BAB I PENDIDIKAN DALAM FILSAFAT

(1)

BAB I

PENDIDIKAN DALAM FILSAFAT Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan: a. Dapat menjelaskan kembali kelompok ilmu

b. Dapat menjelaskan kembali pengertian ilmu pendidikan.

c. Dapat membedakan ilmu pendidikan dalam bidang kajian filsafat ilmu

1.1. Kelompok Ilmu

Filsafat yang pada mulanya meliputi semua ilmu yang ada pada masa itu, telah berkembang menjadi berbagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Berdasarkan pada sumber, sifat atau karakteristik dan susunannya, orang membuat klasifikasi terhadap ilmu-ilmu yang ada. Menurut pembagian klasik, ilmu dibedakan atas ilmu-ilmu kealaman (natural sciences) dan ilmu-ilmu sosial (social sciences). Di Indonesia berdasarkan Undang-undang pokok pendidikan tentang perguruan tinggi no 22 tahun 1961, Ilmu-ilmu dibagi dalam empat kelompok, yaitu (1) Ilmu agama/krohanian, 2) ilmu kebudayaan, 3) ilmu sosial dan 4) Ilmu eksakta dan teknik.

Pada hakekatnya proses pendidikan bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, melalui


(2)

peningkatan kualitas manusia, yang meliputi kualitas mental spiritual, kualitas fisik dan kualitas intelektual. Dengan demikian hasil dari proses pendidikan yakni manusia yang berkualitas, merupakan pemeran dalam berbagai aktivitas sosial, baik dalam bidang ekonomi, hukum , sosial politik maupun bidang ketatanegaraan. Hal ini menunjukkan adanya kaitan antara ilmu pendidikan dengan ilmu-ilmu sosial. Meskipun demikian tidak berarti bahwa kaitan antara ilmu pendidikan dengan ilmu-ilmu lainnya tidak penting.

Mengapa ilmu kealaman penting untuk dibahas disini?, pertama, ilmu kealaman sangat erat hubungannya dengan teknologi, karena konsep-konsep dalam ilmu kealaman digunakan untuk membuat produk teknologi. Selanjutnya produk teknologi seperti OHP peralatan laboratoriaum, media elektronika seperti radio, televise dan computer banyak digunakan dalam proses pendidikan. Akibatnya teknologi pendidikan berkembang sangat pesat seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Kedua, melalui kegiatan science, seseorang akan berlatih berpikir kritis dan logis untuk menyelesaikan masalah sehari-hari di lingkungannya. Oleh karena itu sejak pendidikan dasar kegiatan science dilatih melalui soal-soal penyelesaian masalah dan pelaksanana kegiatan melakukan eksperiman di laboratorium.


(3)

A. Ilmu Alam

Berikut ini diberikan beberapa pandangan tentang science atau sains yang dapat berarti pengetahuan ilmiah pada umumnya, tertapi dapat pula berarti ilmu yang mempelajari tentang alam saja atau ilmu kealaman. Dengan mencermati pandangan-pandangan ini dapat ditentukan mana yang termasuk ilmu pada umumnya dan mana yang termasuk ilmu kealaman.

Connant dalam science, man and society menyatakan bahwa masyarakat awam memandang science sebagai aktivitas manusia yang bekerja dalam laboratorium yang penemuannya memungkinkan berjalannya industri modern dan pembuatan obat secara besar-besaran. Connan juga mengemukakan bahwa science merupakan serangkaian konsep dan skema konseptual yang dikembangkan sebagai hasil eksperimen dan observasi yang berguna bagi observasi dan eksperimen selanjutnya.

Suppe seorang ahli fisika berpendapat bahwa science adalah pengetahuan tentang alam (natural world) yang di[peroleh dari interaksi indra dengan dunia tersebut.


(4)

Pengetahuan tentang masyarakat dan tingkah laku timbul kemudian, dan dalam perkembangannya ini juga dipelajari menggunakan langkah yang ilmiah pula. Dengan demikian kemudian pengetahuan tentang masyarakat dipandang sebagai ilmu juga.

Sebagai mahluk jasmani dan rohani, mausia memiliki beragai kebutuhan yang kebanyakan harus dilakukan bersama orang lain secara kerjasama. Kebutuhan tersebut disamping kebutuhan biologis juga memerlukan kebutuhan emosional antara lain kasih sayang, pengakuan penghargaan pengertian rasa aman dan aktualisasi diri. Sebagai individu manusia memiliki keinginan, aspirasi dan motivasi. Sebagai mahluk sosial yang memiliki interelasi, interaksi dengan anggota lain dengan masyarakat. Hubungan yang komplek antar individu dan kelompok dibahas dalam studi ilmu sosial yang meliputi sosiologi, ilmu ekonomi, politik, hukum, dan sebagainya.

Dalam pengembangan ilmu-ilmu ini dapat dilakukan penelitian dengan menggunakan eksperimen, namun tidak disaratkan bahwa eksperimen harus dilaksanakan. Bahkan karena susahnya mengontrol variabel dalam penelitian sosial untuk memperoleh data kuantitatif perlu digunakan statistik dengan berbagai persyaratan tertentu dan jumlah sampel yang benar.


(5)

Data kualitatif disamping diperoleh dengan observasi perlu digunakan angket dan/ atau wawancara. Misalnya wawancara harus dilakukan terhadap responden yang mewakili kelompok masyarakat pengunjung puskesmas tertentu untuk mengetahui kualitas pelayanannya kepada para pasien. Sebaliknya model wawancara dan angket tidak dapat digunakan dalam penelitian bidang kimia atau fisika. Jadi ilmiah tidaknya suatu metode tergantung dari sifat atau karakteristik penelitian itu sendiri.

Dalam penelitian bidang sosial meskipun digunakan eksperimen dengan metode kuantitatif, namun observasi perlu harus dilakukan sebagai pengecekan silang. Hal ini disebabkan karena jawaban manusia terhadap pertyanyaan yang diajukan melalui angket atau wawancara tidak sesuai dengan tingkah laku sebenarnya.

Dalam ilmu kealaman dikenal dengan adanya generalisasi dan dalam ilmu sosial pun terjadi generalisasi apabila banyak keadaan menunjukkan sifat/ hal yang sama. Perbedaan atara generalisasi hasil penelitian bidang science dan hasil penelitian bidang ilmu sosial adalah bahwa generalisasi dalam penelitian science sifatnya eksak, sedangkan generalisasi penelitian sosial lebih bersifat kecenderungan. Sebagai contoh, air yang dipanaskan pada suhu 100 derajat


(6)

celscius dan pada tekanan udara 1 atm dimana penelitian itu dilakukan, pasti akan mendidih. Sebaliknya generalisasi hasil penelitian sosial misalnya” kekuasaan itu cenderung kepada korupsi atau power tends to corrupt” menunjukkan bahwa masih mungkin terjadi kekecualian. Hal ini disebabkan karena sukar sekali untuk mendapatkan siatusi yang betul-betul sama di berbagai tempat penelitian.

1.2. Ilmu Pendidikan.

Ilmu Pendidikan merupakan ilmu terapan yang terutama melibatkan psikologi dan sosiologi. Bidang-bidang studi lain seperti fisika, kimia, biologi, matematika, sejarah, ekonomi, bahasa juga dapat terkait dengan ilmu pendidikan dan merupakan ilmu pendidikan bidang-bidang studi tertentu yang biasa dikenal sebagai pendidikan bidang studi saja seperti pendidikan sejarah, pendidikan olahraga, pendidikan ekonomi dan lain-lain.

Dalam ilmu pendidikan dibahas antara lain tentang evaluasi pendidikan, kurikulum, metode dan pendekatan, administrasi pendidikan, bimbingan konseling dan proses belajar mengajar. Dalam proses belajar mengajar terdapat tiga unsur penting yang berkaitan satu dengan yang lain yaitu bahan kajian, guru dan peserta ddiik. Sebelum ilmu pendidikan


(7)

berkembang, para ilmuwan mengkomunkasikan hasil penelitiannya kepada sesama ilmuwan melalui eksplanasi ilmiah. Pada saat itu diberikan sanggahan dan diajukan pertanyaan-pertanyaan melalui diskusi. Hasil penelitian yang merupakan bahan kajian produk sains ini ditransfer pada khalayak termasuk peserta ddidik dan perguruan tinggi. Kegiatan ini merupakan transfer pengetahuan (tranfer of knowlwdge) dari ilmuwan kepaa peserta didik.

Setelah ilmu pendidikan berkembang, tranfer pengetahuan kepada peserta didik dilakukan oleh guru dan merupakan tanggung jawab guru. Dengan demikian kaitan antara ketiga unsur yakni bahan kajian, guru dan peserta didik dalam proses belajar mengajar makin penting. Lee Shulman dari Stanford University menyatakan bahwa pengembangan pengetahuan guru dalam kaitannya dengan pengajaran meliputi tiga kategori yakni bahan kajian (subject matter) pedagogi dan kurikulum (Trowbridge dan Bybee, 1990)

Dari manakah asal istilah pedagogi itu? Pada jaman Yunani dan Romawi kuno seorang budak yang bertugas mengasuh dan mendidika anak disebut dengan istilah pedagogue. Arti istilah ini kemudian berkembang atau diperluas sehingga sorang yang memiliki keahlian mengajar


(8)

disebut pedagogue, dan sejak abad ke 19 pedagogi merupakan ilmu dan seni mengajar.

Adapun bahan kajian (subject matter) atau materi subyek yang harus menjadi pengetahuan guru tidak hanya sekedar informasi dan fakta dari disiplin ilmu tertentu, tetapi juga meliputi struktur substantif dan struktur sintatik dari disiplin ilmu tesebut. Pengetahuan substansial (substantial knowledge) menunjuk pada pemahaman tentang bagaiaman konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip suatu disiplin ilmu itu diatur atau diorganisasikan, sedangkan struktur sintatik disiplin ilmu menunjuk pada cara-cara ilmuwan menentukan kebenaran (truth) dan kekeliruan(falsehood) serta validitas dan invaliditasnya.

Selain itu, guru perlu memiliki pengetahuan tentang pedagogi, yakni bagaimana ia seharusnya dan sebaiknya mengajarkan kosep-konsep yang terdapat pada pokok bahasan tertentu kepada peserta didik. Sebagai contoh pengetahuan pedagogi ialah penggunaan analogi, contoh-contoh, ilustrasi dan demontrasi untuk menjelaskan kepada peserta didik konsep-konsep tertentu. Dengan demikian guru harus memiliki kemampuan meramu dan menyajikan konsep yang dipilih dengan cara-cara yang memudahkan peserta didik memahaminya.


(9)

Dimensi lain dari pengetahuan pedagogi ialah pemahaman tentang apa yang membuat suatu konsep mudah atau sukar dipahai oleh peserta didik, misalnya miskonsepsi apa yang mungkin timbul tentang suatu fenomena. Prakonsepsi apa yang telah dimiliki peseta didik tentang dunia nyata atau lingkungan mereka.

Seorang guru dituntut pula untuk memiliki pengetahuan tentang kurikulum. Hal ini penting agar ia dalam melaksanakan pengajaran berdasarkan tindakan pedagogik yang dipilih juga mengkaitkan konsep-konsep tertentu dengan konsep-konsep lain dari disiplin lain atau dengan fenomena yang telah diketahui oleh peserta didik.

Adapun disiplin pendidikan bidang studi seperti pendidikan fisika, pendidika kimia, pendidkan ekonomi, pendikan bahasa dan lain-lainnya dapat ditinjau dari dua sudut pandang. Pertama dari sudut pandang bidang studi atau disiplin ilmu itu sendiri. Secara keorganisasian profesi, di seluruh dunia, disiplin pendidikan bidang studi tertentu merupakan bagian dari kedisiplinan ilmu yang berkaitan. Sebagai contoh organisasi profesi kimia yakni chemical society mempunyai bagian chemical education yang menangani bidang pendidikan kimia. Di Indonesia organisasi himpunan Kimia Indonesia yang merupakan cabang dari


(10)

International Chemical Society juga mempunyai divisi pendidikan kimia yang membahasa tentang pendidikan kimia di berbagai jenjang pendidikan kimia, termasuk di berbagai jurusan di perguruan tinggi. Kedua, bila ditinjau dari sudut pandang ilmu pendidikan maka pendidikan bidang studi termasuk dalam lingkup ilmu pendidikan dengan bidang kajian yang khas dengan disiplin ilmu tersebut.

Secara filsafati bahasan tentang ilmu pendidikan akan terkait dengan hakekat pendidikan nasioal. UU No 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional mengisyaratkan bahwa pendidikan berusaha menyiapkan individu-individu yang bermoral, berjiwa pancasila, berkepribadian dan berkebudayaan Indonesia disamping mengembangkan segi kognitif individu peserta ddidik tersebut.

Literatur-literatur pendidikan umumnya menyebutkan bahwa pendidikan bertujuan untuk menghasilkan manusia yang dalam perilakunya dinlai baik oleh lingkungannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan nasional merupakan pendidikan yang berusaha membantuk manusia Indonesia seutuhnya dengan mengembangkan segi mental, spiritual dan intelektual seseorang secara seimbang.


(11)

Dalam setiap ilmu dibahas perkembangan ilmu, pengembangan konsep kaitan antar konsep-konsep, pembentukan teori-teori baru melalui penelitian dan lain-lain. Demikian pula untuk setiap ilmu dikembangkan pendekatan dan metodologinya masing-masing yang dikenal dengan istilah logika internal. Akan tetapi hal-hal yang sifatnya mendasar dan pandangan menyeluruh tentang imu tertentu dikaji oleh filsafat ilmu bersangkutan. Pada hakekatnya kajian dalam filsafat ilmu meliputi ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu tersebut.

A. Ontologi.

Ontologi membahas tentang hakekat ilmu, pandangan-pandangan terhadap hakekat ilmu, termasuk pandangan-pandangan terhadap sifat atau ciri ilmu tersebut yang dapat berkembang sesuai perkembangan pemikiran manusia.

Ilmu yang mempelajari alam berkembang lebih awal daripada ilmu yang mempelajari perilaku manusia dan hubungan antar manusia. Dalam perkembangannya para ilmuwan yang mempelajari alam dipengaruhi oleh pandangan penguasa negara dan agama. Mula-mula para ilmuwan tidak bebas mengemukakan pedapat atau menyampaikan hasil penelitiannya. Apabila pandangannya bertentangan dengan


(12)

pandangan dari para filsuf, penguasa atau pemuka agama, ia akan dijatuhi hukuman. Contoh pada abad 16 iyakini oleh para penguasa dan pemimpin gereja di Italia bahwa alam semesta berpusat pada bumi (Geosentris). Matahari, bulan dan bintang bergerak mengelilingi bumi. Panangan ini berasal dari Ptolemaeus (100-178 M), seorang ilmuwan ahli astronomi dan matematika dari Alexandria. Lebih dari 141abad kemudian Copernicus (1473-1543), seorang ahli astronomi Polandia memperkenalkan pendapatnya bahwa pusat alam semesta adalah matahari (Heliosentris). Pandangan ini didukung oleh Galileo Galilei (1564-1642) seorang ahli astronomi dan ahli fisika Italia melalui penelitiannya yang menggunakan teleskop. Karena pandangan Galileo ini dianggap melawan pendapat gereja yang masih menganut teori Ptolemaeus, maka Galileo diasingkan hingga akhir hayatnya.

Ketidakbebasan para ilmuwan mengemukakan hasil penelitiannya membuat kelompok minoritas ini memandang bahwa meneliti dan mengambil kesimpulan secara obyektif ditujukan untuk pengembangan ilmu tanpa menghiraukan aspek nilai dalam masyarakat. Sains merupakan ilmu yang bebas nilai pada waktu itu. Namun setelah PD II berakhir dengan terjadinya pemboman d Hiroshima dan Nagasaki pada bulan Agustus 1945, kecaman masyarakat dunia diarahkan


(13)

pada ilmuwan karena hasil penelitiannya menghancurkan umat manusia. Ilmu secara berangsur-angsur menjadi tidak bebas nilai dan para ilmuwan mulai memikirkan kegunaan produk sains yakni hukum, teori da konsep untuk kebutuhan dan kesejahteraan umat manusia.

Dewasa ini para ilmuwan harus memilih obyek penelitian yang tidak melanggar etika. Misalnya tidak etis untuk meneliti bagaimana bentuk bayi yang dilahirkan dari manusia dengan gorila melalui metode bayi tabung.

B. Epistemologi

Epistemologi secara operasional membahas apa sarana dan bagaimana memperoleh pengetahuan atau ilmu tertentu. Yang terkait dengan epistemologi antara lain adalah logika, filsafat, bahasa, anlisis wacana dan matematika. Pengembangan ilmu dilakukan oleh ilmuwan melalui penelitian ilmiah sebagai sarananya.

Dalam melakukan penelitian ilmiah para ilmuwan berusaha memahami alam dan manusia, termasuk hubungan antar manusia secara obyektif melalui eksplorasi dan argumentasi. Selanjutnya pengembagan ilmu dilakukan melalui pembentukan teori melalui penelitian tersebut.


(14)

Dalam epistemologi dibahas perbedaan paradigma antara peneliti dalam sains dan dalam ilmu sosial. Paradigma penelitian seorang ilmuwan adalah pandangannya tentang penelitian yang memberikan pedoman bagi para ilmuwn tersebut dalam melakukan penelitian-penelitian ilmiahnya. Ada dua paradigma yang merupakan dua kutub yaitu paradigma positivistik atau scientific paradigm dan paradigma naturalistik. Padanan dari scientific paradigm adalah paradigma ilmiah, namun tidak berarti bahwa paradigma yang lain tidak ilmiah. Pra ilmuwan yang memiliki paradigma positivitik yakni yang melakukan penelitian bidang ilmu kealaman memandang realitas sebagai fragmen-fragmen yang mudah diisolasi dari lingkungannya. Yang diteliti merupakan obyek dari peneliti dan tidak ada saling ketergantungan. Di lain pihak para peneliti bidang sosial memiliki paradigma naturalistik, karena fenomena yang dikaji harus bersifat wajar atau alami. Persoalan di masyarakat memiliki multikausal, sangat kompleks dan selalu ada interelasi antar peneliti dengan yang diteliti. Yang diteliti biasanya disebut subyek penelitian bukan obyek penelitian.

Hasil penelitian biasanya dikomunikasikan dan didiskusikan di antara para ahli yang menekuni bidang yang yang sama. Eksplanasi para ilmuwan disebut eksplanasi


(15)

ilmiah. Di samping itu para pendidikan menggunakan hasil penelitian ilmiah untuk dijadikan sains sekolah yang dipilih dan disesuaikan dengan perkembangan intelektual peserta didik. Sain sekolah ini yang kedalamannya berbeda antara jenjang masing-masing sekolah, diolah secara pedagogik oleh guru dan merupakan eksplanasi pedagogik. Adapun persyaratan utama tyang harus diperhatikan oleh guru ialah bahwa eksplanasi pedagogik tidak bertentangan dengan eksplanasi ilmiah. Jadi seorang guru harus mengusai materi yang akan diajarkan dengan baik melalui penyerapan terhadap materi yang dikemukakan oleh para ilmuwan.

C. Aksiologi

Aksiologi membahas manfaat ilmu tertentu. Misalnya ilmu pendidikan yang berkaitan dengan nilai kegunaannya bagi pembelajar dari segala kelompok usia yang diselenggarakan baik alam pendidikan formal maupun nonformal. Revolusi inustri memberi pergeseran dari industri rumah menjadi industri padat modal. Dengan adanya persaingan dalam perdagangan, industri memerlukan saintist untuk melakukan penelitian di laboratorium sebelum hasilnya dilempar ke pasar. Peningkatan kualitas poduk sangat diperlukan untuk dapat memenangkan persaingan. Aksiologi ilmu kemudian


(16)

diarahkan pada proses-proses untuk meningkatkan mutu produk.

Dewasa ini hasil penelitian ilmuwan sangat diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Misalnya penelitian alam bidang kimia menghasilkan bahan untuk membentuk plastik yang dibuat dalam industri. Kebanyakan plastik tidak dapat dimusnahkan kecuali dengan dibakar. Maka terjadilah timbunan sampah plastik. Para ilmuwan kemudian memikirkan bagaimana dapat membuat bahan pembentuk plastik yang dapat dihancurkan oleh mikroorganisme. Untuk menyelesaikan masalah tersebut dilakukan penelitian lagi yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat.

Produk ilmu juga dapat memberikan daya prediksi bagi keperluan masyarakat. Sebagai contoh ilmu ekonomi dalam bentuk teori juga mengemukakan prdiksi atau ramalan. Dengan adaya krisis moneter beberapa waktu yang lalu, dapat diprediksi timbulya pengangguran, inflasi, kenaikan harga dan lain sebagainya. Apabila faktor-faktor penyebab tidak ada, maka dapat diramalkan bahwa gejala yang dicontohkan tadi tidak akan terjadi. Dewasa ini dukungan matematika dalam ilmu ekonomi telah membuat daya prediksi semakin meningkat.


(17)

Daftar Bacaan Utama:

Anna Poedjiadi (1999), Pengantar Filsafat Ilmu Bagi Pendidik, Bandung, Penerbit Yayasan Cendrawasih.


(1)

pandangan dari para filsuf, penguasa atau pemuka agama, ia akan dijatuhi hukuman. Contoh pada abad 16 iyakini oleh para penguasa dan pemimpin gereja di Italia bahwa alam semesta berpusat pada bumi (Geosentris). Matahari, bulan dan bintang bergerak mengelilingi bumi. Panangan ini berasal dari Ptolemaeus (100-178 M), seorang ilmuwan ahli astronomi dan matematika dari Alexandria. Lebih dari 141abad kemudian Copernicus (1473-1543), seorang ahli astronomi Polandia memperkenalkan pendapatnya bahwa pusat alam semesta adalah matahari (Heliosentris). Pandangan ini didukung oleh Galileo Galilei (1564-1642) seorang ahli astronomi dan ahli fisika Italia melalui penelitiannya yang menggunakan teleskop. Karena pandangan Galileo ini dianggap melawan pendapat gereja yang masih menganut teori Ptolemaeus, maka Galileo diasingkan hingga akhir hayatnya.

Ketidakbebasan para ilmuwan mengemukakan hasil penelitiannya membuat kelompok minoritas ini memandang bahwa meneliti dan mengambil kesimpulan secara obyektif ditujukan untuk pengembangan ilmu tanpa menghiraukan aspek nilai dalam masyarakat. Sains merupakan ilmu yang bebas nilai pada waktu itu. Namun setelah PD II berakhir dengan terjadinya pemboman d Hiroshima dan Nagasaki pada bulan Agustus 1945, kecaman masyarakat dunia diarahkan


(2)

pada ilmuwan karena hasil penelitiannya menghancurkan umat manusia. Ilmu secara berangsur-angsur menjadi tidak bebas nilai dan para ilmuwan mulai memikirkan kegunaan produk sains yakni hukum, teori da konsep untuk kebutuhan dan kesejahteraan umat manusia.

Dewasa ini para ilmuwan harus memilih obyek penelitian yang tidak melanggar etika. Misalnya tidak etis untuk meneliti bagaimana bentuk bayi yang dilahirkan dari manusia dengan gorila melalui metode bayi tabung.

B. Epistemologi

Epistemologi secara operasional membahas apa sarana dan bagaimana memperoleh pengetahuan atau ilmu tertentu. Yang terkait dengan epistemologi antara lain adalah logika, filsafat, bahasa, anlisis wacana dan matematika. Pengembangan ilmu dilakukan oleh ilmuwan melalui penelitian ilmiah sebagai sarananya.

Dalam melakukan penelitian ilmiah para ilmuwan berusaha memahami alam dan manusia, termasuk hubungan antar manusia secara obyektif melalui eksplorasi dan argumentasi. Selanjutnya pengembagan ilmu dilakukan melalui pembentukan teori melalui penelitian tersebut.


(3)

Dalam epistemologi dibahas perbedaan paradigma antara peneliti dalam sains dan dalam ilmu sosial. Paradigma penelitian seorang ilmuwan adalah pandangannya tentang penelitian yang memberikan pedoman bagi para ilmuwn tersebut dalam melakukan penelitian-penelitian ilmiahnya. Ada dua paradigma yang merupakan dua kutub yaitu paradigma positivistik atau scientific paradigm dan paradigma naturalistik. Padanan dari scientific paradigm adalah paradigma ilmiah, namun tidak berarti bahwa paradigma yang lain tidak ilmiah. Pra ilmuwan yang memiliki paradigma positivitik yakni yang melakukan penelitian bidang ilmu kealaman memandang realitas sebagai fragmen-fragmen yang mudah diisolasi dari lingkungannya. Yang diteliti merupakan obyek dari peneliti dan tidak ada saling ketergantungan. Di lain pihak para peneliti bidang sosial memiliki paradigma naturalistik, karena fenomena yang dikaji harus bersifat wajar atau alami. Persoalan di masyarakat memiliki multikausal, sangat kompleks dan selalu ada interelasi antar peneliti dengan yang diteliti. Yang diteliti biasanya disebut subyek penelitian bukan obyek penelitian.

Hasil penelitian biasanya dikomunikasikan dan didiskusikan di antara para ahli yang menekuni bidang yang yang sama. Eksplanasi para ilmuwan disebut eksplanasi


(4)

ilmiah. Di samping itu para pendidikan menggunakan hasil penelitian ilmiah untuk dijadikan sains sekolah yang dipilih dan disesuaikan dengan perkembangan intelektual peserta didik. Sain sekolah ini yang kedalamannya berbeda antara jenjang masing-masing sekolah, diolah secara pedagogik oleh guru dan merupakan eksplanasi pedagogik. Adapun persyaratan utama tyang harus diperhatikan oleh guru ialah bahwa eksplanasi pedagogik tidak bertentangan dengan eksplanasi ilmiah. Jadi seorang guru harus mengusai materi yang akan diajarkan dengan baik melalui penyerapan terhadap materi yang dikemukakan oleh para ilmuwan.

C. Aksiologi

Aksiologi membahas manfaat ilmu tertentu. Misalnya ilmu pendidikan yang berkaitan dengan nilai kegunaannya bagi pembelajar dari segala kelompok usia yang diselenggarakan baik alam pendidikan formal maupun nonformal. Revolusi inustri memberi pergeseran dari industri rumah menjadi industri padat modal. Dengan adanya persaingan dalam perdagangan, industri memerlukan saintist untuk melakukan penelitian di laboratorium sebelum hasilnya dilempar ke pasar. Peningkatan kualitas poduk sangat diperlukan untuk dapat memenangkan persaingan. Aksiologi ilmu kemudian


(5)

diarahkan pada proses-proses untuk meningkatkan mutu produk.

Dewasa ini hasil penelitian ilmuwan sangat diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Misalnya penelitian alam bidang kimia menghasilkan bahan untuk membentuk plastik yang dibuat dalam industri. Kebanyakan plastik tidak dapat dimusnahkan kecuali dengan dibakar. Maka terjadilah timbunan sampah plastik. Para ilmuwan kemudian memikirkan bagaimana dapat membuat bahan pembentuk plastik yang dapat dihancurkan oleh mikroorganisme. Untuk menyelesaikan masalah tersebut dilakukan penelitian lagi yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat.

Produk ilmu juga dapat memberikan daya prediksi bagi keperluan masyarakat. Sebagai contoh ilmu ekonomi dalam bentuk teori juga mengemukakan prdiksi atau ramalan. Dengan adaya krisis moneter beberapa waktu yang lalu, dapat diprediksi timbulya pengangguran, inflasi, kenaikan harga dan lain sebagainya. Apabila faktor-faktor penyebab tidak ada, maka dapat diramalkan bahwa gejala yang dicontohkan tadi tidak akan terjadi. Dewasa ini dukungan matematika dalam ilmu ekonomi telah membuat daya prediksi semakin meningkat.


(6)

Daftar Bacaan Utama:

Anna Poedjiadi (1999), Pengantar Filsafat Ilmu Bagi Pendidik, Bandung, Penerbit Yayasan Cendrawasih.