Proses Penyelesaian Sengketa Tata Usaha Negara Melalui Pengadilan

34 Setelah Penelitian Administrasi, Ketua melakukan proses dismissal, berupa prosses untuk meneliti apakah gugatan yang diajukan penggugat layak dilanjutkan atau tidak. Pemeriksaan Disimissal, dilakukan secara singkat dalam rapat permusyawaratan oleh ketua dan ketua dapat menunjuk seorang hakim sebagai reporteur raportir. Dalam Prosedur Dismissal Ketua Pengadilan berwenang memanggil dan mendengar keterangan para pihak sebelum menentukan penetapan disimisal apabila dipandang perlu.Ketua Pengadilan berwenang memutuskan dengan suatu penetapan yang dilengkapi dengan pertimbangan-pertimbangan bahwa gugatan yang diajukan itu dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar,dalam hal : a. Pokok gugatan tersebut nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang Pengadilan; b. Syarat-syarat gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatkan; c. Gugatan tersebut tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak; d. Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat; e. Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya. Dalam hal adanya petitum gugatan yang nyata-nyata tidak dapat dikabulkan, maka kemungkinan ditetapkan dismissal terhadap bagian petitum gugatan tersebut. Hal ini dalam praktek tidak pernah dilakukan karena adanya perbaikan gugatan dalam pemeriksaan persiapan. 35 Terhadap penetapan dismissal dapat diajukan perlawanan kepada Pengadilan dalam tenggang waktu 14 empat belas hari setelah diucapkan. Proses perlawanan dilakukan secara singkat, serta setidak-tidaknya PenggugatPelawan maupun TergugatTerlawan didengar dalam persidangan tersebut. Berdasarkan Surat MARI No. 224Td.TUNX1993 tanggal 14 Oktober 1993 Perihal : Juklak, diatur mengenai Prosedur perlawanan- Pemeriksaan terhadap perlawanan atas penetapan dismissal berdasarkan Pasal 62 ayat 3 sampai dengan ayat 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, tidak perlu sampai memeriksa materi gugatannya seperti memeriksa bukti-bukti, saksi-saksi, ahli, dan sebagainya. Sedangkan penetapan dismissal harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.- Pemeriksaan gugatan perlawanan dilakukan secara tertutup, akan tetapi pengucapan putusannya harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.Terhadap perlawanan yang dinyatakan benar maka dimulailah pemeriksaan terhadap pokok perkaranya mulai dengan pemeriksaan persiapan dan seterusnya. Majelis yang memeriksa pokok perkaranya adalah Majelis yang sama dengan yang memeriksa gugatan perlawanan tersebut tetapi dengan penetapan Ketua Pengadilan. Jadi tidak dengan secara otomatis. Dalam hal perlawanan tersebut dibenarkan oleh Pengadilan maka penetapan dismissal itu gugur demi hukum dan pokok gugatan akan diperiksa, diputus, dan diselesaikan menurut acara biasa. Terhadap putusan mengenai perlawanan itu tidak dapat digunakan upaya hukum. Baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa. Apabila pihak Pelawan mengajukan permohonan banding atau upaya hukum lainnya, maka Panitera berkewajiban membuat akte penolakan banding atau upaya hukum lainnya. 36 Sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai, Hakim wajib mengadakan pemeriksaan persiapan untuk melengkapi gugatan yang kurang jelas. Tujuan pemeriksaan persiapan adalah untuk mematangkan perkara. Segala sesuatu yang akan dilakukan dari jalan pemeriksaan tersebut diserahkan kearifan dan kebijaksanaan ketua majelis. Oleh karena itu dalam pemeriksaan persiapan memanggil penggugat untuk menyempurnakan gugatan dan atau tergugat untuk dimintai keterangan penjelasan tentang keputusan yang digugat, tidak selalu harus didengar secara terpisah. Pemeriksaan persiapan dilakukan di ruangan musyawarah dalam sidang tertutup untuk umum, tidak harus di ruangan sidang, bahkan dapat pula dilakukan di dalam kamar kerja hakim tanpa toga. Pemeriksaan persiapan dapat pula dilakukan oleh hakim anggota yang ditunjuk oleh ketua majelis sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh ketua majelis. Tenggang waktu 30 hari untuk perbaikan gugatan dalam fase pemeriksaan persiapan, janganlah diterapkan secara ketat sesuai bunyi penjelasan Pasal 63 ayat 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986. Tenggang waktu 30 hari tersebut tidak bersifat memaksa maka hakim tentu akan berlaku bijaksana dengan tidak begitu saja menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima kalau penggugat baru satu kali diberi kesempatan untuk memperbaiki gugatannya..Dalam pemeriksaan perkara dengan acara cepat tidak ada pemeriksaan persiapan. Setelah ditunjuk Hakim tunggal, langsung para pihak dipanggil untuk persidangan. Berdasarkan Pasal 98 dan Pasal 99 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, dalam pemeriksaan persidangan ada dengan acara biasa dan acara cepat Dalam pemeriksaan dengan acara biasa, Pengadilan memeriksa dan memutus sengketa 37 Tata Usaha Negara dengan tiga orang Hakim, sedangkan dengan acara cepat dengan Hakim Tunggal. Apabila Majelis Hakim memandang bahwa sengketa yang disidangkan menyangkut ketertiban umum atau keselamatan negara, persidangan dapat dinyatakan tertutup untuk umum, namun putusan tetap diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Peranan hakim ketua sidang dalam proses pemeriksaan sengketa Tata Usaha Negara adalah aktif dan menentukan serta memimpin jalannya persidangan agar pemeriksaan tidak berlarut-larut. Oleh karena itu, cepat atau lambatnya penyelesaian sengketa tidak semata-mata bergantung pada kehendak para pihak, melainkan Hakim harus selalu memperhatikan kepentingan umum yang tidak boleh terlalu lama dihambat oleh sengketa itu .Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan keyakinan hakim. Pasal 107 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 mengatur ketentuan dalam rangka usaha menemukan kebenaran materil. Dalam hal pemeriksaan sengketa sudah diselesaikan, kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat yang terakhir berupa kesimpulan masing-masing. Setelah kedua belah pihak mengemukakan kesimpulan, maka Hakim Ketua Sidang menyatakan bahwa sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada Majelis Hakim bermusyawarah dalam ruangan tertutup untuk mempertimbangkan segala sesuatu guna putusan sengketa tersebut.Putusan dalam musyawarah majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua Majelis merupakan hasil permufakatan bulat, kecuali setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai 38 permufakataan bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak. Apabila musyawarah majelis tersebut tidak dapat menghasilkan putusan, permusyawaratan ditunda sampai musyawarah majelis berikutnya. Apabila dalam musyawarah majelis berikutnya tidak dapat diambil suara terbanyak, maka suara terakhir Hakim Ketua Majelis yang menentukan.Putusan Pengadilan dapat dijatuhkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada kedua belah pihak.Putusan Pengadilan harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak hadir pada waktu putusan pengadilan diucapkan, atas perintah Hakim Ketua Sidang salinan putusan itu disampaikan dengan surat tercatat kepada yang bersangkutan. Tidak diucapkannya putusan dalam sidang terbuka untuk umum mengakibatkan putusan Pengadilan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Berdasarkan pasal 97 ayat 7 Undang-Undang nomor 5 tahun 1986, isi putusan TUN dapat berupa : a. Gugatan ditolak Putusan hakim Peradilan TUN yang menyatakan gugatan ditolak adalah berupa penolakan terhadap gugatan penggugat, berarti memperkuat KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang bersangkutan. Pada umumnya suatu gugatan ditolak oleh Majelis Hakim karena alat-alat bukti yang diajukan pihak penggugat tidak dapat mendukung gugatannya, atau alat-alat bukti yang diajukan pihak tergugat lebih kuat; 39 b. Gugatan dikabulkan Gugatan dikabulkan bisa berarti pengabulan seluruhnya atau pengabulan sebagian. Gugatan dikabulkan berarti paula pernyataan bahwa KTUN yang digugat dinyatakan batal atau tidak sah; c. Gugatan tidak dapat diterima Putusan yang berupa gugatan tidak dapat diterima berarti bukan putusan terhadap pokok perkara tetapi gugatan tersebut tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Persyaratan tersebut sebagaimana dimaksud dalam prosedur dismissal danatau pemeriksaaan persiapan; d. Gugatan gugur Putusan pengadilan yang menyatakan gugatan gugur dalam hal para pihak atau kuasanya tidak hadir dalam persidangan yang telah ditentukan dan mereka telah dipanggil secara patut, atau perbaikan gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat telah melampaui tenggang waktu yang ditentukan daluwarsa. Dalam hal gugatan dikabulkan, maka dalam putusan pengadilan dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 ayat 8 dapat disertai pembebanan ganti rugi berupa : a. Pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan atau; b. Pencabutan keputusan TUN yang bersangkutan dan penerbitan keputusan TUN yang baru; atau c. Penerbitan keputusan TUN dalam hal gugatan didasarkan pada Pasal 3. 40 Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 9 Undang-Undang nomor Tahun 1986 dapat disertai pembebanan ganti rugi. Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 8 menyangkut kepegawaian, maka disamping kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat 10 dan ayat 11 dapat disertai pemberian rehabilitasi. Bagi pihak yang tidak sependapat dengan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara PT.TUN dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara diberitahukan secara sah. Mengenai pencabutan kembali suatu permohonan banding dapat dilakukan setiap saat sebelum sengketa yang dimohonkan banding itu diputus oleh Pengadilan Tinggi TUN. Terhadap putusan pengadilan tingkat Banding dapat dilakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung RI. Pemeriksaan ditingkat Kasasi diatur dalam pasal 131 UU Peratun, yang menyebutkan bahwa pemeriksaan tingkat terakhir di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Sementara itu apabila masih ada diantara para pihak masih belum puas terhadap putusan Hakim Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi, maka dapat ditempuh upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung RI. Mengenai mekanisme atau prosedur eksekusi ini diatur dalam Pasal 116 sampai Pasal 119 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Dengan lahirnya Undang-Undang Nmor 9 Tahun 2004, putusan Peradilan Tata Usaha Negara telah mempunyai kekuatan eksekutabel. Hal ini dikarenakan adanya sanksi sanksi 41 administratif serta publikasi terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara Tergugat yang tidak mau melaksanakan putusan Peradilan Tata Usaha Negara.

2.8 Hubungan Kejaksaan dengan Pemerintah

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, menurut Pasal 24 ayat 1 UUD 1945, ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan Kekuasaan Kehakiman. Ketentuan mengenai badan-badan lain tersebut dipertegas dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Ketentuan mengenai badan-badanlain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman meliputi Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan badan-badan lain yang diatur dengan undang-undang. Selanjutnya, Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 2 menegaskan bahwa: 1.Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut Kejaksaan lembaga pemerintah yangmelaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan sertakewenangan lain berdasarkan undang- undang. 2.Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan secara merdeka. 3.Kejaksaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 adalah satu dan tidak terpisahkan Mencermati isi Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 diatas, dapat diidentifikasi beberapa hal, yaitu: 1. Kejaksaan sebagai suatu lembaga pemerintahan; 2. Kejaksaan melakukan kekuasaan kewenangan di bidang penuntutan dan kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang; 42 3. Kekuasaan kewenangan itu dilakukan secara merdeka; 4. Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan Berdasarkan pengaturan di atas dapat dijelaskan bahwa kedudukan kejaksaan sebagai suatu lembaga pemerintahan yang melakukan kekuasaan negara di bidang penuntutan, bila dilihat dari sudut kedudukan, mengandung makna bahwa kejaksaan merupakan suatu lembaga yang berada disuatu kekuasaan eksekutif. Sementara itu, bila dilihat dari sisi kewenangan kejaksaan dalam melakukan penuntutan berarti Kejaksaan menjalankan kekuasaan yudikatif. Disinilah terjadinya ambivalensi pertentangan kedudukan kejaksaan Republik Indonesia dalam penegakan hukum di Indonesia. Kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan disebutkan dalam Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Kejaksaan, kejaksaaan berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang. Sedangkan kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penuntutan telah dinyatakan secara tegas di dalam Pasal 1 dan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, yang menegaskan bahwa penuntut Umum adalah kejaksaan yang telah diberikan kewenangan oleh undang- undang kejaksaan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 33 dan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, kejaksaan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan 43 negara atau instansi lainya serta memeberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada isntansi pemerintah lainnya. Dalam menjalankan hubungan kerjasama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi pemerintah lainnya, kejaksaan mempunyai Pusat Penerangan Hukum, berkedudukan sebagai pelaksana tugas di Bidang Penerangan dan Penyuluhan Hukum, Hubungan Media Massa, Hubungan Antar Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah, Pengelola Informasi dan Dokumentasi, yang karena sifatnya tidak tercakup dalam satuan organisasi Kejaksaan lainnya, secara teknis bertanggung jawab langsung kepada Jaksa Agung dan secara administratif kepada Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen. Bidang Hubungan Antar Lembaga Negara Lembaga Pemerintah dan Non Pemerintah mempunyai tugas melaksanakan pembinaan hubungan kerjasama dan pemberian pelayanan teknis penerangan hukum kepada Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah, dan Non Pemerintah serta Lembaga lainnya di dalam dan luar negeri, penghimpunan dan pengolahan bahan-bahan yang berkaitan dengan hubungan kerjasama serta pengelolaan Pos Pelayanan Hukum dan Peneriman Pengaduan Masyarakat. Tupoksi berdasarkan pasal 457-460 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor : 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia dan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-009AJA012011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia. Di tingkat pusat dilaksanakan oleh Bidang Hubungan Antar Lembaga Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung R.I dalam forum ”Pos Penerimaan