarana dan prasarana penyuluhan perikanan.

7. Bidang Lingkungan H idup dan K ehutanan

Kebijakan DAK Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2016 diarahkan untuk : (1) mendukung pencapaian I ndeks Kualitas Lingkungan H idup (I KLH ), (2) mengendalikan pencemar an lingkungan, perubahan iklim, dan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, serta pengendalian kerusakan ekosistem perairan, dan (3) mendorong terbentuk dan beroperasinya kesatuan pengelolaan hutan (KPH ). Khusus untuk kabupaten/ kota yang tidak/ belum memiliki KPH, maka rehabilitasi diselenggarakan melalui reboisasi, pemeliharaan tanaman, pengayaan tanaman, dan penerapan sipil teknis pembuatan bangunan konservasi tanah dan air dilakukan pada lahan kritis yang berada di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan dalam konteks pengembangan hutan rakyat, serta dalam rangka pengembangan hutan kota.

Lingkup kegiatan DAK Lingkungan H idup dan Kehutanan adalah:

a. Subbi dang Li ngkungan H i dup, untuk pr ovi nsi meli puti pengadaan dan pengawasan kualitas lingkungan hidup, melalui penyediaan peralatan sampling, peralatan por table, peralatan sampling bergerak dan tidak bergerak, serta penyediaan peralatan dan media laboratorium. Sedangkan untuk kabupaten/ kota meliputi: (1) pengadaan dan pengawasan kualitas lingkungan hidup; (2) pengendalian pencemaran lingkungan; dan (3) pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup dan pengendalian pencemaran.

b. Subbidang Kehutanan, untuk provinsi meliputi: (1) operasionalisasi kesatuan pemangku hutan produksi (KPH P) dan kesatuan pemangku hutan lindung (KPH L); dan (2) tanaman hutan rakyat (Tahura). Sementara itu, untuk kabupaten/ kota meliputi: (1) operasionalisasi KPHP dan KPHL; (2) kawasan hutan produksi dan hutan lindung di luar KPH P/ KPHL; (3) hutan rakyat; dan (4) hutan kota.

8 . Bidang Tr anspor tasi

Kebijakan DAK Transpor tasi tahun 2016 diarahkan untuk: (1) meningkatkan aksesibilitas masyar akat t er hadap fasi l i t as pel ayanan dasar , akses masyar akat t er hadap fasi l i t as perekonomian, berupa sentra produksi, sentra energi, simpul kemaritiman, pusat pariwisata dan industri; (2) mendukung pengembangan wilayah di daerah tertinggal, terpencil, terluar dan perbatasan yang terintegrasi dalam sistem jaringan transportasi nasional; (3) meningkatkan kualitas pelayanan transportasi; dan (4) mendukung perwujudan tol laut dalam mendukung konektivitas dan sistem logistik.

Lingkup kegiatan DAK Transportasi adalah:

a. Subbidang I nfrastruktur Jalan, untuk provinsi meliputi pemeliharaan berkala, peningkatan struktur, peningkatan kapasitas, dan pembangunan jalan dan jembatan. Untuk kabupaten/ kota, lingkup kegiatan infrastruktur jalan didanai dari DAK I nfrastruktur Publik Daerah.

b. Subbidang Perhubungan, baik provinsi maupun kabupaten/ kota, meliputi (1) keselamatan transportasi yang terdiri atas: pengadaan rambu lalu lintas jalan, marka jalan, pagar pengaman jalan, delineator , alat pemberi isyarat lalu lintas (API LL), paku jalan, cermin tikungan, alat

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-17

Bagi an I I dalam RAPBN Tahun 2016 dan Pr oyeksi Jangka Menengah

pengujian kendaraan bermotor, rute aman selamat sekolah (RASS), implementasi zona selamat sekolah (ZoSS), dan media sosialisasi keselamatan transpor tasi dar at; dan (2) transportasi perkotaan, meliputi penyediaan prasarana angkutan umum perkotaan (halte, papan informasi trayek, dan rambu tambahan).

c. Subbidang Transportasi Perdesaan, meliputi (1) moda transportasi perairan; (2) sarana dan prasarana transportasi darat di kawasan perdesaan; dan (3) dermaga kecil.

9 . Bidang Sar ana Per dagangan, I ndustr i K ecil dan M enengah, dan Par iwisata

Kebijakan DAK Sarana Perdagangan, I ndustri Kecil dan Menengah (IKM), dan Pariwisata tahun 2016 diarahkan untuk: (1) meningkatkan sarana perdagangan yang mendukung pengembangan sistem logistik nasional dan upaya perlindungan konsumen, terutama di daerah yang terbatas sarana perdagangannya, dan daerah tertinggal serta perbatasan; (2) meningkatkan sentra industri kecil dan menengah untuk mendukung pengembangan industri; dan (3) meningkatkan kualitas destinasi pariwisata dan daya saing destinasi, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Lingkup kegiatan DAK Sarana Perdagangan, I KM, dan Pariwisata adalah:

a. Subbidang Sarana Perdagangan, meliputi: (1) pembangunan pasar rakyat; (2) pusat distribusi provinsi (PDP) di setiap provinsi; (3) pengembangan atau perluasan gudang, sistem resi gudang (SRG); dan (4) pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal;

b. Subbidang I ndustri Kecil dan Menengah, meliputi pembangunan dan revitalisasi sentra I KM;

c. Subbidang Pariwisata, meliputi pembangunan sarana-prasarana pariwisata yang mencakup pembangunan amenitas serta aksesibilitas pariwisata dan revitalisasi kawasan pariwisata berupa penataan kawasan pariwisata.

10 . Bidang Pr asar ana Pem er intahan D aer ah

Kebi j akan DAK Bi dang Sar ana Pr asar ana Pemer i ntahan Daer ah di ar ahkan unt uk: (1) meningkatkan kinerja pemerintahan daerah (Pemda) dalam menyelenggarakan pelayanan publik, terutama diprioritaskan untuk daerah otonom baru (DOB), daerah tertinggal, perbatasan, pesisir dan kepulauan yang prasarana pemerintahannya belum layak; dan (2) meningkatkan kinerja Pemda dalam memberikan pelayanan dasar bidang ketenteraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat.

Lingkup kegiatan DAK Prasarana Pemerintahan Daerah adalah:

a. Subbidang Prasarana Pemerintahan Daerah, meliputi (1) konstruksi gedung kantor gubernur/ bupati/ walikota; (2) konstruksi gedung kantor DPRD provinsi/ kabupaten/ kota; dan (3) konstruksi gedung kantor SKPD provinsi/ kabupaten/ kota.

b. Subbidang Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), meliputi (1) konstruksi gedung Satpol PP; (2) konstruksi Pos Pantau Tibum Tranmas; (3) pengadaan kendaraan Dalmas; (4) pengadaan kendaraan patroli; (5) pengadaan kendaraan angkut; (6) pengadaan alat pelindung diri; dan (7) pengadaan alat komunikasi, pada Satpol PP di provinsi/ kabupaten/ kota.

c. Subbidang Pemadam Kebakar an (Damkar), meliputi (1) konstruksi kantor Damkar; (2) konstruksi gudang dan garasi Damkar; (3) konstruksi pos wilayah manajemen kebakaran (WMK); (4) pengadaan kendaraan Damkar; (5) pengadaan kendaraan dan suppor t Damkar; (6) pengadaan alat proteksi petugas Damkar; dan (7) pengadaan alat pertolongan dan penyelamatan korban kebakaran, pada satuan pemadam kebakaran di provinsi/ kabupaten/ kota.

I I.5-18 Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-18 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

Dalam rangka mendukung pendanaan DAK Reguler yang sumber pendanaannya, antar a lain, bersumber dari pengalihan Dana Tugas Pembantuan yang menjadi urusan daerah, perlu dialokasikan DAK pendukung untuk melengkapi pendanaan yang belum dapat dipenuhi secara keseluruhan dari DAK Reguler. Arah penggunaan DAK pendukung, antara lain, untuk Bidang Transportasi, Bidang Kedaulatan Pangan, dan Bidang Permukiman, Air Minum, dan Sanitasi. Seluruh bidang yang didanai dari DAK pendukung akan disesuaikan dengan data teknis, hasil evaluasi, kapasitas, dan kebutuhan daerah yang dikoordinasikan oleh Bappenas, Kemenkeu, dan K/ L teknis terkait.

D AK I nfr astr uktur Publik D aer ah

DAK I nfr astr uktur Publik Daerah dialokasikan kepada kabupaten/ kota untuk membantu memper cepat penyediaan i nfr astr uktur publi k secar a memadai agar dapat mendukung konektivi tas transpor tasi, per baikan pemuki man, peningkatan produksi pertanian, ser ta pengembangan sektor kelautan dan perikanan. Mengingat kondisi dan kebutuhan daerah relatif berbeda, maka daerah diberikan diskresi untuk menentukan bidang infrastuktur tertentu yang akan diprioritaskan untuk didanai dari DAK I nfrastruktur Publik Daerah. Namun, kegiatan yang didanai dari DAK Infrastruktur Publik Daerah tersebut harus merupakan kegiatan yang sudah direncanakan dalam RKPD, bukan kegiatan yang akan didanai dari DAK Reguler dan Belanja APBD murni, dan diharapkan bisa mendukung prioritas nasional. Bidang infrastruktur yang perlu didanai daerah dari DAK I nfrastruktur Publik Daerah, antara lain meliputi jalan/ jembatan, jaringan irigasi, infrastruktur perumahan pemukiman, air minum dan sanitasi, infrastuktur perhubungan, serta infrastruktur kelautan dan perikanan.

Lingkup kegi atan untuk infr astr uktur j alan/ j embatan antar a lai n ber upa pemelihar aan berkala, peningkatan struktur, peningkatan kapasitas, dan pembangunan jalan dan jembatan, masing-masing pada jalan kabupaten/ kota dan jalan strategis daerah. Lingkup kegiatan untuk infrastruktur perhubungan antara lain berupa pembangunan dermaga dan pelabuhan lokal/ pelabuhan pelayaran rakyat. Lingkup kegiatan untuk infrastruktur irigasi, antara lain, berupa rehabilitasi, peningkatan, dan pembangunan jaringan irigasi/ rawa kewenangan pemerintah kabupaten/ kota yang dalam kondisi rusak. Lingkup kegiatan untuk infrastruktur kelautan dan perikanan, antara lain, berupa pembangunan bangunan air pada pangkalan pendaratan ikan dan tempat pelelangan ikan. Sementara itu, lingkup kegiatan untuk infrastruktur perumahan permukiman, air minum dan sanitasi, antara lain, berupa penambahan kapasitas penyediaan air minum untuk perumahan dan kawasan umum, serta sarana pengolahan air limbah.

DAK Afi rmasi

DAK Afi rmasi merupakan tambahan DAK yang dialokasikan khusus kepada daerah yang termasuk dalam kategori daerah tertinggal, perbatasan dengan negara lain, dan kepulauan.

Mengingat kondisi beberapa jenis infrastruktur dasar daerah-daerah tersebut masih tertinggal dibandingkan dengan daerah lain, maka DAK Afi rmasi diarahkan dapat digunakan oleh daerah

tersebut untuk menambah pendanaan bagi pembangunan/ penyediaan infrastruktur tertentu. Jenis infrastruktur yang didanai meliputi (1) infrastruktur air minum dan sanitasi pada Bidang

I nfrastruktur Perumahan, Permukiman, Air M inum dan Sanitasi; (2) infrastruktur irigasi pada Bidang Kedaulatan Pangan; dan (3) infrastruktur jalan dan transportasi perdesaan pada Bidang Transportasi.

Arah kebijakan dan sasaran bidang DAK Afi rmasi tahun 2016 sama dan menjadi satu kesatuan dengan arah kebijakan dan sasaran bidang DAK Reguler tahun 2016, tetapi dengan lingkup kegiatan yang berbeda, yaitu:

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-19

Bagi an I I dalam RAPBN Tahun 2016 dan Pr oyeksi Jangka Menengah

1. Lingkup kegiatan infrastruktur air minum dan sanitasi pada bidang DAK I nfrastruktur Air Minum dan Sanitasi, terdiri atas:

a. Subbidang Infrastruktur Air M inum, meliputi: (1) optimalisasi sistem terbangun untuk meningkatkan cakupan layanan, melalui pembangunan jaringan distribusi sampai pipa tersier; dan perluasan dan peningkatan sambungan rumah (SR) perpipaan bagi masyarakat miskin di kabupaten/ kota yang memiliki kapasitas yang belum terpakai secara maksimal; (2) penambahan kapasitas sistem terpasang melalui pembangunan intake dan komponen sistem penyediaan air minum (SPAM) lainnya sampai SR (untuk SPAM yang sudah mencapai kapasitas produksi maksimal); dan (3) pembangunan SPAM kawasan khusus di kawasan pulau-pulau kecil dan terluar, dengan pembangunan dari unit air baku sampai unit pelayanan (SR).

b. Subbidang I nfrastruktur Sanitasi, meliputi: (1) peningkatan akses melalui sambungan r umah; (2) peningkatan sar ana dan pr asar ana si stem setempat (on-site) berupa perningkatan kualitas septic tank individu; dan (3) pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal di lokasi yang sudah dipicu sanitasi total berbasis masyarakat.

2. Lingkup kegiatan infr astr uktur ir igasi pada bi dang DAK Kedaulatan Pangan meli puti rehabilitasi, peningkatan, dan pembangunan jaringan irigasi/ rawa kewenangan pemerintah kabupaten/ kota yang dalam kondisi rusak.

3. Lingkup kegiatan infrastruktur jalan dan transportasi perdesaan pada DAK Transportasi, meliputi:

a. Subbidang Jalan, meliputi pemeliharaan berkala, peningkatan struktur, peningkatan kapasitas, dan pembangunan jalan dan jembatan, pada jalan kabupaten/ kota dan jalan strategis daerah.

b. Subbidang Transportasi Perdesaan, meliputi: (1) moda transportasi perairan; (2) sarana dan prasarana transportasi darat di kawasan perdesaan; dan (3) dermaga kecil.

Berdasarkan arah kebijakan dan lingkup kegiatan tersebut, secara keseluruhan DAK Fisik dalam RAPBN tahun 2016 direncanakan sebesar Rp91.778,5 miliar. Alokasi DAK Fisik tersebut terdiri atas DAK Reguler sebesar Rp57.566,1 miliar yang dialokasikan kepada provinsi/ kabupaten/ kota; DAK I nfrastruktur Publik Daerah sebesar Rp31.391,7 miliar yang dialokasikan kepada kabupaten/kota; dan DAK Afi rmasi sebesar Rp2.820,7 miliar yang dialokasikan bagi daerah tertinggal, perbatasan dengan negara lain, dan kepulauan.

5.1.1.1.2.2 Dana Alokasi Khusus Nonfi sik

Dana Alokasi Khusus Nonfi sik pada dasarnya merupakan perubahan nomenklatur dari Dana Transfer Lainnya pada postur Transfer ke Daerah tahun 2015, yaitu dana yang dialokasikan untuk

membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada tahun 2016, DAK Nonfi sik terdiri atas dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS), dana Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (BOP PAUD), dana Tunjangan Profesi Guru PNSD, dana Tambahan Penghasilan Gur u PNSD, dana Pr oyek Pemer intah Daer ah dan Desentralisasi (P2D2), dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana (BOKB), serta dana Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dan Ketenagakerjaan. DAK nonfi sik dalam tahun 2016 direncanakan sebesar Rp123.477,7 miliar.

I I.5-20 Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-20 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

D ana Bantuan Oper asional Sekolah

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal

34 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengamanatkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Penyelenggaraan pendidikan tersebut, sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, merupakan urusan daerah, baik provinsi maupun kabupaten/ kota. Untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan tersebut, sebagaimana telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, pada tahun 2016 akan dialokasikan dana BOS. Namun, pengalokasian BOS tahun 2016 berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun-tahun sebelumnya, BOS merupakan bagian dari pos Transfer Lainnya dan hanya mencakup BOS untuk SD/ SDLB dan SMP/ SMPLB, sedangkan pada tahun 2016, BOS merupakan bagian dari DAK Nonfi sik, dan cakupannya diperluas lagi bukan hanya BOS untuk SD/ SDLB dan SMP/ SM PLB, namun juga termasuk BOS untuk SMA/ SM K, yang sebelumnya dikelola langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui anggaran dekonsentrasi.

Dana BOS dialokasikan kepada provinsi, dan mekanisme penyalurannya akan dilakukan dari rekening kas umum negara (RKUN) ke rekening kas umum daerah (RKUD) provinsi, untuk selanjutnya disalurkan ke sekolah-sekolah melalui mekanisme hibah. Alokasi BOS dihitung berdasarkan jumlah siswa per sekolah, dan satuan biaya BOS satuan pendidikan. Dana BOS, terutama digunakan untuk mendanai biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah, sebagai pelaksanaan program wajib belajar, dan dimungkinkan untuk mendanai beberapa kegiatan lain sesuai petunjuk teknis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Pemberian dana BOS bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu, dan meringankan beban biaya bagi siswa yang lain, sehingga memperoleh layanan pendidikan yang lebih bermutu dalam rangka penuntasan wajib belajar duabelas tahun. Untuk meningkatkan efektivitas penggunaan dana BOS, Pemerintah akan melakukan penguatan sistem monitoring dan evaluasi. Tujuannya adalah guna menghindari ter jadinya penyimpangan penggunaan dana BOS, dan sekaligus memastikan bahwa daerah tidak mengurangi alokasi anggaran untuk penyelenggaraan BOS Daerah (BOSDA).

Anggaran dana BOS dalam RAPBN tahun 2016 direncanakan sebesar Rp42.141,8 miliar, atau meningkat Rp10.843,5 miliar (34,7 persen) dari pagunya dalam APBNP tahun 2015. Anggaran dana BOS tersebut terdiri dari BOS untuk satuan Pendidikan SD/ SDLB sebesar Rp21.252,5 miliar, BOS untuk satuan Pendidikan SM P/ SM PLB sebesar Rp10.042,2 miliar, BOS untuk satuan Pendidikan SMA sebesar Rp5.368,6 miliar, dan BOS untuk satuan Pendidikan SM K sebesar Rp5.268,7 miliar, serta dana cadangan BOS sebesar Rp209,7 miliar.

D ana Bantuan Oper asional Penyelenggar aan Pendidikan Anak U sia D ini

Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan kegiatan pendidikan yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/ atau informal sebelum jenjang pendidikan dasar. PAUD yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal berupa taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain, taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. Sedangkan PAUD yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-21

Bagi an I I dalam RAPBN Tahun 2016 dan Pr oyeksi Jangka Menengah

PAUD memiliki peran penting untuk mendorong tumbuh kembang anak I ndonesia secara optimal, dan menyiapkan mereka untuk memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar (SD)/ madr asah ibtidaiyah (M I ) secara lebih baik. Sehubungan dengan itu, guna mewujudkan keberlangsungan layanan dan peningkatan kualitas layanan PAUD, serta efektivitas penyaluran anggaran dari Pemerintah, mulai tahun 2016 akan dialokasikan dana BOP PAUD melalui anggaran Transfer ke Daerah. Dana BOP PAUD digunakan untuk mendanai kegiatan operasional penyelenggaraan pendidikan sesuai petunjuk teknis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Pada RAPBN tahun 2016, anggaran yang dialokasikan untuk BOP PAUD direncanakan sebesar Rp1.428,3 miliar, yang diar ahkan untuk membantu mendanai kegiatan operasional bagi 158,7 ribu lembaga PAUD, dengan satuan biaya sebesar Rp9,0 juta per lembaga per tahun. Pemanfaatan anggaran BOP PAUD diutamakan untuk biaya operasional penyelenggaraan kegiatan dan proses pembelajaran pada satuan pendidikan, agar dapat mendukung pencapaian angka partisipasi kasar (APK) PAUD sebesar 75,3 persen tahun 2019.

M ekanisme penyaluran BOP PAUD sebagaimana halnya mekanisme penyaluran dana BOS dilakukan melalui pemindahbukuan dana dari RKUN ke RKUD provinsi. Dana BOP PAUD yang telah diterima di RKUD provinsi, selanjutnya disalurkan ke lembaga penyelenggara PAUD melalui mekanisme hibah.

D ana Tunjangan Pr ofesi Gur u PN S D aer ah

Salah satu arah kebijakan pembangunan pendidikan adalah peningkatan profesionalisme guru. Sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan UU Nomor

14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru sebagai tenaga pendidik yang berkedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah pada jalur formal, diwajibkan memiliki kualifi kasi akademik, kompetensi, sertifi kasi pendi di k, sehat jasmani dan r ohani , dan mempunyai kemampuan untuk mewuj udkan tujuan pendidikan nasional. Selain itu, telah diatur juga bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimun dan jaminan kesejahteraan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka setiap tahun anggaran perlu dialokasikan dana Tunjangan Profesi Guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) untuk diberikan kepada guru yang telah

memiliki sertifi kat pendidik dan persyaratan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan. Pemberian tunjangan profesi tersebut, bukan hanya sekedar tambahan penghasilan, namun juga merupakan salah satu bentuk r ew ar d (penghargaan) dari Pemerintah terhadap para guru

yang telah memenuhi kriteria lolos sertifi kasi. Dengan adanya peningkatan kesejahteraan dalam bentuk tunjangan sertifi kasi guru, diharapkan dapat memberikan motivasi yang kuat bagi guru untuk meningkatkan profesionalisme pengajaran bagi peningkatan kualitas pendidikan.

Besaran Tunjangan Profesi Guru PNSD adalah sebesar satu kali gaji pokok guru PNSD yang bersangkutan, sehingga untuk menghitung alokasi Tunjangan Profesi Guru PNSD digunakan data jumlah guru yang telah memiliki sertifi kasi pendidik dan persyaratan lainnya, yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, dikali dengan besaran gaji pokok masing- masing guru PNS yang bersangkutan, tidak termasuk untuk bulan ke-13. Berdasarkan jumlah

guru yang telah memiliki sertifi kasi pendidik dan gaji pokok tersebut, pada RAPBN tahun 2016 Tunjangan Profesi Guru PNSD direncanakan sebesar Rp73.655,8 miliar atau meningkat 4,8 persen dari pagunya dalam APBNP tahun 2015.

I I.5-22 Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-22 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

D ana Tam bahan Penghasilan Gur u PN S D aer ah

Dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan, maka bagi guru PNSD yang belum memiliki sertifi kasi profesi pendidik perlu diberikan tunjangan tersendiri, sebagai tambahan penghasilan. Pemberian tunjangan tambahan ini dimaksudkan agar dapat memacu motivasi bagi guru nonsertifi kasi untuk meningkatkan kualitas pengajaran bagi anak didik. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan bagi Guru PNS, guru nonsertifi kasi diberikan tambahan penghasilan setiap bulan sebesar Rp250.000,0, sehingga berdasarkan data jumlah guru yang belum memiliki sertifi kasi pendidik, pada RAPBN tahun 2016 direncanakan dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD sebesar Rp1.020,5 miliar atau menurun 6,9 persen dari pagunya dalam APBNP tahun 2015. Hal ini sejalan dengan berkurangnya jumlah

guru yang berhak menerima tambahan penghasilan guru, karena sebagian sudah memeroleh sertifi kasi pendidik sehingga mendapatkan tunjangan profesi guru.

D ana Pr oyek Pem er intah D aer ah dan D esentr alisasi

Dana Proyek Pemerintah Daer ah dan Desentralisasi (P2D2) adalah dana yang bersumber dari APBN dan dialokasikan sebagai insentif kepada provinsi, kabupaten, dan kota daerah percontohan Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi berdasarkan hasil verifi kasi keluaran

sesuai dengan perjanjian pinjaman antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Bank Dunia. Verifi kasi keluaran dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap hasil pelaksanaan DAK Bidang I nfrastruktur Jalan, I rigasi, Air M inum, dan Sanitasi. Alokasi dana P2D2 antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas dan pelaporan DAK pada sektor infrastruktur, baik laporan keuangan maupun laporan realisasi fi sik atas kegiatan DAK bidang infrastruktur tersebut.

Adapun daerah percontohan pelaksanaan P2D2 meliputi provinsi, kabupaten, dan kota di

14 wilayah provinsi, yaitu Provinsi Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.

Dalam RAPBN tahun 2016 Dana P2D2 direncanakan sebesar Rp400,0 miliar atau meningkat 301,7 persen dari pagunya dalam APBNP tahun 2015. Peningkatan yang signifi kan ini disebabkan

oleh penambahan daerah yang dijadikan percontohan P2D2, dari 5 provinsi di tahun 2015 menjadi 14 wilayah provinsi dalam RAPBN tahun 2016.

D an a Ban t uan Oper asi on al K eseh at an dan Ban t u an Oper asion al K elu ar ga Ber encana

Bantuan Oper asional Kesehatan (BOK) mer upakan progr am bantuan pemer intah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka mendukung operasional program kesehatan yang dilaksanakan oleh Puskesmas. Dana BOK telah dilaksanakan sejak tahun 2010 melalui anggaran dekonsentrasi pada Kementerian Kesehatan. Selama 6 (enam) tahun pelaksanaan BOK, yaitu tahun 2010 – 2015, BOK telah banyak membantu daerah dalam pencapaian program kesehatan prioritas nasional, khususnya kegiatan promotif preventif sebagai bagian dari upaya kesehatan masyarakat. Dalam tahun 2015, dana BOK difokuskan untuk meningkatkan pencapaian program kesehatan prioritas nasional, khususnya kegiatan berdaya ungkit tinggi untuk mencapai tujuan Millenium Development Goals (M DGs).

Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan BOK, mulai tahun 2016 BOK dialokasikan dan di laksanakan melalui kabupaten/ kota dalam bentuk DAK Nonfisik. Pengalokasian BOK

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-23

Bagi an I I dalam RAPBN Tahun 2016 dan Pr oyeksi Jangka Menengah

kepada kabupaten/ kota tersebut sejalan dengan ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daer ah bahwa penyelenggaraan kesehatan merupakan urusan daerah, baik provinsi maupun kabupaten/ kota. Dana BOK dialokasikan untuk membantu biaya operasional Puskesmas guna meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan bidang kesehatan, khususnya pelayanan di Puskesmas, agar sesuai dengan standar pelayanan minimum (SPM). Tujuannya adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, penurunan angka kematian ibu (AKI ), angka kematian bayi (AKB), malnutrisi, dan perilaku hidup bersih dan sehat. Penggunaan dana BOK oleh Puskesmas untuk program kesehatan prioritas dan program kesehatan lainnya, serta peningkatan manajemen Puskesmas, dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis/ operasional yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Dalam rangka meningkatkan efektivitas penggunaan sumber dana bidang kesehatan dan mendukung pemenuhan anggaran pembangunan kesehatan sebesar 10 persen dari APBD sesuai ketentuan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, penggunaan dana BOK dapat disinergikan dengan pelaksanaan dana kapitasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang sebagian dikelola oleh Puskesmas. Pelaksanaan dana BOK akan dimonitoring dan dievaluasi oleh Kementerian Kesehatan, guna memastikan bahwa proses perencanaan, penganggaran, pengalokasian, penyaluran, dan pelaporan dana BOK dapat dilakukan secara tepat waktu dan tepat sasaran kegiatan.

Alokasi BOK dihitung berdasarkan alokasi dasar dengan memerhatikan jumlah Puskesmas yang mendapat BOK, dan alokasi tambahan yang memertimbangkan: (1) aspek regional; (2) status daerah kabupaten tertinggal dan nontertinggal; (3) indeks yang memengaruhi pelayanan (indeks pengaruh) yang mencakup indeks pelayanan kesehatan masyarakat (I PKM ), jumlah Posyandu, tenaga usaha kesehatan masyarakat (UKM ), dan biaya transportasi masyarakat ke Puskesmas; dan (4) indeks Puskesmas yang memerhitungkan jumlah Puskesmas.

Sem en t ar a i t u, Dana Ban t uan Oper asi onal Kel uar ga Ber en cana (BOK B) di ar ahkan u n t uk m en i n gkat kan k ei ku t ser t aan K B, m el al u i p en i n gkat an ak ses d an k ual i t as pelayanan KB yang mer ata. Peningkatan akses dan kualitas ter sebut di tempuh mel alui peni ngkatan: (1) daya jangkau dan kual itas penyuluhan, pengger akan, dan pembi naan t en aga l i n i l apan gan ; ( 2) kom un i kasi , i n for m asi , dan eduk asi ( K I E) pr ogr am K B; (3) operasional pelayanan KB; dan (4) mekanisme operasional lini lapangan. Sasaran BOKB adalah operasional Balai Penyuluhan Tingkat Kecamatan, sedangkan dukungan operasional distribusi alat dan obat kontrasepsi (Alokon) dari gudang kabupaten/ kota ke fasilitas kesehatan adalah untuk menjaga ketersediaan Alokon, dan menjaga keberlangsungan akseptor KB dalam menggunakan kontrasepsi yang belum terdanai di kabupaten/ kota dan menurunkan angka dr op out yang masih tinggi, yaitu 27,1 persen.

Per hi tungan kebutuhan al okasi Dana BOKB di usulkan oleh BKKBN. Pendanaan untuk operasional balai penyuluhan digunakan untuk mendukung koordinasi lintas sektor, sosialisasi program Kependudukan dan KB Pembangunan Keluarga (KKBPK), pertemuan dengan mitra dan organisasi profesi (bidan desa, tokoh agama, dan mitra kerja lainnya). Dalam tahun 2016, BOKB direncanakan akan mendanai 4.322 balai penyuluhan KB di 431 kabupaten/ kota. Dalam RAPBN tahun 2016, dana BOK dan BOKB direncanakan sebesar Rp4.567,0 miliar.

I I.5-24 Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-24 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

D an a P en i n gk at a n K ap a si t a s K op er a si , U sa h a K eci l d a n M en en ga h , da n Ketenagaker jaan

Dana Peningkatan Kapasitas Koperasi, Usaha Kecil dan M enengah, dan Ketenagaker jaan (PK2, UKM, dan Naker) merupakan program bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Di bidang koperasi dan UKM , program tersebut diarahkan, antara lain, untuk: (1) mener apkan kaidah good gover nance pada penyelenggaraan urusan koper asi dan UKM ; (2) meningkatkan kapasitas penyelenggara koperasi dan UKM ; (3) menerapkan kebijakan koperasi dan UKM yang menyeluruh, terpadu dan merupakan solusi terhadap masalah kota; (4) mengembangkan dan melaksanakan sistem registrasi UKM termasuk melakukan pemutakhiran data setiap tahun; (5) meningkatkan sistem manajemen lembaga pengelola koperasi dan UKM; (6) meningkatkan kinerja jaringan dan akses koperasi dan UKM terhadap modal, teknologi, dan pasar; (7) memfasilitasi pengembangan sumber daya ekonomi lokal; (8) meningkatkan peran masyarakat dan komunitas profesional dalam penyelenggaraan urusan koperasi dan UKM ; dan (9) memenuhi standar pelayanan minimum (SPM ) lainnya urusan wajib koperasi dan UKM . Sementara itu, untuk bidang ketenagakerjaan, program tersebut diarahkan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja atau calon tenaga kerja melalui berbagai kegiatan, antara lain, pelatihan peningkatan mutu dan profesionalitas tenaga kerja. Dalam tahun 2016, dana PK2 UKM dan Naker direncanakan sebesar Rp264,3 miliar.

5.1.1.2 D ana I nsentif D aer ah

Pengalokasian Dana I nsentif Daerah (DI D) dimaksudkan untuk memberikan penghargaan (r ewar d) kepada daerah yang mempunyai kinerja baik dalam upaya pengelolaan keuangan

dan kesehatan fi skal daerah, pelayanan dasar pada masyarakat, peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendorong daerah agar berupaya meningkatkan:

1. kinerja pengelolaan keuangan dan kesehatan fi skal daerah yang ditunjukkan dari perolehan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemda (LKPD), dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tepat waktu;

2. kinerja pelayanan dasar kepada masyarakat, khususnya pelayanan dasar bidang pendidikan dan kesehatan; dan

3. kinerja ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Untuk mendukung efektivitas DID dalam meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan dan

kesehatan fi skal daerah, kinerja pelayanan dasar, serta kinerja ekonomi dan kesejahteraan tersebut, dalam tahun 2016 dilakukan reformulasi kebijakan pengalokasian DI D melalui tiga

perubahan, yaitu: per tama, melakukan perubahan kriteria penilaian kinerja daerah. Semula pada tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya, penilaian terhadap daerah yang mendapatkan DID dilakukan melalui penentuan daerah dan perhitungan alokasi DID, dengan mempertimbangkan kriteria kinerja tertentu, yang terdiri atas kinerja utama, kinerja keuangan, kinerja pendidikan, kinerja ekonomi dan kesejahteraan, dan batas minimum kelulusan kinerja. Sementara itu, untuk tahun 2016, penilaian kinerja daerah dilakukan berdasarkan kriteria tertentu, yang terdiri atas kriteria utama, dan kriteria kinerja. Kriteria utama adalah kriteria yang harus dimiliki oleh suatu daerah sebagai penentu kelayakan daerah penerima, yang terdiri atas:

a. Daerah yang mendapatkan opini WTP atau wajar dengan pengecualian (WDP) dari BPK atas LKPD nya; dan

b. Daerah yang menetapkan Perda APBD tepat waktu.

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-25

Bagi an I I dalam RAPBN Tahun 2016 dan Pr oyeksi Jangka Menengah

Sementara itu, kriteria kinerja adalah kriteria penilaian terhadap kinerja daerah, terdiri atas:

a. Kesehatan Fiskal dan Pengelolaan Keuangan Daerah, meliputi 11 indikator, yaitu:

1) rasio pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan daerah;

2) rasio realisasi pendapatan APBD terhadap target pendapatan APBD;

3) rasio total pendapatan daerah dan penerimaan pembiayaan terhadap total belanja dan pengeluaran pembiayaan;

4) rasio pertumbuhan pendapatan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) terhadap total pendapatan daerah;

5) rasio pendapatan PDRD terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) nonmigas;

6) rasio belanja modal terhadap total belanja APBD;

7) rasio belanja pegawai terhadap total belanja APBD;

8) rasio realisasi belanja APBD terhadap pagu anggaran belanja APBD;

9) rasio ruang fi skal daerah terhadap total pendapatan APBD;

10) rasio Defi sit APBD terhadap total pendapatan APBD; dan

11) rasio SILPA tahun sebelumnya terhadap total belanja APBD.

b. Pelayanan Dasar Publik, meliputi 3 indikator, yaitu:

1) kinerja bidang pendidikan;

2) kinerja bidang kesehatan; dan

3) kinerja bidang pekerjaan umum.

c. Ekonomi dan Kesejahteraan, meliputi 4 indikator, yaitu:

1) tingkat pertumbuhan ekonomi;

2) penurunan tingkat kemiskinan;

3) penurunan tingkat pengangguran; dan

4) pengendalian tingkat infl asi. Kedua, perubahan kriteria dan besaran alokasi minimum bagi daerah yang mempunyai kinerja

tertentu dalam pengelolaan keuangan daerah. Semula pada tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya alokasi minimum sebesar Rp2,0 miliar diberikan kepada daerah yang memperoleh opini WTP dari BPK, dan menetapkan Perda APBD tepat waktu, sedangkan alokasi minimum sebesar Rp3,0 miliar diberikan kepada daerah yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK, menetapkan Perda APBD tepat waktu, dan menyampaikan LKPD kepada BPK tepat waktu. Ketentuan tersebut, di mana besaran alokasi minimum dinaikkan menjadi Rp5,0 miliar dan diberikan hanya bagi daerah yang memperoleh opini WTP dari BPK dan menetapkan Perda APBD tepat waktu.

Ketiga, perubahan ketentuan penggunaan DID. Pada tahun 2015 dan tahun-tahun sebelumnya, DI D digunakan untuk mendanai kegiatan dalam rangka melaksanakan fungsi pendidikan yang menjadi urusan daerah. Sementara itu, pada tahun 2016, penggunaan DI D tidak lagi terikat hanya untuk mendanai fungsi pendidikan, namun juga dapat digunakan untuk mendanai kegiatan lain dalam rangka melaksanakan urusan yang menjadi kewenangan daerah.

Berdasarkan perubahan/ reformulasi DI D tersebut, maka dalam RAPBN tahun 2016, DI D direncanakan sebesar Rp5.000,0 miliar atau meningkat 200,4 persen dari pagunya dalam APBNP tahun 2015. Peningkatan pagu alokasi DI D yang relatif besar tersebut dimaksudkan agar besaran DID yang diterima masing-masing daerah lebih efektif untuk menstimulasi peningkatan kinerja pengelolaan keuangan dan kesehatan fi skal daerah, kinerja pelayanan dasar, dan kinerja ekonomi, serta kesejahteraan daerah.

I I.5-26 Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-26 Nota Keuangan dan RAPBN 2016

5.1.1.3 D ana Otonom i Khusus dan D ana K eistim ewaan D .I . Yogyakar ta 5.1.1.3.1 D ana Otonom i K husus

Sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Pr ovinsi Papua sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001, kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat diberikan Dana Otonomi Khusus, yang besarnya ditetapkan setara dengan 2 persen dari plafon DAU nasional. Dana Otonomi Khusus tersebut dialokasikan sebesar 70 persen untuk Provinsi Papua, dan 30 persen untuk Provinsi Papua Barat yang penggunaannya terutama ditujukan untuk bidang pendidikan dan kesehatan.

Selain itu, sesuai ketentuan Pasal 34 ayat (3) huruf f UU Nomor 21 Tahun 2001 jo. UU nomor

35 Tahun 2008, khusus kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat juga diberikan Dana Tambahan I nfrastruktur. Dana Tambahan I nfrastruktur dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, terutama ditujukan untuk pendanaan pembangunan infr astr uktur , yang besar nya ditetapkan antara pemer i ntah dengan DPR berdasarkan usulan provinsi setiap tahun anggaran. Dalam RAPBN tahun 2016, porsi pembagian Dana Tambahan I nfrastruktur adalah 67 persen untuk Provinsi Papua dan 33 persen untuk Provinsi Papua Barat. Pembagian tersebut didasarkan pada perbandingan beberapa indikator yang mencerminkan kebutuhan pembiayaan infrastruktur untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, yang meliputi indikator jumlah penduduk, luas wilayah, rata-rata indeks kemahalan konstruksi kabupaten/ kota, rata-rata PDRB per kapita kabupaten/ kota, dan jumlah kampung.

Sementara itu, besaran Dana Otonomi Khusus untuk Provinsi Aceh sesuai ketentuan UU Nomor

11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, ditetapkan setara dengan 2 persen dari DAU nasional. Dana Otonomi Khusus tersebut ditujukan untuk mendanai pembangunan, terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan.

Untuk mendukung pel aksanaan undang-undang mengenai otonomi khusus di Pr ovinsi Papua dan Provinsi Papua Barat serta Provinsi Aceh, dalam RAPBN tahun 2016, Pemerintah merencanakan mengalokasikan Dana Otonomi Khusus dan Dana Tambahan I nfrastruktur sebesar Rp18.905,1 miliar atau meningkat 10,5 persen dari pagunya dalam APBNP tahun 2015. Alokasi Dana Otonomi Khusus tersebut, terdiri atas:

1. Dana Otonomi Khusus untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp7.765,1 miliar dengan pembagian Provinsi Papua sebesar Rp5.435,5 miliar dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp2.329,5 miliar; dan

2. Dana Otonomi Khusus untuk Provinsi Aceh sebesar Rp7.765,1 miliar. Sementara Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat direncanakan

sebesar Rp3.375,0 miliar yang terdiri atas Provinsi Papua sebesar Rp2.261,3 miliar dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp1.113,8 miliar.

5.1.1.3.2 D ana K eistim ewaan D .I . Yogyakar ta

Dan a kei st i m ewaan m er upakan dan a yang di al okasi kan dal am r an gka m endukung penyelenggaraan kewenangan keistimewaan Daerah I stimewa Yogyakarta (DI Y) sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah I stimewa Yogyakarta. Kewenangan keistimewaan adalah wewenang tambahan tertentu yang dimiliki oleh DI Y, selain wewenang

Nota Keuangan dan RAPBN 2016 I I.5-27

Bagi an I I dalam RAPBN Tahun 2016 dan Pr oyeksi Jangka Menengah

yang ditentukan dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Wewenang tersebut, meliputi: (1) tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur; (2) kelembagaan Pemerintah Daerah DIY; (3) kebudayaan; (4) pertanahan; dan (5) tata ruang.

Untuk melaksanakan lima kewenangan tersebut, Pemerintah Provinsi DI Y dapat mengajukan usulan kebutuhan dana untuk program/ kegiatan kepada Kementerian Keuangan, Kementerian Per encanaan Pembangunan Nasional/ Badan Per encanaan Pembangunan Nasi onal, dan kementer ian teknis ter kait. Usulan tersebut akan dini lai kelayakannya ber dasarkan: (1) kesesuaian dengan program yang menjadi prioritas nasional; (2) kesesuaian dengan Peraturan

Daerah Istimewa (Perdais); (3) kewajaran nilai program dan kegiatan; (4) asas efi siensi dan efektivitas; dan (5) pelaksanaan Dana Keisti mewaan tahun sebelumnya. H asil peni laian kelayakan usulan dari daerah digunakan sebagai dasar untuk menentukan besaran alokasi Dana Keistimewaan untuk DI Y sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124/ PM K.07/ 2015 tentang Tata Cara Pengalokasian dan Penyaluran Dana

Keistimewaan Daerah I stimewa Yogyakarta dan arah kebijakan Dana Keistimewaan DI Y. Pada tahun 2016, arah kebijakan Dana Keistimewaan DI Y, sebagai berikut:

1. meningkatkan kualitas perencanaan Dana Keistimewaan DI Y;

2. meningkatkan pemantauan dan evaluasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

3. mendorong pelaporan atas pelaksanaan kegiatan oleh Pemerintah Daerah; dan

4. mewujudkan ketepatan penggunaan Dana Keistimewaan DIY dalam rangka mendukung efektivitas penyelenggaraan keistimewaan DIY.

Alokasi anggaran Dana Keistimewaan DIY dalam RAPBN tahun 2016 direncanakan sama dengan APBNP tahun 2015 sebesat Rp547,5 miliar.

Sebagaimana penyaluran Dana Keistimewaan DI Y pada tahun 2015, dalam RAPBN tahun 2016 direncanakan dilakukan dalam 3 (tiga) tahap, dengan rincian sebagai berikut:

1. tahap I disalurkan sebesar 25 persen dari pagu Dana Keistimewaan DI Y,

2. tahap I I disalurkan sebesar 55 persen dari pagu Dana Keistimewaan DI Y setelah Laporan Pencapaian Kinerja tahap I mencapai minimal 80 persen,

3. tahap I I I disalurkan sebesar 20 persen dari pagu Dana Keistimewaan DI Y setelah Laporan Pencapaian Kinerja tahap I dan tahap I I mencapai minimal 80 persen.