Analisis Tingkat Permintaan Rumah di Kota Medan
SKRIPSI
ANALISIS TINGKAT PERMINTAAN RUMAH DI KOTA MEDAN
OLEH
Muhammad Alhasymi 100501049
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(2)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar rata-rata tingkat permintaan rumah di Kota Medan setiap tahunnya, serta bagaimana pengaruh dari harga rumah, pertumbuhan pendapatan perkapita dan tingkat inflasi terhadap tingkat permintaan rumah di Kota Medan
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series selama periode 1994-2013 (20 tahun) yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan dan Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD-REI) Sumatera Utara. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS).
Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat permintaan rumah oleh konsumen di Kota Medanrata-rata pertahun sebesar 81% untuk rumah sederhana tapak/RST (tipe 36/72), 74% untuk rumah menengah (tipe 70/105) dan 70% untuk rumah mewah(tipe 150/200). Sementara dari hasil estimasi penelitian menemukan bahwa harga rumah RST (tipe 36/72) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat permintaan rumah RST dengan pengaruh negatif, sedangkan untuk harga rumah menengah dan mewah tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat permintaan rumah di Kota Medan. Tingkat inflasi juga berpengaruh signifikan terhadap tingkat permintaan rumah berbagai tipe (tipe 36 s/d 200) di Kota Medan dengan pengaruh negatif. Sedangkan untuk pendapatan regional tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat permintaan rumah RST, menengah dan mewah di Kota Medan.
Kata kunci : Tingkat Permintaan Rumah, Pendapatan Regional Perkapita dan Inflasi.
(3)
ABSTRACT
The aim of research is to analyze how much the average level of demand housing in Medan City per year. And how the influence of house price, earningsregionalper capita and inflation for a demand housing in Medan City.
This research used secondary dataof time series during period 1994-2013 (20 years), stemming from Statistical Center (BPS) and Real Estat Indonesia (REI) North Sumatra. The data was analyzed using multiple regression analysis model using Ordinary Least Square (OLS).
From the data obtained showed that the average annual level of housing demand by 81% for a small house type/RST (type 36/72), 74% for a medium house type (type 70/105) and 70% for a big house type (type 150/200). Result of estimation of research finds that house price do not have any significant effect to demand of house medium type (type 70/105) and big type (type 150/200). Earnings regional per capita do not have any significant effect to demand of house small house type/RST, medium type and big type. While the price of house small type/RST influenced significantly to the demand for house small type/RST in Medan City, with negative influence. Inflation influenced significantly to the demand for house small type/RST (type 36/72), medium type (type 70/105) and big type (type 150/200) in Medan City, with negative influence.
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan skripsi yang berjudul “Analisis Tingkat Permintaan Rumah di Kota Medan”. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :
1. Allah Swt, atas anugrah dan rahmat-Nya yang telah diberikan.
2. Kedua orang tua, Ayah dan Ibu atas bantuan doa dan dukungannya selama ini.
3. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum S.E M.Sc selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Syahrir Hakim Nasution, SE, Msi selaku Sekretaris Departemen S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, PhD selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
(5)
7. Bapak Paidi Hidayat, SE, Msi selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 8. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si.selaku Dosen Pembimbing.
9. Bapak Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU selaku Dosen Pembanding I. 10. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku Dosen pembanding II.
11. Segenap staf dan pegawai di Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estat Indonesia (REI) Sumatera Utara.
12. Seluruh teman-teman di Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU jurusan Ekonomi Pembangunan angkatan 2010.
13. Serta seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam penyusunan maupun penyajiannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
Medan, Maret 2015
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULIAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Teori Permintaan ... 9
2.1.1 Hukum Permintaan ... 11
2.1.2 Kurva Permintaan ... 12
2.1.3 Elastisitas Permintaan ... 14
2.1.4 Permintaan Perumahan ... 16
2.2 Konsep dan Kategori Perumahan ... 20
2.3 Fungsi dan Peran Rumah ... 22
2.4 Permukiman Kota ... 24
2.5 Masalah dan Kebijakan Permukiman Perkotaan ... 24
2.6 Pendapatan Regional ... 26
2.6.1 Pendapatan Perkapita ... 27
2.7 Inflasi ... 27
2.7.1 Teori Inflasi ... 28
2.8 Penelitian Terdahulu ... 29
2.9 Kerangka Konseptual ... 31
2.10 Hipotesis ... 32
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
3.1 Pengertian Penelitian ... 33
3.2 Jenis Penelitian ... 33
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 33
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 34
3.5 Jenis Data ... 35
3.6 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 35
3.7 Teknik Analisis ... 36
3.7.1 Model Analisis Data ... 36
(7)
3.7.2.1 Uji Koefisien Determinasi (R-Square) ... 37
3.7.2.2 Uji F-statistik (Overall Test ... 37
3.7.2.3 Uji t-statistik (Partial Test) ... 38
3.7.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 39
3.7.3.1 Multikolinieritas ... 39
3.7.3.2 Autokorelasi ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42
4.1 Hasil Penelitian ... 42
4.1.1 Kondisi Geografis ... 42
4.1.2 Kondisi Ekonomi ... 43
4.1.3 Perkembangan Perumahan di Kota Medan ... 48
4.1.4 Harga dan Tingkat Permintaan Rumah di Kota Medan ... 50
4.2 Pembahasan ... 56
4.2.1 Uji Asumsi Klasik ... 56
4.2.1.1 Uji Multikolinieritas ... 56
4.2.1.2 Uji Serial Korelasi (Autokorelasi) ... 57
4.2.2 Interpretasi Model ... 59
4.2.3 Analisis Koefisien Determinasi (R-square) ... 63
4.2.4 Uji t-Statistik ... 63
4.2.5 Uji F-Statistik ... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 74
(8)
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1 Penelitian Terdahulu ... 29 4.1 Tingkat Inflasi Kota Medan Periode 1994-2013 ... 45 4.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Medan Periode
2007-2012 ... 45 4.3 Perkembangan PDRB dan PendapatanPerkapita Atas
Dasar Harga Berlaku di Kota Medan periode
1993-2012 ... 46 4.4 Rata-rata total pembangunan perumahan di Kota
Medan ... 49 4.5a Perkembangan Harga Rata-rata Rumah Sederhana
Tapak (RST) di Kota Medan periode 1994-2014 ... 51 4.5b Perkembangan Harga Rata-rata Rumah Menengah di
Kota Medan periode 1994-2014 ... 52 4.5c Perkembangan Harga Rata-rata Rumah Mewah di
Kota Medan periode 1994-2014 ... 53 4.6 Perkembangan Kepuasan Konsuen (Persentase jumlah
unit rumah yang terjual pertahun) ... 54 4.7 Rata-rata Tingkat Permintaan Rumah per tahun di
Kota Medan ... 55 4.8a Hasil Regresi Parsial untuk Uji Multikolinieritas
(Model persamaan RST) ... 56 4.8b Hasil Regresi Parsial untuk Uji Multikolinieritas
(Model persamaan Rumah Menengah) ... 57 4.8c Hasil Regresi Parsial untuk Uji Multikolinieritas
(Model persamaan Rumah Mewah) ... 57 4.9a Hasil Estimasi Uji Autokorelasi (Model Persamaan
RST) ... 58 4.9b Hasil Estimasi Uji Autokorelasi (Model Persamaan
Rumah Menengah) ... 58 4.9c Hasil Estimasi Uji Autokorelasi (Model Persamaan
(9)
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kurva Permintaan Individu ... 13
2.2 Pergeseran Kurva Permintaan ... 14
2.3 Fungsi Rumah (Hunian) ... 23
2.4 Kerangka Konseptual ... 31
4.1 Perkembangan Inflasi Periode 2004-2013 ... 45
4.2 Perkembangan PDRB Kota Medan periode 2003-2012 ... 48
4.3 Persentase pembangunan rata-rata pertahun rumah berbagai tipe di Kota Medan ... 50
4.4a Interpretasi Model Persamaan RST (tipe36/72) 59 4.4b Interpretasi Model Persamaan Rumah Menengah (tipe 70/105) ... 61
4.4c Interpretasi Model Persamaan Rumah Mewah (tipe 150/200) ... 62
(10)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis seberapa besar rata-rata tingkat permintaan rumah di Kota Medan setiap tahunnya, serta bagaimana pengaruh dari harga rumah, pertumbuhan pendapatan perkapita dan tingkat inflasi terhadap tingkat permintaan rumah di Kota Medan
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data time series selama periode 1994-2013 (20 tahun) yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan dan Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD-REI) Sumatera Utara. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS).
Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat permintaan rumah oleh konsumen di Kota Medanrata-rata pertahun sebesar 81% untuk rumah sederhana tapak/RST (tipe 36/72), 74% untuk rumah menengah (tipe 70/105) dan 70% untuk rumah mewah(tipe 150/200). Sementara dari hasil estimasi penelitian menemukan bahwa harga rumah RST (tipe 36/72) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat permintaan rumah RST dengan pengaruh negatif, sedangkan untuk harga rumah menengah dan mewah tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat permintaan rumah di Kota Medan. Tingkat inflasi juga berpengaruh signifikan terhadap tingkat permintaan rumah berbagai tipe (tipe 36 s/d 200) di Kota Medan dengan pengaruh negatif. Sedangkan untuk pendapatan regional tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat permintaan rumah RST, menengah dan mewah di Kota Medan.
Kata kunci : Tingkat Permintaan Rumah, Pendapatan Regional Perkapita dan Inflasi.
(11)
ABSTRACT
The aim of research is to analyze how much the average level of demand housing in Medan City per year. And how the influence of house price, earningsregionalper capita and inflation for a demand housing in Medan City.
This research used secondary dataof time series during period 1994-2013 (20 years), stemming from Statistical Center (BPS) and Real Estat Indonesia (REI) North Sumatra. The data was analyzed using multiple regression analysis model using Ordinary Least Square (OLS).
From the data obtained showed that the average annual level of housing demand by 81% for a small house type/RST (type 36/72), 74% for a medium house type (type 70/105) and 70% for a big house type (type 150/200). Result of estimation of research finds that house price do not have any significant effect to demand of house medium type (type 70/105) and big type (type 150/200). Earnings regional per capita do not have any significant effect to demand of house small house type/RST, medium type and big type. While the price of house small type/RST influenced significantly to the demand for house small type/RST in Medan City, with negative influence. Inflation influenced significantly to the demand for house small type/RST (type 36/72), medium type (type 70/105) and big type (type 150/200) in Medan City, with negative influence.
(12)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu kebutuhan dasar (basic needs) dan pokok manusia selain sandang dan pangan adalah papan berupa rumah tempat tinggal. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H, bahwa tempat tinggal dan lingkungan yang layak merupakan hak dasar manusia. Rumah merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia sebagai tempat tinggal yang dapat melindungi manusia dari cuaca seperti panas, dingin, hujan dan angin, rumah juga merupakan tempat dimana suatu keluarga hidup dan berinteraksi sosial dengan lingkungan di sekitarnya, kehidupan manusia yang dalam sehari terdiri dari 24 jam, umumnya lebih dari 50 persen waktunya dihabiskan di dalam rumah. Selain fungsi-fungsi standar di atas rumah juga memiliki fungsi sebagai sarana investasi. Dalam perkembangannya rumah tidak hanya dijadikan sebagai tempat tinggal yang pada dasarnya merupakan kebutuhan pokok saja, melainkan telah menjadi alternatif dalam berinvestasi yang cukup menarik berupa capital gain atau keuntungan dari selisih harga ketika rumah dibeli dengan harga ketika dijual. Rumah juga dapat dijadikan sebagai indikator status sosial masyarakat. Setiap keluarga yang mendiami suatu rumah akan memperlihatkan karakter bangunan yang berbeda dengan keluarga lainnya, dimana karakter bangunan rumah tinggal ini akan menggambarkan budaya sosial dan perilaku penghuninya.
Biasanya pengeluaran masyarakat terhadap rumah tempat tinggal berkisar antara 15 sampai 20 persen dari penghasilannya. Menurut data Badan Pusat
(13)
Statistik pengeluaran masyarakat perkapita dalam sebulan terhadap perumahan dan fasilitas rumah tangga sebesar 20,2 persen pada Maret 2013 dan 21,5 persen pada 2012 di bulan yang sama.
Berdasarkan UU No 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman Pasal 1 menyebutkan bahwa rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga, dan perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Sedangkan dalam Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur.
Menurut Sukanto (1998 : 75) di negara-negara maju atau dengan tingkat penghasilan yang tinggi, elastisitas permintaan akan rumah relatif rendah. Sebaliknya negara terbelakang atau tingkat penghasilannya rendah, elastisitas permintaan akan rumah relatif tinggi. Dalam pemenuhannya akan rumah, masyarakat dalam hal ini sebagai demander biasanya memiliki beberapa pilihan seperti membangun sendiri atau dengan cara menyewa, membeli secara tunai atau angsuran atau dengan cara lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Masyarakat dalam memenuhi keinginannya untuk memiliki rumah biasanya dilakukan melalui pasar properti yang terdiri atas pasar primer yang menyediakan rumah baru dengan dipasok oleh pengembang (developer) baik swasta yang banyak tergabung dalam organisasi Real Estat Indonesia (REI) maupun pemerintah yang dilaksanakan oleh Perum Perumnas. Sedangkan untuk
(14)
pasar sekunder lebih kepada pengalihan hak kepemilikan rumah telah pakai yang biasanya dipasok oleh agen properti maupun oleh jasa para broker. Disisi lain supplier atau pengembang khususnya yang tergabung dalam REI (Real Estat Indonesia) dapat mengalami berbagai kendala dalam usahanya untuk membangun perumahan seperti kendala dalam memperoleh izin yang harus lebih dipermudah, agar menarik minat developer dalam mengembangkan pembangunan perumahan bagi masyarakat sehingga kebutuhan rumah masyarakat dapat terpenuhi.
Seiring dengan semakin pesatnya pertumbuhan ekonomi ditambah dengan jumlah penduduk yang lazimnya dari tahun ketahun selalu mengalami peningkatan menyebabkan kebutuhan dan permintaan akan rumah atau hunian tinggal juga semakin tinggi. Perkembangan jumlah penduduk daerah perkotaan di Indonesia cenderung mengalami penigkatan yang lebih tinggi dari pertumbuhan jumlah penduduk dihitung secara nasional. Pertumbuhan penduduk di perkotaan ini mengakibatkan kebutuhan akan sarana dan prasarana perkotaan khususnya kebutuhan rumah perkotaan semakin meningkat.
Kebutuhan rumah di Indonesia setiap tahunnya terus bertambah. Realestat Indonesia (REI) menghitung total kebutuhan rumah per tahun di Indonesia bisa mencapai 2,6 juta didorong oleh pertumbuhan penduduk, perbaikan rumah rusak dan backlog atau kekurangan rumah (Sumber : detikfinance.com).
Utamanya keinginan setiap masyarakat untuk memiliki hunian yang layak dan memenuhi syarat dibatasi oleh tingkat penghasilan serta biaya yang harus ditanggung dalam membangun hunian tersebut. Masalah muncul ketika tingkat penghasilan rendah serta biaya yang relatif tinggi dapat mengakibatkan
(15)
masyarakat tidak dapat membangun rumah yang layak dan memenuhi syarat,. padahal rumah tinggal merupakan kebutuhan pokok/primer. Sehingga timbullah rumah-rumah liar yang tidak layak yang banyak ditemui dikawasan pinggiran perkotaan.
Kota Medan merupakan kota terbesar di luar pulau Jawa yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di kawasan Sumatera dengan jumlah penduduk lebih dari dua juta jiwa atau tepatnya berdasarkan sensus BPS tahun 2010 sebesar 2.097.610 jiwa yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan ini disebabkan oleh faktor alami seperti kelahiran dan faktor urbanisasi atau perpindahan penduduk. Kondisi meningkatnya jumlah penduduk di kota Medan tidak terlepas dari meningkatnya jumlah rumah tangga yang terdapat di kota Medan. Permintaan rumah di kota Medan terus mengalami kenaikan tiap tahun meski harga jual mengalami peningkatan yang disebabkan oleh terus naiknya harga lahan dan minat masyarakat yang masih cukup tinggi untuk tinggal di kota Medan.
Pertumbuhan jumlah pemduduk dapat mendorong pembangunan perumahan di kota ini, baik rumah dengan tipe sederhana, menengah hingga mewah, hal ini tentu dapat dijadikan kesempatan baik bagi para pengembang (developer) perumahan untuk bisa memenuhi kebutuhan akan rumah akibat naiknya permintaan terhadap rumah karena peningkatan jumlah penduduk. Permintaan rumah di kota Medan baik rumah komersil maupun rumah sederhana terus mengalami peningkatan setiap tahun meski harga jual juga meningkat yang disebabkan oleh tingginya harga lahan di kota Medan.
(16)
Pendapatan masyarakat juga dapat berpengaruh terhadap tingkat permintaan rumah. Meningkatnya pendapatan masyarakat dapat mendorong tercapainya pemenuhan kebutuhan akan rumah untuk masyarakat sehingga permintaan akan rumah juga bertambah. Inflasi akan menyebabkan tingkat pendapatan real masyarakat mengalami pengurangan sehingga dapat menurunkan daya beli masyarakat dan dikhawatirkan akan menyebabkan menurunnya kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya akan rumah yang harganya akan terus mengalami peningkatan.
Harga menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap rumah, jika harga rumah turun, sesuai hukum permintaan maka akan menyebabkan bertambahnya permintaan akan rumah. Namun dalam kenyataannya harga properti khususnya rumah jarang mengalami penurunan bahkan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya, hal ini tentu akan menghambat masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya akan rumah. Sehingga harus diberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memperolehnya, kemudahan yang diberikan berupa kredit perumahan, dimana masyarakat hanya harus membayar sejumlah uang muka untuk memperoleh rumah yang sudah dapat ditempati, sedangkan sisanya dapat dicicil tiap bulannya (sistem kredit) melalui bank tertentu, sistem seperti ini tentu dipengaruhi oleh tingkat suku bunga kredit yang dikeluarkan oleh bank, tingkat suku bunga yang rendah tentu diharapkan agar memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya terdahap rumah tempat tinggal. Ketua REI (Realestat Indonesia) Sumut Periode 2011-2014, Tomi Wistan, mengatakan bahwa pengembang dapat menekan harga
(17)
jual rumah khususnya rumah sederhana bagi masyarakat berpenghasilan rendah jika pemerintah membantu menekan harga jual lahan dan mengurangi biaya perizinan serta membantu pembangunan infrastruktur (sumber : antaranews.com).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka saya mengajukan penelitian dengan judul “ Analisis Tingkat Permintaan Rumah Di Kota Medan. ”
1.2 Perumusan Masalah
Tingkat Permintaan akan rumah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, dimana faktor yang mempengaruhi lebih menfokuskan pada faktor harga perumahan berbagai tipe, pertumbuhan pendapatan perkapita masyarakat Kota Medan, serta tingkat inflasi.
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Seberapa besar rata-rata Tingkat Permintaan Rumah berbagai tipe di Kota Medan pertahunnya ?
2. Bagaimana pengaruh harga terhadap tingkat permintaan rumah berbagai tipe di Kota Medan ?
3. Bagaimana pengaruh pertumbuhan pendapatan perkapita masyarakat terhadap tingkat permintaan rumah berbagai tipe di Kota Medan ?
4. Bagaimana pengaruh tingkat inflasi terhadap tingkat permintaan rumah berbagai tipe di Kota Medan ?
(18)
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dibuat dengan mempunyai tujuan yang hendak dicapai sebagai berikut :
1. Menganalisis dan mengetahui seberapa besar rata-rata tingkat permintaan rumah berbagai tipe di Kota Medan pertahunnya.
2. Menganalisis dan mengetahui pengaruh harga terhadap tingkat permintaan rumah berbagai tipe di Kota Medan.
3. Menganalisis dan mengetahui seberapa besar pengaruh pertumbuhan pendapatan perkapita masyarakat terhadap tingkat permintaan rumah berbagai tipe di Kota Medan.
4. Menganalisis dan mengetahui seberapa besar tingkat inflasi terhadap tingkat permintaan rumah berbagai tipe di Kota Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut : 1. Berguna menambah wawasan dan pengetahuan penulis dalam memahami
pengaruh variabel-variabel yang sifatnya makro terhadap permintaan Rumah berbagai tipe di Kota Medan.
2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah maupun pihak Pengembang (Developer) dalam menentukan pembangunan perumahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Kota Medan.
(19)
3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan maupun referensi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian serupa dengan ruang lingkup yang berbeda.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Permintaan
Berbagai teori telah banyak muncul membahas mengenai teori permintaan. Sadono Sukirno (2003:75) menjelaskan bahwa teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Permintaan akan suatu barang di pasar akan terjadi apabila konsumen mempunyai keinginan (willing) dan kemampuan (ability) untuk membeli, pada tahap kosumen hanya memiliki keinginan atau kemampuan saja maka permintaan barang belum terjadi, kedua syarat willing dan ability harus ada untuk terjadinya permintaan.
Miller dan Meiners (2000) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor permintaan selain harga, diantaranya :
a. Pendapatan,
Kenaikan dalam pendapatan akan biasanya akan menyebabkan kenaikan permintaan.
b. Selera dan Preferensi,
Selera dan preferensi dapat mempengaruhi tingkat permintaan suatu barang. Beras misalnya, meskipun harganya sama, permintaan beras di wilayah Indonesia bagian timur cenderung lebih rendah dibanding dengan wilayah Indonesia bagian barat dikarenakan masyarakat di wilayah Indonesia bagian timur seperti Papua dan Maluku cenderung lebih menyukai sagu sebagai makanan pokok ketimbang beras.
(21)
Jika harga barang berkaitan mengalami kenaikan maka akan menyebabkan permintaan terhadap barang tersebut turun cateris paribus
d. Harga barang lain yang berkaitan (substitusi dan komplementer),
Permintaan terhadap barang substitusi akan naik jika harga barang yang berkaitan naik sedangkan barang substitusinya tetapdan permintaan terhadap barang komplementer turun jika harga barang berkaitan naik.
e. Perubahan dugaan tentang harga di masa depan (ekspektasi harga),
Jika terjadi kenaikan harga suatu barang di masa depan maka akan meningkatkan permintaan terhadap barang di masa sekarang.
f. Penduduk,
Kenaikan jumlah penduduk dalam suatu perekonomian (dengan asumsi pendapatan konstan) akan menyebabkan meningkatnya permintaan
Berdasarkan uraian di atas maka fungsi permintaan seorang konsumen akan suatu barang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Dx = f ( Px, Y, Py, T, u ) ... (2.1) Dimana : Dx = Jumlah barang x yang diminta
Px = Harga barang x
Y = Pendapatan Perkapita/Konsumen Py = Harga barang lain
T = Selera
u = Faktor-faktor lainnya
Persamaan di atas menjelaskan bahwa tingkat permintaan terhadap barang X (Dx) dipengaruhi oleh harga barang X (Px), pendapatan konsumen (Y), harga
(22)
barang lainnya (Py) yang merupakan harga barang substitusi dari barang X, tingkat selera (T) dan faktor-faktor lainnya (u).
2.1.1 Hukum Permintaan
Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut. (Sukirno, 2003:76)
Menurut R.L Miller dan R.E Meiners (2000) kaidah permintaan dapat dinyatakan dalam cara yang paling sederhana sebagai berikut :
- Pada harga tinggi, lebih sedikit barang yang akan diminta ketimbang pada harga rendah, dimana hal-hal lain sama (cateris paribus)
- Pada harga rendah, lebih banyak barang yang akan diminta ketimbang pada harga tinggi, dimana hal-hal lain sama (cateris paribus)
Maka kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut, dimana hal-hal lain sama pada setiap tingkat harga (cateris paribus). Asumsi mengenai “cateris paribus” menjelaskan bahwa permintaan hanya dipengaruhi oleh faktor harga, dimana faktor lainnya bersifat tetap, yang artinya teori yang menyatakan bahwa faktor harga berhubungan terbalik dengan tingkat permintaan akan terbantahkan jika faktor-faktor lain diluar harga ikut berubah.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai hukum permintaan di mana adakalanya hukum permintaan tidak berlaku, misalnya kenaikan harga suatu barang justru meningkatkan permintaan terhadap barang tersebut. Sedikitnya
(23)
terdapat tiga kelompok jenis barang di mana hukum permintaan tidak berlaku, yakni :
a. Barang yang Bersifat Memiliki Unsur Spekulasi,
Seprti emas, saham dan tanah di perkotaan, di mana barang-barang tersebut menyebabkan orang akan menambah pembeliannya disaat harganya naik, dikarenakun adanya unsur spekulasi terhadap barang-barang tersebut yang diharapkan harganya terus naik sehingga dapat diperoleh keuntungan.
b. Barang Prestise,
Merupakan barang yang bersifat dapat menambah prestise seseorang yang memilikinya yang umumnya berharga sangat mahal sehingga apabila harganya naik , dapat menyebabkan naiknya permintaan terhadap barang tersebut seperti barang-barang antik, lukisan dari pelukis terkenal maupun mobil mewah.
c. Barang Giffen,
pada umumnya jika harga barang yang bersifat giffen turun justru menyebabkan permintaan terhadap barang tersebut juga turun begitu pula sebaliknya contoh dari barang jenis ini adalah makanan pokok berkualitas rendah seperti singkong dan sebagainya, di mana permintaan terhadap barang jenis ini didorong oleh kemisikinan yang membuat konsumen tidak mampu membeli barang yang lebih berkualitas.
2.1.2 Kurva Permintaan
Berdasarkan hukum permintaan yang menyatakan bahwa kuantitas barang yang diminta berbanding terbalik terhadap harga. Maka jika harga naik maka
(24)
permintaan turun begitu pula sebaliknya jika harga turun permintaan naik (asumsi cateris paribus). Sehingga kurva permintaan mempunyai slope yang menurun ke kanan (berslope negatif). Pada Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa perubahan harga dari p1 ke p2 menyebabkan perubahan kuantitas dari q1 ke q2.
Gambar 2.1 Kurva Permintaan Individu
Kurva di atas menjelaskan perubahan quantitas permintaan (change in quantity demand) yang disebabkan oleh perubahan harga. Dimana pergerakan tingkat permintaan sepanjang kurva permintaan DD. Sedangkan jika perubahan terjadi tidak semata-mata hanya karena perubahan harga melainkan juga terjadi perubahan diluar faktor harga seperti pendapatan, selera dan sebagainya (faktor non harga) maka akan menyebabkan perubahan permintaan (change in demand) yang dapat menyebabkan pergeseran demand curve ke kiri maupun ke kanan.
Dari Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa perubahan faktor permintaan non harga menyebabkan kurva permintaan bergeser. Misalkan jika pendapatan individu meningkat menyebabkan bertambahnya tingkat permintaan karena daya beli meningkat sehingga menggeser kurva permintaan ke kanan dari DD ke D’D’ dan sebaliknya jika pendapatan berkurang akan menyebabkan daya beli turun
(25)
sehingga tingkat permintaan berkurang yang menyebabkan kurva bergeser ke kiri dari DD ke D”D”.
Sumber : R.L. Miller & R.E. Meiners (2000: 27)
Gambar 2.2 Pergeseran Kurva Permintaan
2.1.3 Elastisitas Permintaan
Dalam analisis ekonomi, secara teori maupun dalam praktek sehari-hari, adalah sangat berguna untuk mengetahui sejauh mana renponsifnya permintaan terhadap perubahan harga. Oleh sebab itu perlu dikembangkan satu pengukuran kuantitatif yag menunjukkan sejauh mana besarnya pengaruh perubahan harga terhadap perubahan permintaan yang dinamakan ukuran elastisitas permintaan (Sukirno, 2003:103).
Terdapat tiga konsep elastisitas permintaan yakni ; elastisitas permintaan harga, elastisitas permintaan pendapatan dan elastisitas permintaan silang. Dimana konsep elastisitas permintaan harga adalah konsep yang lebih penting untuk dipahami.
Ukuran elastisitas permintaan dapat dilihat melalui nilai koefisien elastisitas yang berkisar di antara nol dan tak terhingga.Jika nilai elastisitas adalah lebih
(26)
besar dari satu (E > 1), maka barang bersifat elastis menyebabkan perubahan harga akan mengubah jumlah barang yang diminta. Jika nilai elastisitas kurang dari satu (E < 1), maka barang bersifat tidak elastis, dimana perubahan harga tidak terlalu signifikan mempengaruhi jumlah barang yang di minta. Sedangkan jika nilai elastisitas sebesar satu (E = 1), maka disebut elastisitas uniter, dimana perubahan harga direspon proporsional terhadap persentase jumlah barang yang diminta.
Menurut Sukirno (2003:112), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi elastisitas permintaan barang, yaitu :
1. Tingkat kemampuan barang-barang lain untuk menggantikan barang yang bersangkutan. Jika suatu barang mempunyai banyak barang pengganti (barang substitusi), maka permintaan akan barang tersebut cenderung elastis, dikarenakan perubahan harga akan menyebabkan orang berganti ke barang lain sebagai penggantinya. Dan untuk barang yang tidak memiliki barang pengganti biasanya censerung bersifat tidak elastis dikarenakan sulit mencari barang penggantinya.
2. Persentase pendapatan yang akan dibelanjakan untuk membeli barang tersebut. Semakin besar bagian pendapatan yang diperlukan untuk membeli suatu barang, maka permintaan barang tersebut akan semakin elastis.
3. Jangka waktu pengamatan atas permintaan. Semakin lama jangka waktu permintaan dianalisis, permintaan atas barang tersebut semakin elastis. Jangka waktu yang singkat permintaan tidak bersifat elastis karena perubahan pasar belum diketahui oleh konsumen. Dalam jangka waktu lebih
(27)
lama konsumen akan mencari barang alternatif untuk menggantikan barang yang mengalami kenaikan harga.
2.1.4 Permintaan Perumahan
Menurut Sastra dan Marlina (2006:78) sistem permintaan perumahan yang terjadi di masyarakat selalu terkait dengan beberapa hal yang harus dipahami sebagai berikut :
1. Kebutuhan (Need)
Rumah merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang bersifat objektif dan sama untuk semua orang. Dimana pengertian ‘kebutuhan’ disini terkait dengan masalah pemenuhan kebutuhan pokok manusia terhadap rumah sebagai tempat tinggal dan tempat berlindung.
2. Permintaan(Demand)
Permintaan akan rumah bagi lebih bersifat subjektif, tergantung selera dan tingkat kemampuan ekonomi. Sebab setiap orang memiliki selera dan kemampuan ekonomi yang tidak sama. Dengan adanya perbedaan tersebut, maka akan terdapat berbagai variasi kebutuhan terhadap rumah tinggal. Maka permintaan terhadap perumahan akan dipengaruhi oleh faktor seperti, kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat itu sendiri.
3. Perasaan Membutuhkan (Felt Need)
Menunjukan perasaan membutuhkan akan perumahan meskipun seseorang belum tentu benar-benar membutuhkan. Adanya perasaan seperti itu menunjukkan adanya peningkatan dalam kebutuhan akan rumah, yang tidak dijadikan sebagai kebutuhan dasar saja, melainkan sudah meningkat
(28)
menjadi kebutuhan yang lebih tinggi seperti sebagai sarana aktualisasi diri dan juga dapat dijadikan sebagai sarana berinvestasi.
Berdasarkan uraian di atas maka terdapat perbedaan kebutuhan perumahan dengan permintaan perumahan, kebutuhan akan rumah lebih bersifat objektif, dimana rumah sebagai sarana tempat tinggal dan berlindung merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi oleh setiap orang, sedangkan permintaan akan rumah lebih bersifat subjektif, tergantung selera, kondisi sosial dan ekonomi setiap orang yang tentunya berbeda-beda.
Faktor penting dalam menganalisis permintaan pasar perumahan (Appraisal Institute, 2001: 273) antara lain :
1. Jumlah populasi pada area pasar 2. Tingkat pendapatan perkapita
3. Jenis pekerjaan dan tingkat pengangguran 4. Jumlah pemilik dan penyewa
5. Pertimbangan keuangan 6. Pola penggunaan tanah
7. Pertumbuhan dan Perkembangan kota
8. Faktor fisik lingkungan properti (seperti topografi, cuaca) 9. Struktur pajak daerah
10. Ketersediaan fasilitas pendukung dan jasa publik.
Menurut Sastra dan Marlina (2006:84) dalam mengidentifikasi permintaan perumahan dapat dilihat dari beberapa hal seperti :
(29)
2. Pola konsumsi pengeluaran
3. Harga pasar rumah sekarang (sewa atau beli) 4. Sistem penghunian (huni, sewa atau kontrak)
5. Lokasi yang dikehendaki, harga yang terjangkau, tipe rumah dan sistem pembayaran.
Sedangkan menurut Awang Firdaos (1997:14) menjelaskan bahwa permintaan konsumen terhadap rumah dipengaruhi oleh faktor – faktor sebagai berikut :
1. Lokasi,
Keberadaan lokasi rumah, apakah dipusat atau pinggiran kota sangat mempengaruhi minat konsumen dalam membeli rumah. Semakin strategis letak rumah tersebut berarti semakin baik dan memiliki tingkat permintaan yang semakin tinggi. Jarak menuju tempat kerja, tempat hiburan, dan fasilitas umum sebagai motif efesiensi waktu dan biaya transportasi merupakan faktor ekonomi yang menjadi pertimbangan konsumen di dalam memilih lokasi rumah yang dimaksud.
2. Pertambahan penduduk,
Dengan alasan bahwa setiap orang memerlukan tempat tinggal sebagai tempat berlindung, maka setiap pertambahan penduduk baik secara alami maupun non alami (karena urbanisasi) akan meningkatkan permintaan akan rumah. Sehingga dalam suatu keluarga apabila jumlah anggota keluarga bertambah maka kebutuhan akan rumah ikut meningkat. Hal ini logis mengingat bahwa manusia ingin memenuhi kebutuhan pokok keluarganya.
(30)
3. Pendapatan Konsumen,
Kemampuan seseorang di dalam memiliki rumah sangatdipengaruhi pendapatan yang diperolehnya. Apabila pendapatan seseorang meningkat dan kondisi perekonomian tidak terjadi resesi dan inflasi, kecenderungan untuk memiliki rumah akan meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas.
4. Kemudahan Mendapatkan Pinjaman,
Pada pasar properti perumahan, permintaan perumahan dipengaruhi juga oleh kebijakan pemerintah dan institusi keuangan seperti perbankan. Karakteristik pasar properti yaitu membutuhkan dana besar, menyebabkan konsumen sangat tergantung pada kemudahan pendanaan. Kemudahan pendanaan ini dapat berupa fasilitas kredit pinjaman, penurunan tingkat suku bunga pinjaman, dan jangka waktu pelunasan pinjaman. Apabila kemudahan tersebut dapat diperoleh konsumen, dipercaya permintaan akan rumah oleh konsumen akan bertambah. Sebaliknya jika syarat mendapatkan pinjaman sangat ketat, atau suku bunga pinjaman yang tinggi akan menurunkan permintaan rumah oleh masyarakat.
5. Fasilitas dan Sarana Umum,
Fasilitas disini meliputi fasilitas umum dan fasilitas sosial,diantaranya infrastruktur, sarana pendidikan, kesehatan, keagamaan,sarana transportasi, dan lain-lain. Keberadaan fasilitas tersebutmembangun serta menarik minta investor yang selanjutnya akanmeningkatkan permintaan akan rumah di kawasan tersebut.
(31)
6. Harga Pasar Rumah,
Seperti dalam hal teori permintaan dan penawaran, semakin tinggi harga barang akan mengakibatkan penurunan permintaan akan barang yang dimaksud. Apabila harga rumah menengah naik, sementara kecenderungan memiliki rumah dengan tingkat harga tersebut akan berkurang dan permintaan akan beralih ke rumah dengan harga yang lebih rendah.
7. Undang-undang,
Peraturan yang mengatur tentang jenis penggunaan lahan/tanah yang membatasi hak atas tanah tersebut turut menjadi faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen akan rumah. Demikian juga dengan peraturan lain seperti peraturan perpajakan (PBB dan BPHTB) turut menjadi faktor yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli rumah.
2.2 Konsep dan Kategori Perumahan
Berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman.
a. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
b. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan
c. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
(32)
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Menurut SKB Menteri Dalam Negeri, Menteri PU, Menteri Perumahan Rakyat tahun 1992 Properti perumahan dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Rumah sederhana adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 54 m2 sampai 200 m2 dan biaya pembangunan per m2 tidak melebihi dari harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerintan kelas C yang berlaku.
2. Rumah menengah adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 200 m2 sampai 600 m2 dan/atau biaya pembangunan per m2 antara harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas pemerinah kelas C sampai A yang berlaku.
3. Rumah mewah adalah rumah yang dibangun di atas tanah dengan luas kaveling antara 600 m2 sampai dengan 2000 m2 dan/ atau biaya pembangunan per m2 di atas harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan perumahan dinas kelas A yang berlaku.
Harga satuan per m2 tertinggi untuk pembangunan rumah dinas pemerintah adalah harga satuan per m2 tertinggi yang tercantum dalam Pedoman Harga Satuan per m2 tetinggi untuk pembangunan gedung pemerintahan dari rumah dinas yang secara berkala ditetapkan oleh departemen Pekerjaan Umum dan Direktorat Jenderal Cipta Karya.
(33)
Perumahan sederhana merupakan jenis perumahan yang umumnya diperuntukkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang mempunyai keterbatasan daya beli, sehingga rumah jenis ini biasanya memiliki sarana dan prasarana yang masih minim. Jenis perumahan menengah biasanya sudah dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung yang lebih memadai dan umumnya terletak tidak jauh dari pusat kota sehingga mendukung aksesbilitas yang lebih baik bagi penghuninya. Sedangkan jenis perumahan mewah merupakan jenis perumahan yang diperuntukkan khusus bagi masyarakat berpenghasilan tinggi, dimana sarana dan prasarana yang tersedia di dalamnya sudah sangat lengkap yang lokasinya biasanya berada di pusat kota dan pusat bisnis.
2.3 Fungsi dan Peran Rumah
Rumah sebagai kebutuhan dasar manusia mempunyai fungsi yang sangat penting, tidak hanya sebagai tempat tinggal yang melindungi serta memberikan rasa aman. Fungsi dasar rumah adalah untuk melindungi gangguan alam dan binatang.Sejalan dengan peradaban, fungsi rumah berkembang sebagai sumber rasa aman dankenyamanan. Secara sosial rumah juga berfungsi sebagai tatus simbol dan ukurankemakmuran, dan juga digunakan sebagai sarana investasi (E. Cahyana, 2002: 23).
(34)
Menurut Turner (1982:14) rumah mempunyai fungsi sebagai berikut :
Sumber : Turner, (1982: 14)
Gambar 2.3 Fungsi Rumah (Hunian)
Berdasarkan gambar di atas Turner menjelaskan bahwa pertama, rumahberfungsi sebagai penunjang identitas yang diwujudkan pada kualitas hunian atau perlindungan yang diberikan oleh rumah (The quality of shelter provided byhousing). Kedua, rumah berfungsi sebagai penunjang kesempatan bagi keluarga untuk mengembangkan diri dalam kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi atau sebagai fungsi pengembangan keluarga. Dalam fungsi ini akses ke sumber-sumber daya menjadi sangat penting. Ketiga, rumah berfungsi sebagai pemberi rasa amanuntuk keluarga yang mencakup jaminan masa depan dan jaminan kepemilikan atas rumah dan tanah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa rumah tidak hanya menyangkut fungsi dasarnya sebagai tempat bernaung atau berteduh yang memberikan perlindungan serta rasa aman bagi penghuninya namun juga mencakup fungsi sosial yang dapat memberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri bagi penghuninya.
SHELTER
Penunjang Identitas Keluarga
ACCESSIBILITY
Penunjang Kesempatan Keluarga
SECURITY
Pemberi Rasa Aman Keluarga Pembangunan
Rumah (Hunian)
Fungsi Rumah (Hunian)
(35)
2.4 Permukiman Kota
Kota adalah daerah atau lingkungan yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat. Dapat pula berarti sebagai daerah yang merupakan pusat kegiatan pemerintah, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. (Kamus Besar Bahasa Indonesia Depdikbud, 1990).
Permukiman merupakan usaha padat tanah (land intensive), dimana sekitar lima puluh persen tanah kota merupakan lahan untuk permukiman. Besarnya pengeluaran masyarakat untuk permukiman pada umumnya berkisar antara lima belas persen sampai dengan dua puluh persen dari penghasilannya (Sukanto, 2001: 73).
Keinginan memiliki rumah dibatasi oleh tingkat penghasilan serta biaya pembangunan perumahan. Tingkat penghasilan rendah serta biaya pembangunan tinggi mengakibatkan orang tidak dapat membangun rumah yang memenuhi syarat, meski kebutuhan permukiman merupakan kebutuhan primer. Kondisi ini akan menyebabkan munculnya rumah yang tidak memenuhi persyaratan kelayakan sebuah rumah (Sukanto, 2001: 77).
2.5 Masalah dan Kebijakan Permukiman Perkotaan
Menurut Adisasmita (2010: 139) masalah utama dalam penyediaan sarana hunian, khususnya di permukiman perkotaan adalah :
1. Tingginya kebutuhan tempat tinggal, tempat usaha, dan tempat memproduksi beserta prasarana dan sarana pendukungnya, sedangkan lahan yang tersedia terbatas.
(36)
3. Belum optimalnya sistem penggalangan dana masyarakat sebagai sumber pembiayaan pembangunan sarana hunian.
4. Belum mantapnya sistem penyediaan sarana hunian bagi masyarakat berpendapatan rendah dan masyarakat miskin.
5. Masih rendahnya kualitas pelayanan prasarana dan sarana permukiman seperti air bersih, air limbah, persampahan, drainase dan penanggulangan banjir, jaringan jalan, lalu lintas dan transportasi umum, pasar, sarana sosial, dan jalur hijau.
Tujuan pokok pembangunan permukiman adalah meningkatkan tersedianya sarana rumah dan permukiman yang terjangkau oleh masyarakat, khususnya masyarakat berpendapatan rendah, dan meningkatkan sistem permukiman yang teratur, layak huni, berbudaya, ramah lingkungan dan efisien yang mampu mendukung produktivitas dan kreativitas masyarakat, serta meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan kelestarian lingkungan. Untuk mencapai tujuan pembangunan permukiman, maka strategi kebijakan yang dilakukan (Adisasmita, 2010: 141) :
1. Mengembangkan sistem penyediaan, pembangunan dan perbaikan sarana hunian yang layak, murah dan terjangkau oleh masyarakat, khususnya masyarakat berpendapatan rendah.
2. Meningkatkan kemampuan pengelolaan pelayanan prasarana dan sarana permukiman di kawasan perkotaan dan pedesaan.
3. Meningkatkan kerjasama investasi dan pengelolaan pelayanan prasarana dan sarana permukiman antara pemerintah dan masyarakat.
(37)
Menurut SKB Menteri Dalam Negeri, Menteri PU, Menteri Perumahan Rakyat Nomor 648-384 tahun 1992, Pasal 2 (1) menyebutkan, Pembangunan suatu kawasan atau lingkungan perumahan dan permukimanoleh badan usaha dibidang pembangunan perumahan dan permukiman, wajib diselengarakan untuk mewujudkan perumahan dan permukiman dengan lingkungan hunian yang berimbang dengan perbandingan jumlah rumah sederhana, berbanding rumah menengah, berbanding rumah mewah sebesar (enam) atau lebih berbanding 3 (tiga) atau lebih berbanding I (satu), sesuaidengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1.
Konsep pola hunian 1 : 3 : 6 merupakan peraturan wajib dari pemerintah bagi pihak pengembang (developer) yang akan membangun proyek hunian berskala kota dalam satu lokasi, yaitu membangun fasilitas hunian dengan perbandingan satu rumah mewah, tiga rumah menengah dan enam rumah sederhana (RS) dan rumah sangat sederhana (RSS). Dengan konsep ini maka penghuni kawasan RS/RSS juga akan dapat menikmati berbagai fasilitas yang tersedia di kawasan perumahan yang dikembangkan oleh pihak developer.
2.6 Pendapatan Regional
Di Indonesia Pendapatan regional dikenal dengan istilah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), memiliki pengertian yang tidak jauh berbeda dengan Produk Domestik Bruto (PDB). PDRB merupakan penjumlahan nilai output bersih perekonomian yang ditimbulkan oleh seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah tertentu (provinsi dan kabupaten /kota)dalam satu kurun waktu tertentu (satu tahun kelender).
(38)
Ada dua macam penggunaan harga dalam perhitungan PDB maupun PDRB, yaitu :
1. PDB/PDRB atas dasar Harga Berlaku,
Perhitungan pendapatan domestik yang menggunakan harga berlaku pendapatannya disebut sebagai pendapatan nominal, yang memperhatihan faktor inflasi.
2. PDB/PDRB atas dasar harga Konstan,
Perhitungan penggunaan harga konstan disebut pendapatan riil tanpa memperhatikan faktor inflasi, dan penggunaan biasanya lebih dikarenakan untuk melihat kenaikan umum dari harga-harga secara berkala.
2.6.1 Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita merupakan total pendapatan suatu daerah dibagi jumlahpenduduk di daerah tersebut untuk tahun yang sama. Atau total PDRB atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan dari suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk di daerah tersebut.
2.7 Inflasi
Inflasi merupakan salah satu bentuk penyakit ekonomi yang sering muncul dan dialami oleh hampir semua negara Dalam teori ekonomi cukup banyak definisi mengenai inflasi. Inflasi seperti yang dikemukakan oleh Samuelson (2002: 683) yang menyatakan “Inflation occurs when the general level of prices is rising”, atau dengan kata lain inflasi terjadi ketika tingkat harga-harga secara umum meningkat. dan Nopirin (1987: 25) menyatakan inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terusmenerus. Akibat dari
(39)
inflasi secara umum adalah menurunnya daya beli masyarakat karena secara riel tingkat pendapatan juga menurun.
2.7.1 Teori Inflasi
Secara garis besar terdapat 3 kelompok teori mengenai inflasi yaitu : 1. Teori Kuantitas (Persamaan Pertukaran dari Irving Fisher → MV = PQ),
Teori ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari jumlah uang yangberedar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga(expectations).
2. Teori Keynes,
Menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup di luar batas kemampuan ekonominya. Teori ini menyoroti bagaimana persaingan memperoleh kamapanan ekonomi antar golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan aggregat yang lebih besar dari pada jumlah barang yang tersedia yaitu bila I > S.
3. Teori Strukturalis (Teori Inflasi Jangka Panjang),
Teori ini menyoroti penyebab inflasi yang berasal dari kekakuan (rigidities) struktur ekonomi khususnya bagi negara-negara sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dari faktor-faktor struktural dari perekonomian (faktor-faktor yang hanya bisa berubah secara gradural dan dalam jangka waktu panjang), maka teori ini dapat disebut teori inflasi jangka panjang.
(40)
2.8 Penelitian Terdahulu
Sebelumnya telah ada beberapa penelitian mengenai rumah dan permukiman yang dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, diantaranya dapat dilihat melalui tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Nama Judul Hasil Penelitian
Handayani (2010) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Rumah Sederhana Sehat (RSH) Type 36 di kota Padang
Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel permintaan rumah sederhana sehat (RSH) type 36 dengan variabel Harga Rumah dan Tingkat PDRB, sedangkan variabel Jumlah Penduduk tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan rumah sederhana sehat (RSH) di kota Padang selama periode 1997-2007.
Budi S (2009) Analisis Permintaan Rumah Sederhana di Kota Semarang
Pada tingkat kepercayaan α = 5% variabelbebas Harga Rumah, Pendapatan, Tingkat Suku Bunga Kredit Rumah (KPR), Harga Sewa Rumah, dan Jarak Tempuh ke CBD secara agregate berpengaruh signifikan terhadap permintaan rumah sederhana di kota Semarang sebesar 97% (R2 = 0,970147). Faktor yang berpengaruh tidak signifikan pada α =5%, terhadap permintaan adalah tingkat suku bunga dan harga sewa rumah sederhana. Berdasarkan hasilpenelitian ternyata faktor harga rumahsederhana memiliki pengaruh yang palingelastis terhadap permintaan, sebaliknya faktor faktor yang pengaruhnya paling tidak elastis terhadap permintaan adalah jarak lokasi perumahan terhadap CBD.
Patty (2001) Permintaan dan Penawaran Rumah Sederhana di Provinsi Jawa Barat
Kredit Rumah Sederhana merupakan faktor yang mempengaruhi Jumlah Rumah Sederhana yang diminta dan yang ditawarkan secara signifikan. PDRB per kapita, Tenaga Kerja sektor konstruksi, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah rumah
(41)
sederhana yang diminta.Tenaga Kerja sektor kontruksi, KapasitasListrik terjual, Tingkat Pengangguran, dan Panjang Jalan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah Rumah Sederhana yang ditawarkan di Jawa Barat.
Ismail (2001) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah rumah yang diminta di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Menunjukkan permintaan rumah di Propinsi Daerah lstimewa Yogyakarta selama periode tahun 1993-1999 tidak atau kurang dipengaruhi secara signifikan oleh adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Faktor harga rumah riil dan tingkat suku bunga riil dalam jangka panjang mempunyai pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap permintaan rumah. Selanjutnya faktor pendapatan per kapita riil berupa PDRB per kapita atas dasar harga konstan tahun 1993 dalam jangka panjang berpengaruh secara signifikan secara positif terhadap permintaan rumah. Mastaria Malau (2002) Analisis permintaan Kredit Pemilikan Rumah oleh masyarakat pada Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Medan
Menunjukkan bahwa Harga Rumah, Pendapatan Perkapita dan Jumlah Penduduk berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan akan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Medan, dimana faktor Pendapatan Perkapita merupakan faktor yang paling mempengaruhi permintaan terhadap KPR melalui bank BTN di kota Medan.
(42)
2.9 Kerangka Konseptual
Adapun kerangka konseptual pada penelitian ini dapat dilihat pada skema berikut :
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual di atas menjelaskan bahwa tingkat permintaan rumah berbagai tipe di kota Medan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti harga rumah berbagai tipe, pertumbuhan pendapatan perkapita, serta tingkat inflasi
Tingkat Permintaan Rumah (Tipe Sederhana, Menengah
dan Mewah) Harga Rumah
(Tipe Sederhana, Menengah dan Mewah)
Tingkat Inflasi Pertumbuhan Pendapatan
(43)
2.10 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadiobjek penelitian, di mana tingkat kebenarannya masih perlu diuji secara empiris.Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, serta uraian pada penelitian terdahulu serta kerangka pemikiran teoritis, maka dalam penelitian ini dapat diajukan beberapa hipotesis sebagai berikut:
1. Harga Rumah diduga memberikan pengaruh negatif terhadap Permintaan Rumah di kota Medan.
2. Pertumbuhan Pendapatan perkapita diduga memberikan pengaruh positif terhadap Permintaan Rumah di kota Medan.
3. Tingkat Inflasi diduga memberikan pengaruh negatif terhadap Tingkat Permintaan Rumah di Kota Medan.
(44)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pengertian Penelitian
Menurut Sarwono (2006: 15) secara sederhana dapat dikatakan bahwa penelitian merupakan cara-cara yang sistematis untuk menjawab masalah yang sedang diteliti. Kata sistematis merupakan kata kunci yang berkaitan dengan metode ilmiah yang berarti adanya prosedur yang ditandai dengan keteraturan dan ketuntasan.
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesa penelitian. Metode yang digunakan adalah sebagai berikut :
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini berupa penelitian deskriptif kuantitatif yang mencoba menjelaskan atau mendeskripsikan bagaimana perkembangan tingkat permintaan rumah berbagai tipe di kota Medan serta pengaruh variabel seperti, harga rumah, pendapatan perkapita, dan tingkat inflasi terhadap tingkat permintaan rumah di kota Medan.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
Untuk memperoleh data, penulis melakukan penelitian di berbagai lembaga seperti, Dewan Pimpinan Daerah Realestat Indonesia (DPD-REI) Medan dan Badan Pusat Statistik (BPS) kota Medan.
(45)
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang memberikan reaksi (respon) jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel terikat adalah variabel yang variabelnya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas (Sarwono, 2006: 54). Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat permintaan rumah.
Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas merupakan variabel yang variabelnya diukur, dimanipulasi, atau dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi (Sarwono, 2006: 54). Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga rumah, pendapatan perkapita dan tingkat inflasi.
Menurut Young (dikutip oleh Sarwono, 2006: 67-68) definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain”.
1. Tingkat Permintaan rumah, adalah persentase tingkat permintaan rumah berbagai tipe (tipe sederhana, menengah dan mewah) oleh konsumen di Kota Medan pertahun dalam bentuk tingkat kepuasan konsumen yang dinyatakan dalam persen (%)
2. Harga rumah, adalah harga rata-rata satu unit rumah berbagai tipe (tipe sederhana, menengah dan mewah) yang dinyatakan dalam rupiah/tahun.
(46)
2. Pertumbuhan Pendapatan perkapita, adalah pertumbuhanpendapatan regional (PDRB) rata-rata yang diperoleh masyarakat kota Medan disetiap tahunnyayang dinyatakan dalam bentuk persentase (%).
3. Tingkat inflasi, adalah tingkat inflasi tahunan di kota Medan yang dihitung dalam persen (%).
3.5 Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif dalam bentuk time seriesselama kurun waktu 20 tahun (1994-2013). sehingga hasil penelitian ini merupakan hasil penggunaan data seri waktu selama periode tertentu.
3.6 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data
Dalam menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode kepustakaan (library research), merupakan penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku, tulisan-tulisan ilmiah atau jenis publikasi lainnya yang berhubungan dengan masalah dan topik yang akan diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan pencatatan langsung berupa data time series dalam periode selama 20 tahun (1994-2013). Dalam penellitian ini, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer E-Views 7 untuk mengolah data dalam penulisan laporan penelitian ini.
(47)
3.7 Teknik Analisis
3.7.1 Model Analisis Data
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis regresi berganda, dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS) menggunakan program komputer E-Views 7 untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar variabel bebas (harga rumah, pertumbuhan pendapatan perkapita, dan tingkat inflasi) mempengaruhi tingkat permintaan rumah berbagai tipe (variabel terikat) di kota Medan.
Model persamaannya adalah sebagai berikut :
YRST = f (PRST, GPP, INF) ... (3.1) YRMG = f (PRMG, GPP, INF) ... (3.2) YRMH = f (PRMH, GPP, INF) ... (3.3)
Dari fungsi persamaan di atas, maka secara spesifikmodel persamaan dirumuskan sebagai berikut :
YRST = ∝ + β1PRST + β1GPP + β3INF +µ ... (3.4) YRMG = ∝ + β1PRMG + β2GPP + β3INF +µ ... (3.5) YRMH = ∝ + β1PRMH + β2GPP + β3INF +µ ... (3.6)
Dimana :
YRST = Tingkat Permintaan Rumah Sederhana Tapak/RST (%) YRMG = Tingkat Permintaan Rumah Menengah (%)
YRMH = Tingkat Permintaan Rumah Mewah (%) α = Konstanta (Intercept)
(48)
PRST = Harga Rumah Sederhana Tapak/RST (rupiah) PRMG = Harga Rumah Menengah (rupiah)
PRMH = Harga Rumah Mewah (rupiah)
GPP = Pertumbuhan Pendapatan perkapita (%) INF = Tingkat Inflasi (%)
µ = Term of error
3.7.2 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)
3.7.2.1 Uji Koefisien Determinasi (R-square)
Dalam persamaan regresi berganda, koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa besar kemampuan variabel bebas secara bersama-sama mampu memberikan penjelasan terhadap variabel terikat, dimana nilai R-square jumlahnya tidak pernah negatif (non negative quantity) yang berkisar antara 0 sampai 1 (0 <R2< 1). Semakin besar (mendekati satu) nilai R2, maka semakin besar pula pengaruh variabel-variabel bebas terhada variabel terikat. Sebaliknya, semakin kecil (mendekati nol) nilai R2, maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas akan semakin kecil terhadap variabel terikatnya.
3.7.2.2 UjiF-statistik (Overall Test)
Uji F-statistik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara signifikan berapa besar pengaruh variabel bebas secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel terikat.
Hipotesis yang diajukan utuk uji F adalah : H0 : B1 = B2 = ... = Bk = 0 (tidak ada pengaruh) Ha : B1 ≠ B2 ≠ ... ≠ Bk ≠ 0 (ada pengaruh)
(49)
Uji F dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dan F-tabel. Jika nilai F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hali ini berarti menunjukkan bahwa variabel bebas (independen) secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat (dependen) pada tingkat kepercayaan tertentu. Sebaliknya jika F-hitung < F-tabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti secara simultan variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen.
Nilai F-tabel diperoleh dengan mengggunakan tabel F dengan ketentuan df1 = k – 1 dan df2 = n – k, sedangkan nilai F-hitung diperoleh dengan rumus :
F-hitung = �
2/(�−1)
(1−�2)/ (�−�)
Dimana : R2 = Koefisien determinasi
k = Jumlah variabel bebas ditambah intercept dari suatu model persamaan
n = Jumlah sampel
Untuk analisisnya pada tabel output E-Viewsdengan melihat nilai F hitung / F-stat dan membandingkannya dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel, maka variabel independen secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel dependen pada tingkat kepercayaan tertentu.
3.7.2.3 Uji t-statistik (Partial Test)
Uji t-statistik bertujuan untuk mengetahui secara signifikan besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen.
(50)
H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) Ha : bi ≠ 0 (ada pengaruh)
Uji t dilakukan dengan membandingkan nilai t-hitung dan t-tabel. Apabila bilai t-hitung > t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak, yangberarti bahwa salah satu variabel independen yang diuji berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
Nilai t-tabel diperoleh dengan menggunakan “tabel t” dengan ketentua db = n – k, sedangkan secara manual nilai t-hitung diperoleh melalui rumus :
t-hitung = (��−�)
���
Dimana : bi = Koefisien variabel independen ke-i b = Nilai hipotesis nol
Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i
3.7.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik
Uji penyimpangan asumsi klasik adalah suatu syarat yang harus dipenuhi untuk penyaringan kekeliruan dari data serta perhitungan model persamaan regresi yang dibuat.
3.7.3.1 Multikolinieritas
Istilah kolinearitas ganda (multicollinearity) diciptakan oleh Ragner Frish, yang menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linear yang sempurna. Uji ini diperlukan karena untuk mengetahui ada tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu model yang dapat menyebabkan terjadinya korelasi yang sangat kuat antara suatu variabel
(51)
independen dengan variabel independen yang lainnya. Suatu model regresi linear akan menghasilkanestimasi yang baik apabila model tersebut tidak mengandung multikolinieriti.
Adanya multikolinearity ditandai dengan : 1. Standard error tidak terhingga.
2. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 5%, α = 10%, α = 1%. 3. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori.
4. Nilai R-square (R2) sangat tinggi.
Untuk menanggulanginya, maka dapat dilakukan cara sebagai berikut : 1. Menghubungkan data cross sectional dan data time series, yang dikenal
sebagai pooling the data (penggabungan data).
2. Mengeluarkan satu variabel bebas atau lebih, khususnya yang mempunyai nilai korelasi sederhana yang relatif tinggi.
3. Bacward combination analysis. Caranya dengan meregresikan secara berulang-ulang variabel tak bebas dengan pasangan-pasangan variabel bebas yang kombinasinya berbeda-beda.
4. Penambahan data baru dengan mempersiapkan sampel data yang cukup besar.
5. Transformasi variabel.
Untuk mendeteksi terjadinya multikolinieritas digunakan uji Klein yaitu dengan membandingan nilai R2 model, dengan nilai R2 regresi dari masing-masing variabel independen. Bila nilai R2 dari model persamaan lebih besar dari masing-masing nilai R2 dari hasil regresi masing-masing variabel independen
(52)
maka pada model tidak ditemukan adanya multikolinieritas. Dan jika sebaliknya yang terjadi maka pada model ditemukan multikolinieritas.
3.7.3.2 Autokorelasi
Asumsi Autokorelasi menyatakan bahwa nilai-nilai variabel pengganggu (µ) yang berhubungan dengan suatu pengamatan tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai gangguan dari pengamatan lain. Menguji autokorelasi dalam suatu model bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu (µ) pada priode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya.
Jika model regresi mengalami penyimpangan autokorelasi yang nyata, maka cara penanggulangannya adalah :
1. Mentransformasikan model ke dalam bentuk persamaan beda umum (generalized difference equation).
2. Dengan memasukkan lag variabel dependen pada model regresi.
Untuk mendeteksi ada tidaknya korelasi serial dalam model penelitian ini dilakukan uji Lagrange Multiplier (LM Test). Pemilihan LM Test untuk melakukan uji autokorelasi karena lebih mudah diinterpretasikan bila dibandingkan dengan Uji Durbin-Watson dan dapat diterapkan dalam regresi yang menggunakan variabel lag. LM Test dilakukan dengan membandingkan nilai X2 Hitng dengan X2 Tabel dengankriteria sebagai berikut :
1. Jika nilai X2 Hitng > X2 Tabel, maka hipotesis yang menyatakan model terbebas dari masalah serial korelasi ditolak.
2. Jika nilai X2 Hitng < X2 Tabel, maka hipotesis yang menyatakan model terbebas dari masalah serial korelasi diterima.
(53)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Kondisi Geografis
Sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di Propinsi Sumatera Utara, kedudukan, fungsi dan peranan KotaMedan cukup penting dan strategis secara regional. Kota Medan dikenal sebagai kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk sebesar 2.097.610 jiwa pada 2010 dan memiliki kepadatan 7.958 jiwa/Km2. Secara geografis, diperkirakan Kota Medan terletak diantara 2º.27’ - 2º.47’Lintang Utara dan 98º.35’ - 98º.44’ Bujur Timur dengan luas wilayah 26.510 Ha atau 265,10 Km2 atau sama dengan 3,6 persen dari total luas wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Luas Kota Medan dapat dikatakan relatif kecil bila dibanding dengan luas beberapa kota besar lainnya secara nasional. Namun demikian, letaknya yang strategis dekat Selat Malaka yang merupakan salah satu jalur perdagangan laut tersibut di dunia serta beberapa negara seperti Malaysia dan Singapura menjadikan kota ini sebagai salah satu pusat perekonomian regional terpenting di pulau Sumatera, Kota Medan memiliki kedudukan, fungsi dan peranan strategis sebagai pintu gerbang utama untuk kegiatan jasa perdagangan serta keuangan secara regional/internasional di kawasan barat Indonesia, dengan dukungan faktor-faktor dominan yang dimiliki kota ini.
Kota Medansaat ini terdiri dari 21 Kecamatan dengan 151 Kelurahan, yang terbagi atas 2.001 lingkungan. Secara administratif hampir keseluruhan Kota
(54)
Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur, selatan serta barat dan Selat Malaka di sebelah utara. Berdasarkan batas-batas administratifnya, Kota Medan secara ekonomi dikelilingi lingkungan regional dengan basis ekonomi Sumber Daya Alam (SDA) yang relaif besar dan beragam, seperti Kabupaten Deli Serdang yang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.
Kondisi klimatologi Kota Medan menurut Stasiun BMG Sampali, kota ini suhu minimumberkisar antara 23,0° C – 24,1° C dan suhu maksimum berkisarantara 30,6° C –33,1 ° C. kelembaban udara untuk Kota Medan rata-rata berkisar antara 78 –82%.Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42 m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm. Hari hujan di Kota Medan pada tahun2007rata-rata perbulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannyaberkisar antara 211,67 mm – 230,3 mm.
4.1.2 Kondisi Ekonomi
Kota Medan merupakan salah satu daerah tingkat II dan juga merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara yang menjadi pusat perekonomian dan pemerintahan dengan pertumbuhan ekonomi paling tinggi diantara daerah tingkat dua lainnya di Sumatera Utara. Letak geografis kota Medan yang strategis menjadikannya salah satu pintu gerbang perekonomianbagi kegiatan perdagangan barang dan jasa domestik maupun regional. Kota Medan juga didukung oleh
(55)
sarana transportasi terutama transportasi laut melalui Pelabuhan Belawan dan transportasi udara melalui Bandara Kualanamu juga memungkinkan Kota Medan untuk berhubungan secara langsung dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia bahkan ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Dengan kondisi serta potensi yang dimilikinya secara ekonomis Kota Medan dapat mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang saling menguntungkan serta saling memperkuat dengan dengan daerah-daerah sekitarnya.
Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yangdilaksanakan di Kota Medan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonominya yang dilihat dari pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan di Kota Medan. Pada tahun 1998 sempat mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi dengan angka -18,11% dari tahun 1997. Setelah krisis moneter pada tahun1998 pertumbuhan ekonomi di Kota Medan mulai kembali tumbuh dengan angka 3,52%. Sementara itu pertumbuhan ekonomi rata-rata mulai tahun 2000 sampai dengan 2005 adalah 5,2%. Dan pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi kota Medan sebesar 7,41%.
Di Kota Medan inflasi tinggi yang pernah tercatat terjadi pada tahun 1998 sebesar 84,13 persen dikarenakan krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada saat itu. Pada era reformasi di tahun 2000 sampai 2013 tingkat inflasi di kota ini mengalami fluktuasi dan tercatat inflasi tertingggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 22,91 persen dan terendah pada tahun 2009 sebesar 2,69 persen.
(56)
Tabel 4.1 Tingkat Inflasi Kota Medan Periode 1994-2013
Tahun Inflasi (%) Tahun Inflasi (%)
1994 8,28 2004 6,64
1995 7,24 2005 22,91
1996 9,25 2006 5,97
1997 16,68 2007 6,42
1998 84,13 2008 10,63
1999 1,68 2009 2,69
2000 5,9 2010 7,65
2001 15,51 2011 3,54
2002 9,49 2012 3,79
2003 4,46 2013 10,18
Sumber : BPS Medan
Berdasarkan tabel di atas pada tahun 2013 inflasi di Kota Medan sebesar 10,18 persen. Angka tersebut lebih tinggi jika dibanding tahun sebelumnya pada 2012 yang hanya sebesar 3,79 persen dan pada tahun 2011 dengan 3,54 persen.
Gambar 4.1 Perkembangan Inflasi Periode 2004-2013
Tabel 4.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Medan Periode 2007-2012
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa) Pertumbuhan Jumlah Penduduk (%)
2007 20.83.156 -
2008 2.102.105 0,91
2009 2.121.053 0,9
2010 2.097.610 -1,1
2011 2.117.224 0,93
2012 2.122.804 0,26
Sumber : BPS Medan 6,64 22,91 5,97 6,42 10,63 2,69 7,65 3,54 3,79 10,18 In fla si ( % ) Tahun
(57)
Selama periode 2008-2012, perkembangan perekonomian Kota Medan ditandai oleh peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku dari 65.316,25 milyar rupiah pada tahun 2008 menjadi 105.400,44 milyar rupiah pada tahun 2012 atau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 13,73 % per tahunnya. Berbanding lurus dengan pendapatan perkapita masyarakat di Kota Medan juga mengalami peningkatan selama periode 2008-2012, pada tahun 2008 pendapatan perkapita masyarakat Kota Medan sebesar 31,07 juta rupiah dengan jumlah penduduk Kota Medan pada saat itu sebesar 2.102.105 jiwa dan meningkat menjadi 49,65 juta rupiah perkapita pada tahun 2012, di mana jumlah penduduk pada tahun itu sebesar 2.122.804 jiwa atau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 13,3 % per tahun dengan rata-rata pertumbuhan penduduk Kota Medanperiode 2008-2012 sebesar 0,38 %
Tabel 4.3 Perkembangan PDRB dan Pendapatan Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku di Kota Medanperiode 1993-2012
Tahun PDRB ADH Berlaku (Milyar Rupiah)
Pendapatan Regional Perkapita
(Rupiah)
Pertumbuhan Pendapatan Perkapita (%)
1993 2.558,27 1.388.628 -
1994 2.916,13 1.561.850 12,47
1995 3.447,34 1.825.627 16,89
1996 6.400,86 3.377.201 84,99
1997 7.031,63 3.702.752 9,66
1998 9.737,64 5.122.197 38,33
1999 10.922,09 5.740.915 12,08
2000 13.958,60 7.330.146 27,68
2001 17.146,66 8.900.328 21,42
2002 19.660,54 10.011.060 12,48
2003 22.542,02 11.307.182 12,95
2004 26.379,43 13.149.333 16,29
2005 42.792,45 21.015.993 59,83
2006 48.849,95 23.629.968 12,44
(58)
2008 65.316,25 31.071.830 16,72
2009 72.630,21 34.242.525 10,20
2010 83.315,02 39.719.023 15,99
2011 93.610,76 44.213.914 11,32
2012 105.400,44 49.651.518 12,30
Sumber : BPS Medan
Pertumbuhan pendapatan regional perkapita masyarakat medan tertinggi tercatat pada tahun 1996 sebesar 84,99%. Di era pasca reformasi diawal tahun 2000 hingga 2012 mencatat pertumbuhan pendapatan perkapita masyarakat Kota Medan yang fluktuatif, tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 59,83% dengan pendapatan perkapita sebesar 21,01 juta rupiah dan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2009 sebesar 10,20% dengan pendapatan perkapita masyarakat medan pada saat itu sebesar 34,24 juta rupiah.
Dilihat dari rata-rata pertumbuhan penduduk Kota medan lima tahun terakhir sebesar 0,38% diperkirakan penduduk Kota Medan pada tahun 2013 sebesar2.130.889 jiwa. Dan rata-rata pertumbuhan PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 12,59% diperkirakan PDRB atas dasar harga berlaku di Kota Medan pada tahun 2013 sebesar 119.870,27 milyar rupiah, maka kemungkinan pendapatan perkapita masyarakat Kota Medan akan sebesar 56,25 juta rupiah pada tahun 2013 atau mengalami kenaikan 13,30%.
(59)
Gambar 4.2 Perkembangan PDRB Kota Medan Periode 2003-2012
4.1.3 Perkembangan Perumahan di Kota Medan
Rumah merupakan kebutuhan dasar yang struktural sebagai bagian dari peningkatan kualitas kehidupan, penghidupan dan kesejahteraan. Kota Medan sebagai salah satu kota besar dengan jumlah penduduk yang terus tumbuh menjadikannya sebagai salah satu kota dengan pertumbuhan properti khususnya perumahan yang terus tumbuh.
Perkembangan property di Medan tampak semakin meningkat, dimana masyarakat yang mampu banyak menginvestasikan hartanya untuk membeli property. Saat ini sampai dengan tahun 2013 perumbuhan property di Medan mencapai hingga 10 persen. (sumber: beritadaerah.co.id)
Pemukiman perumahan yang tumbuh dan berkembang di wilayah KotaMedan dilakukan oleh Pemerintah maupun pengembang-pengembangswasta yang bergabung dalam suatu organisasi yang merupakan persatuan perusahaan realestat Sumatera Utara yang bernama Dewan Pengurus Daerah Realestate Indonesia (DPD-REI), walaupun tidak semua developer tergabung di dalamnya.
0,00 20.000,00 40.000,00 60.000,00 80.000,00 100.000,00 120.000,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
P D R B A D H B e rl a k u Tahun
(60)
Berdasarkan analisa data dari Realestat Indonesia (REI) perumahan yang dibangun oleh anggota REI di seluruh Indonesia sampai tahun 2014 adalah sebanyak sekitar 4,4 juta unit dengan rincian ; Rumah tipe kecil sebanyak 2.869.059 unit (65,2%) di seluruh Indonesia atau rata-rata 145.000 unit pertahun, di mana untuk di Kota Medan hanya berkisar 1% dari total pembangunan di Indonesia, untuk rumah tipe sedang sebanyak 1.454.319 unit (33,0%)atau 78.000 unit pertahun, sementara untuk di Kota Medan hanya berkisar 1% dari total pembangunan nasional, dan untuk rumah tipe besar sebanyak 79.586 unit (1,8%) atau 4000 unit pertahun, sementara untuk di Kota Medan hanya kurang dari 1% dari pembangunan diseluruh Indonesia. Dimana total pasokan perumahan dari anggota REI rata-rata 227.000 unit pertahun pasokan sampai tahun 2014.
Tabel 4.4 Rata-rata Total pembangunan Perumahan di Kota Medan
Jenis Rumah Jumlah
(unit) Persentase
Tipe Kecil 1.450 64,10 %
Tipe Sedang 780 34,48 %
Tipe Besar 32 1,41 %
Sumber : Data diolah
Berdasarkan data yang diperoleh dari DPD REI Sumatera Utara bahwa pembangunan rata-rata perumahan tipe kecil di Kota Medan hanya sekitar 1% dari rata-rata pembangunan nasional sebesar kurang lebih 1.450 unit, untuk rumah tipe sedang juga hanya sekitar 1% dari rata-rata pembangunan di seluruh indonesia yaitu sebesar 780 unit di Kota Medan, sedangkan untuk rumah tipe besar di Kota Medan < 1% atau dengan asumsi 0,8% sebesar rata-rata 32 unit pertahun.
(61)
Gambar 4.3 Persentase Pembangunan Rata-rata pertahun Rumah Berbagai Tipe di Kota Medan
Pola pembangunan di atas sudah sesuai dengan konsep pola hunian 1 : 3 : 6 yang merupakan peraturan wajib pemerintah berupa SKB Menteri Dalam Negeri, Menteri PU, Menteri Perumahan Rakyat Nomor 648-384 tahun 1992 bagi pihak pengembang yang akan membangun proyek hunian, yaitu dengan membangun hunian dengan perbandingan satu rumah mewah, tiga rumah menengah dan enam rumah sederhana yang ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah di Kota Medan.
Berdasarkan informasi yang diberikan DPD REI Sumatera Utara ternyata perumahan tipe kecil dan menengah mayoritas dibangun dan dipasok oleh pengembang menengah kecil yang jumlah anggotanya di REI sekitar 86,42% dan perumahan tipe menengah besar oleh pengembang besar yang jumlah anggotanya di REI sekitar 13,58%.
4.1.4 Harga dan Tingkat Permintaan Rumah di Kota Medan
Tipe rumah terdiri atas rumah sederhana atau sekarang yang dikenal dengan istilah Rumah Sederhana Tapak (RST) tipe 36/72, Rumah Menengah tipe 70/105 dan Rumah Mewah tipe 150/200. Untuk Rumah Sederhana Tapak harganya berdasarkan ketetapan pemerintah wilayah Sumatera Utara, sedangkan
64% 35%
1%
(62)
untuk harga Rumah Menengah dan Mewah berdasarkan harga pasar di Medan dan Sumatera Utara.
Tabel 4.5aPerkembangan Harga Rata-rataRumah Sederhana Tapak(RST)di Kota Medan periode 1994-2014
Tahun
Harga Rumah Sederhana Tapak (RST)Tipe 36/72
(rupiah)
1994 4.900.000
1995 5.900.000
1996 5.900.000
1997 5.900.000
1998 5.900.000
1999 27.850.000
2000 27.850.000
2001 32.640.000
2002 34.000.000
2003 36.000.000
2004 36.000.000
2005 42.000.000
2006 42.000.000
2007 49.000.000
2008 67.500.000
2009 70.000.000
2010 80.000.000
2011 80.000.000
2012 80.000.000
2013 88.000.000
2014 117.000.000
Sumber : DPD REI Sumatera Utara
Harga Rumah Sederhana Tapak (RST) terus mengalami perubahan dari tahun 1994 sebesar 4.900.000 rupiah menjadi 117.000.000 rupiah pada tahun 2014. Pasca krisis ekonomi tahun 1998 harga rumah sederhana mengalami kenaikan yang sangat signifikan hampir 4 kali lipat (372,03%) dari sebelumnya 5.900.000 rupiah pada tahun 1998 menjadi 27.850.000 rupiah pada tahun 1999 dikarenakan tingkat inflasi yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang turun/negatif. Di era pasca reformasi kenaikan harga rumah sederhana terjadi di
(1)
Estimasi pada model persamaan Rumah Menengah
Dependent Variable: YRMG Method: Least Squares Date: 01/11/15 Time: 09:01 Sample: 1994 2013
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PRMG 1.57E-08 2.25E-08 0.699508 0.4943 GPP 0.047869 0.087880 0.544705 0.5935 INF -0.178504 0.092897 -1.921527 0.0727 C 72.80879 4.722169 15.41851 0.0000
R-squared 0.240481 Mean dependent var 74.00000 Adjusted R-squared 0.098071 S.D. dependent var 6.996240 S.E. of regression 6.644326 Akaike info criterion 6.802260 Sum squared resid 706.3531 Schwarz criterion 7.001406 Log likelihood -64.02260 Hannan-Quinn criter. 6.841135 F-statistic 1.688651 Durbin-Watson stat 0.868954 Prob(F-statistic) 0.209451
Estimation Command: =========================
LS YRMG PRMG GPP INF C
Estimation Equation: =========================
YRMG = C(1)*PRMG + C(2)*GPP + C(3)*INF + C(4)
Substituted Coefficients: =========================
YRMG = 1.57224736e-08*PRMG + 0.0478686390383*GPP - 0.17850431202*INF + 72.8087896102
(2)
Output Untuk Uji Autokorelasi :
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 4.458407 Prob. F(2,14) 0.0318 Obs*R-squared 7.781897 Prob. Chi-Square(2) 0.0204
Test Equation:
Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 01/11/15 Time: 09:04 Sample: 1994 2013
Included observations: 20
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PRMG 4.61E-09 1.95E-08 0.236714 0.8163 GPP 0.033546 0.079918 0.419752 0.6810 INF 0.102546 0.085077 1.205330 0.2481 C -2.885016 4.225320 -0.682792 0.5059 RESID(-1) 0.709657 0.286642 2.475755 0.0267 RESID(-2) 0.030942 0.284645 0.108704 0.9150
R-squared 0.389095 Mean dependent var 9.95E-15 Adjusted R-squared 0.170914 S.D. dependent var 6.097252 S.E. of regression 5.551800 Akaike info criterion 6.509446 Sum squared resid 431.5147 Schwarz criterion 6.808166 Log likelihood -59.09446 Hannan-Quinn criter. 6.567760 F-statistic 1.783363 Durbin-Watson stat 1.906564 Prob(F-statistic) 0.180920
Output Untuk Uji Mulikoliearitas :
Dependent Variable: PRMG Method: Least Squares Date: 01/11/15 Time: 09:09 Sample: 1994 2013
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
GPP -1119495. 908578.9 -1.232139 0.2347 INF -860237.9 980466.8 -0.877376 0.3925 C 1.83E+08 25140176 7.268953 0.0000
R-squared 0.163169 Mean dependent var 1.48E+08 Adjusted R-squared 0.064718 S.D. dependent var 74135629 S.E. of regression 71696543 Akaike info criterion 39.15126 Sum squared resid 8.74E+16 Schwarz criterion 39.30062 Log likelihood -388.5126 Hannan-Quinn criter. 39.18042
(3)
F-statistic 1.657367 Durbin-Watson stat 0.393623 Prob(F-statistic) 0.219999
Dependent Variable: GPP Method: Least Squares Date: 01/11/15 Time: 09:10 Sample: 1994 2013
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
INF 0.252966 0.248933 1.016199 0.3238 PRMG -7.32E-08 5.94E-08 -1.232139 0.2347 C 29.28087 10.92758 2.679537 0.0158
R-squared 0.175368 Mean dependent var 21.49900 Adjusted R-squared 0.078352 S.D. dependent var 19.10091 S.E. of regression 18.33735 Akaike info criterion 8.793238 Sum squared resid 5716.393 Schwarz criterion 8.942598 Log likelihood -84.93238 Hannan-Quinn criter. 8.822395 F-statistic 1.807627 Durbin-Watson stat 2.506032 Prob(F-statistic) 0.194183
Dependent Variable: INF Method: Least Squares Date: 01/11/15 Time: 09:11 Sample: 1994 2013
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PRMG -5.04E-08 5.74E-08 -0.877376 0.3925 GPP 0.226379 0.222771 1.016199 0.3238 C 14.74492 11.79856 1.249722 0.2283
R-squared 0.140638 Mean dependent var 12.14750 Adjusted R-squared 0.039537 S.D. dependent var 17.70043 S.E. of regression 17.34699 Akaike info criterion 8.682197 Sum squared resid 5115.609 Schwarz criterion 8.831556 Log likelihood -83.82197 Hannan-Quinn criter. 8.711353 F-statistic 1.391063 Durbin-Watson stat 2.049503 Prob(F-statistic) 0.275737
(4)
Estimasi pada model persamaan Rumah Mewah :
Dependent Variable: YRMH Method: Least Squares Date: 01/12/15 Time: 06:56 Sample: 1994 2013
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PRMH 9.51E-09 1.26E-08 0.756485 0.4604 GPP 0.146163 0.137152 1.065703 0.3024 INF -0.259964 0.148689 -1.748375 0.0996 C 66.35246 7.288651 9.103531 0.0000
R-squared 0.218842 Mean dependent var 70.25000 Adjusted R-squared 0.072375 S.D. dependent var 11.05905 S.E. of regression 10.65134 Akaike info criterion 7.746104 Sum squared resid 1815.216 Schwarz criterion 7.945251 Log likelihood -73.46104 Hannan-Quinn criter. 7.784980 F-statistic 1.494138 Durbin-Watson stat 1.149453 Prob(F-statistic) 0.254058
Estimation Command: =========================
LS YRMH PRMH GPP INF C
Estimation Equation: =========================
YRMH = C(1)*PRMH + C(2)*GPP + C(3)*INF + C(4)
Substituted Coefficients: =========================
YRMH = 9.50774548942e-09*PRMH + 0.146163103796*GPP - 0.259964159772*INF + 66.3524587193
(5)
Output Untuk Uji Autokorelasi :
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.676178 Prob. F(2,14) 0.2225 Obs*R-squared 3.863864 Prob. Chi-Square(2) 0.1449
Test Equation:
Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 01/12/15 Time: 06:57 Sample: 1994 2013
Included observations: 20
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PRMH 1.39E-11 1.40E-08 0.000994 0.9992 GPP -0.031250 0.142241 -0.219700 0.8293 INF 0.030996 0.147176 0.210602 0.8362 C 0.303804 7.670067 0.039609 0.9690 RESID(-1) 0.486202 0.271658 1.789761 0.0951 RESID(-2) -0.226799 0.331394 -0.684379 0.5049
R-squared 0.193193 Mean dependent var -9.41E-15 Adjusted R-squared -0.094952 S.D. dependent var 9.774337 S.E. of regression 10.22786 Akaike info criterion 7.731433 Sum squared resid 1464.528 Schwarz criterion 8.030153 Log likelihood -71.31433 Hannan-Quinn criter. 7.789747 F-statistic 0.670471 Durbin-Watson stat 1.865316 Prob(F-statistic) 0.652388
Output Untuk Uji Mulikoliearitas :
Dependent Variable: PRMH Method: Least Squares Date: 01/12/15 Time: 07:02 Sample: 1994 2013
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
GPP -2857624. 2554313. -1.118745 0.2788 INF -2513805. 2803787. -0.896575 0.3825 C 4.97E+08 72365550 6.871747 0.0000
R-squared 0.148701 Mean dependent var 4.04E+08 Adjusted R-squared 0.048548 S.D. dependent var 2.11E+08 S.E. of regression 2.06E+08 Akaike info criterion 41.25769 Sum squared resid 7.18E+17 Schwarz criterion 41.40705 Log likelihood -409.5769 Hannan-Quinn criter. 41.28685 F-statistic 1.484736 Durbin-Watson stat 0.457228
(6)
Prob(F-statistic) 0.254507
Dependent Variable: GPP Method: Least Squares Date: 01/12/15 Time: 07:04 Sample: 1994 2013
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
INF 0.258420 0.255359 1.011989 0.3257 PRMH -2.40E-08 2.14E-08 -1.118745 0.2788 C 28.55211 10.87076 2.626505 0.0177
R-squared 0.159104 Mean dependent var 21.99950 Adjusted R-squared 0.060176 S.D. dependent var 19.42919 S.E. of regression 18.83554 Akaike info criterion 8.846850 Sum squared resid 6031.221 Schwarz criterion 8.996209 Log likelihood -85.46850 Hannan-Quinn criter. 8.876006 F-statistic 1.608271 Durbin-Watson stat 2.462720 Prob(F-statistic) 0.229249