Perbuatan Pidana Pertanggungjawaban Pidana

murni, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP.Tindak Pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal. 29 Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahul bahwa jenis-jenis perbuatan pidana terdiri dari kejahatan dan pelanggaran, perbuatan tindak pidana formil dan materil, perbuatan pidana sengaja dan tidak sengaja serta perbuatan pidana aktif dan pasif. 3. Pertanggungjawaban Pidana Secara teoritis menurut Roeslan Saleh menjelaskan mengenai definisi pertanggungjawaban bahwa pertanggungjawaban adalah suatu yang harus dipertanggungjawabkanatas perbuatan yang telah dilakukan. Pertanggung jawaban adalah suatu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan itu dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya. Untuk adanya pertanggung jawaban pidana, harus jelas terlebih dahulu apa yang dapat dipertanggung jawabkan. Ini berarti harus dipastikan dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat suatu tindak pidana. 30 Pertanggungjawaban dalam hukum pidana merupakan pertanggungjawaban menurut hukum pidana. Setiap orang bertanggung jawab atas segala perbuatannya, hanya kelakuannya yang menyebabkan hakim menjatuhkan hukuman yang dipertanggungjawabkan pada pelakunya. Menurut E.Y Kanter dan S.R. Sianturi, pertanggungjawaban pidana adalah seseorang itu dapat dipidana 29 Andi Hamzah, Op.Cit., hlm. 21-22. 30 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta: Angkasa, 1999, hlm. 79. atau tidaknya karena kemampuan dalam mempertanggungjawabakan perbuatannya. Dalam bahasa asing dikenal dengan Toerekeningsvatbaarheid dan terdakwa akan dibebaskan dari tanggung jawab jika itu tidak melanggar hukum. 31 Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan asas culpabilitas, yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan pada nilai keadilan harus disejajarkan berpasangan dengan asas legalitas yang didasarkan pada nilai kepastian. Walaupun Konsep berprinsip bahwa pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan, namun dalam beberapa hal tidak menutup kemungkinan adanya pertanggungjawaban pengganti vicarious liability dan pertanggungjawaban yang ketat strict liability. Masalah kesesatan error baik kesesatan mengenai keadaannya error fact, maupun kesesatan mengenai hukumnya sesuai dengan konsep merupakan salah satu alasan pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana kecuali kesesatannya itu patut dipersalahkan kepadanya. 32 Seseorang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dijatuhi pidana kalau dia tidak melakukan tindak pidana, tetapi meskipun melakukan perbuatan tindak pidana, tidak selalu dapat dipidana. 33 Pertanggungjawaban pidana criminal responsibility adalah suatu mekanisme untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang 31 E.Y Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: Storia Grafika, 1999, hlm. 250. 32 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 23. 33 Bambang Pornomo, Pokok-pokok Tata Cara Peradilan Pidana, Yogyakarta : Liberty, 1996, hlm. 135. terjadi atau tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam Undang-undang. Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya. Dengan kata lain orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukan orang tersebut. 34 Pertanggungjawaban pidana diterapkan dengan pemidanaan, yang bertujuan untuk untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat; menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindak pidana; memulihkan keseimbangan; mendatangkan rasa damai dalam masyarakat; memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang baik dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana. Pertanggungjawaban pidana harus memperhatikan bahwa hukum pidana harus digunakan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur merata materiil dan spirituil. Hukum pidana tersebut digunakan untuk mencegah atau menanggulangi perbuatan yang tidak dikehendaki. Selain itu penggunaan sarana hukum pidana dengan sanksi yang negatif harus memperhatikan biaya dan kemampuan daya kerja dan institusi 34 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1993, hlm. 41. terkait, sehingga jangan sampai ada kelampauan beban tugas overbelasting dalam melaksanakannya. 35 Perbuatan agar dapat dipertanggungjawabkan secara pidana, harus mengandung kesalahan. Kesalahan tersebut terdiri dari dua jenis yaitu kesengajaan opzet dan kelalaian culpa. 1. Kesengajaan opzet Sesuai teori hukum pidana Indonesia, kesengajaan terdiri dari tiga macam, yaitu sebagai berikut: a. Kesengajaan yang bersifat tujuan Bahwa dengan kesengajaan yang bersifat tujuan, si pelaku dapat dipertanggungjawabkan dan mudah dapat dimengerti oleh khalayak ramai. Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku pantas dikenakan hukuman pidana. Karena dengan adanya kesengajaan yang bersifat tujuan ini, berarti si pelaku benar-benar menghendaki mencapai suatu akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukuman ini b. Kesengajaan secara keinsyafan kepastian Kesengajaan ini ada apabila si pelaku, dengan perbuatannya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dan delik, tetapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu. c. Kesengajaan secara keinsyafan kemungkinan Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. Selanjutnya mengenai kealpaan karena merupakan bentuk dari kesalahan yang menghasilkan dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang yang dilakukannya. 36 2. Kelalaian culpa Kelalaian culpa terletak antara sengaja dan kebetulan, bagaimanapun juga culpa dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja, oleh karena itu delik culpa, culpa itu merupakan delik semu quasideliet sehingga diadakan pengurangan pidana. Delik culpa mengandung dua macam, yaitu delik kelalaian yang menimbulkan akibat dan yang tidak menimbulkan akibat, tapi yang diancam dengan pidana ialah perbuatan ketidak hati-hatian itu sendiri, perbedaan antara keduanya sangat mudah dipahami yaitu kelalaian yang menimbulkan akibat dengan terjadinya akibat itu maka diciptalah delik 35 Ibid., hlm. 23. 36 Ibid., hlm. 46. kelalaian, bagi yang tidak perlu menimbulkan akibat dengan kelalaian itu sendiri sudah diancam dengan pidana. 37 Syarat-syarat yang harus ada dalam delik kealpaan yaitu: 1 Tidak mengadakan praduga-praduga sebagaimana diharuskan oleh hukum, adapun hal ini menunjuk kepada terdakwa berpikir bahwa akibat tidak akan terjadi karena perbuatannya, padahal pandangan itu kemudian tidak benar. Kekeliruan terletak pada salah pikirpandang yang seharusnya disingkirkan. Terdakwa sama sekali tidak punya pikiran bahwa akibat yang dilarang mungkin timbul karena perbuatannya. Kekeliruan terletak pada tidak mempunyai pikiran sama sekali bahwa akibat mungkin akan timbul hal mana sikap berbahaya. 2 Tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum, mengenal hal ini menunjuk pada tidak mengadakan penelitian kebijaksanaan, kemahiranusaha pencegah yang ternyata dalam keadaan yang tertentudalam caranya melakukan perbuatan. 38 Seseorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang mampu bertanggung jawab yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Tindak pidana jika tidak ada kesalahan adalah merupakan asas pertanggungjawaban pidana, oleh sebab itu dalam hal dipidananya seseorang yang melakukan perbuatan sebagaimana yang telah diancamkan, ini tergantung dari soal apakah dalam melakukan perbuatan ini dia mempunyai kesalahan. 37 Ibid., hlm. 48. 38 Ibid., hlm. 49.

4. Hal yang Memberatkan dan Meringankan Pidana

Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh hakim memuat hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal ini memang sudah ditentukan dalam Pasal 197 Ayat 1 KUHAP yang menyebutkan putusan pemidanaan memuat keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa. a. Hal-hal yang Memberatkan KUHP hanya mengatur hal-hal yang dijadikan alasan memberatkan pidana, yaitu: 39 1 Jabatan Pemberatan karena jabatan ditentukan dalam Pasal 52 KUHP yang rumusannya sebagai berikut: “bilamana seseorang pejabat karena melakukan tindakan pidana, melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya atau pada waktu melakukan tindak pidana memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiganya.” 2 Pengulangan Recidive Pengulangan tindak pidana dalam KUHP tidak diatur secara umum dalam “Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus untuk sekelompok tindak pidana tertentu baik yang berupa kejahatan didalam Buku II maupun yang berupa pelanggaran didalam Buku III. Disamping itu KUHP juga mensyaratkan 39 E. Utrecht, Hukum Pidana II, Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1994, hlm. 137. tenggang waktu pengulangan yang tertentu. Dengan demikian KUHP menganut sistem Recidive Khusus artinya pemberatan pidana hanya dikenakan pada pengulangan jenis-jenis tindak pidana kejahatanpelanggaran tertentu saja dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu. 3 Penggabungan Concursus Gabungan melakukan tindak pidana sering diistilahkan dengan concursus atau samenloop. Samenloop adalah satu orang melakukan satu perbuatan pidana. satu satu orang melakukan beberapa perbuatan kejahatan dan atau pelanggaran dan beberapa delik itu belum dijatuhi hukuman dan keputusan hakim dan beberapa delik itu akan diadili sekaligus. Titel 6 Buku I mengatur tentang gabungan atau samenloop atau keebalikan dari deelneming turut serta. gabungan samenloop adalah orang yang melakukan beberapa peristiwa pidana. b. Hal-hal yang meringankan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP alasan-alasan yang meringankan pidana adalah: 1 Percobaan Pasal 53 Ayat 2 dan 3. 2 Membantu atau medeplichgqheid Pasal 57 Ayat 1 dan 2. 3 Belum dewasa atau minderjarigheid Pasal 47. Menurut J. E. Sahetapy, hal-hal meringankan dalam persidangan adalah: 40 1 Sikap correct dan hormat terdakwa terhadap pengadilan, dan pengakuan terus terang sehingga memperlancar jalannya persidangan. 40 J. E. Sahetapy, Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, Malang: Setara Press, 2009, hlm. 302. 2 Pada kejahatannya tersebut tidak ada motif yang berhubungan dengan latar belakang publik. 3 Dalam persidangan, terdakwa telah menyatakan penyesalan atas perbuatannya 4 Terdakwa tidak terbukti ikut usaha percobaan beberapa oknum yang akan dengan kekerasan melarikan diri dari penjara. 5 Terdakwa belum pernah dihukum tersangkut perkara kriminal. C. Tindak Pidana Keimigrasian

1. Pengertian Tindak Pidana Keimigrasian

Tindak pidana keimigrasian adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh undang- undang, dan tercela dalam kaitan dengan kegiatan keimigrasian. Ketentuan tentang tindak pidana keimigrasian, berjumlah 23 Pasal, dan terdapat dalam Pasal 113 sampai dengan Pasal 136 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Keimigrasian

Sebagai dasar untuk pembuktian terjadinya tindak pidana keimigrasian, maka dapat menggunakan 3 tiga unsur: 41 a. Unsur Subyek Pelaku Tindak Pidana dalam Undang Undang Keimigrasian 1 Pelaku perseorangan 2 Pelaku kelompok orang 3 Badan swastabadan publik 4 Badan pemerintah 41 Muh. Khamdan, Teori dan Praktik Penyidikan Tindak Pidana Keimigrasian, Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM RI, Didownload dari http:www.slideshare.netkhamdanwi tindakan-penyidikan-pidana-keimigrasian Pada tanggal 9 Juli 2015 Pukul 08.00 WIB.

Dokumen yang terkait

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERSAMASAMA (Studi Kasus No. 862/PID/B2010/PNTK)

0 4 51

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA INCEST (Studi Putusan No.24/Pid.B/2012/PN.KLD)

3 21 44

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi Putusan PN Nomor : 195/PID.B/2012/PN.GS)

0 7 61

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA WARGA NEGARA ASING (Studi Putusan MA Nomor:1599 K/Pid.Sus/2012)

1 28 64

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERBANKAN DALAM PERKARA NOMOR: 483/Pid.Sus./2013/PN.TK

0 4 60

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU PENCABULAN TERHADAP ANAK (Studi Putusan Nomor: 66/Pid/2013/PT.TK)

0 0 12

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KELALAIAN YANG MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA (Studi Putusan Nomor: 144/Pid.Sus/2013/PN.M)

0 0 13

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PERCOBAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERZINAHAN (Studi Kasus Putusan No: 300/Pid.B/2017/PN.Tjk)

0 0 13

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HUKUM HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN BEBAS TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERUSAKAN (Studi Perkara Nomor: 892/Pid.B/2014/PN.Tjk.)

0 1 15

ANALISIS DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR (Studi Putusan Nomor: 18/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Tjk)

0 1 15