Pengantar Bahan Kuliah Sosiologi Hukum

BAHAN KULIAH SOSIOLOGI HUKUM

Bab I Pengantar

Pendekatan hukum positivistik, normatif, legalislitik, formalistik. Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan morma yang harus dipahami dengan meanganilis teks atau bunyi undang-undang atau peraturan yang tertulis. Dalam rangka mempelajari teks-teks normatif tersebut maka yang menjadi sangat penting untuk menggunakan logika hukum legal reasoning yang dibangan atas dasar asas-asas, dogma-dogma, doktrin- doktrin, dan prinsip-prinsip hukum terutama yang berlaku secara universal dalam hukum modern. Dalam kenyataannya pendekaan ini memiliki kelemahan atau kekurangan karena tidak dapat menjelaskan kenyataan-kenyataan hukum secara memuaskan, terutama ketika praktek hukum tidak sesuai dengan aturan-aturan hukum yang tertulis. Seperti ketika prinsip hukum undang-undang menyatakan bahwa hukum tidak boleh berlaku diskriminiatif atau equality before the law, hukum tidak boleh saling bertentangan, siapa yang bersalah harus dihukum, hukum harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh dan sebagainya, namun kenyataannya terdapat kesenjangan gap atau diskrepansi dengan kenyataan hukum yang terjadi. Pendekatan Hukum Empiris, Sosiologis, Realisme, Konteks Sosial Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan sosial social institution yang tidak terlepas dari bangunan sosial lainnya. Hukum tidak dipahami sebagai teks dalam undang- undang atau peraturan tertulis tetapi sebagai kenyataan social yang menafest dalam kehidupan. Hukum tidak dipahami secara tekstual normative tetapi secara konteksual. Sejalan dengan itu maka pendekatan hukum tidak hanya dilandasi oleh sekedar logika hukum tetapi juga dengan logika social dalam rangka seaching for the meaning. Pendekatan ini diharapkan dapat menjelaskan berbagai fenomena hukum yang ada melalui alat bantu logika ilmu-ilmu sosial. Berbagai praktek-praktek hukum yang tidak sesuai dengan aturan normative, disparitas hukum, terjadinya deviant behavior, anomaly hukum, ketidakpatuhan disobedience, pembangkangan hukum, violent, kriminalisme dan sebagainya akan lebih mudah dijelaskan melalui pendekatan ini. Perbandingan dua model pendekatan hukum Aspek Hukum Positivis analitis Jurisprudential Model Sosiologis Fokus Peraturan Struktur Sosial Proses Logika Perilaku behavior Lingkup Universal Variabel Perspektif Pelaku Participant Pengamat Observer Tujuan Praktis Ilmiah 1 Sasaran Keputusan Decission Penejelasan Expalanation Sumber : Donald Black. Sociological Justice, 1989 : 21. Menuju pendekatan hukum yang holistik dan visoner. Sebagai upaya menuju pemahaman hukum secara holistic dan visoner kiranya diperlukanm adanya pergeseran paradigma paradigm shift dimana kedua pendekatan tersebut dapat digunakan secara sinergis dan komplementer. Artinya, pendekatan terhadap hukum tidak hanya mengambil salah satu, tetapi harus mengambil keduannya secara utuh sehingga akan dapat dilakukan analisis secara holistic dan komprehensif. Pendekatan hukum yang positistik saja akan menyebabkan hukum akan teralienasi dari basis sosial dimana dimana hukum itu berada. Pendekatan ini semata mungkin akan dapat memperoleh nilai kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum. Sebaliknya pendekatan hukum empiris, sosiologis, realisme, atau konteks sosial saja akan menyebabkan seolah-oleh hukum tertulis menjadi tidak diperlukan tetapi hanya melihat realitas hukum yang terjadi. Jika pendekatan ini dipakai sebagai satu-satunya alat dalam memahami hukum maka sangat dapat mengakibatkan terjadinya ketidakpastian hokum bahkan dikhawatirkan tidak lagi diperlukan lagi adanya hukum atau undang-undang sehingga lebih lanjut dapat terjadi anarkisme hukum. Positivisme Hukum  Berkembang pesat pada abd IX sejalan dengan tumbuhnya konsep Negara-negara modern  Siostem trias politika yang membagi kekuasaan Negara menjadi tiga dan kekuasaan legislative memproduksi hukum sebanyak mungkin  Gerakan liberalisme yang bertujuan untuk melindungi kepentingan individu melalui hukum tertulis  Munculnya tokoh pemikir gerarakan positivisme seperti  H.L.A Hart 1 Undang-undang adalah perintah manusia 2 Todak perlu ada hubungan hukum dengan moral 3 Sistem hukum adalah logis dan terutup 4 Penilaian moral tidak dapat diberikan atau dipertahankan 5 Esensi hukum terletak pada adanya penggunaan paksaan  Lon Fuller : ada 8 delapan prinsip yang harus diperhatikan dalan substansi hukum positip  John Austin : Hukum adalah perintah kekuasaan politik yang berdaulat.  Hans Kelsen : Teori Hukum Murni, dan teori Stufenbau. Paham Positivisme di Indonesia berkembang karena : 1. Pendidikan hukum di Indonesia lebih mengarahkan kepada tujuan untuk menciptakan sarjana Hukum yang profesional keahlian hukum yang monolitik. S1 mencetak tukang untuk menerapkan  bagaimana menciptakan SH yang handal dalam profesi hukum, seolah-olah hukum di dominasi Undang-undang  normatik, sehingga realitas hukum dianggap realtif tidak penting. 2 Profesi Penerap UU Law in abstracto Civil Law : deduktif : dibuat aturan yang umum yang dibuat untuk menyelesaikan kasus. Jadi hukumnya sama meski kebutuhan masyarakat berbeda-beda dan asumsinya UU pasti sudah bagus. 2. Pendidikan di Indonesia mewarisi tradisi continental law yang mengikuti civil law Hukum adalah sesuatu yang sudah ada dalam UU atau perturan tertulis, sehingga sumber hukum hanyalah undang-undang dan di luar itu tidak ada hukum. Hal tak lepas dari sistem hukum Belanda yang dibawa colonial masuk ke Indonesia dengan psrinisp konkordansi. Asumsinya undang-undang tidak boleh diprotes, UU dianggap sudah baik karena pembentuk hukum sudah merancangh dengan sungguh-sungguh. - Civil law cenderung empiris induktifnya tidak digunakan - Lobus de droit : hakim adalah mulut undang-undang karena hakim dalam menentukan putusan sudah ditentukan oleh undang-undang, sehingga penemuan-penemuan hukum menjadi miskin 3. Pendidikan hukum di Indonesia lebih banyak mengajarkan pada fisiologi hukum tapi kurang mengajarkan pada patologi hukum. Kebanyakan yang diajarkan hanya asas-asas dan norma hukum substantive, tetapi ilmu penyakit hukumnya tidak diajarkan sehingga kita tidak terbiasa menganalisis penyimpangan-penyimpangan dalam bekerjanya hukum, padahal hal itu menjadi penting untuk meberikan terapi bagi penyakit hukum. Menurut Satjipto Rahardjo Ada tiga penyebab sarjana hukum Indonesia menganut positifisme : 1. tidak banyak melakukan penelitian hukum di lapangan 2. tidak banyak melakukan kritik-kritik terhadap hukum 3. beranggapan sistem hukum tidak bisa dirubah Perkembangan Ke Arah Ilmu Hukum Sosiologis Memasuki Abad XX mulai muncul pemikiran untuk meberikan penjelasan lebih baik terhadap hekakekat hukum dan tempat hukum dalam masyarakat. Ketidakpuasan terhadap positifisme kian berekembang karena paham tersebut acapkali tidak sesuai dengan keadilan dan kebenaran sehingga muncul gerakan-gerakan untuk “melawan” positifisme. Hal itu tampak dari fenomena yang disebut: 3 UU Legislatif Imposed from outside Basic law - WvS - BW - WvK masyarakat 1. Donald Black  The age of sociology 2. Morton White  The revolt against formalisme 3. Alan Hunt  The sociological movement in law. Keadilan kadang sulit terungkap. Jika berhadapan dengan formalisme, dimana hakim dalam suatu kasus kadang sulit untuk membuktikan meskipun yakin kalau si pelaku bersalah. Menurut Gustav Radbruh : hukum harus mengandung tiga nilai idealitas : 1. Kepastian  yuridis 2. Keadilan  Filosofis 3. Kemanfaatan  Sosiologis Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, ada 3 karakteristik sosiologi hukum sebagai ilmu : 1. Bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktek-praktek hukum 2. Menguji empirical validity dari peraturanpernyataan dan hukum 3. Tidak melakukan penilaian terhadap perilaku hukum  sebagai tetsachenwissenschaaft yang melihat law as it is in the book tidak selalu sama dengan law as it is in society, namun hal tersebut tidak perlu dihakimi sebagai sesuatu yang benar atau salah. Pohon Ilmu Hukum 4 Filsafat Hukum Politik Hukum Psykologi hukum Sosilogi hukum  sosiological yurisprudence Perbandingan hukum Antropologi Hukum Ilmu Hukum

Bab II Bekerjanya Hukum