BAB I PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN

(1)

BAB I

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN

A. Pengertian Filsafat

Kat a Filsafat berasal dari bahasa yunani. Kata ini berasal dari kat a philosophia yang berart i cint a ilm u penget ahuan. Terdiri dari philos yang berart i cint a, senang dan suka sert a kata Sophia berart i penget ahuan,hikm ah dan kebijaksanaan (Ali, 1986:7). Hasan Shadily (1984 : 9 ), mengat akan bahw a filsafat m enurut asal kat anya adalah cint a akan kebenaran. Dengan demikian dapat ditarik pengert ian bahw a filsafat adalah cint a pada ilmu penget ahuan at au kebenaran, suka pada hikmah dan kebijaksanaan.

Horold Titus, m engem ukakan pengert ian filsafat sebagai berikut : 1. Filsafat adalah sekum pulan sikap dan kepercayaan t erhadap

kehidupan dan alam yang biasanya dit erim a secara krit is.

2. Filsafat yaitu suatu proses krit ik at au pemikiran t erhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kit a junjung tinggi.

3. Filsafat adalah usaha unt uk m endapat kan gambaran keseluruhan. 4. Filsafat adalah analisis logis dari bahasan dan penjelasan t ent ang art i

konsep.

5. Filsafat adalah sekum pulan problema-problem a yang langsung m endapat perhatian manusia dan dicarikan jaw abannya oleh ahli filsafat (jalaluddin dan Said, 1994:9 ).

Selanjutnya, Imam Barnadib m enjelaskan filsafat sebagai pandangan yang m enyeluruh dan sist em at is. M enyeluruh karena filsafat bukan hanya penget ahuan, m elainkan juga suat u pandangan yang dapat menembus sam pai di balik penget ahuan itu sendiri. Dengan pandangan yang lebih t erbuka ini, hubungan dan pert alian ant ara sem ua unsur yang mengarahkan perhat ian dan kedalam an m engenai kebajikan


(2)

dimungkinkan untuk dapat dit em ukan. Sist emat is, karena filsafat menggunakan berpikir secara sadar, t elit i, dan t erat ur sesuai dengan hukum -hukum yang ada (Imam Barnadib, 1994: 11-12 ). M enurut Harun Nasut ion, filsafat ialah berpikir menurut t at a t ert ib (logika), bebas, (t idak t erikat pada t radisi, dogma, sert a agama dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan (Nasut ion, 1973:24).

Berpikir yang sepert i ini, menurut Jujun S. Suriasumant ri, adalah sebagai karakt erist ik dan berpikir Filosofis. Ia berpandangan bahw a berpikir secara filsafat m erupakan cara berpikir radikal, sist emat is, menyeluruh dan mendasar unt uk sesuat u permasalahan yang m endalam. Begit upun berpikir secara spekulat if disini adalah berpikir dengan cara merenung, m em ikirkan segala sesuat u sedalam -dalamnya, t anpa keharusan adanya kont ak langsung dengan objek sesuat u t ersebut . Tujuannya adalah unt uk m engert i hakikat sesu at u (M uhamm ad Noor Syam . 1986:25).

Karena pem ikiran-pem ikiran yang bersifat filsafat didasarkan at as pemikiran yang bersifat spekulat if, maka nilai-nilai kebenaran yang dihasilkannya juga t ak t erhindarkan dari kebenaran spekulatif. Hasilnya sangat t ergant ung dari pandangan filosof yang bersangkut an.

M engingat dominasi penggunaan nalar manusia dalam berfilsafat , maka kebenaran yang dihasilkannya didasarkan at as penilaian kemam puan maksimal m enurut nalar m anusia.

Dengan dem ikian kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relat ive. Art inya kebenaran itu sendiri selalu m engalam i perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban m anusia. Bagaim anapun , penilaian t ent ang suatu kebenaran yang dianggap benar it u t ergant ung pada ruang dan w akt u. Apa yang diagap benar oleh m asyarakat at au


(3)

bangsa lain, belum t entu akan dinilai sebagai suat u kebenaran oleh masyarakat at au bangsa lain. Sebaliknya, suat u yang dianggap benar oleh masyarakat at au bangsa dalam suatu zaman, akan berbeda pada zaman berikut nya.

Dari uraian di at as Filsafat adalah ilmu penget ahuan komprehensif yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang t imbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalam an m anusia.

B. Pengertian Filsafat Pendidikan

M enurut Al-Syaibany (1979 : 36), filsafat pendidikan adalah akt ivit as pikiran yang t erat ur yang m enjadikan filsafat menjadi sebagai jalan untuk m engat ur, menyelaraskan dan m emadukan proses

pendidikan. Artinya Filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklum at -m aklumat yang diupayakan untuk m encapainya.

Filsafat pendidikan juga bisa didefenisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberat kan pada pelaksanaan prinsip -prinsip dan kepercayaan yang m enjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya mem ecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara prakt is.

M enurut John Dew ey, fisafat pendidikan m erupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundament al, baik yang menyangkut daya pikir (int elekt ual) maupun daya perasaan (em osional), menuju t abiat manusia. Sement ara m enurut Thopm son, filsafat art inya melihat suatu masalah secara t ot al dengan t anpa ada bat as at au implikasinya; ia tidak hanya melihat t ujuan, m et ode at au alat -alat nya, t api juga memiliki dengan seksam a hal-hal yang dimaksud. Keseluruhan masalah yang dipikirkan oleh filosof t ersebut m erupakan suatu upaya unt uk menemukan hakekat m asalah, sedangkana suat u hakekat it u dapat dibakukan m elalui proses kom prom i (Arifin, 1993: 2).


(4)

M enurut Im am Barnadib (1993: 3), filsafat pendidikan m erupakan ilmu yang pada hakikat nya m erupakan jawaban dari pert anyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan baginya filsafat pendidikan merupakan aplikasi suat u analisis filosofis t erhadap bidang pendidikan. Sedangkan menurut seorang ahli filsafat Am erika, Brubachen (Arifin, 1993: 3), filsafat pendidikan adalah sepert i menaruh sebuah keret a didepan seekor kuda, dan filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar t unggal pendidikan. Filsafat pendidikan it u berdiri secara bebas dengan m em peroleh keunt ungan karena punya kait an dengan filsafat um um. Kendat i kait an ini t idak pent ing, t api yang t erjadi ialah, suat u ket erpaduan ant ara pandangan filosofis dengan filsafat pendidikan, karena filsafat sering diart ikan sebagai t eori pendidikan dalam segala t ahap.

Pendidikan adalah upaya mengem bangkan pot ensi-pot ensi manusiaw i pesert a didik baik pot ensi fisik pot ensi cipt a, rasa, m aupun karsanya, agar pot ensi itu m enjadi nyat a dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cit a-cit a kemanusiaan universal. Pendidikan bert ujuan m enyiapkan pribadi dalam keseim bangan, kesat uan. organis, harmonis, dinamis. guna m encapai t ujuan hidup kem anusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi m engenai masalah-masalah pendidikan.

C. Ruang Lingkup Bahasan Filsafat dan Filsafat Pendidikan

Ruang lingkup filsafat adalah sem ua lapangan pemikiran manusia yang komprehensif. Segala sesuat u yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyat a), baik m at erial konkret m aupun nonm at erial (abst rak). Jadi, objek filsafat it u tidak t erbat as (M uhamm ad Noor Syam , 1988:22).

Secara m akro, apa yang m enjadi objek pemikiran filsafat yaitu permasalahan kehidupan m anusia, alam sem est a, dan alam sekit arnya,


(5)

juga merupakan objek pem ikiran filsafat pendidikan. Namun secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:

1. M erum uskan secara t egas sifat hakikat pendidikan (the natureof educat ion);

2. M erum uskan sifat hakikat m anusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the nat ure of m an);

3. M erum uskan secara t egas hubungan ant ara filsafat , filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan;

4. M erum uskan hubungan ant ara filsafat , filsafat pendidikan, dan t eori pendidikan;

5. M erum uskan hubungan ant ara filsafat Negara (ideology), filsafat pendidikan dan polit ik pendidikan (syst em pendidikan);

6. M erum uskan syst em nilai norm a at au isi m oral pendidikan yang m erupakan tujuan pendidikan

Kesimpulannya, yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan adalah sem ua aspek yang berhubungan dengan upaya m anusia untuk mengert i dan m em ahami hakekat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaim ana pelaksanaan pendidikan yang baik dan bagaim ana t ujuan pendidikan itu dapat dicapai sepert i yang dicit a-cit akan.

M emperhat ikan tujuan at au ruang lingkup filsafat yang begit u luas, m aka para ahli pun m embat asi ruang lingkupnya. M enurut Will Durant (Ham dani Ali, 1986:7-8), ruang lingkup studi filsafat itu ada lima: Logika, est et ika, et ika, polit ik, dan met afisika.

Sebagaim ana filsafat umum , filsafat pendidikan juga mem iliki beberapa sumber; ada yang t ampak jelas dan ada yang t idak jelas.


(6)

Sumber-sum ber primer dari filsafat hidup dan filsafat pendidikan : manusia, Sekolah, dan Lingkungan.

M enurut Will Durant (Hamdani Ali, 1986:7-8), ruang lingkup st udi filsafat itu ada lim a: logika, est et ika, et ika, politik dan m et afisika.

1. Logika. St udi m engenai met ode-m et oe ideal m engenai berpikir dan m enelit i dalam melaksanakan observasi, int rospeksi, dedukasi dan induksi, hipot ensis dan analisis eksperim ent al dan lain-lain, yang m erupakan bentuk-bent uk akt ivit as m anusia melalui upaya logika agar bisa dipahami.

2. Est et ika. St udi t ent ang bentuk dan keindahan atau kecant ikan yang sesungguhnya dan merupakan filsafat m engenai kesenian.

3. Et ika. St udi mengenai tingkah laku yang t erpuji yang dianggap sebagai ilmu penget ahuan yang nilainya t inggi. M enurut sacrot es, bahwa et ika sebagai penget ahuan t ent ang baik, buruk, jahat dan m engenai kebijaksanaan hidup.

4. Politik. Suat u studi t ent ang organisasi sosial yang ut ama dan bukan sebagaim ana yang diperkirakan orang, t etapi juga sebagai seni penget ahuan dalam m elaksanakan pekerjaan kantor. Politik m erupakan penget ahuan m engenai organisasi sosial sepert i m onarki, arist okrasi, dem okrasi, sosialism e, markism e, fem inism e, dan lain-lain, sebagai ekspresi act ual filsafat polit ik.

5. M et afisika. Suat u studi mengenai realita t ert inggi dari hakikat semua benda, nyat a dari benda (ontologi) dan dari akal pikiran manusia (ilmu jiwa filsafat ) sert a suat u st udi m engenai hubungan kokoh ant ara pikiran seseorang dan benda dalam proses pengam at an dan penget ahuan (epist em ologi)


(7)

M enurut Im am Barnadib (194:20), filsafat sebagai ilm u yang mempelajari objek dari segi hakikat nya, m em iliki beberapa problem a pokok, ant ara lain: realit a, penget ahuan dan nilai.

1. Realit a, yakni kenyat aan yang selanjut nya m engarah kepada kebenaran, akan m uncul bila orang t elah m am pu mengambil konklusi bahw a penget ahuan yang diperoleh t ersebut m em ang nyat a. Realit a dibagi oleh m at afisika;

2. Penget ahuan, yakni yang m enjaw ab pert anyaan-pert anyaan, m issal apakah penget ahuan, cara m anusia m em peroleh dan menangkap penget ahuan t ersebut , dan jenis-jenis penget ahuan. Penget ahuan dibagi oleh epist emologi;

3. Nilai, yang dipelajari oleh filsafat disebut aksiologi. Pert anyaan-pert anyaan yang dicari jaw abannya, misalnya nilai yang bagaim ana yang diingini m anusia sebagi dasar hidupnya.

Sebagi filsafat umum, filsafat pendidikan m emiliki beberapa sumber; ada yang t anpa jelas dan ada yang t idak jelas.

1. M anusia(people). M anusia kebanyakan mengalam i kesulit an-kesulit an dalam proses kedew asaan at au kem at angan. Hal ini t ent unya m em iliki dam pak yang signifikan bagi keyakinan m anusia sebagai individu. Orang t ua, guru, t eman, saudara kandung, anggot a keluarga, t et angga dan orang lain dalam masyarakat akan m em pengaruhi pem ikiran dan t ingkah laku individu. M acam -macam hubungan dan pengalam an di at as membantu proses pencipt aan sikap dan sist em keyakinannya.

2. Sekolah. Pengalam an seseorang, jenis sekolah, dan guru-guru di dalamnya m erupakan sumber-sum ber pokok filsafat pendidikan. Banyak orang yang t elah memut uskan unt uk berprofesi sebagai guru


(8)

karena mereka m enyenangi sekolah, at au m ungkin karena dipengaruhi seseorang selama belajar disekolah. Sekolah t elah m em pengaruhi dan terus akan m em pengaruhi filsafat pendidikan seseorang.

3. Lingkungan (environm ent). Lingkungan sosial budaya t empat seseorang t inggal dan dibesarkan adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan. Jika seseorang dibesarkan dalam masyarakat yang m enem pat kan suat u nilai pendidikan yang t inggi hal ini akan m em pengaruhi filsafat pendidikan seseorang.

Dengan dem ikian hubungan fisafat dan filsafat pendidikan m enjadi begit u penting. Karena m asalah pendidikan m erupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkem bang bersam a proses perkem bangan hidup dan kehidupan manusia. Dalam kont ek ini, filsafat pendidikan m empunyai ruang lingkup yang sangat luas menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.

D. Hubungan Filsafat dengan Filsafat Pendidikan

Filsafat yang dijadikan pandangan hidup oleh suatu m asyarakat at au bangsa merupakan asas dan pedom an yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan bangsa, t ermasuk aspek pendidikan. Filsafat pendidikan yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu bangsa. Sedangkan pendidikan merupakan suatu cara at au mekanism e dalam m enanam kan dan m ew ariskan nilai-nilai filsafat itu sendiri. Pendidikan sebagai suat u lembaga yang berfungsi m enanam kan dan m ew ariskan sist em -sist em norma t ingkah laku yang didasarkan pada dasar-dasar filsafat yang dijunjung lem baga pendidikan dan pendidik dalam suatu m asyarakat . Untuk m enjamin upaya pendidikan dan proses t ersebut efekt if, dibutuhkan landasan-landasan filosofis dan ilm iah


(9)

sebagai asas norm at ive dan pedoman pelaksanaan pem binaan (M uham m ad Noor Syam , 1988:39).

Hubungan fungsional ant ara filsafat dan t eori pendidikan:

1. Filsafat , dalam arti filosofis, m erupakan sat u cara pendekat an yang dipakai dalam m em ecahkan problemat ika pendidikan dan m enyusun t eori-t eori pendidikan oleh para ahli.

2. Filsafat , berfungsi memberi arah bagi t eori pendidikan yang t elah ada m enurut aliran filsafat t ert ent u yang m em ilki relevansi dengan kehidupan yang nyat a.

3. Filsafat , dalam hal ini filsafat pendidikan, m em punyai fungsi unt uk m em berikan pet unjuk dan arah dalam pengem bangan t eori-t eori pendidikan menjadi ilmu pendidikan (pedagogic).

M enurut Ali Saifullah, ant ara filsafat , filsafat pendidikan, dan t eori pendidikan t erdapat hubungan yang suplem ent er: filsafat pendidikan sebagi suat u lapangan st udi m engarahkan pusat perhat ian dan memusat kan kegiat annya pada dua fungsi tugas norm at ive ilmiah, yaitu:

1. Kegiat an merum uskan dasar-dasar, t ujuan-t ujuan pendidikan, konsep t ent ang hakikat m anusia, sert a konsepsi hakikat dan segi pendidikan. 2. Kegiat an m erum uskan sist em at au t eori pendidikan yang m eliputi

polit ik pendidikan, kepemimpinan pendidikan, met odologi pendidikan dan pengajaran, t ermasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan m asyarakat (Zuhairini, 1992:18).

Bahw a ant ara filsafat pendidikan dan pendidikan t erdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tidak t erpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang am at penting dalam syst em pendidikan karena filsafat m erupakan pem beri arah dan pedom an dasar bagi usaha-usaha


(10)

perbaikan, m eningkat kan kem ajuan dan landasan kokoh bagi t egaknya syst em pendidikan.

E. Hubungan Filsafat Pendidikan dengan Program Falkutas Tarbiyah

Kedudukan filsafat dalam pendidikan m erupakan fondasi yang t idak dapat digant i oleh mat a kuliah dasar lainnya. Filsafat m erupakan sumber nilai dan norma hidup yang m enent ukan w arna dan mart abat hidup m anusia. Sem ent ara guru adalah pelaksana kegiat an penanaman nilai dan norma nilai pendidikan t ersebut . Sum ber-sum ber dasar dan pedom an yang menent ukan arah dan t ujuan nilai secara norm at ive it u akan dit anam kan dengan jalan mendidiknya (Saifullah, 1982:14).

Filsafat pendidikan m erupakan salah sat u ilmu t erapan. Ia adalah cabang ilmu penget ahuan yang m em usat kan perhat iannya pada bidang pendidikan dalam rangka m eningkat kan kesejat eraan hidup dan penghidupan m anusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik dan guru khususnya.

Hubungan filsafat pendidikan dengan program fakult as t arbiyah merupakan hubungan sangat erat dan m empunyai nilai relevansi yang t inggi. Hal ini disebakan keberadaan filsafat pendidikan akan mem bantu mem ecahkan persoalan-persoalan pendidikan Islam dan dapat membent uk kepribadian pendidik, anak didik, calon pendidik, dan semua yang t erlibat di dalam dunia pendidikan. Dengannya diharapkan t ercipta manusia yang beriman, bert akw a, berbudi luhur, dan berket rampilan sesuai dengan t ujuan pendidikan nasional yang tercant um dalam UUSPN No. 2/ 1989.


(11)

BAB II

LATAR BELAKANG M UNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKAN

A. Perkembangan Pemikiran Filsafat Spiritualisme Kuno

Sejarah m enunjukkan bahw a kini filsafat t idak lagi m em baw a pemikiran m engenai adanya subjek besar sebagaim ana m asa lalu. Kemajuan ilmu penget ahuan, t erut am a ilmu penget ahuan alam , t elah menggoyahkan dasar-dasar pemikiran filsafat .

Filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari sebagai induk ilmu penget ahuan m enjadi semacam pendekat an dan perekat kem bali berbagai macam ilmu penget ahuan yang t elah berkembang pesat dan t erpisah satu dengan lainnya. Jadi jelaslah bagi kit a bahw a filsafat berkembang sesuai dengan perput aran dan perubahan zam an. Paling t idak, sejarah filsafat lam a m em baw a m anusia unt uk m enget ahui salah sat u cerit a dalam kat egori filsafat spiritual kuno. Kira-kira 1200-1000 SM sudah t erdapat cerit a-cerit a lahirnya Zarat hust hra, dari keluarga sapit am a, yang lahir di t epi sungai, yang ditolong Ahura M azda dalam masa pem erint ahan raja-raja Akhmania (550-530 SM ).

1. Timur Jauh

Yang t erm asuk w ilaya t imur jauh ialah China, India, dan Jepang. Di India berkembang filsafat spirit ualisme, Hinduisme dan Buddhism e. Sedangkan di jepang berkem bang Shintoism e, begit u juga china berkem bang Taoisme dan konfusianism e (Gazalba, 1986:60).

a. Hindu

Hindu adalah konsep karma yang b erart i set iap individu t elah dilahirkan kembali secara berulang dalam bentuk m anusia at au binat ang sehingga ia menjadi suci dan sempurna sebagai bagian dari jiw a universal (reinkarnasi). Karm a t ersebut pada akhirnya akan m enentukan st atus seseorang sebagai anggota suatu kast a .


(12)

b. Budha

Pencet us agama Buddha ialah Sidart a Gaut ama (kira-kira 563 -483 SM ) sebagai akibat dari ket idakpuasannya t erhadap penjelasan para guru Hinduism e t ent ang kejahat an yang sering menim pa m anusia. Set elah m elakukan hidup bert apa dan medit asi selam a enam t ahun, secara t iba-t iba dia menemukan gagasan dan jaw aban dari pert anyaannya. Gagasan-gagasan it ulah yang kem udian menjadi dasar agama Hindu (Sanuel Smith, 1986:12).

c. Taoism e

Pendiri Taoism e ialah Lao Tse, lahir pada t ahun 604 SM . Tulisannya yang m engandung m akna filsafat adalah jalan Tuhan at au sabda Tuhan, Tao ada dimana-mana, t et api t idak berbent uk dan t idak pula diraba, t idak dapat dilihat dan didengar. M anusia harus hidup selaras dengan Tao dan harus bisa menahan nafsunya sendiri.

d. Shinto

Shinto m erupakan salah sat u kepercayaan yang banyak dipeluk m asyarakat jepang. Sejak abad ke 19 Shint o t elah mendapat st at us agam a resm i Negara, yang m enit ik berat kan pemujaan alam dan pem ujaan leluhur. Agam a Shinto mem iliki banyak upacara keagamaan.

2. Timur Tengah a. Yahudi


(13)

Yahudi berasal darinama seorang put ra Ya’ kub, Yahuda, put ra ke em pat dari 12 orang bersaudara. Pem ikiran-pem ikiran filsafat Tim ur Tengah m uncul sekit ar 1000-150 SM .

b. Krist en

Pengikut agam a Krist en pada w aktu it u tidak ubahnya sepert i pengikut agam a lain, yaitu dari golongan rakyat jelat a. Set elah berkembang, pengikutnya pun m eram bah ke kalangan at as, ahli pikir (filosof) dan kem udian para pem ikir. At as kemajuannya, zam an ini disebut zaman pat rist ic.

3. Romaw i dan Yunani : Ant romorpism e

Ant romorpism e m erupakan suatu paham yang menyamakan sifat -sifat Tuhan (Pencipt a) dengan -sifat yang ada pada manusia (yang dicipt akan).

B. Reaksi Terhadap Spiritualisme di Yunani

Spirit ualisme m erupakan suat u aliran filsafat yang mem ent ikan kerohanian, lawan dan m at erialism e (Poerdarmint a, 1984:963). Karena itu spiritualism e m endasari semua yang ada di alam t erdiri dari ruh, sukma, jiw a yang t idak berbentuk dan tidak m enem pat i ruangan. Jiw a mempunyai kekuat an dan dapat m elakukan t anggapan (voorst eling) at au sesuat u yang bukan berasal dari t angkapan panca indera, yang dat ang secara t iba-t iba berbentuk gambaran. Dengan kat a lain jiw a adalah alat unt uk menerim a sesuat u yang bersifat non-m ateri yang t idak bercam pur dengan tangkapan-t angkapan pancaindera lahiriyah. Jiw a ini menangkap angan-angan yang murni dan alami pada lapangan m et afisis (Suryadipura, 1994:105).


(14)

Nam un dem ikian , t ernyat a ada beberapa filosof yang m erasa kurang puas dengan aliran spiritualisme yang dianggap tidak sesuai dengan penget ahuan ilm iah. M aka lahirlah aliran mat erialisme. Diant ara t okohnya adalah Leukipos dan Demokrit us (460-370 SM ), yang menyat akan semua kejadian alam adalah at om, dan semuanya adalah mat eri. Kem udian lahir pila aliran Rasionalism e Rene Descart es, yang menyat akan bahw a pusat segala sesuat u t erlet ak pada dunia rasio, sem ent ara yang alin adalah objeknya. Dem ikianlah rangkaian reaksi filosof t erhadap aliran spirit ualism e. Sebenarnya aliran ini tidak saja bergulir di Yunani , t et api juga di dunia Barat dan Eropa.

C. Pemikiran Filsafat Yunani Kuno Hingga Abad Pertengahan

Suatu pandangan t eoritis itu mempunyai hubungan erat dengan lingkungan dim ana pem ikiran it u dijalankan, begit u juga lahirnya filsafat yunani pada abad ke-6 SM . Bagi orang yunani, filsafat merupakan ilm u yang meliput i sem ua penget ahuan ilm iah. Di Yunanilah pem ikiran ilm iah mulai tumbuh, t erut am a bidang filsafat pendidikan.

D. Pemikiran Filsafat Pendidikan M enurut Socrates (470-3 SM )

Dalam sejarah filsafat , Sacrat es adalah seorang pem ikir besar kuno, yang gagasan filosofis dan m et ode pengajarannya sangat mempengaruhi t eori dan prakt ik pendidikan di seluruh dunia Barat .

Prinsip dasar pendidikan m enurut Socrat es adalah met ode dialekt is. M et ode ini digunakan Socrat es sebagai dasar t eknis pendidikan yang direncanakan untuk mendorong seseorang belajar berpikir secara cermat unt uk m enguji coba diri sendiri, dan untuk memperbaiki penget ahuannya.


(15)

E. Pemikiran Filsafat Pendidikan M enurut Plato (427-347 SM )

M enurut Plato, pendidikan it u sangat perlu, baik bagi dirinya selaku individu maupun w arga Negara . Negara wajib m em berikan pendidikan pada set iap warga Negara. Namun demikian, set iap pesert a didik harus diberi kebebasan untuk m engikuti sesuai dengan bakat , minat dan kem ampuan m asing sesuai dengan jenjang usianya.

F. Pemikiran Filsafat Pendidikan menurut Aristoteles (367-345 SM ) M enurut Aristot eles agar orang dapat hidup baik m aka ia harus mendapat kan pendidikan. Pendidikan bukanlah soal akal sem at a-m at a, melainkan soal memberi bimbingan pada perasaan-perasaan yang lebih t inggi, yaitu akal guna m engatur nafsu-nafsu. Akal sendiri tidak berdaya sehingga ia m em erlukan dukungan-dukungan perasaan yang lebih t inggi agar diarahkan secara benar. Arist ot eles m engem ukakan bahw a

pendidikan yang baik itu m empunyai tujuan untuk kebahagiaan . Dan kebahagiaan t ert inggi adalah hidup spekulatif (Barnadib, 1994:72).

Arist ot eles juga m enganggap penting pembentukan kebiasaan pada pendidikan dasar. Pada tingkat pendidikan usia muda itu perlu dit anamkan kesadaran aturan-aturan moral.


(16)

BAB III

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN M ODERN DITINJAU DARI ONTOLOGI,

EPISTEM OLOGI DAN AKSIOLOGI

A. Pengertian Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

Ontologi berart i ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyat a dan bagaim ana keadaan yang sebenarnya: apakah hakikat dibalik alam nyat a ini. Ontologi menyelidiki hakikat dari segala sesuat u dari alam nyat a yang sangat t erbat as bagi pancaindra kit a.

Epist em ologi adalah penget ahuan yang berusaha m enjaw ab pertanyaan-pert anyaan sepert i apakah penget ahuan, cara manusia memperoleh dan m enangkap penget ahuan dan jenis-jenis penget ahuan. M enurut epist emologi, set iap penget ahuan m anusia m erupakan hasil pemeriksaan dan penyelidikan benda hingga akhirnya diket ahui manusia (salam , 1988:19). Epist emologi m embahas sumber, proses, syarat , bat as fasilit as dan hakikat penget ahuan yang mem berikan kepercayaan dan jam inan bagi guru bahw a ia m em berikan kebenaran kepada murid-muridnya (M uham mad Noor Syam, 1986:32).

Sedangkan aksiologi m enyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan apakah yang baik at au bagus itu. Dalam definisi yang lain aksiologi merupakan suatu pendidikan yang m enguji m anusia dan mengint egrasikan sem ua nilai t ersebut dalam kehidupan manusia. Unt uk selanjutnya nilai-nilai t ersebut dit anamkan dalam kepribadian anak (Ibid, 1986:95).

B. Aliran-aliran Filsafat Pendidikan M odern 1. Aliran Progesivism e

Aliran progesivism e m engakui dan berusaha mengem bangkan asas progesivism e dalam sem ua realit a kehidupan, agar m anusia bisa


(17)

survive m enghadapi semua t ant angan hidup. Dinamakan inst rum ent alisme, karena aliran ini beranggapan bahw a kemam puan int elegensi manusia sebagai alat untuk hidup, unt uk kesejaht eraan dan untuk m engembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperim ent alisme, karena aliran ini menyadari dan m em prakt ekkan asas eksperim en unt uk menguji kebenaran suat u t eori. Dan dinamakan environm ent alism e, karena aliran ini m enganggap lingkungan hidup itu m em pengaruhi pembinaan kepribadian (M uham mad Noor Syam, 1987:228-229).

2. Aliran Esensialisme

Aliran esensialism e merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang t elah ada sejak aw al peradaban m anusia. Esensialisme m uncul pada zam an Renaisance dengan ciri-cirinya beda dengan progesivism e. Dasar pijakan aliran pendidikan ini lebih fleksibel dan t erbuka untuk perubahan dan toleran, dan tidak ada ket erkait annya dengan dokt rin t ert ent u. Esensialisme

m em andang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang m em iliki kejelasan dan t ahan lama , yang m emberikan kest abilan dan nilai-nilai t erpilih yang m empunyai t at a yang jelas (Zuhairini, 1991:21).

3. Aliran Perenialism e

Perenialisme m em andang pendidikan sebagai jalan kembali at au proses m engem balikan keadaan sekarang. Perenialism e m emberikan sum bangan yang berpengaruh baik t eori m aupun prakt is bagi

kebudayaan dan pendidikan pada zaman sekarang ( M uham mad Noor Syam , 1986:296).


(18)

4. Aliran Rekont ruksionisme

Aliran rekont ruksionisme m erupakan aliran yang berusaha m erombak t at a susunan lama dengan m embangun t at a susunan hidup kebudayaan yang bercorak m odern.


(19)

BAB IV

HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, M ANUSIA DAN PENDIDIKAN

A. Teori Kebenaran menurut Pandangan Filsafat dalam bidang Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi

Ada beberapa t eori kebenaran menurut pandangan filsafat dalam bidang ont ologi, epist emologi, dan aksiologi.

1. Ontologi

Ontologi sering diidenfikasi dengan met afisika, yang juga disebut dengan proto filsafat at au filsafat yang pert am a, at au filsafat ket uhanan yang bahasannya adalah hakikat sesuat u, keesaan, persekut uan, sebab dan akibat , realit a, prima at au Tuhan dengan segala sifat nya, m alaikat , relasi at au segala sesuat u yang ada dibum i dengan t enaga-t enaga yang dilangit , w ahyu, akhirat, dosa, neraka, pahala dan surga.

Di dalam pendidikan, pandangan ont ologi secara prakt is akan m enjadi masalah yang ut ama. Sebab anak bergaul dengan lingkungannya dan mempunyai dorongan yang kuat unt uk mengert i sesuat u. Anak-anak, baik di m asyarakat maupun sekolah, selalu dihadapkan pada realit a, objek pengalam an, benda mat i, benda hidup dan sebagainya. M embimbing anak untuk m em ahami realit a dunia dan m em bina kesadaran t ent ang kebenaran yang berpangkal pada realit a itu m erupakan t ahap pert am a sebagai st imulus untuk m enyelami kebenaran itu. Dengan sendirinya, pot ensi berpikir krit is anak-anak untuk m engert i kebenaran itu t elah dibina. Di sini kew ajiban pendidik ialah m em bina daya pikir yang t inggi dan krit is.


(20)

2. Epistemologi

Epist em ologi didefenisikan sebagai cabang filsafat yang bersangkut an dengan filsafat dasar dari ruang lingkup penget ahuan pra-pra anggapan dan dasar-dasarnya sert a realit as umum dari t untunan penget ahuan sebenarnya. Epist em ologi ini adalah nam a lain dari logika m at erial at au logika m ayor yang membahas isi pikiran m anusia, yakni penget ahuan ( Dardini, 1986:18).

Epist em ologi adalah studi t ent ang penget ahuan, bagaim ana kit a m enget ahui benda-benda. Untuk lebih jelasnya ada beberapa contoh pert anyaan yang m enggunakan kat a “ t ahu” dan mengandung

pengert ian yang berbeda-beda baik sumbernya maupun validit asnya. a. Tent u saja saya t ahu ia sakit , karena saya m elihatnya;

b. Percayalah, saya t ahu apa yang saya bicarakan;

c. Kami t ahu mobilnya baru, karena baru kem arin kami menaikinya (Ali, 1993:50).

3. Aksiologi

Aksiologi adalah suatu bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). M enurut Bram eld, ada tiga bagian yang membedakan di dalam aksiologi. Pert am a, moral conduct, tindakan m oral. Bidang ini m elahirkan disiplin khusus yait u et ika. Kedua , est het ic expression, ekspresi keindahan yang melahirkan est et ika. Ket iga, socio-polit ical life, kehidupan polit ik. Bidang ini m elahirkan ilmu filsafat sosio-polit ik (M uhamm ad Noor Syam , 1986: 34-36).

Nilai dan implikasi aksiologi di dalam pendidikan ialah pendidikan m enguji dan m engint egrasikan semua nilai t ersebut dalam kehidupan m anusia dan m em binanya di dalam kepribadian anak. Karena untuk m engat akan suat u bernilai baik it u bukanlah hal yang mudah. Apalagi


(21)

m enilai secara m endalam dalam art i unt uk m em bina kepribadian ideal. Berikut ini beberapa cont oh yang dapat kita pergunakan untuk m enilai seseorang itu baik, yaitu:

a. Baik, bu. Saya akan selalu baik dan t aat kepada ibu!. b. Nak, bukankah ini bacaan yang baik unt ukm u?. c. Baiklah, Pak. Aku akan mengam alkan ilmuku.

B. Pandangan Filsafat tentang Hakikat M anusia

Ilmu yang m em pelajari hakikat m anusia disebut ant ropologi filsafat . Dalam hal ini, ada em pat aliran yang akan dibahas. Pert am a, aliran serba zat . Aliran ini mengatakan yang sungguh-sungguh ada it u hanyalah zat at au m at eri. Alam ini adalah zat atau m at eri dan manusia adalaha unsur dari alam maka dari it u manusia adalah zat at au m at eri (Ibid, 1991).

Kedua aliran serba-ruh. Aliran ini berpendapat bahw a segala hakikat sesuat u yang ada di dunia ini ialah ruh. Sement ara adalah manifest asi dari ruh. M enurut fiche, segala sesuat u yang ada (selain ruh) dan hidup ini hanyalah perumpam aan, perubahan, atau penjelmaan dari ruh ( Gazalba, 1992:288). Dasar pikiran aliran ini ialah bahw a ruh lebih berharga, lebih t inggi nilainya daripada m ateri. M issal: bet apapun kit a mencint ai seseorang , jika ruhnya t erpisah dari badannya, m aka mat eri/ jasadnya t idak ada art inya lagi. Dengan dem ikian aliran ini m enganggap ruh it u ialah hakikat , sedangkan badan ialah penjelm aan at au bayangan.

Ket iga, aliran dualisme. Aliran ini m enganggap bahw a manusia itu pada hakikat nya t erdiri dari dua subt ansi, yaitu jasmani dan rohani. Kedua subt ansi ini m asing-m asing m erupakan unsur asal, yang adanya t idak t ergant ung sat u sam a lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh dan ruh t idak berasal dari badan. Perw ujudannya m anusia t idak serbadua, jasad


(22)

dan ruh. Ant ara badan dan ruh t erjadi sebab akibat keduanya saling mempengaruhi.

Keem pat aliran eksit ensialisme. Aliran filsafat m odern berpandangan bahwa hakikat manusia merupakan eksitensi dari m anusia. Hakikat manusia adalah apa yang m enguasai manusia secara m enyeluruh. Disini, m anusia dipandang tidak dari sudut serba-zat at au serba-ruh at au dualism e, t et api dari segi eksit ensi m anusia di dunia ini.

C. Sistem Nilai dalam Kehidupan M anusia

Sist em merupakan suat u himpunan gagasan at au prinsip-prinsip yang saling bert aut an, yang bergabung menjadi suat u keseluruhan. Nilai akan selalu muncul bila m anusia mengadakan hubungan social atau bermasyarakat dengan m anusia lain.

a. Pengert ian nilai

Dalam Ensiklopedia Brit anica disebut kan, bahw a nilai itu m erupakan suat u penet apan at au suat u kualit as suatu objek yang m enyangkut suatu jenis apresiasi.

Nilai m erupakan hasil kreat ivit as manusia dalam rangka melakukan kegiat an sosial, baik itu berupa cint a, simpat i, dan lain-lain.

b. Bentuk dan tingkat -t ingkat nilai

M enurut Burbecher, nilai it u dibedakan dalam dua bagian, yait u nilai inst rinsik dan nilai inst rument al. Nilai inst rum ent al adalah nilai yang dianggap baik karena bernilai untuk yang lain. Nilai inst rinsik adalah yang dianggap baik, t idak untuk sesuat u yang lain , m elainkan di dalam dirinya sendiri.

Sem ent ara menurut aliran realism e, kualit as nilai tidak dapat dit ent ukan secara konsept ual t erlebih dahulu, melainkan t ergant ung


(23)

dari apa at au bagaimana keadaan bila dihayati oleh subjek t ert ent u dan bagaim ana sikap subjek t ersebut .

Adapun t ingkat perkembangan nilai m enurut August e Com t e, itu t erbagi m enjadi t iga, yaitu t ingkat t eologis, tingkat m et afisik, dan t ingkat positif. Tingkat t eologis adalah tingkat pert am a, selanjutnya t ingkat m et afisik, dan sebagai t ingkat yang paling at as adalah apabila m anusia t elah m enguasai penget ahuan eksakt a yang berart i manusia t elah mencapai tingkat positif (M ohamm ad Noor Syam , 1986:132). Pada umumnya masyarakat m enganut pendapat bahw a hierarki nilai dalam kehidupan manusia itu ident ik dengan hierarki t ingkat -t ingkat kebenaran , sebab kebenaran ialah nilai it u sendiri.

c. Nilai-nilai pendidikan dan tujuan pendidikan

M enurut M uham m ad Noor Syam, pendidikan secara prakt is t ak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai, t erut ama yang m eliputi kualit as kecerdasan, nilai ilmiah, nilai m oral, dan nilai agama yang kesemuanya t ersimpul dalam t ujuan pendidikan, yakni m em bina kepribadian ideal.

Tujuan pendidikan, baik itu pada isinya at aupun rumusannya, t idak m ungkin kit a t et apkan t anpa pengert ian dan penget ahuan yang t epat t ent ang nilai-nilai.

Untuk menet apkan t ujuan pendidikan dasar, harus m elalui beberapa pendekat an sepert i:

1) Pendekat an m elalui analisis historis lem baga-lem baga sosial; 2) Pendekat an m elalui analisis ilm iah t ent ang realit a kehidupan

akt ual;

3) Pendekat an m elalui nilai-nilai filsafat yang norm atif.

Sedangkan m enurut aristot eles, t ujuan pendidikan hendaknya dirum uskan sesuai dengan tujuan didirikannya suatu Negara (Rapar,


(24)

1988:40). Dengan dem ikian dapat diam bil suatu pengert ian bahw a nilai pendidikan bisa dilihat dari tujuan pendidikan yang ada.

d. Et ika jabat an

Kewajiban m endidik m erupakan panggilan sebagai m oral tiap m anusia. Yang jelas kaum professional ialah m ereka yang t elah m enem puh pendidikan relat ive cukup lam a dan m engalam i lat ihan-lat ihan khusus. Oleh karena itulah, dalam pendidikan seorang guru harus m em punyai asas-asas um um yang universal yang dapat dipandang sebagai prinsip umum, sepert i:

1) M elaksanakan kew ajiban dasar good will at au itikad baik, dengan kesadaran pengabdian;

2) M emperlakukan siapa pun, anak didik sebagai pribadi yang sam a dengan pribadinya sendiri;

3) M enghorm at i perasaan t iap orang;

4) Selalu berusaha m enyumbangkan ide-ide, konsepsi,-konsepsi dan karya-karya (ilmiah) demi kem ajuan bidang kew ajibannya;

5) Akan menerim a haknya semat -sem at a sebagai kehorm at an.

D. Pandangan Filsafat tentang Pendidikan

Secara sederhana, filsafat pendidikan adalah nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan filsafat yang m enjiwai, mendasari, dan mem berikan identitas suatu sist em pendidikan. Filsafat pendidikan adalah jiw a, ruh dan kepribadian sist em kependidikan nasional, karenanya sist em pendidikan nasional w ajarlah dijiw ai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila, cit ra, dan karsa bangsa kit a, at au tujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia yang t ersimpul dalam pem bukaan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai perw ujudan jiwa dan nilai Pancasial.


(25)

Ada beberapa unsur yang dapat dijadikan t onggak untuk pengem bangan pendidikan lebih lanjut m eliput i:

1) Dasar dan t ujuan

2) Pendidikan dan persert a didik 3) Kurikulum


(26)

BAB V

FILSAFAT PENDIDIKAN PANCASILA

A. Pancasila sebagai Filsafat Hidup Bangsa

Dalam ket et apan M PR Nomor 11/ M PR/ 178, Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar Negara.

Sangat lah wajar kalau pancasila dikat akan sebagai filsafat hidup bangsa karena, m enurut M uham m ad Noor Syam (1983:346), nilai-nilai dasar dalam sosio budaya Indonesia hidup dan berkem bang sejak aw al peradabannya, yang m eliputi:

1. Kesadaran ket uhanan dan kesadaran keagam aan secara sederhana; 2. Kesadaran kekeluargaan, dim ana cint a dan keluarga sebagai dasar

dan kodrat t erbent uknya m asyarakat dan sinambungnya generasi; 3. Kesadaran musyaw arah mufakat dalam m enet apkan kehendak

bersam a;

4. Kesadaran got ong royong, tolong menolong

5. Kesadaran t enggang rasa, at au t epa slira, sebagai semangat kekeluargaan dan kebersamaan; horm at m enghorm at i dan m em elihara kesat uan, saling pengert ian demi keut uhan kerukunan dan kekeluargaan dalam kebersam aan.

Nilai-nilai yang t ergant ung dalam Pancasila t ersebut sudah berabad lamanya mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia, karena it u Pancasila dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa.

B. Pancasila Sebagai Filsafat Pendidikan Nasional

Sist em pendidikan yang dialami sekarang m erupakan hasil perkembangan pendidikan yang t umbuh dalam sejarah pengalaman


(27)

bangsa di m asa lalu. Pendidikan t idak berdiri sendiri, t api selalu dipengaruhi oleh kekuat an-kekuat an polit ik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, ingin mencipt akan manusia Pancasila. Pada t ahun 1959, pemerint ah mengeluarkan kebijaksanaan untuk menjaga agar arah pendidikan t idak menuju pembentukan m anusia liberal yang dianggap sangat bertent angan dengan jiw a dan sem angat bangsa Indonesia( Depdikbud, 1993:79). Kemudian at as inst ruksi ment eri Pengajaran dan Kebudayaan (PM ), Prof.DR. Priyono m engeluarkan inst ruksi yang dikenal dengan nam a ” Sapt a Usaha Tam a dan Pancaw ardhana” yang isinya ant ara lain bahw a Pancasila merupakan asas Pendidikan nasional.

Pendidikan suatu bangsa akan secara ot omatis m engikut i ideologi bangsa yang dianut. Karena sist em pendidikan nasional Indonesia dijiw ai, didasari dan mencerminkan identit as Pancasila. Sem ent ara cit a dan karsa bangsa kit a, t ujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, t ersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perw ujudan jiw a dan nilai Pancasila. Cit a dan karsa ini dilem bagakan dalam sistem pendidikan nasional yang bert umpu dan dijiw ai oleh suatu keyakinan, dan pandangan hidup Pancasila. Inilah alasan m engapa filsafat pendidikan pancasila merupakan tunt utan nasional, sedangkan filsafat pendidikan Pancasila adalah subsist em dari sistem Negara pancasila. Dengan kat a lain, sist em Negara pancasila w ajar t ercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsist em kehidupan bangsa dan m asyarakat .

C. Hubungan Pancasila dengan Sistem Pendidikan Ditinjau dari Filsafat Pendidikan

Pancasila adalah dasar Negara Indonesia yang merupakan fungsi ut amanya dan dari segi mat erinya digali dari pandangan hidup dan


(28)

kepribadian bangsa (Dardodiharjo, 1988: 17). Pancasila merupakan dasar negara yang m em bedakan dengan bangsa lain.

Filsafat adalah berpikir secara m endalam dan sungguh-sungguh unt uk m encari kebenaran sesuat u. Sement ara filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam t ent ang kependidikan berdasarkan filsafat . Bila kit a hubungkan fungsi Pancasila dengan sist em pendidikan dit injau dari filsafat pendidikan maka dapat kit a jabarkan bahw a Pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiw ai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk m enerapkan sila-sila Pancasila, diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaim ana nilai-nilai Pancasila it u dapat dilaksanakan. Dalam hal ini t ent unya pendidikanlah yang berperan ut am a.

D. Filsafat Pendidikan Pancasila dalam tinjauan ontologi, Epistemologi,dan Aksiologi

1. Ontologi

Ontologi adalah bagian dari filsafat yang menyelidiki t ent ang hakikat yang ada. M enurut M uhamm ad Noor Syam (1984:24), ont ologi kadang-kadang disam akan dengan m et afisika; sebelum m anusia menyelidiki yang lain, manusia berusaha mengert i hakikat sesuat u.

Pancasila sebagai filsafat , ia m em punyai abst rak umum dan universal. Yang dimaksud isi yang abst rak disini bukannya Pancasila sebagai filsafat yang secara operasionalkan t elah diw ujudkan dalam kehidupan sehari-hari, melainkan sebagai pengert ian pokok yang dipergunakan unt uk merum uskan m asim g-masing sila.

a. Sila pert am a, Ket uhanan Yang M aha Esa

Sila pert am a m enjiwai sila-sila yang lainnya. Di dalam sist em pendidikan Nasional dijelaskan bahw a pendidikan nasional adalah


(29)

pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan sila pert am a ini kit a diharapkan bert akwa kepada Tuhan Yang M aha Esa, juga merupakan bagian dari sist em pendidikan nasional. Ini sesuai dengan t ujuan pendidikan nasional yaitu unt uk menjadikan manusia beriman dan bert akw a kepada Allah. Karena it u, di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat dit anam kan nilai-nilai keagamaan dan Pancasila.

b. Sila kedua, Kemanusian yang adil dan beradab

M anusia yang ada di muka bumi ini m empunyai harkat dan mart abat yang sama, yang diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai pancasila dan fit rahnya sebagai ham ba Allah (Darmodiharjo, 1988:40).

Pendidikan tidak membedakan usia, agama dan tingkat sosial budaya dalam m enunt ut ilmu. Set iap m anusia mem ilki kebebasan dalam menuntut ilmu, mendapat perlakuan yang sama, kecuali t ingkat ket akw aan seseorang. Pendidikan harus dijiw ai Pancasila sehingga akan m elahirkan m asyarakat yang susila, bert anggung jaw ab, adil dan makm ur baik spirit ual m aupun mat erial, dan berjiw a Pancasila. Dengan demikian sekolah harus mencerminkan sila-sila dari Pancasila.

c. Sila ket iga, Persat uan Indonesia

Sila ket iga ini t idak m em bat asi golongan dalam belajar. Ini berart i bahw a semua golongan dapat m enerim a pendidikan, baik golongan rendah m aupun golongan t inggi, t ergant ung kemam puannya untuk berpikir, sesuai dengan UUD 145 pasal 31 ayat 1.


(30)

d. Sila keempat , Kerakyat an yang Dipimpin oleh Hikm at Kebijaksanaan dalam Perm usyarat an/ Perw akilan.

Sila keem pat ini sering dikait kan dengan kehidupan demokrasi. Dalam hal ini, demokrasi sering diart ikan sebagai kekuasaan di t angan rakyat . Bila dilihat dari dunia pendidikan , maka hal ini sangat relevan , karena m enghargai orang lain dem i kemajuan. Di sam ping itu, juga sesuai dengan UUD 1945 pasal 28 yang menyat akan kebebasan unt uk mengeluarkan pendapat baik lisan m aupun tulisan. Jadi dalam m enyusun pendidikan, diperlukan ide-ide dari orang lain dem i kemajuan pendidikan.

e. Sila kelim a, Keadilan sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Dalam sist em pendidikan nasional, m aksud adil dalam arti yang luas mencakup seluruh aspek pendidikan yang ada. Adil di sini adil dalam melaksanakan pendidikan: ant ara ilmu agama dan umum itu seimbang; disam ping mengejar IM TEK, kit a juga mengejar IM TAQ yang m erupakan tujuan dari ibadah. Adil juga dalam art i sem pit di kelas, pendidik tidak boleh membeda-bedakan sisw a.

2. Epistemologi

Epist em ologi adalah studi t ent ang penget ahuan benda-benda, epist emologi dapat juga berart i bidang filsafat yang m enyelidiki sum ber, syarat , proses t erjadinya ilmu penget ahuan, bat as validit as, dan hakikat ilm u penget ahuan. Dengan filsafat kit a dapat m enent ukan tujuan-tujuan yang akan dicapai demi peningkat an ket enangan dan kesejat eraan hidup, pergaulan dan berw arga Negara. Untuk itu Indonesia t elah menemukan filsafat Pancasila.


(31)

a. Sila pert am a, Ket uhanan Yang M aha Esa

Pancasila lahir tidak secara mendadak , t et api melalui proses panjang. Pancasila digali dari bum i Indonesia yang m erupakan dasar Negara, pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, t ujuan dan arah untuk m encapai cit a-cit a dan perjanjian luhur rakyat Indonesia (Widjaya, 1985:176-177).

Dengan dem ikian, Pancasila bersum ber dari bangsa Indonesia yang prosesnya m elalui perjuangan rakyat . Bila kit a hubungkan dengan Pancasila m aka dapat kit a ket ahui bahw a apakah ilm u itu didapat melalui rasio at au dat ang dari Tuhan.

b. Sila kedua, Kemanusian yang Adil dan Beradab

M anusia it u m em punyai pot ensi yang dapat dikem bangkan. Pancasila adalah ilmu yang diperoleh m elalui perjuangan yang sesuai dengan logika. Dengan m em punyai ilmu moral, diharapkan t idak lagi kekerasan dan kesew enang-w enangan manusia t erhadap yang lain. Tingkat kedalam an penget ahuan m erupakan perwujudan dari pot ensi rasio dan int elegensi yang t inggi.

c. Sila ket iga, Persat uan Indonesia

Proses t erbent uknya penget ahuan m anusia merupakan hasil dari kerja sam a at au produk hubungan dengan lingkungannya. Pot ensi dasar dengan fakt or kondisi lingkungan yang m em adai akan mem bent uk penget ahuan. Dalam hal ini, sebagai cont ohnya adalah ilmu sosiologi yang m empelajari hubungan manusia yang sat u dengan lainnya IKIP M alang, 1983:59). Dalam hubungan ant ar manusia it u diperlukan suat u landasan yait u Pancasila. Dengan demikian, kit a t erlebih dahulu menget ahui ciri-ciri suat u masyarakat dan bagaim ana t erbent uknya m asyarakat .


(32)

d. Sila keempat , Kerakyat an yang Dipimpin oleh Hikm at Kebijaksanaan dalam Perm usyaw arat an/ Perw akilan.

M anusia dicipt akan Allah sebagai pem impin di muka bumi ini unt uk m em akm urkan um at m anusia. Seorang pemimpin mempunyai syarat untuk memimpin dengan bijaksana. Dalam sist em pendidikan nasional, pendidikan memang m em punyai peranan sangat besar, t api t idak m enutup kemungkinan peran keluarga dan m asyarakat dalam mem bent uk manusia Indonesia seut uhnya. Jadi dalam hal ini diperlukan suat u ilm u keguruan unt uk m encapai guru yang ideal, guru yang kompet en. Set iap manusia bebas m engeluarkan pendapat dengan melalui lembaga pendidikan. Set iap ada perm asalahan diselesaikan dengan jalan musyaw arah agar m endapat kat a m ufakat .

e. Sila kelim a, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Ilmu penget ahuan sebagai perbendaharaan dan prest asi individu sert a sebagai karya budaya um at m anusia m erupakan mart abat kepribadian manusia (Ibid :63). Dalam art i luas, adil di at as dim aksudkan seim bang ant ara ilmu umum dan ilm u agam a. Hal ini didapat kan melalui pendidikan, baik it u informal, formal, dan non form al. Dalam sist em pendidikan nasional yang int inya mempunyai tujuan yang mengejar IPTEK dan IM TAQ. Di bidang sosial, dapat dilihat pada suatu badan yang mengkoordinir dalam hal mengent askan kem iskinan, dim ana hal-hal ini sesuasi dengan but ir-butir Pancasila. Kita harus m enghorm at i dan m enghargai hasil karya orang lain, hemat berart i pengeluaran sesuai dengan kebutuhan.


(33)

3. Aksiologi

Aksiologi adalah bidang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai. Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar Negara m em ilki nilai-nilai : Ketuhanan, kem anusian, persat uan, kerakyat an, dan keadilan. Nilai ideal , m at erial, spiritual, dan nilai posit if dan nilai logis, est et ika, et is, sosial dan religious. Jadi Pancasila m empunyai nilai-nilai

t ersendiri.

a. Sila pert am a, Ket uhanan Yang M aha Esa

Percaya pada Allah m erupakan hal yang paling ut ama dalam ajaran Islam. Dilihat dari segi pendidikan, sejak dari kanak-kanak sam pai perguruan t inggi, diberikan pelajaran agam a dalam hal ini merupakan subsist em dari sist em pendidikan nasional.

b. Sila kedua, Kemanusian yang Adil dan Beradab

Dalam kehidupan umat Islam, set iap muslim yang dat ang kemasjid untuk shalat berjam aah berhak berdiri di depan dengan t idak membedakan ket urunan, ras, dan kedudukan : dimat a Allah sam a, kecuali ket akw aan seseorang. Inilah sebagian kecil cont oh nilai-nilai Pancasila yang ada dalam kehidupan umat Islam .

c. Sila ket iga, Persat uan Indonesia

Islam m engajarkan supaya bersat u dalam m encapai tujuan yang dicit a-cit akan. M engajarkan unt uk t aat pada pem impin. Di dalam pendidikan, jika kit a ingin berhasil, kit a harus berkorban demi t ercapainya t ujuan yang didam bakan. Yang jelas w arga Negara punya t anggung jaw ab untuk m em pert ahankan dan mengisi kem erdekaan ini. Bercerai berai kit a runt uh, bersat u kit a t eguh.


(34)

d. Sila keem pat , Kerakyat an yang Dipimpin oleh Hikm at kebijaksanaan dalam Perm usyaw arat an/ Perw akilan.

Jauh sebelum islam dat ang, di Indonesia sudah ada sikap got ong royong dan musyaw arah. Dengan dat angnya Islam, sikap ini lebih diperkuat lagi dengan ket erangan Al Quran. Di dalam nya juga dit erangkan bahw a dalam hasil musyaw arah dilaksanakan dengan penuh t anggung jaw ab dan dipertanggungjaw abkan secara m oral kepada Allah SW T.

e. Sila kelim a, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Adil berart i seimbang ant ara hak dan kew ajiban. Dalam segi pendidikan, adil itu seimbang ant ara ilmu umum dan ilmu agam a di mana ilmu agam a adalah subsist em dari sist em pendidikan nasional.

M engem bangkan perbuatan yang luhur, m enghorm at i hak orang lain, suka m em beri pert olongan, bersikap hem at , suka bekerja, menghargai hasil karya orang lain dan bersama-sam a mew ujudkan kem ajuan yang merat a dan keadilan sosial. Dengan berdasarkan butir-but ir dari sila kelim a ini, kit a dapat m enget ahui bahw a nilai-nilai yang ada pada sila kelim a ini t elah ada sebelum Islam dat ang. Nilai-nilai ini sudah menjadi darah daging dan t elah diamalkan di Indonesia.

Filsafat Pendidikan Pancasila adalah tuntut an form al yang fungsional dari kedudukan dan fungsi dasar Negara Pancasila sebagai Sist em Kenegaraan Republik Indonesia. Kesadaran memiliki dan mew arisi sist em kenegaraan Pancasila adalah dasar pengam alan dan pelest ariannya, sedangkan jaminan ut amanya ialah subjek m anusia Indonesia seut uhnya. Subjek manusia


(35)

Indonesia seut uhnya ini t erbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan Pancasila.


(36)

BAB VI

FILSAFAT PENDIDIKAN PENINGKATAN SUM BER DAYA M ANUSIA

A. Filsafat Pendidikan dan Kepribadian

Dalam pengert ian sederhana, filsafat diart ikan sebagai kepribadian jat idiri dan pandangan hidup seseorang, m asyarakat at au bangsa. Kondisi ini dibentuk oleh t radisi kehidupan masyarakat at aupun oleh usaha yang t erprogram.

Nam un demikian, sesederhana apapun, pembent ukan itu t ak lepas dari peran pendidikan. Pendidikan m enurut Hasan Langgulung, pada prinsipnya dapat dilihat dari dua sudut pandang: individu dan m asyarakat (Hasan Langgulung, 1986:38).

Dilihat dari sudut pandang individu, pendidikan m erupakan usaha unt uk m em bim bing dan m enghubungkan pot ensi individu. Sement ara dari sudut pandang kemasyarakat , pendidikan m erupakan usaha pewarisan nilai-nilai budaya dari generasi t ua ke generasi m uda agar nialai-nilai budaya t ersebut t et ap t erpelihara. Dalam kont ek ini dapat dilihat hubungan ant ara pendidikan dengan t radisi budaya dan kepribadian suatu m asyarakat bet apapun sederhananya m asyarakat it u.

Transfer nilai-nilai budaya yang paling efekt if adalah m elalui proses pendidikan. Dalam masyarakat m odern, proses pendidikan t ersebut didasarkan pada suatu sist em yang sengaja dirancang sebagai program pendidikan secara formal. Oleh sebab itu, dalam penyelenggaraannya dibentuk kelem bagaan pendidikan form al.

M enurut Hasan Langgulung, pendidikan m encakup dua kepent ingan ut am a, yaitu pengem bangan pot ensi individu dan pewarisan-pew arisan nilai-nilai budaya. Kedua hal ini berkait an erat dengan pandangan hidup satu masyarakat at au bangsa it u m asing-masing. Dengan kat a lain, sist em pendidikan bagaim anapun sederhana


(37)

mengandung karakt erist ik t ent ang jat i diri atau pandangan hidup masyarakat at au bangsa yang mem buatnya.

Bangsa Indonesia yang m emiliki filsafat dan pandangan hidup t ersendiri, yait u Pancasila. Pandangan hidup ini dengan sendirinya menjadi dasar dan sekaligus t ujuan sist em pendidikan nasional. Dengan kat a lain sist em pendidikan nasional disusun at as dasar filsafat pendidikan Pancasila. Sebab filsafat pendidikan m erupakan ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat at au filsafat yang dit erapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan m asalah-m asalah pendidikan (Imam Barnadib, 1986:5).

Bila pendidikan dikembalikan pada fungsinya sebagai usaha untuk mengem bangkan pot ensi individu dan sekaligus sebagai usaha untuk mew ariskan nilai-nilai budaya, m aka pendidikan juga menyangkut pembentukan kepribadian. Pendidikan berkaitan dengan usaha untuk mengubah sikap dan tingkah laku. Sedangkan kepribadian berhubungan dengan pola tingkah laku.

Set idak-t idaknya, kepribadian dapat dilihat dari empat aspek muat annya. Pert ama, aspek personalia, yait u kepribadian dilihat dari pola t ingkah laku lahir dan bat in yang dimiliki seseorang. Kedua, aspek individualisme, yakni karakt erist ik at au sifat -sifat khas yang dimiliki seseorang, hingga dengan adanya sifat -sifat ini seseorang secara individu berbeda dengan individu lainnya. Ket iga, aspek m ent alit as, sebagai perbedaan yang berkait an dengan cara berpikir. M ent alit as sebagai gambaran pola pikir seseorang. Keempat , aspek ident it as, yaitu kecenderungan seseorang untuk mem pert ahankan sikap dirinya dari pengaruh luar. Identit as m erupakan karakt erist ik yang m enggam barkan jat i diri seseorang.


(38)

Berdasarkan keem pat aspek t ersebut , t erlihat bagaim ana hubungan antara pendidikan dan pem bentukan kepribadian, dan hubungannya dengan filsafat pendidikan yang bersum ber dari nilai-nilai budaya sebagai pandangan hidup suatu bangsa.

B. Filsafat Pendidikan dan Sumber Daya M anusia

Dari sudut pandang pot ensi yang dim iliki itu, m anusia dinamakan dengan berbagai sebutan. Dilihat dari pot ensi int eleknya manusia disebut homo int elect us. M anusia juga disebut homo faber, karena manusia memiliki kem am puan untuk m em buat beragam barang at au peralat an. Kemudian m anusia pun disebut sebagai hom o sacinss at au homo saciale abima, karena manusia adalah m akluk berm asyarakat . Di lain pihak, manusia juga memiliki kem am puan m erasai, mengert i, membeda-bedakan, kearifan, kebijaksanaan, dan penget ahuan. At as dasar adanya kemam puan t ersebut , manusia disebut homo sapiens (K. Prent , CM , J. Adisubrat a, W.M . Poerw adarm int a, 1969: 322-764).

Filsafat pendidikan, sepert i dikem ukakan Im am Barnadib, disusun at as dua pendekat an. Pendekat an pert ama bahw a filsafat pendidikan diartikan sebagai aliran yang didasarkan pada pandangan filosofis tokoh-t okoh tokoh-t ertokoh-t entokoh-t u. Sedangkan pandangan kedua adalah usaha untokoh-tuk menemukan jaw aban dari pendidikan besert a problema-problem a yang ada yang m em erlukan tinjauan filosofis (Im am Barnadib: 7).

Dari pendekat an pert ama, t erkait dengan kualit as pot ensi manusia, t erdapat tiga aliran filsafat . Pert am a, aliran nat uralism e, yang menyat akan bahw a manusia memiliki pot ensi bawaan (natur) yang dapat berkembang secara alami, t anpa memerlukan bimbingan dari luar (lingkungan). Secara alam i manusia akan bert am bah dan berkembang sesuai dengan kodratnya m asing-masing. Tokoh aliran ini adalah Jean Jacques Rosseau.


(39)

Kedua, aliran em pirisme. M enurut aliran ini, manusia tumbuh dan berkembang at as bantuan at au karena adanya int ervensi lingkungan. Tanpa ada pengaruh luar, m anusia tidak akan berkembang. M anusia dianggap sebagai m ahluk pasif t anpa pot ensi baw aan. M anusia dit ent ukan bagaim ana lingkungan m empengaruhinya. Jika lingkungan baik m aka akan m enjadi baik. Sebaliknya jika lingkungan buruk manusia akan m enjadi buruk pula. Tokoh aliran ini adalah Schopenhauer.

Ket iga aliran Konvergensi, yang m emiliki pandangan gabungan ant ara nat uralisme dan em pirism e. M enurut aliran ini manusia secara kodrat i t elah dianugrahi pot ensi yang disebut bakat . Nam un agar pot ensi itu dapat t umbuh dan berkem bang dengan baik perlu adanya pengaruh dari luar berupa t unt unan dan bimbingan melalui pendidikan. Bakat hanyalah kem am puan at au pot ensi dasar. Pert umbuhan dan perkembangan t ergant ung dari pem eliharaan at au pengaruh lingkungan. Tokoh aliran ini adalah John Locke.

Ket iga aliran t ersebut kem udian m enjadi dasar pem ikiran t ent ang manusia dalam kait an dengan problem a pendidikan. Nam un, Kohnst am m menambah fakt or kesadaran sebagai fakt or keem pat . Dengan dem ikian, menurutnya, selain fakt or dasar (nat ur) dan fakt or ajar (empiri), yang kemudian dikovergensikan, masih perlu adanya fakt or kesadaran individu.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Idi Abdullah, Jalaluddin. 2012. Filsafat Pendidikan M anusia, Filsafat , dan Pendidikan. Yogyakart a: Ar-Ruzz M edia.

Bisa di Dow nload di blog saya (Parmin)!


(1)

Indonesia seut uhnya ini t erbina melalui sistem pendidikan nasional yang dijiwai oleh filsafat pendidikan Pancasila.


(2)

BAB VI

FILSAFAT PENDIDIKAN PENINGKATAN SUM BER DAYA M ANUSIA

A. Filsafat Pendidikan dan Kepribadian

Dalam pengert ian sederhana, filsafat diart ikan sebagai kepribadian jat idiri dan pandangan hidup seseorang, m asyarakat at au bangsa. Kondisi ini dibentuk oleh t radisi kehidupan masyarakat at aupun oleh usaha yang t erprogram.

Nam un demikian, sesederhana apapun, pembent ukan itu t ak lepas dari peran pendidikan. Pendidikan m enurut Hasan Langgulung, pada prinsipnya dapat dilihat dari dua sudut pandang: individu dan m asyarakat (Hasan Langgulung, 1986:38).

Dilihat dari sudut pandang individu, pendidikan m erupakan usaha unt uk m em bim bing dan m enghubungkan pot ensi individu. Sement ara dari sudut pandang kemasyarakat , pendidikan m erupakan usaha pewarisan nilai-nilai budaya dari generasi t ua ke generasi m uda agar nialai-nilai budaya t ersebut t et ap t erpelihara. Dalam kont ek ini dapat dilihat hubungan ant ara pendidikan dengan t radisi budaya dan kepribadian suatu m asyarakat bet apapun sederhananya m asyarakat it u.

Transfer nilai-nilai budaya yang paling efekt if adalah m elalui proses pendidikan. Dalam masyarakat m odern, proses pendidikan t ersebut didasarkan pada suatu sist em yang sengaja dirancang sebagai program pendidikan secara formal. Oleh sebab itu, dalam penyelenggaraannya dibentuk kelem bagaan pendidikan form al.

M enurut Hasan Langgulung, pendidikan m encakup dua kepent ingan ut am a, yaitu pengem bangan pot ensi individu dan pewarisan-pew arisan nilai-nilai budaya. Kedua hal ini berkait an erat dengan pandangan hidup satu masyarakat at au bangsa it u m asing-masing. Dengan kat a lain, sist em pendidikan bagaim anapun sederhana


(3)

mengandung karakt erist ik t ent ang jat i diri atau pandangan hidup masyarakat at au bangsa yang mem buatnya.

Bangsa Indonesia yang m emiliki filsafat dan pandangan hidup t ersendiri, yait u Pancasila. Pandangan hidup ini dengan sendirinya menjadi dasar dan sekaligus t ujuan sist em pendidikan nasional. Dengan kat a lain sist em pendidikan nasional disusun at as dasar filsafat pendidikan Pancasila. Sebab filsafat pendidikan m erupakan ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat at au filsafat yang dit erapkan dalam usaha pemikiran dan pemecahan m asalah-m asalah pendidikan (Imam Barnadib, 1986:5).

Bila pendidikan dikembalikan pada fungsinya sebagai usaha untuk mengem bangkan pot ensi individu dan sekaligus sebagai usaha untuk mew ariskan nilai-nilai budaya, m aka pendidikan juga menyangkut pembentukan kepribadian. Pendidikan berkaitan dengan usaha untuk mengubah sikap dan tingkah laku. Sedangkan kepribadian berhubungan dengan pola tingkah laku.

Set idak-t idaknya, kepribadian dapat dilihat dari empat aspek muat annya. Pert ama, aspek personalia, yait u kepribadian dilihat dari pola t ingkah laku lahir dan bat in yang dimiliki seseorang. Kedua, aspek individualisme, yakni karakt erist ik at au sifat -sifat khas yang dimiliki seseorang, hingga dengan adanya sifat -sifat ini seseorang secara individu berbeda dengan individu lainnya. Ket iga, aspek m ent alit as, sebagai perbedaan yang berkait an dengan cara berpikir. M ent alit as sebagai gambaran pola pikir seseorang. Keempat , aspek ident it as, yaitu kecenderungan seseorang untuk mem pert ahankan sikap dirinya dari pengaruh luar. Identit as m erupakan karakt erist ik yang m enggam barkan jat i diri seseorang.


(4)

Berdasarkan keem pat aspek t ersebut , t erlihat bagaim ana hubungan antara pendidikan dan pem bentukan kepribadian, dan hubungannya dengan filsafat pendidikan yang bersum ber dari nilai-nilai budaya sebagai pandangan hidup suatu bangsa.

B. Filsafat Pendidikan dan Sumber Daya M anusia

Dari sudut pandang pot ensi yang dim iliki itu, m anusia dinamakan dengan berbagai sebutan. Dilihat dari pot ensi int eleknya manusia disebut homo int elect us. M anusia juga disebut homo faber, karena manusia memiliki kem am puan untuk m em buat beragam barang at au peralat an. Kemudian m anusia pun disebut sebagai hom o sacinss at au homo saciale abima, karena manusia adalah m akluk berm asyarakat . Di lain pihak, manusia juga memiliki kem am puan m erasai, mengert i, membeda-bedakan, kearifan, kebijaksanaan, dan penget ahuan. At as dasar adanya kemam puan t ersebut , manusia disebut homo sapiens (K. Prent , CM , J. Adisubrat a, W.M . Poerw adarm int a, 1969: 322-764).

Filsafat pendidikan, sepert i dikem ukakan Im am Barnadib, disusun at as dua pendekat an. Pendekat an pert ama bahw a filsafat pendidikan diartikan sebagai aliran yang didasarkan pada pandangan filosofis tokoh-t okoh tokoh-t ertokoh-t entokoh-t u. Sedangkan pandangan kedua adalah usaha untokoh-tuk menemukan jaw aban dari pendidikan besert a problema-problem a yang ada yang m em erlukan tinjauan filosofis (Im am Barnadib: 7).

Dari pendekat an pert ama, t erkait dengan kualit as pot ensi manusia, t erdapat tiga aliran filsafat . Pert am a, aliran nat uralism e, yang menyat akan bahw a manusia memiliki pot ensi bawaan (natur) yang dapat berkembang secara alami, t anpa memerlukan bimbingan dari luar (lingkungan). Secara alam i manusia akan bert am bah dan berkembang sesuai dengan kodratnya m asing-masing. Tokoh aliran ini adalah Jean Jacques Rosseau.


(5)

Kedua, aliran em pirisme. M enurut aliran ini, manusia tumbuh dan berkembang at as bantuan at au karena adanya int ervensi lingkungan. Tanpa ada pengaruh luar, m anusia tidak akan berkembang. M anusia dianggap sebagai m ahluk pasif t anpa pot ensi baw aan. M anusia dit ent ukan bagaim ana lingkungan m empengaruhinya. Jika lingkungan baik m aka akan m enjadi baik. Sebaliknya jika lingkungan buruk manusia akan m enjadi buruk pula. Tokoh aliran ini adalah Schopenhauer.

Ket iga aliran Konvergensi, yang m emiliki pandangan gabungan ant ara nat uralisme dan em pirism e. M enurut aliran ini manusia secara kodrat i t elah dianugrahi pot ensi yang disebut bakat . Nam un agar pot ensi itu dapat t umbuh dan berkem bang dengan baik perlu adanya pengaruh dari luar berupa t unt unan dan bimbingan melalui pendidikan. Bakat hanyalah kem am puan at au pot ensi dasar. Pert umbuhan dan perkembangan t ergant ung dari pem eliharaan at au pengaruh lingkungan. Tokoh aliran ini adalah John Locke.

Ket iga aliran t ersebut kem udian m enjadi dasar pem ikiran t ent ang manusia dalam kait an dengan problem a pendidikan. Nam un, Kohnst am m menambah fakt or kesadaran sebagai fakt or keem pat . Dengan dem ikian, menurutnya, selain fakt or dasar (nat ur) dan fakt or ajar (empiri), yang kemudian dikovergensikan, masih perlu adanya fakt or kesadaran individu.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Idi Abdullah, Jalaluddin. 2012. Filsafat Pendidikan M anusia, Filsafat , dan Pendidikan. Yogyakart a: Ar-Ruzz M edia.

Bisa di Dow nload di blog saya (Parmin)!