1. Pasal 28 UUD 1945 menyebutkan : Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang 2. Pasal 28 F UUD 1945 menyebutkan : Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dalam lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
3. Tap. MPR N0. XVIIMPR1998 tentang Hak Azasi Manusia, pada bagian Bab VI, Pasal 20 da 21 yang menyebutkan sebagai berikut :
- Pasal 20 : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
- Pasal 21 : Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
4. Undang-Undang No. 39 Tahun 2000 Pasal 14 Ayat 1 dan 2 tentang Hak azasi Manusia, menyebutkan :
- Ayat 1 : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosia -
Ayat 2 : Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia
5. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 dalam Pasal 2 dan Pasal 4 ayat 1 tentang Pers, menyebutkan :
- Pasal 2 : Kemerdekaan Pers adalah salah satu wujud kedaulatan
rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
- Pasal 4 Ayat 1 : Kemerdekaan Pers dijamin sebagai hak azasi warga
negara.
C. Kode Etik Jurnalistik
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada ketentuan umumnya menyebutkan bahwa kode etik jurnalistik merupakan
himpunan etika profesi kewartawanan. Etika memang merupakan teori yang tidak bergumul dengan fakta-
fakta, tetapi justru bergumul dengan nilai-nilai dan estimates atau perkiraan-perkiraan. Etika merupakan teori yang berusaha untuk
menjawab pertanyaan seperti: apakah yang oleh masyarakat dapat diterima sebagai sesuatu yang baik dan patut dilakukan, bagaimanakah
tingkah laku yang dianggap benar atau salah menurut ukuran moralitas, apakah yang seharusnya menjadi tugas kewajiban seseorang dalam
masyarakat, bagaimanakah watak yang sebaiknya dimiliki seseorang dalam masyarakat.
Kode Etik Jurnalistik : kode etik ini dikutip dari Kode Etik Wartawan Indonesia KEWI
1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas
kepada sumber informasi. Wartawan Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melaporkan dan menyiarkan
informasi secara faktual dan jelas sumbernya. Tidak menyembunyikan fakta serta pendapat penting dan menarik, yang
perlu diketahui publik sebagai hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan akurat. Contoh kasus: kasus korupsi dan
manipulasi di sebuah instansi baik pemerintah maupun suasta, kasus konspirasi yang berniat untuk menimbulkan kekacauan ,
kasus wabah penyakit yang melanda daerah atau wilayah tertentu, kasus bahan makanan yang mengandung zat berbahaya, kasus
busung lapar
2. Wartawan Indonesia menempuh cara etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber
informasi. Wartawan Indonesia dalam memperoleh informasi dari sumber berita atau nara sumber, termasuk dokumen dan memotret
dilakukan dengan cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum, kaidah-kaidah kewartawanan
3. Wartawan Indonesia menghormati azas praduga tidak bersalah, tidak mencampurkan fakta dan opini, berimbang dan selalu meneliti
kebenaran informasi serta tidak melakukan plagiat. Wartawan Indonesia dalam menyiarkan informasi tidak menghakimi dan
membuat kesimpulan kesalahan seseorang terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih diproses di Pengadilan. Wartawan tidak
memasukkan opini pribadinya, wartawan sebaiknya dalam melaporkan dan menyiarkan informasi perlu meneliti kembali
kebenaran informasi. Dalam pemberitaan kasus sengketa dan perbedaan pendapat, masing-masing fihak harus diberikan ruang
waktu pemberitaan secara seimbang
4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul serta tidak menyebutkan identitas korban
kejahatan susila. Wartawan Indonesia tidak melaporkan dan menyiarkan informasi yang tidak jelas sumber kebenaran informasi
yang secara gamblang memperlihatkan aurat yang secara langsung bisa menimbulkan nafsu birahi atau mengundang kontroversi publik.
Untuk kasus tindakan perkosaan pelecehan seksual tidak perlu menyebutkan identitas korban untuk menjaga dan melindungi
kehormatan korban.
5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi wartawan. Wartawan Indonesia selalu
menjaga kehormatan profesi dengan tidak menerima imbalan dan Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan
embargo, informasi latar belakang dan Off The Record sesuai
kesepakatan. Wartawan Indonesia melindungi nara sumber yang tidak bersedia disebut nama dan identitasnya
6. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberian dan melayani hak jawab. Ralat ditempatkan pada
halaman yang sama dengan informasi yang salah atau tidak akurat. Dalam hal pemberitaan yang merugikan seseorang atau kelompok
pihak yang dirugikan harus diberikan kesempatan melakukan klarifikasi
I. INDIKATOR :
- Menguraikan upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan pers - Mendeskripsikan kebebasan fungsional dalam kebebasan pers Indonesia
- Menyebutkan 5 dari 6 ciri kebebasan pers Indonesia menurut J. C. T Simorangkir, SH - Menganalisis dampak yang ditimbulkan dari adanya kebebasan pers
- Menganalisis manfaat media massa atau pers dalam kehidupan sehari-hari menurut Wilbur Schramm
- Memperaktikkan langkah dalam menulis berita
D. Upaya Pemerintah Dalam Mengendalikan Kebebasan Pers Pers dalam pemberitaannya menganut sistem pers yang bebas.
Sesuatu sistem pers itu diciptakan justru untuk menentukan bagaimana sebaiknya pers tersebut dapat melaksanakan kebebabasan dan tanggung
jawabnya
Sebagaimana kita ketahui, sistem kebebasan pers itu sendiri merupakan sebagian saja dari suatu sistem yang lebih besar dari sistem
kebebasan untuk mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan. Di negara barat sistem tersebut terkenal dengan freedom of expression atau
kebebasan mengeluarkan pendapat.
Identitas kebebasan pers Indonesia oleh para tokoh pers terkemuka, menyebut kebebasan Pers tersebut sebagai kebebasan fungsional,
maksudnya kebebasan yang diabdikan untuk suatu tujuan tertentu atau suatu kebebasan yang mengemban suatu fungsi dan tanggung jawab
J. C. T. Simorangkir SH, dalam bukunya yang berjudul Hukum