Nilai Tukar (Kurs)

2. Jumlah Uang Beredar

Jumlah uang beredar adalah seluruh uang kartal ditambah dengan uang giral yang tersedia untuk digunakan oleh masyarakat. Uang kartal adalah uang tunai yang dikeluarkan pemerintah atau bank sentral (di Indonesia melalui Bank Indonesia) yang langsung di bawah kekuasaan masyarakat (umum) untuk menggunakannya. Sedangkan uang giral adalah seluruh nilai saldo rekening koran (giro) yang dimiliki masyarakat pada bank-bank umum (Boediono, 1993 : 86).

Jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) dapat diformulasikan sebagai berikut (Boediono, 1993):

M 1 = K + D Di mana : M 1 = Uang beredar dalam arti sempit

= Uang kartal (currency)

D = Uang giral (demand deposit)

anggapan bahwa bukan hanya uang tunai dan saldo giro (cek) saja yang dapat digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Uang milik masyarakat yang disimpan di bank dalam bentuk deposito berjangka (time deposits ) atau tabungan juga mempunyai ciri yang mendekati uang tunai yang disebut quasy money atau near money. Sedangkan uang beredar dalam arti luas (broad money) adalah uang beredar dalam arti sempit ditambah dengan uang kuasi (quasy money), yang dirumuskan (Boediono, 1993):

M * s = M 1 + T Di mana : M * s = uang beredar dalam arti luas (broad money)

M 1 = uang beredar dalam arti sempit (narrow money) T = saldo deposito berjangka dan tabungan milik masyarakat pada

Bank.

Dalam keadaan normal, narrow money dan broad money berkembang sejalan satu sama lain sehingga salah satu dapat digunakan untuk

melakukan analisa moneter. Namun dalam keadaan tertentu narrow money mungkin tidak berkembang sejaln dengan perkembangan broad money

seperti yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1970-an. Pada waktu itu broad money meningkat lebih cepat daripada narrow money karena seperti yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1970-an. Pada waktu itu broad money meningkat lebih cepat daripada narrow money karena

Salah satu faktor penting yang menentukan jumlah uang kartal dan uang giral adalah uang inti atau reserve money. Uang inti atau base money atau high powered money adalah saldo rekening koran (giro) milik bank- bank umum atau masyarakt pada Bank Indonesia ditambah dengan uang tunai yang dipegang baik bank-bank umum maupun masyarakat umum. Uang inti dirumuskan sebagai berikut (Boediono, 1993)

Di mana :

B = uang inti K = uang kartal R = cadangan (reserve) bank-bank umum berupa uang tunai dan

saldo rekening koran pada Bank Indonesia

Saldo rekening koran milik masyarakat umum (maupun milik bank lain) pada suatu bank umum bukan merupakan uang inti. Hanya saldo rekening koran pada Bank Indonesia saja yang merupakan uang inti. Gambar berikut akan memperjelas hubungan antara uang inti, uang kartal, uang giral dan cadangan bank.

Gambar 2.2. Hubungan antara uang inti, uang kartal, uang giral, cadangan

bank dan JUB

Sumber: Boediono, 1993

3. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang jangka pendek dengan menggunakan sistem diskonto (Sugiyono,

Uang Inti

Uang yang dikeluarkan

Oleh Bank Sentral

Uang giral

Milik Masyarakat

Cadangan bank

Di bank-bank

Milik bank-bank

Saldo Rek. Koran (giro) Pada Bank Sentral

Saldo Rek. Koran (giro) Pada bank-bank

Di tangan masyarakat

Umum

Uang Kartal

Jumlah Uang Beredar

(OP T) yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia dalam rangka mengendalikan jumlah uang yang beredar dan atau suku bunga.

Sebagai instrumen OPT pada dasarnya penerbitan SBI oleh Bank Indonesia dapat dilakukan baik melalui lelang maupun non lelang. SBI dapat dimiliki oleh bank atau pihak lain yang d itetapkan oleh Bank Indonesia melalui pembelian SBI di pasar perdana. Selain itu, SBI dapat pula diperdagangkan di pasar sekunder dan dipergunakan sebagai agunan.

SBI diterbitkan oleh Bank Indonesia pertama kali pada bulan April 1970. Pada saat itu SBI diterb itkan tanpa melalui lelang dan dimaksudkan untuk mendorong usaha pengerahan dana, sekaligus mendorong perkembangan pasar uang dan pasar modal di Indonesia. SBI yang diterbitkan oleh Bank Indonesia tersebut disalurkan melalui bank pemerintah, bank swasta nasional, dan cabang bank asing serta lembaga non bank. Namun dengan pertimbangan bahwa beberapa bank telah mengeluarkan sertifikat deposito, maka pada bulan September 1971 penerbitan SBI dihentikan.

Pada 1 Februari 1984 Bank Indonesia kembali menerbitkan SBI dengan tujuan yang lebih luas, yaitu:

a. Untuk mendorong perkembangan pasar uang dan pasar modal

b. Sebagai instrumen moneter yang lebih efektif dalam mempengaruhi perkembangan moneter

dimiliki bank. Sejak mulai diterbitkan kembali pada tahun 1984, penentuan tingkat diskonto atau suku bunga didasarkan pada sistem cut-off rate (COR), yaitu tingkat suku bunga SBI yang ditentukan oleh Bank Indonesia sesuai dengan sasaran moneter yang ingin dicapai. Dalam kaitan ini, penerbitan SBI yang saat itu sudah menggunakan sistem lelang hanya ditujukan kepada bank peserta lelang yang d iputuskan memenangkan lelang SBI, yaitu bank-bank yang melakukan penawaran dengan tingkat bunga sesuai atau lebih rendah daripada tingkat bunga yang diinginkan Bank Indonesia. Dalam sistem COR, suku bunga SBI yang ingin dicapai oleh Bank Indonesia tidak diumumkan dan bank-bank bebas untuk melakukan penawaran sesuai dengan perhitungan bank-bank.

Dalam rangka memperbesar ruang gerak dalam mengatur uang beredar, sejak Juni 1993 operasi pengendalian moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia telah mengubah titik berat pengendalian uang beredar dari suku bunga ke sasaran jumlah atau volume. Dalam kaitan in i, sistem lelang SBI sekaligus diubah dari COR ke stop-out rate (SOR) yang lebih menitikberatkan pengendalian uang beredar pada jumlah atau volume, sementara suku bunga merupakan variabel yang dapat berfluktuasi. Dalam sistem SOR in i, sebelum melakukan lelang Bank Indonesia akan mengumumkan sasaran indikatif jumlah atau volume SBI yang akan diterbitkan melalui lelang. Bank Indonesia menetapkan volume lelang

SOR ini adalah penentuan pemenang lelang dengan memperhitungkan tingkat diskonto tertinggi yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai sasaran kuantitas SBI yang akan dijual oleh Bank Indonesia.

Dalam perhitungan diskonto SBI dipergunakan perhitungan murni (true discount) dan pemberian atau pembebanan diskonto diperhitungkan di muka, yaitu pada saat transaksi dilakukan. Rumus perhitungan dilai diskonto murni yang digunakan oleh Bank Indonesia adalah (FX. Sugiyono, 2004):

Nilai diskonto = nilai nominal – nilai tunai

(nilai nominal) x 360

360 + (tingkat diskonto x jangka waktu) Peserta lelang SBI terdiri dari peserta langsung, yaitu bank untuk kepentingannya sendiri dan pialang untuk kepentingan pihak lain, serta peserta tidak langsung, yaitu bank yang mengajukan penawaran melalui pialang. Secara umum tata cara penerbitan SBI melalui lelang tidak mengalami perubahan, kecuali antara lain untuk penetapan jangka waktu, penetapan satuan unit, dan penatausahaannya.

Untuk saat ini, SBI mempunyai 5 (lima) karakteristik utama, yaitu:

a. mempunyai satuan unit tertentu,

b. berjangka waktu tertentu sesuai dengan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia,

c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan system diskonto,

Nilai tunai =

secara elektronis (scripless),

e. dapat diperdagangkan atau dipindahtangankan (negotiable) di pasar

sekunder.

Dalam hubungannya dengan laju inflasi, SBI yang menggunakan sistem diskonto, tingkat suku bunga SBI merupakan instrumen untuk mengendalikan laju inflasi. Suku bunga SBI yang tinggi akan mendorong bank atau orang untuk menanamkan dananya di bank daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang resikonya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan menanamkan uangnya di bank, dalam hal ini dalam bentuk SBI. Suku bunga SBI yang tinggi akan menyedot jumlah uang yang beredar di masyarakat.

4. Impor

Pengertian impor adalah proses pemasukan barang dari luar negeri kedalam wilayah pabean dalam negeri dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Proses pemasukan barang impor itu sendiri dapat melalui udara, darat dan laut yang semuanya harus menyertakan dokumen-dokumen impor yang lengkap dan jelas dari negara asal barang tersebut. (Ruddi, 1994:57)

Impor dapat diartikan sebagai pembelian barang atau jasa dari luar negeri ke dalam negeri dengan perjanjian kerjasama antara dua negara atau lebih. Impor juga dapat didefinisikan sebagai perdagangan dengan cara Impor dapat diartikan sebagai pembelian barang atau jasa dari luar negeri ke dalam negeri dengan perjanjian kerjasama antara dua negara atau lebih. Impor juga dapat didefinisikan sebagai perdagangan dengan cara

Defin isi impor menurut Undang-Undang No 10 tahun 1995 tentang kepabean pasal 1 ayat 14 yaitu yang dimaksud dengan impor adalah kegiatan memasukan barang baru ke dalam daerah pabean. Dari definisi tersebut maka impor menurut UU berhubungan dengan barang/komoditi dan daerah pabean.

a. Kebijakan Tarif Kebijakan tarif adalah kebujakan menentukan tarif bea masuk suatu produk.

b. Kebijakan Non Tarif Kebijakan non tarif adalah segala macam bentuk kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengendalikan impor bukan dengan bea masuk. Contoh: Indonesia pernah melakukan pembatalan khusus melarang impor daging sapi karena adanya isu antrax.

c. Kebijakan Non Tarif dalam bentuk kuota Kuota adalah batasan jumlah volume yang diperkenankan. Kuota impor adalah pembatasan volume barang yang boleh diimpor. Kuota impor dimaksudkan untuk melindungi konsumen dan kepentingan industri dalam negeri. Ada beberapa macam kuota impor, yaitu:

1) Unilateral Quota, yaitu kuota yang ditetapkan secara sepihak oleh suatu negara, tanpa melakukan negosiasi terlebih dahulu.

mengkombinasikan tarif dengan kuota

3) Bilateral Quota, yaitu penetapan kuota atas kesepakatan negara

yang berhubungan.

4) Mixing Quota, yaitu pembatasan impor bahan baku tertentu untuk

melindungi industri dalam negeri. Jadi secara umum impor merupakan proses memasukan barang dan jasa, teknologi, ide dari luar kedalam negeri sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Setiap negara mempunyai kebijaksanaan di bidang impor, kebijaksanaan tersebut dilakukan diantaranya untuk melakukan perlindungan produksi dalam negeri tersebut, untuk menghemat devisa negara tersebut. Seperti diketahui bahwa untuk mengimpor diperlukan alat pembayaran luar negeri berupa devisa. Devisa perlu dihemat agar benar- benar dipergunakan bagi keperluan impor yang sangat diperlukan oleh masyarakat dan pemerintah serta menjamin tersedianya komoditi yang diperlukan oleh negara tersebut. Misalnya suatu produk tidak cukup tersedia oleh produk dalam negeri, pemerintah mengambil kebujakan untuk melonggarkan impor komoditi tersebut. Contohnya Indonesia dalam situasi tertentu menempuh kebijakan dalam mengimpor beras, gula, tepung terigu, kedelai, kapas, gandum, dll kebutuhan negara tersebut.

Pada sub bab ini akan dijelaskan beberapa penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini.

1. Adrangi dan Farokh (1996) melakukan tes kausalitas antara nilai tukar dollar dan return saham di Amerika dan luar negeri. Hasilnya menyatakan bahwa ada hubungan timbal balik yang signifikan untuk jangka pendek dan jangka panjang antara kedua pasar keuangan tersebut.

2. Ajayi dan Mbodja (1996) menyelidiki mengenai hubungan antara saham dan nilai tukar. Hasil penelitian mengatakan ada hubungan timbal balik antara harga saham dan nilai tukar.

3. Siregar dan Rajaguru (2002) meneliti perbandingan antara Base Money and exchange Rate sebagai sumber inflasi yang menyebabkan krisis moneter 1997 dengan Indonesia sebagai obyek utamanhya. Penelitian dengan menggunakan data nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS, Nilai tukar Rupiah terhadap Yen Jepang, uang primer, GDP riil, Tingkat Suku Bunga (SBI) berjangka tiga bulan dan nominal Foreign Exchange Rate ini menyimpulkan bahwa nilai tukar rupiah mempengaruhi inflasi. Hasil ini mengidentifikasikan bahwqa nilai tukar terhadap inflasi di Indonesia cukup dominan. Sehingga pengendalian nilai tukar merupakan salah satu faktor penting dalam mengendalikan inflasi. Piranti yang digunakan untuk mengendalikan nilai tukar tersebut dapat dilakukan melalui suku bunga.

tukar dollar Amerika dan Yen Jepang terhadap nilai tukar Rupiah Indonesia. Penelitian dengan alat analisis Simple OLS Regression ini menyatakan bahwa kontribusi nilai tukar Dollar Amerika dan Yen Jepang hasilnya signifikan terhadap nilai tukar ruoiah Indonesia.